• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS UDUNG SUTISNA

N/A
N/A
udung sutisna

Academic year: 2024

Membagikan " TUGAS UDUNG SUTISNA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk mengenali, memahami, mengelola, dan mengungkapkan emosi dengan baik. Menurut Morrison pola asuh adalah pengasuhan dan pendidikan anak-anak di luar rumah secara komprehensif untuk melengkapi pengasuhan dan pendidikan anak yang diterima dari keluarganya.1 Menurut Gunarsa pola asuh adalah suatu gaya mendidik yang dilakukan oleh orang tua untuk membimbing dan mendidik anak-anaknya dalam proses interaksi yang bertujuan memperoleh suatu perilaku yang diinginkan.2

Sedangkan Palupi mengatakan bahwa pola asuh adalah bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya.3 Adapun Gunarsa berpendapat bahwa pola asuh adalah suatu gaya mendidik yang dilakukan oleh orang tua untuk membimbing dan mendidik anak- anaknya dalam proses interaksi yang bertujuan memperoleh suatu perilaku yang diinginkan.

Kecerdasan emosional memiliki peran penting dalam kehidupan siswa, termasuk dalam prestasi akademik, hubungan sosial, dan kesejahteraan mental. Menurut Thoha, pola asuh adalah sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya. Sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan pengaturan

1 Morrison, G. 2016. Pendidikan Anak Usia Dini Saat Ini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

2 Gunarsa, Singgih. 1990. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

3 Palupi, D.R. 2013. Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dan Persepsi terhadap Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Psikologi Angkatan 2010 Universitas Airlangga Surabaya.

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, Vol.2, No. 01.

(2)

kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian, tanggapan terhadap keinginan anak.4 Menurut Mussen, pola asuh adalah cara yang digunakan orang tua dalam mencoba berbagai strategi untuk mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan.

Tujuan tersebut antara lain pengetahuan, nilai moral, dan standar perilaku yang harus dimiliki anak bila dewasa nanti5

Pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan kecerdasan emosional siswa. Oleh karena itu, penting untuk memahami pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional siswa kelas 11 Akuntansi di SMKN 1 Buahdua.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pola asuh orang tua dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosional siswa.

Pola asuh yang responsif, hangat, dan mendukung cenderung menghasilkan siswa dengan kecerdasan emosional yang lebih baik.

Sebaliknya, pola asuh yang otoriter atau tidak terlibat dapat menghambat perkembangan kecerdasan emosional siswa.

Selain itu, pada tahap perkembangan remaja, siswa kelas 11 Akuntansi di SMKN 1 Buahdua mengalami berbagai perubahan emosional dan tekanan akademik. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada siswa kelas 11 Akuntansi sebagai kelompok penelitian.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional siswa kelas 11 Akuntansi di SMKN 1 Buahdua. Dengan mengetahui pengaruh pola asuh orang tua, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional siswa di tingkat ini.

Metode penelitian yang akan digunakan adalah penelitian

4 Thoha, chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

5 Mussen. 1994. Perkembangan dan Kepribadian Anak. Jakarta: Arcan Noor.

2

(3)

kuantitatif. Sampel penelitian akan dipilih secara acak dari populasi siswa kelas 11 Akuntansi di SMKN 1 Buahdua. Data akan dikumpulkan menggunakan kuesioner yang mencakup pertanyaan tentang pola asuh orang tua dan skala pengukuran kecerdasan emosional siswa. Analisis data akan dilakukan menggunakan teknik statistik, seperti regresi linier, untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dan kecerdasan emosional siswa.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sekolah, orang tua, dan siswa. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan program pendidikan dan intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang peran orang tua dalam membentuk kecerdasan emosional siswa.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, terkait dengan pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kecerdasan Emosional pada siswa kelas Xl AKL DI SMKN 1 BUAHDUA ".

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengaruh Pola Asuh OrangTua Terhadap Siswa kelas Xl AKL Di SMKN 1 BUAHDUA?

2. Bagaimana pengaruh Kecerdasan Emoasional Pada Siswa Kelas Xl Akl Di Smkn 1 Buahdua?

3. Bagaimana Pengaruh Pola Asuh OrangTua Terhadap Kecerdasan Emoasional Siswa kelas Xl AKL Di SMKN 1 BUAHDUA?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui Pengaruh jenis Pola Asuh yang dominan dari orangtua Siswa Kelas Xl Akl Di Smkn 1 Buahdua

2. Untuk Mengetahui Seberapa tingkat kecerdasan emosional

(4)

siswa Pada Siswa Kelas Xl Akl Di Smkn 1 Buahdua

3. Untuk Mengetahui Pengaruh Pola Asuh OrangTua Terhadap Kecerdasan Emoasional Siswa kelas Xl AKL Di SMKN 1 BUAHDUA?

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau nilai yang dapat digunakan, baik manfaat dalam bidang teoritis maupun dalam bidang praktis. Adapun manfaat penelitian yang diharapkan sesuai dengan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan sebagai sumbangsih untuk memperkaya khazanah ilmiah tentang Pengaruh Pola Asuh OrangTua Terhadap Kecerdasan Emoasional Siswa kelas Xl AKL Di SMKN 1 BUAHDUA

