TUGAS RESUME BAB 2 KODE ETIK PSIKOLOGI
(Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kode Etik)
Dosen Pengampuh : Titin Florentina Purwasetiawatik S.Psi., M.Psi., Psikolog
Di Susun Oleh :
Rahmaningsi Chahyani 4519091006
UNIVERSITAS BOSOWA FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
2023
KODE ETIK PSIKOLOGI
Perumusan kode etik psikologi diawali bukan tanpa masalah. ada berbagai peristiwa, baik dalam riset maupun praktik psikologi, yang kontroversial karena dianggap merugi, bahkan membahayakan keselamatan orang lain. guna menghindari insiden, kode etik psikologi pun dirumuskan dan terus diperbarui. Hal ini dilakukan dengan tujuan utama ilmu psikologi meningkatkan kesejahteraan hidup manusia tidak terkalahkan oleh bentuk-bentuk malah praktik yang akhirnya justru mengancam keselamatan jiwa manusia.
PERISTIWA BESAR YANG MENGINSPIRASI PEMBENTUKAN DAN PEMBARUAN KODE ETIK PSIKOLOGI
Percobaan Little Albert
Eksperimen Albert kecil adalah sebuah eksperimen terkontrol yang menampilkan bukti empiris dari pengkondisian klasik terhadap manusia. Kajian tersebut juga menyediakan contoh generalisasi stimulus. Eksperimen tersebut dilakukan oleh John B. Watson dan murid kelulusannya, Rosalie Rayner, di Universitas Johns Hopkins.
The Doctor’s Trial
Peristiwa yang terjadi di Nuremberg, Jerman pada tahun 1946-1947 yang melibatkan 23 dokter yang dituntut atas kejahatan perang yang mereka lakukan.
Mereka melakukan 14 eksperiman medis untuk mengetahui daya tahan manusia dalam berbagai kondisi seperti ketinggian, membeku, malaria, gas beracun, dan sebagainya. Pada akhir eksperimen, hampir semua korban mengalami penderitaan parah seperti mutilasi, luka yang sangat parah, dan kematian (Hasan, 2009). Peristiwa ini menginspirasi terbentuknya Nuremberg Code pada tahun 1947 yang mengatur tentang penanganan eksperimen terhadap manusia.
Studi Kepatuhan Milgram
Teori obedience (Milgram, 1963) menyatakan bahwa individu cenderung patuh pada individu lain dalam posisi otoritas. Adanya kepatuhan ini mengakibatkan individu dapat melakukan hal-hal yang tidak etis sesuai otoritas atasannya. Setelah penelitian ini dilakukan, Baumrind (1964) dalam Youngpeter (2008) mengemukakan:
(1) memaksakan partisipan untuk melanjutkan padahal partisipan sudah ingin mengkahiri penelitian; (2) hasil penelitian sulit direalisasikan karena berada dalam pengaturan laboratorium.
Dalam hal ini, APA akhirnya merevisi kode etiknya pada tahun 1973 dengan menambahkan pasal-pasal mengenai sebagai berikut.
1. Mengurangi rasa sakit pada partisipan.
2. Meminta surat persetujuan (informed consent).
3. Jika perlu mengelabui partisipan, perlu ada urgensinya.
4. Memastikan kerahasiaan data klien.
5. Debriefing partisipan.
Studi “Tearooms” Humphreys
“Tearooms” merupakan istilah untuk toilet umu bagi para laki-laki saling bertemu dan melakukan aktivitas seksual. tujuan penelitian ini yaitu mengetahui perilaku para lelaki yang saling melakukan aktivitas seksual dalam “tearooms” yang merupakan sesuatu yang ilegal. Dari hasil analisisnya, ia menemukan para pelaku yang terlibat dalam aktivitas seksual tersebut rata-rata memiliki pernikahan yang bahagia, tetapi berpeluang besar kandas ketika merkea atau keluarga mereka mengetahui tentang data-data aktivitas seksual mereka yang dimiliki olrh Humphreys.
Eksperimen Penjara Stanford
Percobaan penjara Stanford adalah sebuah percobaan yang dilakukan oleh Philip Zimbardo di Universitas Stanford pada 1971 untuk mempelajari perilaku orang-orang
biasa yang ditempatkan dalam penjara buatan. Zimbardo mencoba mencari tahu apa yang terjadi apabila orang-orang normal ditempatkan dalam situasi yang memungkinkan mereka untuk berbuat kejam. Subjek dari percobaan ini adalah 24 orang mahasiswa yang tidak memiliki catatan kriminal dan sehat secara psikologis.
