• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seringkali Diperlukan dalam Penyebaran Agama Islam

N/A
N/A
Nabil Hermadino Hidayat

Academic year: 2023

Membagikan " Seringkali Diperlukan dalam Penyebaran Agama Islam"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Fiqih Dakwah

Bagi kita yang aktif melakukan kegiatan keagamaan, pastinya sudah tak asing lagi dengan dakwah. Hal ini karena dakwah termasuk aktivitas keagamaan yang berpengaruh terhadap persebaran sekaligus perkembangan ajaran agama Islam di dunia. Sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam, tentu dakwah sangatlah penting. Dengan adanya dakwah, jelas bisa menyelamatkan umat Islam di manapun berada. Bukan hanya itu saja, dakwah juga berperan penting dalam memperkuat jalinan persaudaraan antar sesama umat muslim.

Lebih dari itu, dakwah di Islam juga memudahkan dalam menambah ilmu agama. Ilmu ini bisa kita dapatkan apabila menyimak dakwah yang disampaikan orang lain. Orang yang melakukan dakwah pun bisa mendapatkan tambahan ilmu dan pengalaman lebih baik.

Melihat pentingnya dakwah, harusnya penyebaran agama tersebut dilakukan dengan cara yang baik supaya memberikan hasil optimal sesuai harapan. Adapun salah satu caranya ialah bersikap lemah lembut agar menciptakan kedekatan hati dan melapangkan jiwa. Akan tetapi, jika tak berpengaruh, boleh bersikap tegas asal tidak melampaui batas.

Dalam ajaran Islam, berdakwah merupakan salah satu kewajiban bagi setiap umat muslim. Kegiatan berdakwah sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Kegiatan berdakwah ditujukan untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar atau mengajak umat manusia agar melakukan perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan buruk.

Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita tidak luput dari kesalahan, yang dapat menjerumuskan kita ke dalam lubang kemaksiatan. Dakwah hadir dalam islam untuk mencegah

(3)

dan menyadarkan, serta membersihkan jiwa-jiwa manusia dari kemungkaran, agar mereka mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat yang diridhai Allah SWT.

Dakwah juga berperan penting dalam memperkuat jalinan persaudaraan antar sesama umat muslim. Lebih dari itu, dakwah di Islam juga memudahkan dalam menambah ilmu agama dimanapun dan kapanpun, seorang muslim yang meniatkan karena Allah SWT untuk menebarkan ajaran islam pasti akan selamat dunia dan akhirat, dan pahala yang didapatkan dihitung berdasarkan usaha yang dia lakukan di jalan Allah SWT.

Dakwah kepada Allah adalah jalan keselamatan di dunia dan akhirat. Seorang da’i hendaknya mengetahui bahwa Allah menciptakan manusia untuk tunduk beribadah kepada-Nya, Ibadah hanya benar dilakukan bila didasari pengetahuan yang jelas, pengetahuan yang jelas tidak akan terwujud kecuali mengacu kepada manhaj yang telah digariskan oleh Allah SWT yang telah mengutus para rasul dan para nabinya.

Tujuan Allah SWT menciptakan manusia agar dirinya sibuk dengan perintah-Nya. Imam Ar-Razy berkata: “Ibadah yang bagaimanakah yang menjadi sebab diciptakannya jin dan manusia?”. Kami tegaskan: “Ibadah yang dimaksud adalah mengagungkan perintah Allah dan menyayangi ciptaannya”. (Tafsir Ar-Razy: 28/453) Kemudian Ar-Razy berkata: “Mengagungkan Allah menuntut konsekwensi keharusan mengikuti syariat-Nya dan mentaati sabda rasul-Nya, Allah telah memberikan kenikmatan kepada hamba-hamba-Nya dengan mengutus para Rasul dan menjelaskan berbagai jalan dalam merealisasikan kedua bentuk ibadah tersebut di atas.

Inilah dua sasaran ibadah, juga sekaligus menjadi sasaran dakwah, keselamatan ada pada capaian kedua sasaran tersebut. Para Nabi Allah dab Rasul-Nya telah berkomitmen dengan perintah Allah dalam berdakwah kepada-Nya dan memelihara tujuan penciptaan-Nya. Setiap Rasul yang mulia selalu berobsesi dalam menyerukan manusia kepada keselamatan.

