TUGAS TEKNOLOGI PENGOLAHAN VALUE ADDED
TEMA :
“SURIMI”
OLEH :
KETUT EPI SURIANINGSIH 420210105017
PRODI PENGOLAHAN HASIL LAUT/PERIKANAN FAKULTAS LOGISTIK MILITER
UNIVERSITAS PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BELU
2023
PENGERTIAN SURIMI
Surimi merupakan olahan daging cincang ikan yang telah mengalami beberapa kali proses pencucian yang dimaksudkan untuk menghilangkan komponen yang larut dalam air seperti protein sarkoplasma, darah dan enzim (Mahawanich 2008). Surimi secara komersial dibuat dengan menggunakan alat pemisah mekanik untuk memisahkan daging lumat ikan dari tulang dan kulit, diikuti dengan pencucian (sampai dengan 3 kali pencucian) dengan air atau larutan garam yang bertujuan untuk menghilangkan sebagian besar komponen larut dalam air, darah (pigmen), penyebab bau dan lemak. Setelah pencucian terakhir, daging lumat dipress untuk menghilangkan air yang tersisa lalu dicampur dengan cryoprotectant yang tepat untuk mencegah denaturasi protein selama penyimpanan beku (Nakai dan Modler 2000).
Terdapat dua tipe surimi beku, yaitu Mu-en surimi, yang dibuat dengan menggiling campuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula fosfat tanpa penambahan garam (NaCl) dan telah mengalami proses pembekuan, sedangkan Ka-en surimi dibuat dengan menggiling campuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan garam (NaCl) serta yang telah mengalami proses pembekuan. Selain surimi beku, terdapat tipe lain yang disebut Nama surimi (raw surimi) yaitu surimi yang tidak mengalami proses pembekuan (Okada 1992).
BAHAN BAKU SURIMI
Secara teknis, seluruh ikan bisa dibuat menjadi surimi. Namun biasanya surimi dibuat dari daging ikan yang berwarna putih. Pada dasarnya, surimi mengandung protein miofibril yang stabil dari daging ikan yang telah digiling dan dipisahkan dari tulang dan berbagai jenis kotoran yang setelah itu mengalami proses pencucian dan pencampuran dengan cryoprotectant. Menurut Junianto (2003), protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan proten hewani yang diperlukan manusia. Kandungan protein ikan relatif besar, yaitu antara 15-25 g dari 100 g daging ikan. Selain itu, protein ikan terdiri dari asam-asam amino yang hampir semuanya diperlukan oleh tubuh manusia.
Protein ikan digolongkan dalam 3 fraksi yaitu protein miofibril, protein sarkoplasma, dan protein stroma. Protein miofibril disebut juga protein kontraktil (struktur) dan bersifat larut dalam larutan garam. Protein miofibril terdiri dari miosin, aktin serta protein regulasi, yaitu
protein gabungan dari aktin dan miosin yang membentuk aktomiosin. Penyusun terbesar dari protein miofibril ikan adalah miosin, yaitu 50-60 % dan penyusun kedua terbesar adalah aktin.
protein miofibril mempunyai peran sebagai struktur dan fungsi utama yaitu berinteraksi dengan komponen lain dan dengan unsur nonprotein secara kimia dan secara fisik untuk menghasilkan karakteristik produk yang diinginkan (Nakai dan Modler 2000).
Protein sarkoplasma merupakan protein yang larut air dan terutama terdiri dari enzim- enzim yang berhubungan dengan metabolisme sel. Protein ini terdiri dari mioglobin, enzim dan albumin lainnya. Protein sarkoplasma berjumlah sekitar 20-30 % dari total protein daging. Salah satu bagian dari protein sarkoplasma yang penting dalam menentukan kualitas daging adalah mioglobin. Protein ini dihilangkan melalui tahapan pencucian yang dilakukan secara berulang kali dalam proses pembuatan surimi . Tujuan penghilangan protein ini adalah untuk menghilangkan protein yang larut air yang dapat menghambat pembentukkan gel dan dapat menurunkan mutu produk. Protein sarkoplasma terdapat di dalam cairan dalam serat daging dan berhubungan dengan banyak metabolit enzim. Protein ini dapat menurunkan kualitas enzim selama proses penyimpanan (Lanier 1992).