Dalam penjelasan yang diberikannya kepada para mahasiswa yang melamar menjadi sukarelawan, Zimbardo menyatakan bahwa masalah yang ingin dipelajarinya adalah terciptanya situasi psikologis melalui manipulasi lingkungan fisik serta bagaimana suatu label yang dikaitkan pada seseorang mampu mempengaruhi perilaku orang tersebut.
Percobaan ini menuai kritik dari beberapa ilmuwan sosial yang beranggapan bahwa percobaan ini telah menyalahi etika dan aturan penelitian dengan subjek manusia karena membuat partisipan mengalami stres yang sangat ekstrem saat mengikuti eksperimen.
PERKEMBANGAN KODE ETIK PSIKOLOGI
Di Amerika Serikat, American Psychological Association (APA), yang didirikan tahun 1892, merumuskan kode etiknya pertama kali pada tahun 1953 yang kemudian direvisi pada tahun 1959, 1963, 1968, 1977, 1979, 1981, 1990, 1992, 2002, 2010, dan terakhir tahun 2016. Kode etik psikologi yang ditetapkan oleh APA dikenal dengan istilah Ethical Principles of Psychologist and Code of Conduct. Ethical Principles dibedakan dari Code of Conduct karena etika merupakan pandangan yang lebih umum, bersifat deskriptif, dan berisi prinsip-prinsip yang sifatnya meningkatkan kesejahteraan peradaban; sedangkan Code of Conduct lebih bersifat spesifik, mengarahkan (berupa aturan), serta lebih ditunjukan untuk menyeragamkan perilaku dan penilaiannya.
Pada tahun 1992, APA menetapkan 6 prinsip umum dalam kode etiknya:
1. Competence (kompetensi).
2. Integrity (integritas).
3. Professional and scientific responsibility (tanggung jawab profesional dan akademis).
4. Respect for people’s rights and dignity (menjunjung tinggi hak dan martabat manusia).
5. Concern for other’s welfare (peduli terhadap kesejahteraan orang lain).
Namun, pada tahun 2010, APA merevisi dan menetapkan lima prinsip umum penerapan kode etik:
1. Beneficence and nonmaleficence (kedermawaan dan tidak mencelakakan).
2. Fidelity and responsibility (ketulusan dan penuh tanggung jawab).
3. Integrity (integritas).
4. Justice (keadilan).
5. Respect for people’s rights and dignity (menjunjung tinggi hak dan martaban manusia).
Dari kelima prinsip di atas, terdapat 10 standar praktik psikologi yang diatur, yaitu penyelesaian isu etik, kompetensi, relasi antar manusia, kerahasiaan, iklan dan pernyataan umum, penyimpanan dokumen dan tarif, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan publikasi, pemeriksaan psikologis, serta terapi. kode etik ini hanya berlaku bagi psikolog atau ilmuwan psikologi yang menjalankan perannya dalam bidang akademis, pendidikan, atau praktik profesionalnya. dalam hal lingkup, kode etik ini berlaku untuk interaksi dan aktivitas yang dilakukan pada berbagai konteks, seperti tetap muka, surat-menyurat, telepon, internet, dan transmisi elektronik lainnya. Kode etik ini sifatnya mengikat pada individu yang menjadi anggota APA sehingga ada tanggung jawab bagi anggota untuk mempelajari dan terus mengikuti perkembangannya.
Terinspirasi dari kode etik psikologi yang diterbitkan oleh APA, kode etik psikologi Indonesia ditetapkan oleh HIMPSI terdiri atas 14 bab dan 80 pasal yang mengatur berbagai praktik psikologi, termasuk kompetensi, kerahasiaan rekam dan
hasil pemeriksaan psikologi, hubungan antar manusia, penelitian dan publikasi, serta berbagai praktek lainnya. dengan prinsip serupa kode etik yang ditetapkan oleh APA, prinsip kode etik psikologi Indonesia bersifat mengikat mahasiswa, ilmuwan psikologi, atau psikolog yang menjadi hak anggota HIMPSI sehingga jika terdapat pelanggaran terhadap kode etik dapat berkonsekuensi pada berbagai sanksi sampai diberhentikan keanggotaannya.