(4)

Seseorang mendapat hidayah Allah melalui engkau, maka hal itu lebih baik bagimu daripada seekor unta merah. Itulah yang dikatakan Rasulullah kepada Ali Bin Abi Thalib ketika beliau menyerahkan bendera kepadanya pasa saat perang khaibar. Kemudain Ali berkata “atas dasar apa kita memerangi manusia, kita memeranginya sampai mereka seperti kita?” Rasul bersabda: sabar, sampai engkau memasuk wilayah meraka, lalu dakwahkan mereka kepada islam, dan sampaikan kepada mereka kewajiban-kewajibannya, maka demi allah seseorang mendapatkan hidayah melallui engkai hal itu lebih baik bagimu dari pada seekor unta merah.”

kenapa demikian?, karena hidayah allah adalah petunjuk, tidak ada setelah petunjuk kecuali kesesatan.

Manusia dengan segala lika-liku hidupnya, pada hakekatnya akan berada di salah satu antara dua jalan, berada dalam jalan hidayah menuju allah ta’ala, atau berada dalam jalan kesesatan, yang membutakan mata hatinya hingga menjadikan ia kehilangan arah dalam menjalani kehidupan.

Dalam berdakwah, ada kalanya dakwah itu diterima dengan baik dan berkembang pesat, ada pula kalanya ia ditolak, dan perkembangan menjadi lambat. Namu demikian, sadarilah bahwa bangunan islam ini semakin kokoh dan besar tidak lain karena dakwah itu sendiri, darinya lahir kemuliaan, buka saja di akhirat, tapi juga di dunia. Syaikh Dr. Hamam Abdurrahman Said dalam bukunya merangkum beberapa point, terkait dengan buah yang dipetik dari berdakwah, diantaranya yaitu:

Pertama, menyelamatkan orang lain, Seorang da’i menjadi wasilah bagi objek dakwahnya ( mad”u) untuk kemudian terbebaskan dari siksa neraka jahanam. Keabdiannya di dalam neraka berganti dengan keabdiannya dalam taman-taman surga. Tidaklah mad’u itu diberikan karunianya oleh Allah dengan hidayah, melainkan dengan tangan-tangan para da’i yang tak

(5)

kenal lelah, berjuang siang dan malam demi menyebarkan dan mendakwahi mereka tentang risalah mulia ini.

Berubahnya arah hidup seseorang yang semula tersesatkan oleh tipu daya dunia, kemudian berganti dengan kehidupan di bawah cahaya yang terang benderang dibawah naungan Islam, merupakan sebuah amalan yang tak terhingga ganjaran dan derajat kemuliaannya. Dalam hal ini, ganjaran berdakwah, tidak pernah sebanding dengan amalan-amalan yang lain.

Berdakwah merupakan pekerjaan yang mulia, karena ini membicarakan nasib keberadaan abadinya seorang hamba, antara ia berada di surga atau di neraka ketika hari kiamat kelak.

Seorang da’i ketika berdakwah seakan-akan ia selalu menenteng tiket ke surga, ia menjadikanya hadiah untuk para mad’u-nya, dan mengarahkannya kepada Islam, menuntun ke arah kehidupan yang lebih menenangkan batin, selamat di dunia maupun di akhirat. Dan Allah tidak akan memberikan ganjaran kepada para da’i, melainkan dengan sebaik-baik ganjaran.

Pahala Didapat Karena Melaksanakan Dakwah, Bukan Tergantung Kepada Penerimaannya kesalahkaprahan anggapan banyak orang, bahwa pahala bergantung dengan hasil duniawi maka kebanyakan para nabi tervonis gagal dalam dakwahnya.

