• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA

N/A
N/A
Ilyasa Naufal

Academic year: 2023

Membagikan "TUGAS MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA

KELOMPOK 3:

ILYASA NAUFAL AL QADR AFRIZAL EKA FAUZAN KHAIRUL NURUL SALAS

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah Pendidikan agama islam “iman dan takwa".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan tugas makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam tugas makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki tugas makalah ini.

Kami berharap semoga tugas makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Bekasi, 24 November 2023

(3)

1. PENGERTIAN IMAN

Secara bahasa (Arab), kata iman berakar dari kata amana - yu’minu – imanan yang secara harfiyah atau etimologis artinya percaya dengan yakin. Secara maknawi atau terminologis iman adalah percaya dengan yakin akan adanya Allah SWT, para Malaikat- Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhirat serta Qadha dan Qadar yang terangkum dalam Rukun Iman.

Percaya dengan yakin kepada keenam hal itu disebut Arkanul Iman atau Rukun Iman, Rasulullah SAWpernah memberikan keterangan tentang iman itu didepan sahabat- sahabatnya, tatkalah seorang laki-laki yang kemudian ternyata malaikat Jibril yang datang menyamar dalam bentuk manusia, menanyakan kepada Nabi apakah iman itu?

Sebagaimana dijelaskan sebuah hadits yang diriwatkan oleh Imam Muslim:

ِرِآخلا ِم ْوَيلاَو ِهِلُسُرَو ِهِبُتُكَو ِهِتَكِئَلَمَو ِلاِب َنِم ْؤُت ْنَأ َلاَق ِناَمْيِلا ِنَع يِن ْرِب ْآخَأَف :َلاَق ُهُقِدَصُيَو ُهُلَأْسَي ُهَل اَنْبِجَعَف َتْقَدَص :َلاَق

ِهِرَشَو ِهِرْيَآخ ِرَدَقلاِب َنِمْؤُتَو Orang itu berkata, “Engkau benar.” Kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya.

Orang itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Iman.” Rasulullah SAW menjawab,

“Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR.

Muslim, no. 8)

Juga hadits yang diriwatkan tentang imam Bukhari sebagai berikut:

ََ ِساّنلِل اًزِراَب اًم ْوَي َناَك َمّلَسَو ِهْيَلَع ُ ّا ىّلَص ِ ّا َلوُسَر ّنَأ ُهْنَع ُ ّا َيِضَر َةَرْيَرُه يِبَأ ْنع ِهِتَكِئ َلَمَو ِ ّلاِب َنِمْؤُت ْنَأ ُناَميِ ْلا َلاَق ُناَميِ ْلا اَم ِ ّا َلوُسَر اَي َلاَقَيِشْمَي ٌلُجَر ُهاَتَأ ْذِإ

ِرِآخ ْلا ِثْعَبْلاِب َنِم ْؤُتَو ِهِئاَقِلَو ِهِلُسُرَو ِهِبُتُكَو Artinya:

Dari Abu Hurairah radiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda” pada suatu hari Rasulullah shallalahu’alaihi wasallam sedang berada bersama

kami, lalu datanglah seorang laki-laki dengan berjalan kaki, lantas bertanya: “wahai Rasulullah, apakah iman itu? beliau menjawab “Engkau beriman kepada Allah, parmalaikat-Nya, para Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya dan hari akhir” (H.R. Bukhari)

Dengan rumusan yan lebih singkat dapat dikatakan iman itu adalah kepercayaan yang muthlak dan bulat. Pada pokoknya ialah kepercayaan kepada Allah SWT, sebab kepercayaan kepada Allah itu dengan sendirinya mencakup kepada kepercayaan kepada Rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, Malaikat-malikat, hari akhirat, qadha dan qadar.

Percaya secara muthlak kepada Allah ialah membenarkan dan mengakui adanya (eksistensi) Allah, mengakui dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya, sifa kekuasaan-Nya, peraturan-peraturan-Nya, dan lain-lain. Kemudian pengakuan itu di ikrarkan dengan lisan serta dibuktikan dengan amal, dengan demikian kepercayaan yang mutlak itu harus mengandung tiga unsur yaitu:

1. Diikrarkan dengan lidah, 2. Dipartikan didalam hati,

(4)

3. Dilaksanakan dengan anggota badan.

1. Iman landasan berpijak

Manusia dalam kehidupan ini tidak lepas dari 1001 macam masalah dan persoalan- persoalan. Jalan yang ditempuh kadang-kadang datar, kadang-kadang menurun. Manusia akan bertemu dengan ni’mat dan bencana, bahagia dan musibah dan lain-lain sebagainya.

Dalam mengharungi hidup yang demikian, manusia harus mempunyai landasan tempat berpijak, mempunyai tali untuk pegangan. Kalau tidak dia akan hoyong dan akhirnya tersungkur.