2. Kegunaan Secara Praktis:

a. Bagi sekolah

Sumbangan pemikiran bagi sekolah untuk lebih meningkatkan kembali wawasan tentang kecerdasan emosional Siswa.

b. Bagi guru pai

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai informasi keilmuan dalam memahami kecerdasan emosional siswa sehingga bisa memperlakukan siswa sesuai dengan kecerdasan emosionalnya .

c. Bagi siswa

Hasil penelitian ini dapat merubah atau memperbaiki kecerdasan emosionalnya.

d. Bagi peneliti yang akan datang

4

(5)

Hasil penelitian ini diharapakn dapat bermanfaat sebagai petunjuk, arahan, serta bahan pertimbangan dalam penyusunan rancangan penelitian yang lebih baik lagi.

E. KERANGKA PEMIKIRAN

1. menurut Hetherington dan Whiting adalah proses interaksi total antara orangtua dengan anak. Interaksi tersebut seperti proses pemeliharaan, membersihkan, melindungi, memberi makan dan proses sosialisasi anak. Orang tua akan menjadikan dirinya contoh yang baik serta menerapkan pola asuh yang terbaik bagi anaknya.

2. Wahyuning yang menyebutkan bahwa pola asuh anak adalah seluruh cara perlakukan orang tua yang ditetapkan pada anak.

Hal ini merupakan bagian penting dan mendasar dalam menyiapkan anak untuk menjadi lebih baik. Cakupan pengasuhan anak menunjuk pada Pendidikan umum yang ditetapkan yakni proses interaksi orang tua (sebagai pengasuh) dan anak (sebagai yang diasuh). Dimana cakupan itu meliputi perawatan, mendorong keberhasilan, hingga sosialisasi yang baik di masyarakat.

3. menurut Hersey dan Blanchard adalah pola asuh sebagai bentuk dari kepemimpinan. Kepemimpinan disini maksudnya adalah proses mempengaruhi seseorang oleh orang lain. Dalam hal ini peran pemimpin ada dalam diri orang tua ketika mereka mencoba memberi pengaruh yang kuat pada anaknya

4. Kemampuan Emosional atau menurut Gardner (dalam Tadkiroatun), disebut sebagai kecerdasan Intrapersonal ditandai dengan kemampuan memahami perasaan sendiri dan kemampuan membedakan emosi, serta pengetahuan tentang kekuatan dan

(6)

kelemahan diri.

Kecerdasan interpersonal dirangsang melalui tugas, kepercayaan dan pengakuan. Anak perlu diberi tugas yang harus dikerjakannya sendiri, dipercaya untuk berkreasi dan mecari solusi dan didorong untuk mandiri. Menurut Tadkiroatun Anak-anak yang cerdas intrapersonal sering tampak sebagai sosok anak yang pendiam dan mandiri. Kecerdasan intrapersonal anak dapat di ketahui melalui observasi yang cukup cermat terhadap :a) kecenderungan anak untuk diam (pendiam), tetapi mampu melaksanakan tugas dengan baik, cermat. b) sikap dan kemauan yang kuat, tidak mudah putus asa, kadang-kadang terlihat keras. c) sikap percaya diri, tidak takut tantangan, tidak pemalu. d) kecenderungan anak untuk bekerja sendiri, mandiri, senang melaksanakan kegiata seorang diri, tidak suka diganggu. e) kemampuan mengekspresikan perasaan dan keinginan diri dengan baik. Anak-anak yang cerdas intrapersonal belajar sesuatu melalui diri mereka sendiri.

5. Menurut Goleman Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih- Page 2 17 17 lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir.

6. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan emosi diri dalam berhubungan dengan orang lain, kemampuan memilah dan menggunakan informasi dalam berpikir dan berperilaku.

6

6Pengertian pola asuh anak menurut para ahli, https://www.gurubk.com/2022/02/pola-asuh-anak-menurut-para- ahli.html

6

PENGARUH

(7)

Pola Asuh 1. Proses Interaksi

(Menurut

Hetherington &

whiting)

2. Cara Perlakuan orangtua (Menurut Wahyuning ) 3. Kepemimpinan

(Menurut Herser

Kecerdasan Emoional 1. Kemampuan

Memahami perasaan (Gardner) 2. Kemampuan

memotivasi diri ( Goleman) 3. Kemampuan

memilah

( Salovey dan

RESPONDEN

(8)

F. Hipotesis Penelitian

Hi : Jika Siswa di Smkn Buahdua Memiliki Pola Asuh Orangtua yang baik maka akan memiliki Kecerdasan Emosional yang Baik.

