UJIAN TENGAN SEMESTER
Nama Kelompok :
1. Kholda Nur Falahi (2216041042) 2. Ikhwana Marcel (2216041065) Kelas: Reguler B
Mata Kuliah: Etika Administrasi Publik
Dosen Pengampu: Dr. Susana Indriyati Caturiani, S.IP., M.Si.
ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
Bidang pelayanan publik, etika dalam administrasi publik (Pasolong, 2007: 193) yaitu standar filosofis dan profesional (kode etik) atau tata cara perilaku yang benar (rules of right Conduct) yang wajib dipatuhi olen penyedia layanan publik atau pemerintah. Dapat kita simpulkan bahwa etika administrasi adalah peraturan atau kriteria administrasi, petunjuk etika untuk kelompok suatu organisasi atau untuk tugas-tugas administratif. Aturan atau standar administratif yang baik memberikan pedoman sikap bagi pengelola publik dalam melakukan tugasnya menanggapi masyarakat. Ketentuan dan pedoman etika penyelenggaraan pemerintahan yang berhubungan bersama kepegawaian, materiil, finansial, manajemen dan hubungan masyarakat.
• Urgensi etika Administrasi Publik
Etika dibutuhkan pada administrasi publik, Menurut Widodo (2001: 252) Etika mempunyai dua Fungsi:
1. Rujukan PNS untuk melaksanakan peran serta wewenangnya
2. Etika administrasi (etika birokrasi) digunakan untuk standar dalam menilai perbuatan para administrator.
Etika administrasi bisa digunakan sebagai pedoman terkait apa yang wajib dilaksanakan bagi administrator ketika ingin menerapkan kebijakan dan juga dapat digunakan untuk standar evaluasi apakah tindakan administrator saat menerapkan kebijakan bisa dilakukan dengan baik atau buruk
• Pendekatan etika Administrasi Publik
Kartasasmita (1991: 203), pendekatan etika administrasi publik ada dua perbedaan, yaitu:
1. Pendekatan Teleologi
Pendekatan ini menyatakan maka apa yang baik dan buruk serta apa yang seharusnya dilaksanakan pemerintah adalan kegunaan vang dicapai atau dihasilkan. Kualitas dari tindakan pengelolaan
muncul "hasil" dari tindakan pengelolaan yang diambil. Ukuran baik bisa dilihat dari: 1) tercapainya tujuan kebijakan publik, 2) implementasi keputusan koleur, 3) ekspresi kekuatan organisasi, 4) wewenang pribadi (apabila melayani tujuan administrasi). Pendekatan teleologis dibagi lagi menjadi dua jenis: ethical egoism dan unlitarianism. ethical egoism menumbuhkan kebaikan pada diri sendiri. Kewenangan dan Kelangsungan hidup sendiri adalah target sebenarnya dari penyelenggara pemerintahan. Unlitarianism, sebaliknya mencari yang terbaik bagi kebanyakan orang.
2. Pendekatan Deontologi
Pendekatan ini berbalik dari pendekatan teleologis. Pendekatan deontologi memposisikan etika dan moralitas sebagai dasar yang paling penting dalam administrasi publik. Titik awalnya adalah paksaan moral. Sebab kebenaran itu sendiri tidak ada hubungannya dengan hasil keputusan bertindak.
• Nilai-nilai Etika Administrasi Publik
1. Nilai Efisiensi (tidak boros)
Sikap, dan aksi birokrasi publik disebut baik apabila mereka efisien (tidak boros)
2. Nilai membedakan properti sendiri dan properti kantor
Dimana mereka tidak akan memakai properti kantor untuk kepentingan sendiri. Mereka memakai properti kantor hanya untuk kepentingan kantor.
3. Nilai Impersonal
Hubungan ini bisa diperkuat untuk menghindari penekanan pada unsur emosional dibandingkan rasional untuk melaksankan peran dan tanggung jawab dengan aturan dan ketentuan yang tertera di suatu lembaga.
4. Nilai Merital Sistem
Merytal System adalah sistem perekrutan karyawan berdasarkan pengetahuan, kemampuan, dan keteramplian bukan deraasakan nubungan kekerabatan atau status kekeluargaan (anak,saudara, alumni, daerah, kelompok, dan sebagainya).
