Secara sederhana, penulis menemukan bahwa permasalahan tersebut berpangkal pada konstruksi hukum penyelesaian tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang berorientasi kepada legal-positivistik. Perdamaian dalam melaksanakan restorative justice di tingkat penyidikan tindak pidana lalu lintas berdasarkan hukum progresif adalah tetap mengacu pada Pasal 235 dan Pasal 236 Undang-Undang Nomor 22 Tahun.
Pengertian, Asas dan Tujuan Lalu Lintas Angkutan Jalan
Yang dimaksud dengan ”asas akuntabel” adalah penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dapat dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan ”asas mandiri” adalah upaya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan melalui pengembangan dan pemberdayaan sumber daya nasional.
Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Menyampaikan informasi yang benar dan akurat tentang kelestarian lingkungan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Setiap pengendara yang melanggar rambu lalu lintas dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 287 ayat (1)).
Kesengajaan dan Kealpaan dalam Hukum Pidana a. Kesengajaan
Setiap pengendara yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp500 ribu (Pasal 287 ayat (5)). Setiap pengendara yang tak memiliki Surat Tanda Nomor Kendaraan atau STNK dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 288 ayat (1)).
Pengertian Kesengajaan
Whoever commits an act knowingly and willingly commits the act with imtemt”, menurut Crimineel Wetboek Nederland Tahun 1809 (Pasal 11) “sengaja” (opzet) itu adalah maksud untuk membuat sesuatu yang dilarang atau diperintahkan oleh Undang-undang. Definisi seperti itu adalah sesuai dengan pengertian “sengaja” menurut Hukum Adat Indonesia dan Hukum Pidana Anglo Saxon, termasuk Amerika Serikat.29.
Teori-Teori Kesengajaan a) Teori Kehendak (Wilstheorie)
Menurut teori bayangan (voorstellingstheorie) si pelaku ini dapat dikatakan melakukan tindak pidana pembunuhan dengan sengaja karena ia, pada waktu menembak, mempunyai bayangan atau gambaran dalam pikirannya bahwa orang yang ditembak itu akan meninggal dunia sebagai akibat tembakan itu, dan kemudian si pelaku menyesuaikan perbuatannya berupa menembak dengan akibat yang dibayangkan itu.35 3) Corak kesengajaan. Kesengajaan semacam ini ada apabila si pelaku dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delict, tetapi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu. Dengan demikian Pompe mencoba untuk mengadakan ukuran yang tampaknya sama dengan ukuran yang diperlukan untuk adanya hubungan kausal, di mana dikatakan bahwa yang menjadi musabab adalah syarat yang dapat diharapkan, dimengerti akan menimbulkan akibat yang dimaksud.
Corak kesengajaan ini dengan terang-terangan tidak disertai bayangan suatu kepastian akan terjadi akibat yang. Kalau hal ini terjadi, maka dapat dikatakan bahwa kalau perlu akibat yang terang tidak dikehendaki dan hanya mungkin akan terjadi itu, akan dipikul pertanggungjawabannya oleh si pelaku jika akibat kemudian toh terjadi.44.
Hubungan antara kesengajaan dengan sifat melawan hukum
Menurut Mexger sebagaimana disadur oleh Moeljatno,46 dalam teori inkauf nehmen (op den koop toe nemen) dinyatakan bahwa sesungguhnya akibat atau keadaan yang diketahui kemungkinan akan adanya, tidak disetujui. Tetapi meskipun demikian, untuk mencapai apa yang dimaksud, risiko akan timbulnya atau keadaan di samping maksudnya itupun diterima. Dengan demikian teori ini dinamakan inkauf nehmen yang oleh Moeljatno diterjemahkan dengan “teori apa boleh buat”, sebab kalau risiko yang telah diketahui kemungkinan akan adanya ito sungguh-sungguh timbul (di samping yang dimaksud), apa boleh buat, dia juga berani memikul risikonya.
Artinya, bahwa ada persoalan apakah dalam suatu tindak pidana si pelaku harus tahu bahwa perbuatannya dilarang oleh hukum pidana. Di samping pasal semacam ini, ada Pasal 333 KUHP yang melarang orang merampas kemerdekaan orang opzettelijk wederrechtelijk, jadi tanpa kata en.