Ho : Jika Siswa di Smkn Buahdua Tidak Memiliki Pola Asuh Orangtua yang baik maka akan memiliki Kecerdasan Emosional yang Tidak Baik.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penjelasan dan pemahaman pokok-pokok masalah yang akan dibahas, maka penulis menyusun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut.

Pembahasan merupakan satu kesatuan dan saling mendukung antara pembahasan satu dengan lainnya. Bagian awal skripsi ini memuat hal-hal yang bersifat formalitas tentang halaman sampul depan, halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, halaman pernyataan, kata pengantar, halaman daftar isi, halaman tabel, halaman daftar gambar, halaman daftar lampiran, dan halaman abstrak.

Pada Bab I adalah Pendahuluan. Dalam bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan masalah, Tujuan Penelitian, manfaat penelitian, kerangka berpikir, Hipotesis Penelitian, Sistematika Penulisan,

Pada Bab II adalah Landasan Teori. Dalam bab ini terdiri dari Deskripsi Teori, Penelitian Terdahulu,

Pada Bab III adalah Metode Penelitian. Dalam bab ini terdiri dari rancangan penelitian yang didalamnya terdapat pendekatan penelitian, jenis penelitian. Selanjutnya populasi, sampling dan sampel, Sumber data, Data, Variabel Penelitian, dan Skala Pengukuran, Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Penelitian dan, Kisi-kisi Instrumen, Teknik pengolahan data dan

11

(9)

Teknik analisis data.

Pada Bab IV adalah Hasil Penelitian. Dalam bab ini terdiri dari Deskripsi data, dan Pengujian hipotesis

Pada Bab V adalah Pembahasan. Dalam bab ini terdiri dari Pembahasan rumusan masalah 1, Pembahasan rumusan masalah 2, dan Pembahasan rumusan masalah 3.

Pada Bab VI adalah Penutup. Dalam bab ini terdiri dari, Kesimpulan, dan Saran.

BAGIAN AKHIR dalam penelitian ini terdiri dari Daftar rujukan, Lampiran-lampiran, Daftar riwayat hidup.

(10)

BAB 2

LANDASAN TEORI

A. Pola Asuh OrangTua

1. Pengertian Pola Asuh Orangtua

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap.7Sedangkan kata asuh dapat berati menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.8 Sedangkan pengertian orang tua dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut bahwa: “orang tua artinya ayah dan ibu”.9 Menurut Miami M.Ed. dikemukakan bahwa: “orang tua adalah pria dan wanita yang terkait dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya”.10

Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa pengasuhan anak yang dimaksud adalah kepemimpinan, bimbingan, yang dilakukan terhadap anak berkaitan dengan kepentingan hidupnya. Pola asuh orang tua terhadap anak merupakan bentuk interaksi antar anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan yang berarti orang tua.

mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma yang berlaku dalam lingkungan setempat dan masyarakat. Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga, mengajar, mendidik, serta memberi contoh bimbingan kepada anak-anak untuk mengetahui, mengenal, mengerti, dan

7 TIM PenyusunKamusPusatPembinaandanPengembanganBahasa, KamusBesar Bahasa Indonesia, (Jakarta :BalaiPustaka, 1988), Cet. Ke-1, hal. 69

8 Depdikbud, KamusBesarBahasa Indonesia, (Jakarta :BalaiPustaka, 1988), hal. 54 3 Ibid,,hal 269.

9

10 Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memadu Anak, Sari Psikologi Terapan, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), hal. 48.

13

(11)

akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Menurut Gunarso “Pola asuh yang ditanamkan tiap kelurga berbeda dengan keluarga lainnya. Hal ini tergantung dari pandangan pada diri tiap orang tua.”11

Orang tua sebagai pembentuk pribadi pertama dalam kehidupan anak, kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya ak- an masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh.12 Dengan demikian orang tua tidak hanya cukup memberi makan, minum dan pakaian saja kepada anak-anaknya tetapi harus berusaha agar anaknya menjadi baik, pandai, bahagia dan berguna bagi hidupnya dan masyarakat. Orang tua dituntut harus dapat mengasuh, mendidik dan mengembangkan semua potensi yang dimiliki anaknya agar secara jasmani dan rohani dapat berkembang secara optimal.

2. Jenis-jenis Pola Asuh Orangtua

Metode pola asuh yang digunakan oleh orang tua kepada anak menjadi faktor utama yang menentukan potensi dan karakter seorang anak. Ada banyak jenis-jenis pola asuh yang sering menjadi pedoman bagi siapa saja yang ingin mencetak generasi paripurna untuk diandalkan bagi kemajuan bangsa ke depan. Jenis pola asuh orang tua ini masing-masing memiliki karakteristik dan ciri khas yang berbeda. Berkaitan dengan jenis- jenis pola asuh orang tua, Baumrind mengkategorikan pola asuh menjadi tiga jenis yaitu pola asuh (a) otoriter (Authoritarian), (b) pola asuh demokratis (Authoritative), (c)pola asuh permisif (permissive) .