5. Nilai Responsible
Responsible yaitu keadaan di mana seseorang dianggap mempunyai kewajiban, tanggung jawab, atau wewenang terhadap suatu tindakan, keputusan, atau peristiwa tertentu. Orang yang bertanggung jawab diharapkan mengambil tindakan dan mengambil keputusan dengan
mempertimbangkan konsekuensi dan dampakya, mereka bersedia menghadapi konsekuensi dari tindakan dan keputusan mereka.
6. Nilai akuntabilitas
Akuntabilitas adalah ketika seseorang memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan atau bertanggung jawab atas tindakan, keputusan, atau hasil yang mereka hasilkan. Hal Ini melibatkan suatu proses di mana individu diharapkan untuk memberikan penjelasan atau pertanggungjawaban terhadap tindakan mereka kepada pihak-pihak yang terlibat atau berkepentingan dalam hasil tersebut.
7. Nilai responsivitas
Responsivitas mencakup kemampuan atau keenderungan untuk merespons dengan cepat, tepat, dan efektif terhadap kebutuhan, permintaan, atau masukan dari pihaklain. Di lingkungan pemerintahan, responsivitas mengacu pada kemampuan sistem atau institusi untuk memberikan tanggapan yang memadai terhadap masukan, keluhan, atau permintaan yang berasal dari masyarakat, atau pihak-pihak yang terlibat.
Selain nilai-nilai etika yang telah disebutkan diatas, kode etik juga dapat dibuat panduan untuk administrator publik dalam melaksanakan peran serta otoritasnya. (Suyamto, 1989: 32-40) kode etik yaitu cara agar mendukung perolehan sasaran suatu lembaga, sub-lembaga, atau kumpulan- kumpulan yang belum tergabung didalam suatu lembaga. Secara mendasar, kode etik juga dapat dianggap sebagai peraturan etika. Peraturan etika biasanya disusun dengan suatu lembaga maupun suatu kumpulan untuk acuan yang berhubungan dengan sikap mental yang harus dipegang dan dimiliki oleh anggotanya dalam menjalankan tugas mereka.
• Pelanggaran Etika Administrasi Publik
Pelanggaran etika di administrasi publik dinamakan sebagai mal-administrasi. Mal-administrasi sendiri merujuk pada suatu tindakan yang melanggar etika administrasi atau tindakan administratif yang menghalangi perolehan sasaran administratif (Widodo, 2001: 259). Salah satu contoh bentuk mal-administrasi yang sering kita ditemui dalam birokrasi ialah Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN), yang terjadi dalam berbagai perbandingan. Pentingnya dalam mencegah berlangsungnya mal-administrasi publik seperti KKN adalah sebagai berikut: 1) Pentingnya memperkuat kontrol internal terhadap para pelaksana administrasi publik yang bisa membuat karakter yang didasarkan pada nilai-nilai keimanan dan keagamaan, 2) Penerapan etika administrasi publik, 3) Keberadaan kontrol eksternal melalui pengawasan, baik itu pengawasan politik, fungsional, maupun pengawasan dari masyarakat. Namun, akan lebih efektif jika ketiga hal diatas dilakukan dengan
seiringan. Mal-administrasi seperti KKN dan segala aspeknya tidak hanya bisa dilawan, tetapi bisa dieliminasi.
• Analisis kasus
Kasus penyalahgunaan Mobil Dinas Oleh Oknum ASN
Kasus yang melibatkan pelanggaran terhadap penggunaan mobil dinas oleh seorang ASN (Aparatul Sipil Negara) adalah salah satu contoh dari penyalahgunaan prinsip-prinsip etika birokrasi dalam sebuah lembaga pemerintahan. Salah satu peraturan terkait kode etik ASN ditata oleh Pasal 4, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 53 tahun 2010 (DIH, 2010).