Landasan tempat berpijak itu ialah iman. Yaitu kepercayaan yang bulat dan mutlak, bahwa manusia itu hanya merencanakan. Kewajibannya ialah berusaha, berjuang, sebab dia telah dianugrahi oleh Yang Maha Kuasa alat-alat perjuangan yang diperlukan: ikhtiar, akal, doa, hidayah dan lain-lain. Tetapi, yang menetukan pada tingkat terakhir adalah Maha Perencana.

Apabila kepercayaan dan keyakinan yang demikian sudah berurat berakar dalam jiwa manusia, maka dia dapat menguasai keadaan, Ia selalu berada dalam keseimbangan, ia mempunyai sikap jiwa yang positif. Kepercayaan yang demikian hanyalah bisa timbul bagi seorang yang mempunyai pegangan dalam kehidupan ini. Satu-satunya pegangan ialah iman.

Orang yang imannya kuat, niscaya tidak akan menempuh jalan buntu, karena keimanan itu membendung semangat putus asa, bahkan sebaliknya, iman itu memberikan semangat pengharapan, dan optimisme.

2. Pengaruh atau peran Iman dalam Kehidupan Manusia

Adapun pengaruh atauperan iman dalam kehidupan manusia adalah sebagai berikut:

1. Iman melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda, orang yang beriman hanya percaya kepada Allah. Allah yang memberi dan mengambil nikmat dari manusia.

Kalau Allah hendak memberikan pertolongan-Nya tidak ada satu kekuasaan yang bisa mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, tidak ada satu kekuatan bagaimanapun hebatnya yang sanggup menahan dan mencegahnya.

Dalam surat Yunus Ayat 107 Allah berfirman:

ُر ْوُفَغْلا َوُهَوۗ ٖهِداَبِع ْنِم ُءۤاَشّي ْنَم ٖهِب ُبْيِصُي ٖۗهِلْضَفِل ّدۤاَر َلَف ٍرْيَخِب َكْدِرّي ْنِاَوۚ َوُه ّلِآ ٗهَل َفِشاَك َلَف ّرُضِب ُ ااا َكْسَسْمّي ْنِاَو

ُمْيِحّرلا Artinya:

“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S.10. Yunus: 107).

2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut, orang yang beriman percaya sepenuhnya bahwa kematian itu adalah ditangan Allah, banyak contoh bahwa manusia

(5)

biasa lepas dari satu situasi yang amat berbahaya, yang menurut ukuran-ukuran yang normal dan biasa pasti menghadapi kematian, tetapi akhirnya keluar dalam keadaan selamat. Banyak pahlawan - pahlawan di zaman Rasulullah dan sahabat-sahabat yang dapat terhindar dari kematian di tengah - tengah pedang yang gemerincing, sebaliknya tidak sedikit pula orang yang direnggut maut diatas kasur yang empuk, tanpa diduga- duga menurut ukuran-ukuran yang biasa. Pegangan orang yang beriman, mengenai soal hidup atau mati, ialah ketentuan Ilahi,

Allah berfirman dalam Surat An-Nisa’ ayat 78:

ۗ ٍةَدّيَشّم ٍجْوُرُب ْيِف ْمُتْنُك ْوَلَو ُتْوَمْلا ُمّكْكِرْدُي اْوُنْوُكَت اَم َنْيَا

Artinya: “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh (Q.S.4. An-Nisaa’: 78)

3. Iman membentuk ketenteraman jiwa. Sering kali manusia dalam kehidupan ini dilanda oleh duka cita; digoncangkan oleh ragu-ragu dan bimbang dalam menghadapi keadaan yang akan datang. Apabila ketemu dengan kesulitan yang kecil saja, ia gelisah, dan jika mendapat sedikit nikmat dia tidak dapat menguasai diri, berlaku congkak, bahkan kadang-kadang lupa daratan.

Semua sifat-sifat dan pembawaan yang demikian adalah karena ketipisan iman.

Adapun orang yang beriman mempunyai keseimbangan, hatinya tenteram (muthmainnah), jiwanya tenang (sakinah), seperti yang dilukiskan didalam Al-Qur’an:

َنْيِذّلا

ُبْوُلُقْلا ّنِٕىَمْطَت ِهّٰللا ِرْكِذِب َلَا ِهّٰللا ِرْكِذِب ْمُهُبْوُلُق ّنِٕىَمْطَتَو اْوُنَمٰا

ۗ ۗ

Artinya:

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”. (Q.S. Ar-Ra’d: 28)

4. Iman membentuk kehidupan yang baik, adapun kehidupan manusia yang baik, yang disebutkan oleh Al-Qur’an dengan hayatan thayibah, ialah orang-orang yang selalu melakukan kebajikan, mengerjakan perbuatan-perbutan yang baik. Hidupnya sederhana, mencukupkan yang ada (qana’ah) tidak mengganggu atau merugikan orang lain, malah memberi dan menjadi contoh teladan. Orang yang selalu melakukan kebajikan disisi Allah kelak akan mendapat pahala hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 97