Tiga jenis pola asuh menurut Baumrind ini hampir sama dengan jenis pola asuh menurut Hurlock, juga Hardy & Heyes, yaitu: (a) pola asuh otoriter, (b) pola asuh demokratis, (c) pola asuh permisif. Pola asuh otoriter mempunyai ciri orang tua membuat semua keputusan, anak harus tunduk, patuh dan tidak boleh bertanya. Pola asuh demokratis mempunyai ciri orang tua mendorong

11 Singgih Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja(Jakarta : PT. Bpk, Gunung Mulia, 1995), cet ke-7, hal 87

12 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hal. 26.

(12)

anak untuk membicarakan apa yang diinginkan. Pola asuh permisif mempunyai ciri orang tua memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat.

Melalui pola asuh yang dilakukan oleh orang tua, anak belajar tentang banyak hal, termasuk karakter. Tentu saja pola asuh otoriter (yang cenderung menuntut anak untuk patuh terhadap segala keputusan orang tua) dan pola asuh yang permisif (yang cenderung memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat) sangat berbeda dampaknya dengan pola asuh demokratis (yang cenderung mendorong anak untuk terbuka, namun bertanggung jawab dan mandiri) terhadap hasil pendidikan karakter anak. Artinya jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak oleh keluarga.

a. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter merupakan cara mendidik anak dengan menggunakan kepemimpinan otoriter, kepemimpinan otoriter yaitu pemimpin menentukan semua kebijakan, langkah dan tugas yang harus dijalankan. Sebagaimana diketahui pola asuh otoriter mencerminkan sikap orang tua yang bertindak keras dan cenderung diskriminatif. Hal ini ditandai dengan tekanan anak untuk patuh kepada semua perintah dan keinginan orang tua, kontrol yang sangat ketat terhadap tingkah laku anak, anak kurang mendapatkan kepercayaan dari orang tua, anak sering di hukum, apabila anak mendapat prestasi jarang diberi pujian atau hadiah. Baumrind menjelaskan bahwa pola asuh orang tua yang otoriter ditandai dalam hubungan orang tua dengan anak tidak hangat dan sering menghukum. Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara mengasuh anak-anak dengan aturan yang ketat, sering kali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi, anak jarang diajak berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, bertukar pikiran dengan orang tua.

15

(13)

Orang tua malah menganggap bahwa semua sikap yang dilakukan itu sudah benar sehingga tidak perlu minta pertimbangan anak atas semua keputusan yang mengangkat permasalahan anak-anaknya. Pola asuh yang bersifat otoriter ini juga ditandai dengan hukuman hukuman yang dilakukan dengan keras, anak juga diatur dengan berbagai macam aturan yang membatasi perlakuannya. Perlakuan seperti ini sangat ketat dan

Bahkan masih tetap diberlakukan sampai anak tersebut menginjak dewasa.

Menurut Abdul Aziz Al Qussy yang dikutip Oleh Chabib Thoha mengatakan bahwa kewajiban orang tua adalah menolong anak dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, akan tetapi Pola asuh otoriter cenderung membatasi perilaku kasih sayang, sentuhan dan kedekatan emosi orang tua - anak sehingga dan anak seakan memiliki dinding pembatas yang memisahkan antara “si otoriter” (orang tua) dan “si patuh” (anak). Studi yang dilakukan oleh Fagan menunjukkan bahwa keterkaitan antara faktor keluarga dan tingkat kenakalan keluarga, dimana keluarga yang broken home, kurangnya kebersamaan dan interaksi antar keluarga, dan orang tua yang otoriter cenderung menghasilkan remaja yang bermasalah. Pada akhirnya, hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas karakter anak. Studi menyatakan anak - anak yang tinggal dengan orang tua otoriter mengembangkan tanggung jawab kurang karena orang tua mereka membuat semua keputusan mereka untuk mereka dan dengan demikian anak - anak datang untuk bergantung pada orang tua mereka untuk hampir segalanya. Mcartney, & Taylor menayatakan hubungan yang signifikan yang ditemukan antara gaya pengasuhan dan depresi. Studi ini menunjukkan bahwa anak - anak dari orang tua otoriter memiliki lebih banyak tekanan dibandingkan dengan anak - anak yang diasuh oleh orang tua permisif.

(14)

Adapun ciri-ciri orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter yaitu sebagai berikut :

1. pengawasan dari orang tua ketat 2. Tidak terbuka terhadap anak 3. Menutup pintu musyawarah13 b. Pola Asuh Demokratis

Diana Baumrind mengatakan bahwa pola asuh orang tua demokratis merupakan bentuk pola asuh yang mendorong anak untuk menjadi mandiri, tetapi masih menempatkan pada batasan dan kontrol atas tindakan mereka.

Anak-anak yang orangtuanya menerapkan pola asuh demokratis sering gembira, terkendali dan mandiri serta berorientasi pada prestasi. Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak ,anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung kepada orang tua. Sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya,anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutamayang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri .Anak diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internal nya sehingga asedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada diri sendiri.