Kita bisa mengambil contoh kisah Nuh ‘alaihis salam yang mendakwahi kaumnya siang dan malam hingga memakan waktu beratus-ratus tahun lamanya. Allah Ta’ala berfirman dalam Al Quran,

ْﺪَﻘَﻟَو ﺎَﻨْﻠَﺳ ْرَأ ﺎًﺣﻮُﻧ

ٰﻰَﻟِإ

ِﮫِﻣ ْﻮَﻗ

َﺚِﺒَﻠَﻓ

ْﻢِﮭﯿِﻓ

َﻒْﻟَأ

ٍﺔَﻨَﺳ ﱠﻻِإ

َﻦﯿِﺴْﻤَﺧ ﺎًﻣﺎَﻋ

ُﻢُھَﺬَﺧَﺄَﻓ

ُنﺎَﻓﻮﱡﻄﻟا

ْﻢُھَو نﻮُﻤِﻟﺎَظ

َ

(6)

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Ankabut: 14)

Inti dari ayat ini sebagaimana yang termaktub dalam tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa nabi Nuh ‘alaihis salam mendakwahi kaumnya untuk beriman kepada Allah Ta’ala selama seribu kurang lima puluh tahun (950 tahun) lamanya, dan dalam kurun waktu itu, nabi Nuh

‘alaihis salam hanya mendapatkan sedikit sekali pengikut, yang hanya mendapatkan 80 pengikut.

kalau kemudian takaran kesuksesan dakwah diukur dari kuantitas hasil, maka pastilah Nabi Nuh ‘alaihis salam telah gagal mengemban misinya, namun pada hakekatnya tidaklah demikian, karena para Nabi dan Rasul merupakan hamba pilihan yang mendapatkan tempat mulia di sisi Allah Ta’ala.

Jumlah pengikut yang sedikit juga didapat oleh para nabi lainnya. Ketika pada hari kiamat nanti, para Nabi dan Rasul dikumpulkan dan mereka datang dengan umatnya masing-masing, dari mereka ada yang membawa satu, dua, tiga, bahkan ada yang sama sekali tidak membawa pengikut seorangpun.

Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadis dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam bersabda,

ْﺖَﺿِﺮُﻋ

،ُﻢَﻣﻷا ﱠﻲﻠﻋ ﺖْﯾَأَﺮَﻓ ﱠﻲِﺒﱠﻨﻟا ﮫَﻌَﻣَو

ُﻂْﯿَھﱡﺮﻟا ﱠﻲِﺒﱠﻨﻟاَو

ُﮫَﻌَﻣَو ﻞُﺟﱠﺮﻟا

،ِنﻼُﺟﱠﺮﻟاَو ﱠﻲِﺒﱠﻨﻟاَو

َﺲْﯿَﻟو

ُﮫﻌَﻣ ﺪَﺣأ

(7)

ٌ

“Beberapa umat diperlihatkan kepadaku. Aku melihat seorang nabi bersama satu golongan kecil, seorang nabi bersama satu atau dua orang, dan seorang nabi yang tidak mempunyai pengikut.” (Muttafaq ‘Alaih)

Allah Ta’ala kemudian mengarahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar setelah berdakwah secara optimal, janganlah sekali-kali menakar kesuksesannya melalui jumlah yang didapat. Allah Ta’ala sendiri telah berfirman,

ْنِﺈَﻓ اﻮُﺿَﺮْﻋَأ ﺎَﻤَﻓ

َكﺎَﻨْﻠَﺳ ْرَأ

ْﻢِﮭْﯿَﻠَﻋ ﺎًﻈﯿِﻔَﺣ

ْۖنِإ

َﻚْﯿَﻠَﻋ ﱠﻻِإ

ُغ َﻼَﺒْﻟا

“Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka.

Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah).” (QS. As-Syura’ :48).

Adapun terkait dengan hal hidayah, sesungguhnya itu semua adalah urusan Allah untuk memberikannya.

َﻚﱠﻧِإ يِﺪْﮭَﺗ َﻻ

ْﻦَﻣ

َﺖْﺒَﺒ ْﺣَأ ﱠﻦِﻜَٰﻟَو يِﺪْﮭَﯾَ ﱠﷲ

ْﻦَﻣ

ُءﺎَﺸَﯾ

َۚﻮُھَو

ُﻢَﻠْﻋَأ ﻦﯾِﺪَﺘْﮭُﻤْﻟﺎِﺑ

َ

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al Qashash: 56)

(8)

Barang siapa yang memahami kaidah ini secara baik, maka ia akan berdakwah tanpa beban, tidak merasa kecewa ataupun stress hanya dikarenakan dakwah yang siang malam ia lakukan berakhir dengan penolakan dan jumlah pengikut yang sedikit.