Protein stroma atau protein jaringan ikat tersusun dari kolagen dan elastin. Protein stroma ini tidak dapat diekstrak oleh larutan asam, alkali atau garam berkekuatan ion tinggi. Seperti halnya protein miofibril, protein jaringan ikat juga merupakan protein struktural dan terdiri dari sel-sel otot jaringan pengikat, berkas serat dan otot. Menurut Hall dan Ahmad (1992), pada proses pengolahan surimi protein stroma tidak dapat dipengaruhi oleh panas dan merupakan komponen netral pada produk akhir.
BAHAN TAMBAHAN
Dalam tahapan proses pembuatan surimi ini menggunakan bahan tambahan yang sengaja ditambahkan atau diberikan dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan mutu, konsistensi, nilai gizi, cita rasa, untuk mengendalikan keasaman dan kebasaan serta bentuk, tekstur dan rupa, termasuk ke dalamnya pewarna, penyedap rasa dan aroma, pemantap, antioksidan, pengawet, pengemulsi, pemucat dan pengental (Winarno 2002).
Bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan surimi antara lain adalah garam, cryoprotectant (sorbitol, sukrosa/gula) dan bahan lain untuk meningkatkan daya ikat air (sodium
tripolifosfat). Garam yang biasa digunakan dalam pembuatan surimi adalah berupa alkali (natrium bikarbonat) (NaHCO3), dan NaCL. Garam dalam pembuatan produk fish jelly lebih berfungsi sebagai agen pelarut bagi protein miofibril dibandingkan sebagai penambah cita rasa (KIFTC 1992). Penambahan garam pada konsentrasi dibawah 2% akan menyebabkan protein miofibril tidak dapat larut, namun penambahan garam pada konsentrasi diatas 12 % akan menyebabkan daging terhidrasi dan menyebabkan efek salting-out dari NaCl. Natrium bikarbonat (NaHCO3) dalam pencucian surimi berfungsi untuk meningkatkan nilai pH agar dapat mencegah terjadinya denaturasi protein. Jumlah natrium bikarbonat (NaHCO3) yang digunakan dalam pencucian surimi adalah 0,5 % (BPPMHP 2001).
Cryoprotectant adalah bahan yang biasa ditambahkan dalam pembuatan surimi yang tidak langsung diolah menjadi produk lanjutan, melainkan akan disimpan terlebih dahulu pada suhu beku dalam waktu yang lama. Penambahan cryoprotectant dalam pembuatan surimi dilakukan untuk mencegah terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan pada suhu rendah. Bahan yang umum digunakan sebagai cryoprotectant adalah jenis gula, misalnya sukrosa dan sorbitol.
Namun pada saat ini, komponen yang digunakan sebagai cryoprotectant untuk melindungi protein yang labil selama proses pembekuan banyak macamnya yaitu : gula, asam amino, poliol, metal amina, polimer karbohidrat, polimer sintetik (seperti polietilen glikon, PEG), protein lain (seperti bovine serum albumin, BSA), dan garam anorganik (seperti potassium fosfat dan ammonium sulfat) (Park 2000). Bahan tambahan lain yang digunakan sebagai cryoprotectant dalam pembuatan surimi adalah fosfat. Fosfat biasa ditambahkan pada surimi sebesar 0,2 – 0,3 % dalam bentuk sodium tripolifosfat atau pirofosfat yang berfungsi untuk memperbaiki sifat ketahanan air (terjadi pada protein miofibril untuk memperbaiki sifat ketahanan air). Fosfat dapat meningkatkan nilai pH dan kelarutan garam dari protein miofibril. Fosfat juga dapat meningkatkan kekenyalan dari surimi (Lee et al. 1992).
KUALITAS SURIMI
Surimi yang baik adalah surimi yang memiliki warna yang putih, rasa yang baik (khas ikan), dan kemampuan gel yang kuat. Mutu surimi yang baik ditentukan oleh kemampuan surimi tersebut untuk membentuk gel. Kemampuan membentuk gel ini berpengaruh terhadap elastisitas dari produk lanjutan olahan surimi. Pembentukan gel dari protein miofibril adalah sifat dasar dari pengembangan produk yang menuntut kekuatan gel atau elastisitas sebagai atribut utamanya.