1. Indikator Pola Asuh Orang Tua Demokratis

Baumrind (dalam Tridonanto, 2014) mengatakan bahwa indikator pola asuh demokratis ada 3 yaitu:

a) Adanya kebebebasan yang terkendali

Disini yang di maksud dengan adanya kebebesan terkendali adalah dimana anak di berikan orangtua kebebasan, misalnya dalam memilih mainan kesukaannya, orangtua memberi kebebasan kepada anak, tetapi dalam hal sewajarnya, orangtua mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat anak dan mengajarkan anak untuk meminta izin jika hendak melakukan sesuatu.

13Saiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi…, hal 60

17

(15)

b) Adanya pengarahan dari orangtua

Yang di maksud dengan adanya pengarahan dari orang tua disini adalah orangtua mendengarkan pendapat anak, tapi jika anak salah dalam suatu hal orangtua lah yang meluruskannya dan memberikan arahan agar anak terbiasa melakukan hal yang baik, misalnya orangtua membiasakan bertanya tentang yang di lakukan anak setiap hari dan contoh lainnya memberikan penjelasan tentang perbuatan yang baik dan mendukung bagi anak.

c) Adanya peraturan dan perhatian

Adanya bimbingan dan perhatian dari orangtua dalam ini adalah orangtua selalu menjadi motivator bagi anak-anak nya dan selalu memperhatikan kebutuhan yang di butuhkan oleh anaknya, misalnya orangtua selalu memberikan pujian kepadanya jika anak melakukan hal-hal yang baik, menolong teman misalnya, orangtua juga selalu memberikan teguran kepada anaknya jika anaknya melakukan kesalahan atau berprilaku buruk, selalu mengajarkan anak untuk berbagi antar sesama.

2. Ciri-ciri Pola Asuh Orangtua Demokratis

Menurut Hurlock pola asuh demokratis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Orang tua yang hangat, ditandai dengan adanya pemberian perhatian penuh, kasih sayang dan kesediaan untung terus-menerus memberikan bimbingan dan arahan kepada anak.

b. Memiliki peraturan dan disiplin, yang ditandai dengan orang tua menetapkan batasan yang jelas tanpa kaku dengan kegiatan anak, penetapan aturan secara konsisten, melatih kemandirian dan tanggung jawab.

c. Orang tua menjadi model bagi anaknya, yakni orangtua memberikan contoh yang baik terhadap anak. Selain memberikan pengarahan kepada anak, orang tua juga berperan memperagakan hal-hal yang anak butuhkan dan hal-hal yang belum dipahami oleh anak sehingga anak mampu melihat dan melakukan apa yang dilakukan oleh orang tuanya.

(16)

d. Adanya pemberian hadiah dan hukuman, yakni orang tua memberikan respon positif terhadap prestasi anak, sebaliknya memberikan hukuman terhadap kesalahan anak.

Baumrind berpendapat bahwa pola asuh demokratis juga bercirikan adanya kesamaan hak, anak dilatih untuk bertanggung jawab atas sikap dan perilakunya. Pola asuh demokratis akan menghasilkan anak-anak yang mandiri, memiliki kepercayaan diri, harga diri yang tinggi, hangat dan penuh kasih sayang. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat empat ciri-ciri pola asuh demokratis. Orang tua yang hangat, dimana orang tua selalu memperhatikan kebutuhan anak dan orang tua selalu bisa memberikan perhatian dan kasih sayang terhadap anak. Orang tua yang memiliki peraturan dan disiplin, dimana orang tua menerapkan peraturan dan disiplin kepada anak secara konsisten sehingga anak akan menjadi mandiri dan bertanggung jawab.

Orang tua menjadi model bagi anak, orang tua menjadi model yang baik terhadap anak sehingga anak dapat meniru hal-hal yang baru. Orang tua yang melakukan penerapan hadiah dan hukuman, hadiah diberikan atas prestasi yang dimiliki oleh anak dan hukman diberikan jika anak melakukan kesalahan.14

c. Pola Asuh Permisif

Pola Permisif adalah membiarkan anak bertindak sesuai dengan keinginannya, orang tua tidak memberikan hukuman dan pengendalian. Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, orang tua tidak pernah memberikan aturan dan pengarahan kepada anak, sehingga anak akan berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri walaupun terkadang bertentangan dengan norma sosial.15

14Tridonanto. 2014. Mengembangkan Pola Asuh Demokratis. Jakarta: Elex Media Komputerindo

15 Jurnal Ilmiah Kependidikan Volume 11 Nomor 1 Desember 2020 ISSN: 2087-9385 (print) dan 2528-696X (online) http://jurnal.umk.ac.id/index.php/RE

19

(17)

Ciri-ciri Pola Asuh Permisif Beberapa karakter dari pola asuh permisif, seperti dilansir dari Very Well Mind, di antaranya adalah:

1. orang tua biasanya sangat penyayang kepada anak-anak mereka;

2. akan meminta pendapat kepada anak-anak mereka, jika akan membuat keputusan besar;

3. lebih menekankan kebebasan kepada anak-anak ketimbang tanggung jawab;

4. memiliki sedikit aturan serta tidak terlalu memiliki standar perilaku;

5. jika memiliki aturan, biasanya tidak konsisten pada aturan itu;

6. akan ‘menyuap’ anak-anak mereka, seperti memberi mainan, hadiah maupun makanan, sebagai sarana agar anak-anak mereka dapat berperilaku baik;

7. seringkali lebih seperti teman ketimbang seperti orang tua;

8. memberi sedikit jadwal atau struktur kepada anak-anak mereka;

9. jarang menerapkan jenis konsekuensi apapun.16 B. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah kecerdasan emosional muncul secara luas pada pertengahan tahun 1990-an. Sebelumnya Gardner mengemukakan 8 kecerdasan pada manusia (kecerdasan majemuk). Menurut Goleman menyatakan bahwa kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh Gardner adalah manisfestasi dari penolakan akan pandangan intelektual quotient (IQ). Salovey, menempatkan kecerdasan pribadi dari Gardner sebagai definisi dasar dari kecerdasan emosional. Kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan antar pribadi dan kecerdasan intrapribadi. Kecerdasan emosi dapat

16 Artikel tirto,Mengenal ciri ciri pola asuh permisif, https://tirto.id/mengenal-pola-asuh-permisif-ciri-ciri- dan-dampaknya-gBAx

(18)

menempatkan emosi individu pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik.

Goleman menyatakan Kecerdasan emosi merupakan kemampuan emosi yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri, memiliki daya tahan ketika menghadapi suatu masalah, mampu mengendalikan impuls, memotivasi diri, mampu mengatur suasana hati, kemampuan berempati dan membina hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi dapat menempatkan emosi seseorang pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya.

Mayer dan Salovey mendefinisikan bahwa Kecerdasan emosi sebagai suatu kecerdasan sosial yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam memantau baik emosi dirinya maupun emosi orang lain, dan juga kemampuannya dalam membedakan emosi dirinya dengan emosi orang lain, dimana kemampuan ini digunakan untuk mengarahkan pola pikir dan perilakunya”.

Sejalan dengan itu, Robert dan Cooper mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, emosi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi17. Individu yang mampu memahami emosi individu lain, dapat bersikap dan mengambil keputusan dengan tepat tanpa menimbulkan dampak yang merugikan kedua belah pihak. Emosi dapat timbul setiap kali individu mendapatkan rangsangan yang dapat mempengaruhi kondisi jiwa dan menimbulkan gejolak dari dalam. Emosi yang dikelola dengan baik dapat dimanfaatkan untuk mendukung keberhasilan dalam berbagai bidang karena pada waktu emosi muncul, individu memiliki energi lebih dan mampu mempengaruhi

17 Nurgiyantoro, Burhan. Gunawan dan Marzuki (2000). Statistik terapan untuk penelitian ilmu-ilmu sosial. Yogyakarta. Gadjah Mada Unversity Press.

21

(19)

individu lain. Segala sesuatu yang dihasilkan emosi tersebut bila dimanfaatkan dengan benar dapat diterapkan sebagai sumber energi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas,mempengaruhi orang lain dan menciptakan hal-hal baru.

Menurut Shapiro mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan suatu fungsi jiwa yang melibatkan kemampuan memantau intensitas perasaan atau emosi, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Individu memiliki kecerdasan emosional tinggi memiliki keyakinan tentang dirinya sendiri, penuh antusias, pandai memilah semuanya dan menggunakan informasi sehingga dapat membimbing pikiran dan tindakan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih efektif terhadap daya kepekaan emosi yang mencakup kemampuan memotivasi diri sendiri atau orang lain, pengendalian diri, mampu memahami perasaan orang lain dengan efektif, dan mampu mengelola emosi yang dapat digunakan untuk membimbing pikiran untuk mengambil keputusan yang terbaik.

2. Faktor Kecerdasan Emosional

Goleman mengutip Salovey menempatkan kecerdas pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan memperluas kemampuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu :

(20)

a. Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.

b. Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.

c. Memotivasi Diri Sendiri

Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.

d. Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan

23

(21)

orang lain.

Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuiakan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah beraul, dan lebih peka. Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.

e. Membina Hubungan

Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi. Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu yang kurang berkomunikasi dengan baik akan sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.

Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi. Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauh mana kepribadian siswa berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis mengambil komponen- komponen utama dan prinsip-prinsip dasar dari kecerdasan emosional sebagai faktor untuk mengembangkan instrumen kecerdasan emosional.18

18 Goleman, Daniel (2009). Emotional intelligence, Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

(22)

C. Penelitian Terdahulu

Ditinjauan hasil penelitian terdahulu adalah untuk menjelaskan posisi, perbedaan atau memperkuat hasil penelitian tersebut dengan penelitian yang telah ada. Pengkajian terhadap hasil penelitian orang lain yang relevan, lebih berfungsi sebagai pembanding dari suatu kesimpulan berpikir peneliti. Untuk menghindari adanya duplikasi, peneliti melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu. Dari hasil penelusuran terdahulu, diperoleh masalah yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti yaitu :

Penelitian Pertama Wahyu Hidayati (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Penyesuaian Sosial Terhadap Kecerdasan Emosi Siswa Sekolah Dasar Negeri Kelas Atas di Desa Wirogaten Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen. Pada hasil penelitian disebutkan bahwa penyesuaian sosial mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kecerdasan emosi siswa SD. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Fhitung yang lebih besar dibandingkan dengan Ftabel, yaitu Fhitung sebesar 17,708 dan Ftabel sebesar 3,934.

Penelitian Kedua Septiana Sulistya Gitanti (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pola Asuh Orang tua terhadap Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas IV SD Negeri Prambanan Sleman. Pada hasil penelitian disebutkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara pola asuh orang tua dengan kecerdasan 42 interpersonal siswa SD.

Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi rxy sebesar 0,717.

Kontribusi pola asuh orang tua terhadap kecerdasan interpersonal siswa sebesar 51,4% dengan persamaan regresi Y = 21,765 + 1,293X.

Penelitian Yang ketiga

D. Metode dan Teknik Pengambilan Data 1. Jenis dan pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, Penelitian kuantitatif adalah suatu jenis penelitian yang pada dasarnya menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Pendekatan ini berangkat dari suatu kerangka teori, gagasan para ahli, maupun pemahaman peneliti berdasarkan pengalamannya, kemudian dikembangkan menjadi

25

(23)

permasalahan permasalahan beserta pemecahannya yang diajukan untuk memperoleh pembenaran (verifikasi) atau penilaian dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan.19pendekatan ini merupakan suatu pendekatan penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan guna menentukan, apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara dua variable atau lebih. Variabel X dalam penelitian ini adalah pengaruh pola asuh orang tua ,sedangkan variabel Y dalam penelitian ini adalah kecerdasan Emosional . Hal ini untuk mengetahui "

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kecerdasan Emoasional Siswa Kelas Xl Akuntansi Dalam Pembelajaran Pai Di Smkn 1 Buahdua”

2. Tempat dan waktu penelitian

Dalam penulisan proposal penelitian ini,penu penulis melakukan penelitian pada siswa kelas Xl Akuntansi smkn Buahdua . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional . Observasi awal dilaksakan pada hari Selasa 15 Desember 2023.

3. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

• populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.20 Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan.21 Populasi menurut Joko Subagyo adalah obyek penelitian sebagai sasaran untuk mendapatkan dan mengumpulkan data.22Berdasarkan dari beberapa pendapat tersebut dapat diambil batasan pengertian bahwa populasi adalah keseluruhan unsur obyek sebagai sumber data dengan karakteristik tertentu dalam sebuah penelitian. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas Xl yang berjumlah 400 siswa yang terdiri dari 10 kelas, yaitu kelas A, B, C, D, E, F, G, H, I dan J di SMKN 1 BUAHDUA .

19 Tim Laboratorium Jurusan, Pedoman Penyusunan Skripsi STAIN Tulungagung, (Tulungagung: STAIN Tulungagung, 2012), hal. 19

20 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 173

21 Asrof Syafi’i, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya: eLKAF, 2005), hal. 133

22 Ibid., hal. 133

(24)

• Sampel

Menurut Sugiyono sampel di adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.23Jadi dapat disimpulkan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili dari populasi itu sendiri karena memiliki ciri atau karakteristik yang sama . Sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas yaitu kelas Xl Auntansi dengan jumlah 70 siswa dari populasi yang ada.

• Teknik sampling

Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti jika peneliti memiliki pertimbangan- pertimbangan tertentu didalam pengambilan sampelnya. Peneliti menggunakan teknik pemilihan sampel purposive sampling. Teknik ini dipilih dengan tujuan sampel yang diambil dapat mewakili karakteristik populasi yang diinginkan.

4. Jenis dan Sumber Data

Menurut Suharsini Arikunto dalam bukunya yang berjudul Prosedur Penelitian, yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.24Sumber data terbagi menjadi dua, yaitu primer dan sekunder.

1). Data Primer

Menurut Sugiyono yang dimaksud data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Dengan kata lain, peneliti membutuhkan pengumpulan data dengan cara menjawab pertanyaan riset (metode survei) atau penelitian benda (metode observasi). Dalam penelitian ini. peneliti mengambil data primer dari Siswa Kelas Xl Akuntansi

2). Data Sekunder

Sedangkan yang dimaksud data sekunder menurut Sugiyono

23 IJSE – Indonesian Journal on Software Engineering, Vol.5, No. 1, Juni 2019, 19-28

24 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta : Rineka Cipta, 2013, Cet.