Para da’i pada hakekatnya adalah mereka yang memiliki hati-hati yang lembut, penuh cinta, perasa sehingga itu semua menjadi tenaga bagi mereka dalam menunaikan dakwah. Ia merasa sedih ketika melihat hamba Allah Ta’ala yang lebih memilih berada dalam kesesatannya, mengabaikan ajakan kebaikan yang selama ini ia serukan.

َﻚﱠﻠَﻌَﻠَﻓ

ٌﻊِﺧﺎَﺑ

َﻚَﺴْﻔَﻧ

ٰﻰَﻠَﻋ

ْﻢِھِرﺎَﺛآ

ْنِإ اﻮُﻨِﻣ ْﺆُﯾ ْﻢَﻟ اَﺬَٰﮭِﺑ

ِﺚﯾِﺪَﺤْﻟا ﺎًﻔَﺳَأ

“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, Sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).” (QS. Al Kahfi: 6)

Dengan kata lain, ayat ini menanyakan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah dengan kehancuran kaum yang tidak mau diajak beriman itu, telah membuatnya menjadi putus asa dan merasa kasihan karena pengingkaran mereka terhadap Al Quran?

Imam Qatadah, sebagaimana yang termaktub dalam Kitab Tafsir Ibn Katsir menjelaskan ayat ini: “Seolah-olah engkau ingin bunuh diri sebagai ekspresi kemarahan dan kesedihan terhadap perilaku mereka.” Sedangkan Mujahid mengatakan, sebuah kegelisahan, dan artinya tak jauh beda yakni jangan bersedih atas mereka, namun teruslah sampaikan risalah Allah Ta’ala ini, barang siapa yang mendapatkan hidayah maka itu untuk dirinya, dan barang siapa yang sesat sesungguhnya ia telah menyesatkan dirinya sendiri.

(9)

Dengan demikian, sesungguhnya Allah Ta’ala pun telah mencabut dosa bagi para da’i apabila orang yang mereka dakwahi tidak mendapat petunjuk dan merespon dakwah yang mereka lakukan, tentunya setelah mereka berusaha dengan penuh optimal, hal itu dikarenakan Allah Ta’ala tidak akan memberikan beban kepada seorang hamba melainkan sesuai dengan batas kemampuan yang telah Ia berikan.

Pada akhirnya kita sebagai pendakwah harus terus berjuang tanpa letih dengan harapan ridha Allah SWT. Karena menjadi pendakwah adalah kewajiban setiap muslim dan Allah pasti memberikan ujian sesuai kadar kemampuannya. Disamping itu melakukan dakwah harus menjadi sebuah kebiasaan bukan paksaan yang nantinya bukan menjadi beban, tapi menjadi ladang pahala untuk kita sendiri, terlebih lagi untuk kemaslahatan umat.

Referensi

Dokumen terkait

TANGGAPAN MAHASISWA JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI TERHADAP PENYEBARAN INFORMASI.. ISLAM RADIKAL

Peranan Sosial Keagamaan Syaikh Quro dalam Penyebaran agama Islam di Jawa Barat terutama dalam hal Sosial, ini dapat dilihat dari peran Syaikh Quro yang terus berusaha

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa biografi atau perjalanan hidup Kiai Haji Abdul Halim penuh dengan perjuangan, khususnya dalam penyebaran agama Islam dan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa biografi atau perjalanan hidup Kiai Haji Abdul Halim penuh dengan perjuangan, khususnya dalam penyebaran agama Islam dan

Skripsi dengan judul ”Jedor Sebagai Media Penyebaran Agama Islam Di Tulungagung” yang ditulis oleh Anita Widyasari, NIM. Rizqon Khamami, MA

Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri terdapat juru-juru dakwah yang menyebarkan Islam di lingkungannya, antara lain : Dato'ri Bandang menyebarkan agama Islam di

Pesantren Nurul Iman yang terletak di kota jambi telah berupaya dalam mewariskan adat istiadat, pembelajaran, serta penyebaran agama Islam di Provinsi Jambi itu terlihat dari bagaimana

Makalah membahas tentang hubungan agama Islam dengan