Pembentukan gel pada surimi terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah denaturasi protein dan tahap kedua terjadi agregasi protein membentuk struktur tiga dimensi. Terdapat empat tipe ikatan utama yang berkontribusi terhadap pembentukan struktur jaringan selama proses gelasi dari pasta surimi, yaitu ikatan garam, ikatan higrogen, ikatan disulfida dan ikatan hidrofobik. Interaksi hidrofobik terjadi ketika suhu naik dan ikatan hidrogen menjadi tidak stabil.
Pembentukan interaksi hidrofobik diketahui sebagai akibat keberadaan beberapa poliol dan asam amino seperti gliserin, sukrosa, sorbitol, asam glutamat dan lisin. Interaksi hidrofobik berfungsi untuk melepaskan energi bebas yang dapat menstabilkan sistem protein (Park 2000).
Proses gelasi juga dapat dibagi menjadi tiga bagian yang diawali dengan proses denaturasi utuh dari bentuk terlipat menjadi tidak terlipat. Tahap pertama adalah pembentukan turbiditas yang terjadi pada 3-10 menit pemanasan pertama. Pada tahap ini terjadi interaksi hidrofobik (Hudson 1992). Ketika suhu naik, maka ikatan hidrogen menjadi tidak stabil dan interaksi hidrofobik akan berlangsung lebih kuat (Niwa 1992).
Tahap kedua adalah oksidasi sulfihidril. Pada tahap ini menurut pasta surimi akan mengeras, dimana ikatan intermolekul disulfida (SS) terbentuk melalui oksidasi dari dua residu sistein. Ikatan disulfida lebih intensif terjadi pada suhu pemanasan yang lebih tinggi (diatas 80 oC) (Niwa 1992). Tahap ketiga adalah tahap peningkatan elastisitas gel yang terjadi ketika pendinginan. Peningkatan elastisitas ini terjadi karena pembentukan ikatan hidrogen kembali yang menyebabkan peningkatan terhadap kekerasan gel (Hudson 1992).
Pembentukan gel ikan terjadi pada saat penggilingan daging mentah dengan penambahan garam. Aktomiosin (miosin dan aktin) sebagai komponen yang paling penting dalam pembentukan gel akan larut dalam larutan garam, membentuk sol (disperse partikel padat dalam medium cair) yang sangat adhesive. Bila sol dipanaskan akan terbentuk gel dengan kontruksi seperti jala dan memberikan sifat elastis pada daging ikan. Sifat elastis ini disebut ashi atau suwari. Kekuatan ashi merupakan nilai mutu dari produk gel ikan misalnya kamaboko yang kekuatannya berbeda-beda menurut jenis dan kesegaran ikan (Tanikawa 1985).
Pasta surimi yang dibuat dengan mencampurkan daging dengan garam yang dipanaskan, maka pasta daging tersebut berubah menjadi gel suwari. Gel suwari tidak hanya terbentuk oleh hidrasi molekul protein, tetapi juga oleh pembentukan jaringan oleh ikatan hidrogen pada molekul miofibril. Gel suwari terbentuk dengan cara menahan air di dalam ikatan molekul yang
terbentuk oleh ikatan hidrofobik dan ikatan hidrogen. Pembentukan gel suwari terjadi pada pemanasan dengan suhu mencapai 50 °C. Jika pemanasan ditingkatkan hingga diatas suhu 50 °C, maka struktur gel tersebut akan hancur. Fenomena ini disebut dengan modori. Modori akan terjadi apabila pasta surimi dipanaskan pada suhu 50-60 °C selama 20 menit, pada rentang suhu tersebut enzim alkali proteinase akan aktif. Enzim tersebut dapat menguraikan kembali struktur jaringan tiga dimensi gel yang telah terbentuk sehingga gel surimi akan menjadi rapuh dan hilang elastisitasnya (Suzuki 1981). Berikutr sifat fungsional yang menjadi parameter penentuan kualitas surimi
PROSES PEMBUATAN SURIMI
Dalam proses pembuatan surimi ikan melewati beberapa tahapan proses seperti persiapan bahan baku, penyiangan dan pencucian awal, pemisahan daging ikan, leaching (pencucian
berulang kali), pengepresan dan pengilingan, serta pembekuan. Berikut gambaran singkat proses pembuatan surimi :
1. Bahan Baku Ikan
Ikan yang diambil dagingnya untuk dibuat surimi harus benar-benar segar, tidak cacat fisik dan mutu protein seperti aktin dan myosin pada ikan benar-benar masih tinggi dan kapasitas pengikat airnya pun tinggi.