اَم ِنَسْحَاِب ْمُهَرْجَا ْمُهّنَيِزْجَنَلَو َبّيَط ًةوٰيَح ٗهّنَيِيْحُنَلَف ٌنِمْؤُم َوُهَو ىٰثْنُا ْوَا ٍرَكَذ ْنّم اًحِلاَص َلِمَع ْنَمًۚة

َنْوُلَمْعَي اْوُناَك

Artinya:

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (Q.S. An-Nahl:

97)

(6)

1. Pengertian takwa

Takwa menurut etimologis berasal dari bahasa Arab yaitu dari akar kata waqa-yaqi- wiqayatan yang berarti takut, menjaga, memelihara dan melindungi. Sedangkan menurut terminologis takwa berarti sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam. Oleh karena itu, orang yang bertakwa adalah orang yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya karena takut terjerumus ke dalam perbuatan dosa.

Takwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, menjauhi perbuatan salah dan tidak melakukan kejahatan pada orang lain, diri sendiri dan lingkungannya. Jadi, takwa merupakan pokok dan ukuran dari segala perbuatan seorang muslim di dunia ini, sehingga ketakwaan kepada Allah ini dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang muslim selalu bertakwa kepada Allah, baik dalam keadaan tersembunyi/sendirian atau ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang.

2. Ruang lingkup takwa

Adapun ruang lingkup takwa meliputi sebagai berikut : a. Hubungan manusia dengan Allah SWT

Seseorang yang bertakwa adalah seorang yang menghambakan dirinya kepada Allah SWT dan selalu menjaga hubungan dengan-Nya setiap saat sehingga dapat menghindarkan dirinya dari kejahatan dan kemungkaran serta membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah dimulai dengan melaksanakan ibadah secara sungguh- sungguh dan ikhlas seperti mendirikan shalat dengan khusuk sehingga dapat memberikan warna baik dalam kehidupannya, melaksanakan puasa dengan ikhlas sehingga dapat melahirkan kesabaran dan pengendalian diri, menunaikan zakat dapat mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan dari bakhil dan tamak.

Dan hati yang dapat mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari takabbur dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Segala perintah-perintah Allah tersebut dilakukannya bukan saja untuk kepentingan Allah tetapi juga untuk keselamatannya di akhirat sesuai dengan syariat yang diturunkan Allah dan diajarkan oleh Rasulullah SAW.

b. Hubungan manusia dengan hati nurani dan dirinya sendiri

Selain manusia harus bertakwa kepada Allah, juga harus bisa menjaga hati nuraninya dengan baik seperti yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW B. MAKNA DAN RUANG LINGKUP TAKWA

(7)

dengan sifatnya yang sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri dll. Selain itu manusia juga harus bisa mengendalikan hawa nafsunya karena tak banyak diantara umat manusia yang bisa mengendalikan hawa nafsunya sehingga selama hidupnya menjadi budak bagi hawa nafsunya.

Seperti difirmankan Allah dalam Al-Qur’an:

ٌمْيِحّر ٌر ْوُفَغ ْيِبَر ّنِا ْۗيِبَر َمِحَر اَم ّلِا ِء ْۤوّسلاِب ۢ ٌةَراّمَ َل َسْفّنلا ّنِا ْۚيِسْفَن ُئِرَبُا اَمَو ۞ Artinya :

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.

Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang” (Q.S.12. Yusuf : 53)

Maka dari itu, manusia harus bertakwa kepada Allah agar mampu mengendalikan hawa nafsu tersebut sehingga dapat menyelamatkannya di dunia maupun di akhirat.

c. Hubungan manusia dengan sesama manusia

Agama Islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan, kemasyarakatan, kebangsaan dll. Semua konsep tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang berhubungan dengan manusia dengan manusia (hablum minannas) atau disebut juga dengan ajaran kemasyarakatan. Karena manusia diciptakan tidak bisa hidup sendiri tetapi saling membutuhkan satu sama lain, sehingga dituntut untuk bertakwa dengan menjalin hubungan yang baik antar sesamanya seperti berbuat baik kepada sesamanya, tolong menolong, saling menghormati dll.

