PENDAHULUAN
Latar belakan
Rumusan masalah
Tujuan penelitian
Manfaat penelitian
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
Tinjauan pustaka
Karya sastra dapat tampil sebagai cerminan realitas sosial dan refleksi sejarah yang terjadi di masyarakat. Karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang utama adalah karya sastra yang strukturnya sesuai dengan struktur kelompok atau golongan sosial tertentu. Strukturalisme genetik sering juga disebut strukturalisme historis, yang menganggap karya sastra yang khas dianalisis dari sudut pandang sejarah.
Menurut Goldmann, strukturalisme genetik memandang struktur karya sastra sebagai produk struktur kategoris pemikiran kelompok sosial tertentu (Faruk, 1999a: 12). Goldmann juga mengembangkan konsep pandangan dunia yang dapat diwujudkan dalam karya sastra dan filsafat. Setiap karya sastra penting mempunyai struktur makna (Significative Structure), karena menurut Goldmann struktur signifikansi adalah struktur global yang bermakna dan mewakili pandangan dunia (vision du monde).
Strukturalisme genetik dengan demikian merupakan teori alternatif untuk menganalisis karya sastra, yang dapat dilakukan dengan menghubungkan sejarah dan sosiologi.
Kerangka pikir
Berdasarkan penjelasan di atas, strukturalisme genetik memandang karya sastra tidak hanya sebagai suatu struktur yang lepas, tetapi juga merupakan campur tangan faktor lain (faktor sosial) dalam proses penciptaannya. Dirumuskan dalam bentuk definisi, strukturalisme genetik pada dasarnya merupakan teori sastra yang meyakini bahwa sebuah karya sastra bukan sekedar struktur statis yang lahir dengan sendirinya, melainkan merupakan hasil penataan struktur kategorikal pikiran subjeknya. pencipta atau subjek kolektif tertentu yang dibangun sebagai hasil interaksi antara subjek dengan situasi sosial dan ekonomi tertentu (Faruk, 1999:13). Namun analisis terhadap nilai suatu karya sastra tidak hanya sekedar peristiwa-peristiwa dalam cerita atau uraian bahasanya yang mudah dicerna dan gaya bahasanya yang sangat menarik untuk dideskripsikan, melainkan yang merupakan wujud terbesar dari isi sastra tersebut bagi kehidupan adalah. dari orang-orang.
Namun kehadirannya tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan dengan objek sebenarnya yaitu masyarakat. Strukturalisme genetik muncul karena ketidakpuasan terhadap pendekatan strukturalisme yang kajiannya hanya berfokus pada unsur intrinsik saja tanpa menyentuh unsur ekstrinsik karya sastra, sehingga karya sastra dianggap terpisah dari konteks sosialnya. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian terhadap fenomena feodalisme terhadap perempuan dalam Romansa Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer melalui kajian strukturalisme genetik.
Sebagai upaya ilmu dan penelitian, metode yang disebutkan dalam penelitian ini berkaitan dengan cara kerja, cara memperoleh data hingga mencapai kesimpulan. Berdasarkan judul penelitian yang ditetapkan yaitu Kemunculan Feodalisme Terhadap Perempuan di Romance Beach Girls (Tinjauan Strukturalisme Genetik), maka fokus penelitian adalah Kemunculan Feodalisme Terhadap Perempuan di Romance Beach Girls oleh Pramoedya Ananta Toer (Tinjauan tentang Strukturalisme Genetik). . Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dengan tujuan untuk mengetahui fenomena feodalisme terhadap perempuan yang terdapat dalam karya sastra (Romawi) Pantai Gadis.
Oleh karena itu, dalam penyusunan desain penelitian ini hendaknya dirancang berdasarkan prinsip metode deskriptif, yaitu menyajikan dan menyampaikan data tentang fenomena secara objektif. Data dalam penelitian ini berupa kata, frasa, kalimat dan/atau paragraf dari Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer. Sumber data dalam penelitian ini adalah Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan oleh Lentera Dipantara pada tahun 2011.
Teknik pengumpulan data
Teknik analisis data
Peneliti memahami seluruh data penelitian yang terkumpul kemudian menyelidiki dan menandai kalimat-kalimat yang mengandung fenomena feodalisme dalam Novel Pantai Gadis Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta Toer.
HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis data
Ketiga fenomena di atas menjadi fokus pembahasan dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer. Nah itulah kata-kata Gadis Pantai saat berhadapan dengan suaminya. Kutipan di atas menunjukkan bahwa ayah Gadis Pantai merasa enggan anaknya menjadi bagian dari keluarga bangsawan, namun di sisi lain Gadis Pantai merasa risih dengan keadaan tersebut, setelah dua tahun ia meninggalkan desanya dan tinggal di kota. untuk menjadi istri seorang bangsawan Dia merasa semua orang telah berubah terhadapnya.
Kutipan di atas menunjukkan penindasan yang dilakukan oleh anggota keluarga agus-agus Bendoro dengan menggunakan kata-kata yang menyakiti hati dan merendahkan Gadis Pantai dan Perawan Tua dengan hinaan, yang sebagai seseorang yang berasal dari kalangan bangsawan, hal tersebut tidak mungkin mereka lakukan. belanja untuk mencuri uang yang Bendoro berikan kepada gadis pantai dan secara tidak langsung mereka menuduh Gadis Pantai dan para pembantunya yang merupakan warga kota, orang pantai yang tidak bersekolah, melakukan pencurian uang tersebut. Dari kutipan di atas terlihat bahwa Gadis Pantai yang merupakan seorang laki-laki biasa hanya dijadikan istri percobaan oleh Bendoro, dan pernikahan Bendoro yang sebenarnya adalah dengan memperistri seorang gadis yang sederajat dengannya yaitu seorang wanita dari kalangan bangsawan datang. Hal ini menunjukkan bahwa wanita dari kalangan bangsawan hanya boleh menikah secara sah dan sebaliknya dan kehadiran Mardinah membuat Gadis Pantai merasa tertekan, apalagi Mardinah sama sekali tidak menghormatinya.
Kutipan di atas menunjukkan bahwa gadis pantai tidak diberikan hak untuk mengasuh anaknya dan menganggap dirinya tidak pernah menikah dan mempunyai anak. Hal ini menunjukkan bahwa gadis pantai tersebut hanyalah salah satu dari beberapa ibu yang diceraikan Bendoro dan dipisahkan dari anak-anaknya. Gambaran di atas menunjukkan bahwa meskipun Gadis Pantai terpisah dari anaknya, namun ayahnya merasakan kenikmatan tersendiri karena setidaknya cucunya tidak seperti kebanyakan orang lainnya. Kutipan ini menunjukkan betapa Gadis Pantai sangat menginginkan anaknya, dia tidak sedikit pun takut pada Bendoro, mengangkat wajahnya, menantang mata Bendoro, dia menggendong anaknya.
Kutipan yang menunjukkan keberanian gadis pantai yang menolak dipisahkan dari anaknya dapat dilihat pada dialog berikut. Romansa Gadis Pantai mengungkapkan pendapat penulis bahwa masih melihat adanya penindasan dan pembatasan yang dilakukan oleh kaum bangsawan/priyayi terhadap perempuan yang berasal dari kalangan rakyat jelata. Gadis Pantai tidak sempat menikmati kebebasannya di masa mudanya, sehingga terpaksa menuruti keinginan orang tuanya untuk menikah dengan Bendor.
Pembahasan
Kisah Romantis Gadis Pantai ini bukanlah sebuah dokumen sejarah, namun setidaknya dapat menjadi saksi peristiwa sejarah dan sosial, serta perkembangan masyarakat Jawa pada awal abad ke-20. Dari analisa mendalam penulis juga dapat menyimpulkan bahwa karya Pramoedya Ananta Toer dalam novel Gadis Pantai merupakan gambaran kehidupan nyata yang melekat pada diri sebagian masyarakat yang selalu dilihat masyarakat dari lapisan sosialnya. Kisah Romantis Gadis Pantai dilihat dari aspek fenomena feodalisme terhadap perempuan, dapat diidentifikasi melalui tiga kriteria, yaitu: penindasan, pembatasan hak ibu terhadap anaknya dan martabat.
Sosok Gadis Pantai, putri seorang nelayan yang mewakili rakyat jelata, dianiaya oleh seorang Bendoro yang mewakili kaum bangsawan yang tak lain adalah suaminya. Dari segi struktur genetik, novel Beach Girl menyiratkan gagasan pengarang atau gagasan keterikatan yang dialami tokoh perempuan. Meski Pram tidak tahu banyak tentang neneknya, namun nenek Satimah adalah prototipe Gadis Pantai.