Pengertian kealpaan
Ini ternyata dari perbuatannya, dia alpa, lalai, teledor dalam melakukan perbuatan tersebut, sebab jika dia cukup mengindahkan adanya larangan waktu melakukan perbuatan yang secara obyektif kausal menimbulkan hal yang dilarang dia tentu tidak lupa atau kurang berhati-hati agar jangan sampai mengakibatkan hal yang dilarang tadi. Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari pada kesengajaan, akan tetapi bukannya kesengajaan yang ringan.50. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kesalahan yang berbentuk kesengajaan dan yang berbentuk kealpaan itu adalah soal gradasi.
Dalam kesengajaan sikap batin orang menentang larangan, dalam kealpaan, kurang mengindahkan larangan sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan suatu perbuatan yang obyektif kausal menimbulkan yang dilarang.51. Dolus adalah bentuk kesalahan yang berat, sedangkan culpa yaitu kealpaan atau kelalaian adalah bentuk kesalahan yang lebih ringan.52.
Menetapkan adanya kealpaan pada seseorang
Hakimlah yang harus menilai sesuatu perbuatan in concreto dengan ukuran norma penghati-hati atau penduga-duga, seraya memperhitungkan di dalamnya segala keadaan dan keadaan pribadi si pembuat. Untuk menentukan kekurangan penghati-hati dari si pembuat dapat digunakan ukuran apakah ia “ada kewajiban untuk berbuat lain”. Kewajiban ini dapat diambil dari ketentuan undang-undang atau dari luar undang-undang, ialah dengan memperhatikan segala keadaan apakah yang seharusnya dilakukan olehnya.
Di luar undang-undang pun ada aturan-aturan, ialah berupa kebiasaan atau kepatutan dalam pergaulan hidup masyarakat yang harus diindahkan oleh seseorang. Ia menyatakan antara lain, bahwa culpa tidak mesti meliputi dapat dicelanya si pembuat, namun culpa menunjukkan kepada tidak patutnya perbuatan itu dan jika perbuatan itu tidak bersifat melawan hukum, maka tidaklah mungkin perbuatan itu perbuatan yang abnormal, jadi tidak mungkin ada culpa.55.
Kealpaan yang disadari dan kealpaan yang tidak disadari (bewuste schuld dan onbewuste schuld)
Pada delik culpoos kesadaran si pembuat tidak berjalan secara tepat, dan apabila akibatnya berupa hal yang tidak dikehendaki oleh pembentuk Undang-undang, maka akan terjadi apa yang disebut kealpaan yang disadari dan kealpaan yang tidak disadari.56. Di sini si pembuat dapat menyadari tentang apa yang dilakukan beserta akibatnya, akan tetapi ia percaya dan mengharap-harap bahwa akibatnya tidak akan terjadi.57 Menurut Moeljatno, pada kealpaan yang disadari di sini terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandangan itu kemudian ternyata tidak benar, kemungkinan itu diinsyafi tetapi tidak berlaku padanya, dalam hal ini, kekeliruan terletak pada salah pikir atau pandang, yang seharusnya disingkiri.58. Dalam hal ini si pembuat melakukan sesuatu yang tidak menyadari kemungkinan akan timbulnya suatu akibat, padahal seharusnya ia dapat menduga sebelumnya.59 Menurut Moeljatno, pada kealpaan yang tidak disadari di.
Menurut Van Hattum sebagaimana disadur oleh Sudarto, menyatakan bahwa tidak ada arti praktis, perbedaan itu bukanlah berarti bahwa kealpaan yang disadari itu sifatnya lebih berat dari pada kealpaan yang tidak disadari.61Kerapkali justru karena tanpa berpikir akan kemungkinan timbulnya akibat malah terjadi akibat yang sangat berat. Kealpaan yang disadari adalah suatu sebutan yang mudah untuk bagian kesadaran kemungkinan (yang ada pada pembuat), yang tidak merupakan dolus eventualis.
Pertanggungjawaban pidana terhadap akibat yang timbul tidak dengan sengaja
Menurut Barda Nawawi Arief, 63 bahwa akibat-akibat yang timbul tidak dengan sengaja biasanya dirumuskan dalam delik-delik yang dikualifikasikan atau diperberat oleh akibatnya (erfolgsqualifizierte delikte atau crime aggravated by the result). Secara doktriner, pertanggungjawaban terhadap akibat- akibat (yang timbul) tidak dengan sengaja itu didasarkan pada ajaran erfolgshaftung. Menurut ajaran ini, seseorang dapat dipertanggungjawabkan terhadap akibat yang timbul tanpa diperlukan adanya hubungan sikap batin jahat (dolus/culpa) si pembuat terhadap akibat itu, asal secara obyektif akibat itu benar-benar telah terjadi sebagai akibat dari perbuatannya.
