• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS TUGAS PANCASILA KEPUTUSAN PRESIDEN DAN INPRES TENTANG HAM TERBERAT PADA TAHUN

N/A
N/A
rika

Academic year: 2023

Membagikan "TUGAS TUGAS PANCASILA KEPUTUSAN PRESIDEN DAN INPRES TENTANG HAM TERBERAT PADA TAHUN "

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PANCASILA

KEPUTUSAN PRESIDEN DAN INPRES TENTANG HAM TERBERAT PADA TAHUN

1965-1966

DOSEN:

Rachmad,SSos.,M.Ap, DISUSUN OLEH:

RIFKY HARUN_F52123094

(2)

DAFTAR ISI

1.latar belakang

2.penjelasan tentang keputusan presiden dan inpres tahun 1965-1966

3.perbandingan kondisi yang terjadi tahun 1965-1966 dengan masa

sekarang

(3)

LATAR BELAKANG

Pada tahun 1965-1966, Indonesia mengalami peristiwa politik yang sangat signifikan yang dikenal sebagai "G30S/PKI" (Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia). Peristiwa ini melibatkan upaya kudeta militer yang gagal yang dilakukan oleh sekelompok perwira militer yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap pemerintahan Presiden Sukarno.

Pada periode ini, terjadi kebijakan dan tindakan yang sangat keras terhadap individu-individu yang diduga terlibat dalam konspirasi tersebut, atau dianggap memiliki hubungan dengan PKI. Keputusan Presiden Sukarno dan Instruksi Presiden (Inpres) yang dikeluarkan selama periode ini sangat berdampak pada hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.

Beberapa keputusan dan Inpres yang terkait dengan pelanggaran HAM terberat pada tahun 1965-1966 meliputi:

1. Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1966: Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Sukarno mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1966 yang mengizinkan pemerintah untuk mengambil langkah-langkah darurat dalam mengatasi situasi politik yang kacau pada saat itu. Keputusan ini memberikan dasar hukum bagi tindakan keras terhadap orang-orang yang dianggap sebagai musuh negara.

2. Inpres No. 11 Tahun 1966: Inpres ini dikeluarkan oleh Presiden Sukarno pada tanggal 5 Juni 1966, dan dikenal sebagai Inpres Ganyang PKI. Inpres ini memerintahkan angkatan bersenjata dan pemerintah daerah untuk menghancurkan PKI dan semua elemen yang dianggap terkait dengannya. Inpres ini menyebabkan gelombang penghilangan dan pembunuhan massal terhadap anggota PKI dan orang-orang yang dianggap memiliki keterkaitan dengan PKI.

3. Ketetapan Presiden (Supersemar): Pada tanggal 11 Maret 1966, Sukarno menyerahkan kekuasaan eksekutif kepada Jenderal Soeharto dengan apa yang dikenal sebagai "Supersemar" (Surat Perintah Sebelas Maret). Tindakan ini memungkinkan Soeharto untuk mengambil alih kendali pemerintahan dan memberantas PKI secara efektif. Di bawah kepemimpinan Soeharto, operasi militer dan penangkapan terhadap anggota PKI dan mereka yang dianggap terlibat dalam G30S/PKI berlanjut.

Selama periode ini, terjadi berbagai pelanggaran HAM terberat, termasuk pembunuhan massal, penghilangan paksa, penyiksaan, dan penganiayaan terhadap individu-individu yang dianggap sebagai musuh negara. Banyak orang menjadi korban, dan jumlah korban pasti tidak dapat dipastikan dengan akurat karena banyaknya tindakan kekerasan yang terjadi.

Peristiwa ini masih menjadi topik kontroversial dan sensitif dalam sejarah Indonesia, dan upaya untuk mengungkap kebenaran dan memperjuangkan keadilan bagi korban terus berlanjut hingga saat ini.

Beberapa komisi kebenaran dan rekonsiliasi telah dibentuk untuk menginvestigasi periode tersebut dan mendokumentasikan pelanggaran HAM yang terjadi.

PENJELASAN TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN DAN INPRES TAHUN 1965-1966

(4)

Pelanggaran HAM terberat yang terjadi pada tahun 1965-1966 di Indonesia terkait dengan peristiwa yang dikenal sebagai "G30S/PKI" (Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia). Pelanggaran HAM terberat ini terjadi dalam konteks upaya kudeta militer yang gagal oleh sekelompok perwira militer yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap pemerintahan Presiden Sukarno. Berikut adalah beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM terberat selama periode ini:

1. Politik dan Ideologi: Pada saat itu, Indonesia tengah mengalami ketegangan politik yang tinggi antara kelompok-kelompok yang mendukung Presiden Sukarno, yang memiliki afiliasi dengan PKI atau

berhaluan kiri, dan kelompok militer dan sipil yang cenderung anti-PKI dan mewakili golongan kanan.

Ketegangan politik ini menciptakan lingkungan yang sangat terpecah-belah dan siap meledak.

2. G30S/PKI: Pada tanggal 30 September 1965, sekelompok perwira militer yang terafiliasi dengan PKI melakukan upaya kudeta yang gagal. Mereka menculik dan membunuh beberapa perwira tinggi militer yang dicurigai sebagai musuh PKI. Ini menciptakan kebingungan dan kekacauan dalam pemerintahan dan angkatan bersenjata.