Sebagaiman firman Allah SWT:

ِ مْوَََيْلاَو ِهََّٰللاِب َنَمٰا ْنَم ّرِبْلا ّنِكٰلَو ِبِرْغَمْلاَو ِقِر ْشَمْلا َلَبِق ْمُكَهْوُجُو اْوّلَوُت ْنَاّرِبْلا َسْيَل ۞

َنْيِك ََٰسَمْلاَو ىٰمٰتَيْلاَو ىٰبْرََُقْلا ىِوَذ ّبُح ىٰلَع َلاَََمْلا ىَتٰاَو َن ِبّنلاَو ِبٰتِكْلاَو ِةَََ كِٕىَمْلاَو ِرِخٰ ْلاٖه ۚ ّٖي ٰۤل اَذِا ْمِهِدََْهَعِب َنْوََُفْوُمْلاَو َةوََٰكّزلا ىَتٰاَو َةوٰلّصلا َماَقَاَو اَقّرلا ِىفَو َنْيِلِٕى ّسلاَو ْيِبّسلا َنْباَوۚ ِۚب ۤا ِۙل

ُمُه َكِٕى وُاَو اْوُقَد َََص َنْيِذّلا َكِٕى وُا ٰۤل ۗ ٰۤل ِۗسْأَََبْلا َنْيِحَو ِءّر ََّضلاَو ِء َََسْأَبْلا ىِف َنْيِرِب ََّٰصلاَو اْوُدَََهاَعۤا ۤا ۚ

َنْوُقّتُمْلا Artinya

:“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa”.

(Q.S.2. Al-Baqarah : 177).

Ayat ini menjelaskan tentang bertakwa kepada Allah dengan beriman terhadap rukun iman dengan benar sebagai dasar untuk menjalin hubungan baik terhadap sesama manusia seperti bersedekah kepada orang lain yang membutuhkan, menunaikan zakat, menepati janji dll, semua ini merupakan sifat-sifat orang yang bertakwa kepada Allah SWT.

(8)

d. Hubungan manusia dengan lingkungan hidup

Sikap takwa dapat ditampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan hidupnya. Manusia yang bertakwa adalah manusia yang memegang tugas kekhalifahannya di tengah alam ini, sebagai subjek yang bertanggung jawab mengelola dan memelihara lingkungannya. Sebagai pengelola, manusia akan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan hidupnya di dunia tanpa harus merusak lingkungan disekitarnya.

Alam dan segala potensi yang ada didalamnya telah diciptakan Allah untuk diolah dan dimanfatkan menjadi barang jadi yang berguna bagi manusia. Oleh sebab itu, ia harus mampu menjaga lingkungannya dengan sebaik-baiknya sebagai bentuk takwanya kepada Pencipta alam yang telah menganugerahinya alam yang indah ini. Sebagaimana firman Alla h SWT

َنّم ْمُكَقَزَرَو ْمُكَرَو َُص َن ََسْحَاَف ْمُكَرّو َََصّو ًء َنِب َء َم َّسلاّو اًراَرَق َضْرَ ْلا ُمُكَل َلَعَج ْيِذّلا ُهّٰللَاۤا ۤا

َنْيِمَلٰعْلا ّبَر ُهّٰللا َكَرٰبَتَف ْمُكّبَر ُهّٰللا ُمُكِلٰذ ِتٰبّيّطلاۚ ۗ Artinya :

“Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki dengan sebahagian yang baik-baik. yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S.40. Al-mukmin : 64).

Firman Allah SWT:

اَََمِب ِرََْحَبْلا ىِف ْيِرََْجَت ْيِتّلا ِكََْلُفْلاَو ِراَهّنلاَو ِلْيّلا ِف َلِتْخاَو ِضْرَ ْلاَو ِتٰوٰمّسلا ِقْلَخ ْيِف ّنِا

ْنِم اََهْيِف ّثَبَو اََهِتْوَم َدَْعَب َضْرَ ْلا ِهَِب اَيْحَاَف ٍء ّم ْنِم ِء َمّسلا َنِم ُهّٰللا َلَزْنَا اَمَو َساّنلا ُعَفْنَيۤا ۤا

َنْوُلِقْعّي ٍمْوَقّل ٍتٰيٰ َل ِضْرَ ْلاَو ِء َمّسلا َنْيَب ِرّخَسُمْلا ِباَحّسلاَو ِحٰيّرلا ِفْيِرْصَتّو ٍةّب َد ّلُكۤا ۖ ۤا Artinya :

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”.

(Q.S.2. Al-Baqarah : 164).

Iman dan takwa memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam dan bagi

kehidupan manusia, karena iman merupakan satu hal yang sangat fundamental dalam Islam, titik tolak permulaan dalam Islam sebagai landasan tempat berpijak ialah iman. Rasulullah memusatkan segala aktivitas permulaan da’wanya untuk menerapkan faham keimanan selama 13 tahun di Mekah. Soal- soal lainnya belum disinggung dan dikemukakan. Hal tersebut merupakan suatu pertanda yang jelas, bahwa soal keimanan atau kepercayaan itu menjadi soal yang primair. Karena iman adalah masalah mendasar dalam Islam, Iman menjadi titik tolak permulaan seseorang menjadi pemeluk Islam (muslim). Sedangkan takwa adalah barometer atau ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim.