Peraturan tersebut menegaskan beberapa larangan bagi pegawai pemerintah. Salah satu larangan yang disebutkan adalah penyalahgunaan kekuasaan yang tidak untuk kepentingan instansi, tetapi justru demi kepentingan pribadi. Peraturan ini dibuat untuk memastikan bahwa ASN menggunakan fasilitas dengan benar untuk keperluan pekerjaan guna mencapai target atau tujuan negara. Selain itu, terdapat pula peraturan nomor 17 tahun 2007 yang menyatakan bahwa
"Kendaraan Dinas Hanya Boleh Digunakan Untuk Keperluan/Kepentingan Dinas". Ini berarti segala bentuk penggunaan fasilitas di luar jam kerja dianggap sebagai kepentingan pribadi dan akan dikenakan sanksi sebagai pelanggaran (Oktaviani, Y.S, 2020). Penggunaan fasilitas mobil dinas yang disediakan oleh instansi pemerintah untuk mendukung kinerja ASN (Aparatur Sipil Negara) kadang-kadang dimanfaatkan untuk keperluan pribadi. Pemakaian mobil dinas untuk kepentingan pribadi merupakan pelanggaran terhadap kode etik yang mencerminkan kurang profesionalisme ASN. Terdapat kasus penyalahgunaan wewenang terkait mobil dinas, seperti penggunaan mobil dinas untuk keperluan mudik. Penyalahgunaan tersebut untuk kepentingan pribadi tidak hanya melanggar kode etik ASN, tetapi juga dapat dianggap sebagai tindakan kriminal korupsi jika penggunaan bahan bakar mobil dinas dibiayai menggunakan dana instansi atau dana negara (Riatmoko, dkk, 2013). Penyalahgunaan weenang dalam penggunaan mobil dinas sering terjadi saat sedang waktu-waktu fundamental seperti Hari Raya Lebaran Idul Fitri. Saat periode mudik tiba, seringkali terdapat pegawai ASN yang menggunakan mobil dinas untuk kepentingan pribadi. Hal ini menimbulkan persepsi negatif di kalangan masyarakat mengenai citra ASN yang dianggap egois dalam memenuhi kebutuhan pribadi mereka. Selain itu, terdapat juga kasus penyalahgunaan wewenang oleh ASN terkait mobil dinas, seperti kasus peminjaman mobil dinas kepada warga sipil dengan alasan pertemanan. Penyalahgunaan wewenang semacam ini tentu saja akan menimbulkan kontroversi terutama di kalangan masyarakat umum. Hal ini akan membuat masyarakat berpikir bahwa pemerintah tidak memantau kinerja para ASN yang bertugas sebagai penyelenggara layanan publik, dan dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta menimbulkan pandangan negatif terhadap para ASN. Padahal, prinsip etika yang
sangat penting dan khas dalam birokrasi adalah komitmen dari para birokrat untuk mengurangi risiko agensi yang melekat dalam organisasi (Buchanan, A,1996). Setiap individu bertanggung jawab atas sikap diri sendiri. Sebagaimana yang diungkapkan dalam teori Darwin tahun 1999, fungsi dari etika birokrasi adalah memberikan pedoman, arahan, dan referensi bagi administrasi negara untuk menjalankan kewajiban dan wewenangnya. Oleh karena itu, perilaku dalam birokrasi menjadi tolok ukur untuk menilai apakah sikap, moralitas, dan perilaku birokrasi dianggap baik, tercela, terkutuk, atau mulia.Pedoman untuk mengatur perilaku etis pada ASN ditata oleh Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Menurutnya citra ASN akibat perilaku non-etis oknum ASN menuntut pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tegas dalam melakukan tindakan disipliner, bahkan sampai pada tindakan pidana tergantung pada alasan dan tingkat pelan ggarannya. Dengan demikian, kesimpulannya adalah bahwa setiap perilaku manusia, terutama yang berkaitan dengan etika, harus didasarkan pada peraturan yang mengikat untuk mengurangi perilaku non-etis di lingkungan ASN.
DAFTAR PUSTAKA
Badriah, L. (2023). Etika Administrasi Publik pada Penggusuran Paksa dalam Rangka Pembangunan Fasilitas Publik. Innovative: Journal Of Social Science Research, 3, 9725–9734.
http://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/view/4744%0Ahttps://j innovative.org/index.php/Innovative/article/download/4744/3345
Sunan, I., & Surabaya, A. (2013). Jurnal ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK Holilah. Review Politik, 03(02), 232–255.
Wulandari, S.-, & Hapsari, N. H. A. (2022). Dampak Penyalahgunaan Mobil Dinas oleh Oknum ASN dari Perspektif Etika Birokrasi Darwin 1999. JURNAL SOSIAL Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, 23(1), 16–19. https://doi.org/10.33319/sos.v23i1.98