3. Reaksi Militer: Setelah upaya kudeta tersebut gagal, Jenderal Soeharto, yang kemudian menjadi Presiden Indonesia, mengambil kendali atas situasi ini. Ia memimpin operasi militer besar-besaran untuk menumpas anggota PKI dan mereka yang dianggap terkait dengan PKI. Operasi militer ini melibatkan penangkapan, penyiksaan, dan pembunuhan massal terhadap anggota PKI, simpatisan kiri, dan orang- orang yang dianggap sebagai musuh negara. Tindakan ini dilakukan tanpa proses hukum yang adil dan tanpa pengadilan yang memadai.

4. Propaganda dan Teror Massal: Selama periode ini, terjadi kampanye propaganda yang kuat yang mendemonisasi PKI dan para simpatisannya sebagai musuh negara. Orang-orang dianjurkan untuk berpartisipasi dalam aksi-aksi teror massal terhadap anggota PKI dan mereka yang dianggap terkait dengannya. Hal ini menciptakan suasana ketakutan dan intimidasi yang melibatkan banyak warga sipil dalam tindakan kekerasan.

5. Keterlibatan Asing**: Beberapa laporan menunjukkan bahwa beberapa negara asing juga memiliki peran dalam mendukung kelompok anti-PKI di Indonesia pada saat itu. Ini mencakup dukungan logistik dan intelijen kepada militer Indonesia.

Hasilnya, ribuan orang tewas dalam periode ini, banyak yang hilang, dan puluhan ribu lainnya ditahan tanpa proses hukum yang adil. Pelanggaran HAM terberat termasuk pembunuhan massal, penghilangan paksa, penyiksaan, dan pengusiran. Jumlah korban pasti tidak dapat dipastikan secara akurat karena keterbatasan dokumentasi dan pengungkapan resmi yang terbatas.

Peristiwa ini masih menjadi topik kontroversial di Indonesia dan memicu debat yang berkepanjangan tentang keadilan, rekonsiliasi, dan pengakuan terhadap korban. Beberapa upaya telah dilakukan untuk mengungkap kebenaran dan memperjuangkan keadilan bagi korban, tetapi tantangan besar masih ada dalam mendokumentasikan dan memahami seluruh dimensi dari peristiwa ini.

(5)

PERBANDINGAN KONDISI YANG TERJADI TAHUN 1965-1966 DENGAN MASA SEKARANG

Perbandingan kondisi yang terjadi pada tahun 1965-1966 di Indonesia dengan masa sekarang (2023) menunjukkan sejumlah perbedaan signifikan dalam berbagai aspek, termasuk politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Berikut ini adalah beberapa perbandingan utama:

1. Politik:

- Tahun 1965-1966: Pada periode ini, Indonesia mengalami ketegangan politik yang tinggi, terutama antara kelompok-kelompok yang mendukung Presiden Sukarno dan kelompok-kelompok yang cenderung anti-PKI. Peristiwa G30S/PKI dan tindakan keras yang menyertainya memicu perubahan signifikan dalam pemerintahan dan kepemimpinan Indonesia.

- Masa Sekarang (2023): Indonesia telah mengalami berbagai perubahan politik sejak tahun 1965-1966.

Indonesia saat ini adalah negara demokratis yang stabil dengan pemilihan umum yang teratur dan pemindahan kekuasaan yang damai. Presiden Indonesia saat ini adalah hasil pemilihan umum, dan negara ini memiliki sistem multipartai yang berfungsi.

2. Sosial:

- Tahun 1965-1966: Peristiwa 1965-1966 menyebabkan kekacauan sosial dan konflik yang sangat berdampak. Terjadi pembunuhan massal, pengusiran, dan penganiayaan terhadap individu-individu yang terkait dengan PKI atau dianggap memiliki hubungan dengan kelompok tersebut.

- Masa Sekarang (2023): Indonesia telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang signifikan dalam bidang sosial. Negara ini memiliki populasi yang beragam secara budaya, agama, dan etnis. Upaya untuk mengatasi konflik sosial dan mempromosikan toleransi serta dialog antaragama dan

antarkelompok terus berlanjut.

3. Ekonomi:

- Tahun 1965-1966: Peristiwa 1965-1966 juga mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia.

Ketidakstabilan politik dan sosial berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi, dan banyak infrastruktur hancur akibat konflik.

- Masa Sekarang (2023): Indonesia telah mencapai pertumbuhan ekonomi yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Negara ini menjadi salah satu ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

Infrastruktur, investasi asing, dan sektor ekonomi lainnya mengalami perkembangan positif.

4. Budaya:

-Tahun 1965-1966: Peristiwa G30S/PKI dan tindakan keras yang menyertainya memiliki dampak budaya dalam hal penekanan terhadap kelompok-kelompok tertentu dan penyebaran propaganda politik yang kuat.

(6)

-Masa Sekarang (2023): Budaya Indonesia terus berkembang dengan banyak aspek kebudayaan yang beragam, termasuk seni, musik, dan sastra. Indonesia juga semakin terbuka terhadap pengaruh global dan teknologi informasi.

Perbandingan ini mencerminkan perubahan yang signifikan dalam sejarah dan perkembangan Indonesia sejak tahun 1965-1966. Meskipun peristiwa tersebut masih menjadi bagian penting dari ingatan kolektif Indonesia, negara ini telah melanjutkan perjalanan politik, ekonomi, sosial, dan budayanya dengan menghadapi berbagai tantangan dan peluang baru.

Referensi

Dokumen terkait