2. Penyiangan dan Pencucian
Ikan segar disiangi dengan cara membuang kepala dan isi perut, kemudian dicuci bersih.
Sayat ikan secara memanjang pada bagian punggung lalu lakukan pengambilan daging dengan cara mengerok dengan menggunakan sendok.
3. Pemisahan Daging Ikan
Ikan yang sudah bersih, bebas dari sisik dan kotoran lain kemudian dipisahkan dagingnya.
Pemisahan daigng bisa dilakukan secara tradisional yang dilakukan secara manual dengan penggumpalan atau dengan fillet. Tujuannya yaitu untuk memisahkan daging ikan dair tulang, sisik, dan kulit.
4. Leaching
Proses leaching meliputi : pencucian daging ikan yang dilumatkan dengan air es ( air dingin ) dan diberi sedikit garam ( 0,2 – 0,3 %). Perbandingan ikan dengan air dingin 1 : 4 dan perendaman dilakukan selama 15 menit sambil di aduk-aduk. Proses leaching tersebut, sebaiknya dilakukan 2 – 3 kali ulangan perendaman. Dengan perlakuan leaching akan dapat memperbaiki warna daging.
Tujuan dari pencucian yaitu untuk meningkatkan elastisitas dari produk adonan, menghilangkan bagian tertentu seperti lemak kulit dan darah, menghilangkan bau, ketika ikan sudah tidak segar lagi, mengurangi kerusakan yang disebabkan karena pembekuan ketika surimi menjadi beku. Selain keuntungan adapun kerugian pada proses pencucian yaitu menghilangkan protein yang larut dalam air dan cita rasa. Proses pencucian secara mendasar adalah sebagai berikut:
a. Penambahan air 3-4 kali pada volume daging lunak, dengan volume air 5-10 kali.
b. Mengaduk campuran dalam air dingin dengan suhu 1-5C c. Pelumatan sisa, daging dibentuk
d. Penampungan air dan dialirkan agar daging mengembang.
5. Pengepresan dan Penggilingan
Setelah pencucian, air yang masih tercampur dengan surimi harus dihilanghkan sebanyak mungkin, yaitu sampai 80-82 %. Penghilangan sebagian air ini dilakukan secara manual yaitu dipres dengan menggunakan kain. Caranya, surimi yang masih basah ditempatkan dalam kain saring lalu dipres. Surimi yang telah dihilangkan airnya selanjutnya dihilangkan lebih lanjut atau dimurnikan untuk menghilangkan sisa kulit, tulang dan duri kecil yang tersisa sehingga diperoleh daging lumatan yang putih dan tidak bau.
Pada saat pelumatan ini ditambahkan gula 3 % dan poliposphate 0,2 %. Surimi selanjutnya siap untuk digunakan atau disimpan dalam keadan beku. Agar tidak terjadi kerusakan strukur protein selama pembekuan dan penyimpanan beku, perlu ditambahkan suatu bahan yang disebut Cryoprotectant. Bahan yang digunakan sebagai cryoprotectant adalah gula. Penambahan sukrosa 80 % menyebabkan surimi menjadi manis dan warna berubah selama pembekuan. Penambahan Cryoptectant ini mampu meningkatkan tingkat N-aktomiosin dari 350 mg % menjadi 52 mg % dan meningkatkan kekuatan gel dari 400 g menjadi 480 g yang artinya meningkatkan nilai pelipatan.
Selain Cryoptectant ada pula Polifosfat yang biasanya ditambahkan dalam surimi untuk memperbaiki sifat surimi, terutama sifat elastisitas dan kelembutanya. Biasanya Polifosfat ditambahkan sebanyak 0,2- 0,3 % dalam bentuk garam natrium tripolifosfat atau natriumpolifosfat.
6. Pembekuan
Setelah pencampuran dengan Cryoprotectant dan Polifosfat homogen, surimi dicetak dalam plastik kemudian dibekukan dalam contact freezer dengan suhu –350 C. Jika penyimpan beku cukup baik surimi dapat tahan hingga 3 bulan atau lebih tanpa banyak mengalami perubahan sifat fungsionalnya. Bahkan apa bila proses berjalalan dengan benar, pembekuan berjalan dengan cepat, dan penyimpanan memenuhi persyaratan, surimi beku dapat tahan hingga 1 tahun. Surimi
yang telah selesai diproses kemudian dikemas dalam kemasan plastik dan dibekukan dalam freezer.