KUHP yang berlaku saat ini tidak mengatur dan menegaskan dianutnya ajaran erfolgshaftung (yang murni) itu. Jadi pertanggungjawaban terhadap akibat yang tidak dikehendaki atau tidak disengaja itu hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan adanya kealpaan).
Kesalahan Dalam Hukum Pidana
Dapat dikatakan tindak pidana itu tidak terbukti, jika suatu tindak pidana yang dilakukan terdakwa dipandang tidak bersifat melawan hukum. Untuk dapat dikatakan seseorang mempunyai kesalahan, maka sebelumnya yang bersangkutan telah terbukti melakukan tindak pidana yang bersifat melawan hukum. Lebih jauh lagi, pertanggungjawaban pidana itu baru dapat dipikirkan setelah terdakwa terbukti melakukan tindak pidana yang bersifat melawan hukum.
Dengan demikian, baru dapat dipikirkan tentang adanya kesalahan terdakwa, jika yang bersangkutan telah terbukti melakukan tindak pidana yang bersifat melawan hukum. Dengan kata lain, kesalahan pembuat yang dipertanggungjawabkannya itu, juga ditujukan kepada timbulnya tindak pidana yang bersifat melawan hukum.
BEBERAPA TEORI TENTANG PERDAMAIAN DALAM HUKUM PIDANA
Perspektif hukum Islam tentang Kisas dan Diat a) Pengertian Kisas dan Diat
Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”. Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa”. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang- orang yang zalim”.
Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar”. Secara umum, harapan orang-orang representative bergantung pada distribusi hak dan kewajiban di seluruh struktur dasar.
Teori Penegakan Hukum
Ada kalanya undang-undang itu tidak lengkap dan ada kalanya undang-undang itu tidak jelas. Teori ini meyakini bahwa proses “via negara” dalam legislasi tidak semata-mata dibawa dan dikawal oleh pemegang kekuasaan dalam badan legislatif, tetapi banyak dipengaruhi oleh pengetahuan, peran, kepentingan, dan tafsir-tafsir yang mengerubuti badan legislatif ataupun aktor-aktornya, untuk dipilah-pilah mana yang didorong “via negara” dan mana yang tidak. Era ini, dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang telah diperbarui dengan.
Menurut Satjipto Rahardjo penegakan hukum progresif adalah menjalankan hukum tidak hanya sekedar kata-kata hitam- putih dari peraturan (according to the letter), melainkan menurut. Pemikiran hukum progresif menolak segala anggapan bahwa institusi hukum sebagai institusi yang final dan mutlak, sebaliknya hukum progresif percaya bahwa institusi hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi (law as a process, law in the making). Akibatnya hal ini akan mempengaruhi pada cara berhukum kita, yang tidak akan sekedar terjebak dalam ritme “kepastian hukum”,status quo dan hukum sebagai skema yang final, melainkan suatu kehidupan hukum yang selalu mengalir dan dinamis baik itu melalui perubahan undang-undang maupun pada kultur hukumnya.
Pemikiran hukum progresif menempatkan diri sebagai kekuatan “pembebasan” yaitu membebaskan diri dari tipe, cara berpikir, asas dan teori hukum yang legalistik- positivistik.
PELAKSANAAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN TINDAK PIDANA LALU LINTAS
Restorative Justice/Mediasi Penal dan Penerapannya (Secara Umum) di Indonesia
Dalam arti, penegak hukum bertanggung jawab untuk menegakkan restorative justice agar korban dan/atau keluarganya terayomi oleh hukum, masyarakat stakeholder terpulihkan dari luka (bathin) akibat kejahatan dan pelaku kejahatan disadarkan atas perbuatannya agar tidak melakukan kembali dan meminta maaf kepada korban dan/atau keluarganya sehingga dapat meredakan rasa bersalah. Konsep pendekatan Restorative Justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana dan korban. Restorative Justice menghendaki adanya partisipasi langsung pelaku, korban, dan masyarakat secara aktif dalam penyelesaian suatu tindak pidana, di sini kepentingan korban sama pentingnya dengan upaya membuat pelaku menjadi jera sehingga diharapkan kehidupan sosial masyarakat dapat pulih kembali.
Perwujudan konsep penegakan hukum pidana berbasis Restorative Justice ialah metode mediasi penal (mediation in criminal cases) yang dilakukan melalui diskresi (discretion) aparat penegak hukum. Restorative Justice lebih berorientasi pada kualitas proses daripada hasil yaitu menyadarkan pelaku tindak pidana akan.