15), hlm.

27

(25)

adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Dengan kata lain. peneliti membutuhkan pengumpulan data dengan cara berkunjung ke Perpustakaan Pusat Kajian. pusat arsip atau membaca banyak buku yang berhubungan dengan penelitiannya.

Dalam penelitian ini peneliti mengambil data sekunder dari skripsi- skripsi yang relevan, jurnal, dan buku-buku sumber yang relevan.

Tahap/ Prosedur Penelitian

Tahap-tahap penelitian dalam penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahap terakhir yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian. Tahapan-tahapan tersebut adalah

1. Tahap Pra Lapangan

Meliputi: Menyusun rancangan penelitian, memilih loksai penelitian, mengurus perijinan penelitian, menjajaki dan menilai lokasi penelitian, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Meliputi: memahami latar penelitian dan persiapan diri memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data.

3. Analisis Data

Meliputi: analisis sebelum dan setelah pengumpulan data 4. Tahap Penulisan Hasil Laporan Penelitian.

Cross-border journal prosedur penelitian kuantitatif Vol. 5No. 1Januari- Juni2022, page 687-713

Teknik Pengumpulan Data / Instrumen Penelitian 1).Teknik pengumpulan Data

• Metode Observasi

Melalui observasi ini,peneli peneliti ingin menggali data bagaimana pengaruh pola asuh orangtua terhadap kecerdasan emosional siswa

• Metode interview

Metode interview digunakan oleh peneliti untuk memperoleh segala aspek yang berhubungan dengan topik penelitian ini. Dalam hal ini, peneliti menggunakan wawancara terstruktur, di mana seorang pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan

(26)

yang akan diajukan untuk mencari jawabannya.

• Metode Dokumentasi

Dalam metode dokumentasi ini penulis berupaya untuk mencari data dari hasil sumber tertulis melalui dokumen atau apa saja yang memiliki relevansi sehingga dapat melengkapi data yang diperoleh di lapangan.

2). Instrumen penelitian

• Observasi dilakukan langsung ke SMKN 1 Buahdua

• Angket

• Wawancara

Teknis Validitas dan Reliabilitas Data

Dalam penelitian tentang Pengaryh Pola Asuh Orangtua yang bertujuan untuk Mengetahui kecerdasan Emosional , validitas dan reliabilitas data tetap menjadi aspek yang penting. Berikut adalah penjelasan mengenai teknis validitas dan reliabilitas data dalam konteks tersebut:

1). Validitas Data:

a. Validitas Konstruk: Dalam konteks ini, validitas konstruk akan memastikan bahwa instrumen atau metode yang digunakan Pengaruh Pola asuh orangtua memang benar-benar mencerminkan konsep yang ingin diukur. Seperti pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner angket penelitian ini bisa mengukur pola asuh orangtua

b. Validitas Konten: Validitas konten akan memastikan bahwa instrumen pengukuran yang digunakan mencakup semua aspek yang relevan dari kecerdasan Emosional . Ini bisa dilakukan dengan memeriksa kuesioner angket bapakah mencakup berbagai topik.

2. Reliabilitas Data:

Reliabilitas Internal: Reliabilitas internal menunjukkan sejauh mana instrumen pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini konsisten dalam mengetahui pengaruhnya pola suh orangtua. Ini dapat dilihat melalui penggunaan metode yang konsisten, seperti tes yang memiliki pertanyaan- pertanyaan yang sebanding dalam tingkat kesulitan dan representasi.

Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan, serta dokumentasi. Data yang

29

(27)

telah terkumpul selanjutnya diolah dan kemudian dianalisis. Tujuan dari analisis datanya adalah untuk menyederhanakan data kedalam bentuk yang mudah dibacakan dan diinterpretasikan.

Analisis kuantiatif untuk mengolah dan menganalisis data data yang telah diperoleh penulis melalui angket. Dalam hal ini digunakan tekhnik prosentase dengan rumus P=F/Nx100

P = Prosentase

F = Frekuensi jawaban N = Jumlah responden

100 = Bilangan bulat (satuan)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan individu dalam mengenali, memahami perasaan

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan individu untuk mengenali dan memahami perasaan diri sendiri, perasaan orang lain

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk memahami, mengenali, merasakan, mengelola dan memimpin

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan (ability) mengindera, memahami dan secara efektif menerapkan daya kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan merasakan, me ma- hami dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi

Sejalan dengan itu, Robert dan Cooper (dalam T. Hermaya, 2016:56-57) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan

Berdasarkan paparan para ahli sebelumnya dapat dijelaskan bahwa, yang dimaksud dengan kecerdasan emosional dalam penelitian adalah kemampuan siswa dalam menggunakan emosi secara efektif

Pengertian Kecerdasan Emosional EQ Kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih efektif terhadap kepekaan emosi yang mencakup kemampuan memotivasi diri sendiri