C. IMPLEMENTASI IMAN DAN TAKWA DALAM KEHIDUPAN

(9)

Islam menjadikan Iman atau percaya secara mutlak kepada Allah dan Muhammad sebagai Rasul-Nya, kepercayaan kepada arkanul iman atau enam rukun iman, sebagai bukti dari takwanya kepada Allah SWT. Orang bertakwa senantiasa iman kepada Allh, kepada para malaika, kitab-kitab, para rasul, hari akhirat, qadha dan qadar, dengan kata lain, instrumen ketakwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan memelihara firah iman.

Sehingga ketakwaan kepada Allah bukan sekedar dengan berpuasa, shalat dan mengerjakan ibadah yang lainnya akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah dengan meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diperintahkan Allah.

Maka barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruniai amal kebaikan, maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan. Ketakwaan kepada Allah dituntut disetiap kondisi, dimana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan tersembunyi/ sendirian atau ketika berada di tengah keramaian/ di hadapan orang.

Seorang yang bertaqwa adalah seorang yang menghambakan dirinya kepada Allah dan selalu menjaga hubungan dengan-Nya setiap saat sehingga dapat menghindari dari kejahatan dan kemunkaran serta membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Dengan demikian itu, terbentuk dalam dirinya keindahan iman sebagai pribadi ideal yaitu pribadi yang tegak diatas nilai-nilai ketakwaan. Sebagai mana firman Allah SWT dalam surat Ali

‘Imran ayat 102 :

َن ْوُمِلْسّم ْمُتْنَاَو ّلِا ّنُت ْوُمَت َلَو ٖهِتىاقُت ّقَح َ ااا اوُقّتا اوُنَماا َنْيِذّلا اَُهّيَآاي Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (Q.S.3. Ali ’Imran: 102).

Orang yang bertakwa ia akan selalu menjaga hubungan baik kepada Allah maupun terhadap sesama manusia yang dikenal dengan hablum minallah dan hablum minannas.

Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan ibadah secara sungguh- sungguh dan ikhlas seperti, mendirikan shalat dengan khusuk, melaksanakan puasa dengan ikhlas, membayar zakat dan lain-lain akan mendatangkan manfaat yang baik bagi hubungannya dengan manusia seperti tercegahnya ia dari kejahatan akibat dari shalatnya yang khusuk, tertanam dalam hatinya rasa tolong menolong kepada yang lebih lemah darinya buah dari puasanya yang ikhlas, dan terhindar dari sifat bakhil dan kikir hasil dari zakat dan sedekah yang ia keluarkan dan lain sebagainya.

Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa orang yang bertakwa pasti memiliki iman atau kepercayaan dan keyakinan yang mutlak terhadap arkanul iman atau enam rukun iman sebagai bentuk dan cermin takwanya kepada Allah SWT sebagaimana firman-Nya:

ِءا ّۤر ّضضضلاَو ِءا ّۤر ّضضسلا ىِف َن ْوضضُقِفْنُي َنْيِذّلا َۙنْيِقّتُمْلِل ْتّدضضِعُا ُۙض ْرَ ْلاَو ُت او ام ّضضسلا اَُه ُضضض ْرَع ٍةّنَجَو ْمُكِبّر ْنِم ٍةَرضضِفْغَم ىالِا ا ْٓوُعِرا َضضسَو ۞

َۚنْيِنِسْحُمْلا ّبِحُي ُ اااَو ِۗساّنلا ِنَع َنْيِفاَعْلاَو َظْيَغْلا َنْيِمِظ اكْلاَو Artinya:

“Dan bersegelah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya

(10)

seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang- orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Q.S.3. Ali Imran : 133-134).

Ayat ini menjelaskan bahwa diantara ciri orang yang bertakwa adalah memiliki akhlak yang mulia seperti, memberi nafkah atau pertolongan kepada orang lain, berlaku baik atau tidak emosi dan bisa memaafkan kesalahan orang lain.

Adapun ciri-ciri orang yang bertakwa sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut :

a. Al-Baqarah : 2-5

ْمُهٰنْقَزَر اّمِمَو َةوٰل ََّصلا َنْوُمْيِقُيَو ِبْيَغْلاِب َنْوُنِمْؤُي َنْيِذّلا ْيِقّتُمْلّل ىًدُه ِهْيِف َبْيَر َل ُبٰتِكْلا َكِلٰذَۙن ۛ ۛ ىٰلَع َكِٕى وُا ْوَُنِقْوُي ْمُه ِةَرِخٰ ْلاَِبَو َكِلْبَق ْنِم َلِزْنُا اَمَو َكْيَلِا َلِزْنُا اَمِب َنْوُنِمْؤُي َنْيِذّلاَو َنْوُقِفْنُيٰۤل َۗن ۚ ۙ

َنْوُحِلْفُمْلا ُمُه َكِٕى وُاَو ْمِهّبّر ْنّم ىًدُهٰۤل ۙ Artinya :