Novel 'Beach Girl' bercerita tentang seorang Gadis Pantai (begitulah namanya, karena dia tidak mempunyai nama) sebagai tokoh utama. Berbeda dengan wanita pantai pada umumnya yang berkulit hitam, gadis pantai ini berkulit putih bersih dengan mata sipit. Sebab, Gadis Pantai hanya dijadikan istri sementara, pasangan tidur, dan bukan sebagai pasangan hidupnya.Pernikahan sesungguhnya bagi Bendoro adalah pernikahan dengan wanita priyayi yang setara dengannya.
Setelah Gadis Pantai menikah dengan Bendoro, dia dibawa ke Gedung Besar tempat tinggal Bendoro. Gadis Pantai pun mulai mengisi hari-harinya dengan kegiatan bermanfaat seperti menyulam, membatik, dan belajar mengaji yang semuanya diajarkan oleh gurunya. Tentu saja ada yang tidak suka dengan kehadiran gadis pantai di rumah Bendoro, apalagi yang berasal dari keluarga besar Bendoro sendiri, mereka berharap Bendoro segera mengambil istri yang setara.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Novel ini bercerita tentang hubungan Mas Nganten dengan seorang pembesar bernama Bendoro, dia adalah seorang pembesar suku Jawa. Novel ini barangkali mewakili suara rakyat jelata, masyarakat kelas bawah dalam sistem feodalisme Jawa, kaum bangsawan yang telah bercokol di kaki pemerintah Belanda.
Saran
Ia menulis cerita pendek dan buku selama karir militernya, dan dipenjarakan oleh Belanda di Jakarta pada tahun 1948 dan 1949. Gaya penulisannya berubah pada masa ini, seperti terlihat pada karya Corruption, sebuah fiksi kritis tentang penyelenggaraan negara yang terjebak dalam perangkap korupsi. Selama masa ini, ia mulai mempelajari penyiksaan terhadap orang Tionghoa di Indonesia, dan pada saat yang sama mulai menjalin kontak dekat dengan para penulis di Tiongkok.
Ia merupakan kritikus yang mengabaikan perhatian pemerintah Jawa Tengah terhadap kebutuhan dan keinginan daerah lain di Indonesia dan secara umum. Selama waktu itu, dia menulis Beach Girl, novel semi-fiksi lain berdasarkan pengalaman neneknya. Ia menulis buku tentang perawan remaja dalam cengkeraman tentara, sebuah dokumentasi bergaya sedih tentang perempuan Jawa yang dipaksa menjadi wanita penghibur pada masa pendudukan Jepang dan semuanya dibawa ke Pulau Buru di mana mereka melakukan pengalaman seksual. kekerasan.
Dalam Roman Beach Girl, Pram terinspirasi dari seorang wanita yang tak lain adalah neneknya bernama Satimah. Satimah adalah seorang wanita yang dijadikan selir oleh kakeknya, Penghulu Rembang. Namun setelah melahirkan anaknya (Bu Pram), Satimah diusir dari gedung majikannya. Satimah adalah seorang yang periang, tabah, pantang menyerah, rajin dan pekerja sejati, miskin, walaupun miskin, ia tetap menyayangi cucu-cucunya dengan selalu memberi mereka hadiah-hadiah kecil. Penduduk desa yang tinggal di sini bisa pergi kapan saja dan mati kelaparan di luar.
Kotoran itu hina, tidak boleh dilakukan oleh orang yang paham agama, yang banyak kotorannya, orang disana kena murka Allah, nasibnya tidak mulus, miskin.” (Gadis Pantai: 47). Kecantikannya memikat hati seorang pimpinan pesantren setempat yang tinggal di kota itu, seseorang yang bekerja di pemerintahan Belanda. Gadis pantai yang baru berusia 14 tahun ini dipaksa oleh ayah dan ibunya untuk menikah dengan Bendoro dengan harapan ia akan bahagia dan mengangkat derajat ibu dan ayahnya jika ia bersedia bersekolah di kos atau besar. untuk diambil. bangunan tempat tinggal Bendoro.
Di tahun kedua, pelayan lamanya juga diusir oleh Bendoro dari gedung besar karena masalah yang tidak begitu besar. Hal ini membuat Beach Girl merasa kesepian dan merasa tidak lagi memiliki mentor untuknya ketika ada masalah. Seorang Bendoro Demak yang ingin putrinya menikah dengan Bendoro, akhirnya mengutus Mardinah untuk membunuh Gadis Pantai dengan imbalan Mardinah diangkat menjadi istri kelimanya.