Prekursor Narkotika adalah bahan atau prekursor atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam produksi obat narkotika yang dibedakan dalam tabel yang terlampir pada undang-undang ini. Narkotika hanya dapat digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Izin khusus dan surat persetujuan impor Pasal 15. 1) Menteri memberikan izin kepada 1 (satu) badan usaha milik negara di bidang produk farmasi yang telah mempunyai izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk melaksanakan impor obat-obatan narkotika.
Impor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengekspor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengekspor. Ekspor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengimpor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh Surat Persetujuan Impor dan Surat Persetujuan Ekspor diatur dengan Peraturan Menteri.
Penanggung jawab pengangkutan impor obat yang masuk ke wilayah Negara Republik Indonesia wajib membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan surat persetujuan impor obat dari Menteri dan dokumen atau surat persetujuan ekspor obat yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. di negara pengekspor. Pengemasan ulang obat dalam transit obat hanya dapat dilakukan pada kemasan obat asli yang rusak dan harus dilakukan di bawah pengawasan otoritas bea cukai dan pajak serta pejabat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Denmark.
PEREDARAN
Pengaturan sebelumnya dalam undang-undang ini bertujuan untuk: melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor narkotika; mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor narkotika; Dan. pencegahan kebocoran dan pengalihan prekursor narkotika. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara produksi, impor, ekspor, peredaran, pendaftaran dan pelaporan, serta pengawasan prekursor narkotika diatur dengan Peraturan Pemerintah. Narkotika dan prekursor narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; kemungkinan alat yang dapat disalahgunakan untuk dilakukannya tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika;. menilai keamanan, kemanjuran dan kualitas produk sebelum didistribusikan; penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pemerintah mengupayakan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional dengan negara lain dan/atau lembaga internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasan obat-obatan narkotika dan prekursor narkotika sesuai dengan kepentingan nasional. Kedudukan dan tempat tinggal Pasal 64 1) Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, undang-undang ini membentuk Badan Narkotika Nasional yang selanjutnya disingkat BNN. Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, BNN berwenang melakukan penyidikan dan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
Penyidikan, penuntutan, dan penyidikan di pengadilan mengenai penyalahgunaan dan peredaran gelap obat-obatan terlarang dan prekursor obat dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap obat-obatan terlarang dan prekursor narkoba berdasarkan undang-undang ini. Penyidik dapat bekerja sama untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap obat-obatan terlarang dan prekursornya.
Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dan Prekursor Narkoba, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada penyidik BNN mengenai dimulainya penyidikan dan sebaliknya. Dalam melakukan penyidikan penyalahgunaan Narkoba dan Prekursor Narkoba, penyidik PNS tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Hukum Acara Pidana. Untuk kepentingan penyidikan atau penyidikan dalam sidang pengadilan, tersangka atau terdakwa wajib memberikan keterangan mengenai segala harta benda dan harta benda istri, suami, anak-anaknya, serta setiap orang atau korporasi yang diketahuinya atau disangka mempunyai hubungan dengan tindak pidana narkotika dan prekursor obat yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa.
Hakim berwenang meminta tersangka untuk membuktikan bahwa seluruh kekayaan dan harta benda isteri, suami, anak dan orang lain atau perusahaan-perusahaan tidak timbul dari hasil tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika yang dilakukan tersangka. Masyarakat mempunyai peluang sebesar-besarnya untuk berpartisipasi dan membantu mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkoba. Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkoba.
Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau BNN apabila mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
PENGHARGAAN
narkotika golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; Dan. Pengurus Industri Farmasi yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit empat puluh juta rupee. dan paling banyak Rp empat ratus juta). Nakhoda atau nakhoda penerbang yang melawan hukum tidak menerapkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. . seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp satu miliar rupiah).
Kepala kejaksaan yang melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 91 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda sebesar minimal Rp seratus juta rupiah) dan maksimal Rp satu miliar rupiah). Lampiran yang berkaitan dengan jenis-jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671) yang dialihkan ke Narkotika Golongan I berdasarkan Undang-Undang. Undang itu.