“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.

mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang- orang yang beruntung.” (Q.S.2. Al-Baqarah : 2-5)

b. Al-Baqarah : 177

ِرِخٰ ْلا ِمْوَيْلاَو ِهّٰللاِب َنَمٰا ْنَم ّرِبْلا ّنِكٰلَو ِبِرْغَمْلاَو ِقِر ْشَمْلا َلَبِق ْمُكَهْوُجُو اْوّلَوُت ْنَاّرِبْلا َسْيَل ۞

ْيِب ََّسلا َنْباَو َنْيِكٰسَمْلاَو ىٰمٰتَيْلاَو ىٰبْرُقْلا ىِوَذ ّبُح ىٰلَع َلاَمْلا ىَتٰاَو َن ِبّنلاَو ِبٰتِكْلاَو ِةَكِٕىَمْلاَو

ِۙل ٖه ۚ ّٖي ٰۤل

َنْيِرِبّٰصلاَو اْوُدَهاَع اَذِا ْمِهِدْهَعِب َنْوُفْوُمْلاَو َةوٰكّزلا ىَتٰاَو َةوٰلّصلا َماَقَاَو اَقّرلا ِىفَو َنْيِلِٕى ّسلاَوۚ ۚ ِۚب ۤا

َنْوُقّتُمْلا ُمُه َكِٕى وُاَو اْوُقَدَص َنْيِذّلا َكِٕى وُا ٰۤل ۗ ٰۤل ِۗسْأَبْلا َنْيِحَو ِءّرّضلاَو ِء َسْأَبْلا ىِفۤا ۤا Artinya :

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat- malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan D. CIRI-CIRI ORANG BERTAKWA

(11)

pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. 2.Al-Baqarah : 177).

c. Ali Imran:133-135

َنْيِذّلا ْيِقّتُمْلِل ْتّدََِعُا ْرَ ْلاَو ُتٰوٰم ََّسلا اَه ََُضْرَع ٍةّنَجَو ْمُكّبّر ْنّم ٍةَرََِفْغَم ىٰلِا آْوُعِرا َََسَو َۙن ۙۙض ۞

ْيِن ََِسْحُمْلا ّبِحُي ُهََّٰللاَو اّنلا ِنَع َنْيِفاَََعْلاَو َظََْيَغْلا َنْيِمِظٰكْلاَو ِءا ََّضلاَو ِءا ََّسلا ىِف َنْوََُقِفْنُي

َۚن ِۗس ّۤر ّۤر

َبْوُنّذلا ُرِفْغّي ْنَمَو ِهِبْوُنُذِل اْوُرَفْغَتْساَف َهّٰللا اوُرَكَذ ْمُهَسُفْنَا آْوُمَلَظ ْوَا ًة َشِحاَف اْوُلَعَف اَذِا َنْيِذّلاَوْۗم

َنْوُمَلْعَي ْمُهَو اْوُلَعَف اَم ىٰلَع اْوّرِصُي ْمَلَو ُهّٰللا ّلِاۗ Artinya :

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang- orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang- orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (Q.S. 3.Ali Imran : 133-135).

Dari ayat-ayat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri orang yang bertakwa adalah : 1. Beriman pada yang ghaib (Allah, malaikat, nabi-nabi, kitab-kitab).

2. Mendirikan shalat.

3. Menunaikan zakat.

4. Menafkahkan sebagian rezeki yang Allah karuniakan kepadanya pada waktu lapang maupun sempit kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir,fakir dan miskin.

5. Memenuhi janjinya bila berjanji.

6. Bersabar dalam kesengsaraan, penderitaan dan dalam waktu peperangan.

7. Dapat menahan amarahnya.

8. mema'afkan kesalahan orang lain.

9. orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosanya.

10. Orang-orang yang tidak meneruskan perbuatan kejinya, sedang mereka mengetahui.

Diantara konsekuensi dari takwa adalah memiliki tanggung jawab sosial di tengah lingkungan dan masyarakat ia berada. Seorang yang bertakwa akan selalu menjaga hubungan baik dengan sesama maupun dengan lingkungannya, seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan sifatnya yang sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri dan sifat-sifat yang baik lainnya. Selain itu, manusia juga harus bisa mengendalikan hawa nafsunya sehingga tidak berbuat sesuatu yang dapat merusak dirinya dan lingkungan sosialnya.

E. TAKWA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL

(12)

Oleh karena itu, orang yang bertaqwa akan menjadi motor penggerak, gotong royong dan kerja sama dalam segala bentuk kebaikan dan kebijakan. Sebagaimana firman Allah SWT :

ِ مْوَََيْلاَو ِهََّٰللاِب َنَمٰا ْنَم ّرََِبْلا ّنِكٰلَو ِبِرََْغَمْلاَو ِقِر ََْشَمْلا َلَََبِق ْمُكَهْوُجُو اْوّلَوُت ْنَاّرِبْلا َسْيَل ۞

َنْباَو َنْيِك ََٰسَمْلاَو ىٰمٰتَيْلاَو ىٰبْرُقْلا ىِوَذ ّبُح ىٰلَع َلاَمْلا ىَتٰاَو َن ِبّنلاَو ِبٰتِكْلاَو ِةَكِٕىَمْلاَو ِرِخٰ ْلاٖه ۚ ّٖي ٰۤل اْوُدَََهاَع اَذِا ْمِهِدََْهَعِب َنْوََُفْوُمْلاَو َةوٰكّزلا ىَتٰاَو َةوٰلّصلا َماَقَاَو اَقّرلا ِىفَو َنْيِلِٕى ّسلاَو ْيِبّسلا

ۚ ۚ ِۚب ۤا ِۙل

َنْوُقّتُمْلا ُمُه َكِٕى وُاَو اْوُقَدَص َنْيِذّلا َكِٕى وُا ٰۤل ۗ ٰۤل ِۗسْأَبْلا َنْيِحَو ِءّرّضلاَو ِء َسْأَبْلا ىِف َنْيِرِبّٰصلاَوۤا ۤا Artinya :

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. 2.Al-Baqarah : 177).

Ayat ini menjelaskan bahwa ciri-ciri orang yang bertakwa memiliki hubungan yang baik kepada Allah sebagai dasar keyakinan dan keimanan kepada Allah seperti, iman kepada Allah, hari kemudian, malaikat, kitab dan nabi-nabi Allah. Selanjutnya Allah menggambarkan hubungan kemanusiaan, yaitu mengeluarkan harta, menepati janji serta sabar dalam segala keadaan. Ayat ini menggambarkan bahwa hakikat takwa itu dengan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi baik kepada Allah sebagai tempat ia mengabdi dan tanggung jawab kepada sesama manusia sebagai tempat ia beramal baik demi meraih kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

(13)

1. IMAN DAN TAKWA

IMAN berasal dari bahasa Arab “amana-yu’minu- imanan” yang artinya percaya atau membenarkan. Iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan. Imam Ghazali membagi iman manusia kepada tiga bagian:

1. Iman Taqlidi, yaitu imannya kebanyakan orang yang tidak berilmu. Mereka beriman karena taklid semata.

2. Iman istidlali, yaitu di mana mereka beriman cukup berdasarkan dalil aqli dan naqli, dan mereka merasa puas dengan itu.

3. Iman Tahqiqi, yaitu imannya para ahli makrifat dan Hakikat.

Apa Itu Taqwa?

Setelah memahami penjelasan tentang iman, selanjutnya mari kita bahas penjelasan tentang taqwa. Taqwa berasa dari kata wa-qa, ya-qi-wiqayatan yang artinya terjaga, terpelihara.

Dalam pengertian sempit, taqwa berarti terjaga dan terpelihara dari siksa api neraka. Dalam pengertian yang lebih luas, taqwa dapat diartikan sebagai takut dan selalu menjaga diri untuk tidak terjerumus dalam perbuatan dosa, mempunyai rasa tanggungjawab yang tinggi untuk menunaikan kewajiban yang harus diembannya dengan penuh kesungguhan, kejujuran, dan amanah. Fungsi daripada taqwa yaitu sebagai pembersih penyakit batin dan bekal seseorang .

2. PERAN IMAN DAN TAKWA DALAM KEHIDUPAN SEORANG MUSLIM

Iman dan taqwa mempunyai peran antara lain:

1) Iman dan taqwa melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda, 2) Iman dan taqwa menanamkan semangat berani menghadap maut 3) Iman dan taqwa menanamkan sikap “self-help” dalam kehidupan 4) Iman dan taqwa memberikan ketenteraman jiwa.

(14)

3. IMPLEMENTASI IMAN DAN TAKWA DALAM KEHIDUPAN SEORANG MUSLIM

Masalah sosial budaya merupakan masalah alam pikiran dan realitas hidup masyarakat.

Alam pikiran bangsa Indonesia adalah majemuk, sehingga pergaulan hidupnya selalu dipenuhi konflik dengan sesama orang Islam maupun dengan non-Islam.

Pada zaman modern ini, dimungkinkan sebagian masyarakat antara yang satu dengan yang lainnya saling bermusuhan, yaitu ada ancaman kehancuran.

Adaptasi modernisme, kendatipun tidak secara total yang dilakukan bangsa Indonesia selama ini, telah menempatkan bangsa Indonesia menjadikan bangsa Indonesia menjadi pengkhayal.

Oleh karena itu, kehidupannya selalu terombang-ambing.

Secara ekonomi bangsa Indonesia semakin tambah terpuruk. Hal ini karena di adaptasinya sistem kapitalisme dan melahirkan korupsi besar-besaran. Sedangkan di bidang politik, selalu muncul konflik di antara partai dan semakin jauhnya anggota parlemen dengan nilai-nilai qur’ani, karena pragmatis dan oportunis.

Di bidang sosial banyak munculnya masalah. Berbagai tindakan kriminal sering terjadi dan pelanggaran terhadap norma-norma bisa dilakukan oleh anggota masyarakat. Lebih memprihatinkan lagi adalah penyalagunaan NARKOBA oleh anak-anak sekolah, mahasiswa, serta masyarakat.

Persoalan itu muncul, karena wawasan ilmunya salah, sedang ilmu merupakan roh yang menggerakan dan mewarnai budaya. Hal itu menjadi tantangan yang amat berat dan menimbulkan tekanan.

Sebagian besar permasalahan sekarang adalah bahwa umat islam berada dalam kehidupan modern yang serba mudah, serba bisa bahkan cenderung serba boleh. Setiap detik dalam kehidupan umat islam selalu berhadapan dengan hal-hal yang dilarang agamanya akan tetapi sangat menarik naluri kemanusiaanya, ditambah lagi kondisi religius yang kurang mendukung.

Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan kondisi umat islam terdahulu yang kental dalam kehidupan beragama dan situasi zaman pada waktu itu yang cukup mendukung kualitas iman seseorang. Olah karenanya dirasa perlu mewujudkan satu konsep khusus mengenai pelatihan individu muslim menuju sikap taqwa sebagai tongkat penuntun yang dapat digunakan (dipahami) muslim siapapun. Karena realitas membuktikan bahwa sosialisasi taqwa sekarang, baik yang berbentuk syariat seperti puasa dan lain-lain atau bentuk normatif seperti himbauan khatib dan lain-lain terlihat kurang mengena, ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya : Muslim yang bersangkutan belum paham betul makna dari taqwa itu sendiri, sehingga membuatnya enggan untuk memulai,

 Ketidaktahuannya tentang bagaimana, darimana dan kapan dia harus mulai merilis sikap taqwa,

 Kondisi sosial dimana dia hidup tidak mendukung dirinya dalam membangun sikap taqwa.

Oleh karenanya setiap individu muslim harus paham pos – pos alternatif yang harus dilaluinya, diantaranya yang paling awal dan utama adalah gadhul bashar (memalingkan pandangan), karena pandangan (dalam arti mata dan telinga) adalah awal dari segala

(15)

tindakan, penglihatan atau pendengaran yang ditangkap oleh panca indera kemudian diteruskan ke otak lalu direfleksikan oleh anggota tubuh dan akhirnya berimbas ke hati sebagai tempat bersemayam taqwa.

Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari persoalan tersebut, perlu diadakan revolusi pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan takwa berperan menyelesaikan problema dan tantangan kehidupan modern tersebut.

4. CIRI CIRI ORANG YANG BERTAKWA MENURUT MENURUT AL-QUR’AN DAN HADIST

1. Beriman pada yang ghaib (Allah, malaikat, nabi-nabi, kitab-kitab).

2. Mendirikan shalat.

3. Menunaikan zakat.

4. Menafkahkan sebagian rezeki yang Allah karuniakan kepadanya pada waktu lapang maupun sempit kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir,fakir dan miskin.

5. Memenuhi janjinya bila berjanji.

6. Bersabar dalam kesengsaraan, penderitaan dan dalam waktu peperangan.

7. Dapat menahan amarahnya.

8. mema'afkan kesalahan orang lain.

9. orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosanya.

10. Orang-orang yang tidak meneruskan perbuatan kejinya, sedang mereka mengetahui.

5. MANFAAT TAKWA BAGI KEBAHAGIAAN SEORANG MUSLIM DI DUNIA DAN DI AKHIRAT

1. Diberikan kemudahan kehidupan dan rezeki.

2. Mendapatkan karunia dari Allah SWT dalam bentuk penghapusan dosa-dosa.

3. Dimudahkan urusannya.

4. Memperoleh kelimpahan berkah.

5. Menyadarkan seseorang akan kesalahan yang diperbuatnya.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

Pekerjaan (dalam hal ini profesi) menurut Islam harus dilakukan karena Allah. ‘Karena Allah’ maksudnya karena diperintahkan oleh Allah. Jadi profesi dalam Islam

Sedangkan ciri studi agama teologi itu adalah dari orang yang mengimani serta mentakwainya sebagaimana dikatakan oleh Steenbrink, seorang muslim yang meneliti dan mempelajari

Secara terminologis, ‘ilm- ad-dalalah sebagai salah satu cabang linguistik ‘ilm-al-lughoh yang telah berdiri sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang makna

Pengertian-pengertian geografi yang telah dikemukakan oleh beberapa para ahli bisa digunakan semuanya, akan tetapi hakikat geografi tidak pernah luput dari manusia, wilayah atau