• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untitled

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Untitled"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

(2)

1

EFFORTS REHABILITATION MANGROVE FORESTS IN THE VILLAGE BAY BETUNG DISTRICTS OF BATANG KAPAS PESISIR SELATAN, 2015

By :

Yulbis Erianti Mantri Yeni*Erna Juita **Rozana Eka Putri **

Email: prodipendidikangeostkippgri@yahoo.co.id

Geography Education College Student of STKIP PGRI Western Sumatra*

Geography Education Lecturers of STKIP PGRI Western Sumatra**

ABSTRACT

This research by the rehabilitation of mangrove forests in the village bay Betung district of Batang Kapas Pesisir Selatan. This study aims to find data or information and analyze the data in depth about the rehabilitation of mangrove forests, to find out what the problem in the

rehabilitation of mangrove forest in the village bay Betung district Batang Kapas Pesisir Selatan . This type of qualitative research using purposive sampling technique. Further data were collected through interview, observation and documentation study, after the data were obtained, the data were analyzed through imaging techniques words.

Results of this study conclude that efforts to rehabilitate mangrove forests that Mangrove Forest Rehabilitation Efforts in village bay Betung district of Batang Kapas Kabupaten Pesisir Selatan. First, the problems in the rehabilitation of mangrove forests, lack of public awareness in preserving mangrove forests, lack of public knowledge about the mangrove forests and the lack of outreach to the community about managing mangrove forests. Secondly, a follow-up community in the rehabilitation of mangrove forests: 1) re-planting of mangrove forests around the Gulf Betung. 2.) communities around the Gulf coast Betung must maintain stability by preserving mangrove forests and planting. 3.) sanction betung bay community, for breaking the rules should be reported to the authorities. 4.) providing information to the public, the public can be seen Telok Betong when there used to be forest farmer groups formed by village trustees, the aim of managing mangrove forests as well, but once established groups are not running smoothly.

Keywords : Efforts, rehabilitation mangrove forests

PENDAHULUAN

Alam semesta yang telah diciptakan oleh Allah secara baik dan sempurna tidak berlalu dengan sia-sia dan kemudian musnah. Allah menghendaki agar melalui manusia, semua yang ada di bumi dan di alam ini terpelihara dan berkembang biak dengan baik. Oleh sebab itu, manusia harus mampu melakukan pengolahan, pengaturan dan pemeliharaan atas semua yang dianugerahkan.

Allah menghendaki agar tercipta kehidupan alam yang teratur, tertib dan selaras melalui tangan-tangan manusia di muka bumi. Salah satu lingkungan alam yang perlu dipelihara adalah lingkungan pantai yang sangat membutuhkan pengolahan, pengaturan dan pemeliharaan agar tehindar dari berbagai ancaman terutama ancaman abrasi (pengikisan) pantai.

Hutan mangrove sering kali disebut hutan bakau. Bakau sebenarnya hanya salah satu spesies tumbuhan yang menyusun hutan mangrove, yaitu spesies

Rhizophora sp yang merupakan spesies yang mendominasi hutan mangrove. Meskipun demikian penggunaan istilah hutan bakau untuk menggambarkan hutan mangrove kurang tepat karena dalam kawasan hutan mangrove terdapat beberapa spesies yang berasosiasi di dalamnya.

Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan, hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan . (Martin.

2007).

Hal ini disebabkan adanya kegiatan manusia yang berpengaruh terhadap ekosistem mangrove. Ada tiga faktor utama penyebab kerusakan magrove, yaitu: (1) pencemaran, (2) konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan dan (3) penebangan yang berlebihan (Kusmana dalam Zaitunah.

2005).

1

(3)

2 Menurut Ezwardi (2009), pertumbuhan penduduk di Indonesia yang sangat tinggi mengakibatkan ancaman terhadap hutan semakin meningkat termasuk hutan mangrove. Saat ini luas hutan mangrove telah mengalami degradasi karena berbagai sebab dan permasalahan yang dihadapinya. Hal tersebut dapat menjadi ancaman bagi hutan mangrove untuk masa depan.

Sumatera Barat yang terletak di pantai Barat Sumatera, berhadapan langsung dengan Samudera Hindia memiliki sumber daya alam pesisir pantai yang luas yang memerlukan pengelolaan yang baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu sumber daya pantai itu adalah hutan mangrove. Mangrove berasal dari bahasa Melayu yaitu manggi- manggi. Manggi-manggi merupakan nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizophoraspp.). Nama mangrove diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di pantai atau muara sungai yang menyesuaikan diripada keadaan asin.

Kadang-kadang kata mangrove juga berarti suatu komunitas mangrove (Romimohtarto, 2001).

Potensi mangrove di Sumatera Barat berdasarkan luas dan distribusinya tersebar pada daerah tertentu saja. Luas mangrove ± 34.981,53 Ha yang tersebar pada tujuh daerah yang mempunyai kawasan pesisir.

Menurut (Cahyo, 2007) hutan mangrove mempunyai tiga fungsi utama bagi kelestarian sumber daya, yakni : (1) fungsi fisik, hutan magrove secara fisik menjaga dan menstabilkan garis pantai serta tepian sungai, pelindung terhadap hempasan gelombang dan arus mempercepat pembentukan lahan baru. (2) fungsi biologi, sebagai tempat asuhan, tempat mencari makanan, tempat berkembang biak berbagai jenis ikan, burung, biawak, ular, sebagai tempat tumbuhan epifit dan parasit seperti anggrek, pakis, dan tumbuhan lainnya dan berbagai kehidupan.

Menurut (Kelley, 2007) syarat tumbuh hutan mangrove: (1). Lingkungan yang agak ekstrim (2). Berlumpur (3). Dan selalu tergenang air laut yaitu di daerah yang berbeda dalam jangkauan pasang surut seperti di daerah delta , muara sungai, atau sungai pasang yang berlumpur. Sedangkan di pantai berpasir dan berbatu. Hutan ini

tumbuhnya tidak akan baik begitu juga arusnya yang kuat, misalnya karena sering dilewati manusia dengan kapal motor akan dapat menghancurkan hutan mangrove.

Pentingnya rehabilitasi hutan mangrove dalam menunjang ekonomi masyarakat pesisir dewasa ini menjadi sebuah perhatian khusus. Hal tersebut dikarenakan oleh fungsi dan peran hutan mangrove yang beraneka ragam antara lain sebagai tempat pengembangbiakan ikan dan udang serta pelindung dan pengamanan pantai. Vegetasi ini berperan begitu besar dalam menjaga keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem pantai dan pesisir (Dinas Kelautan Dan Perikanan, 2014).

Sayangnya, hutan mangrove dibabat habis, baik untuk pemukiman, pertambakan (budi daya tambak), pengambilan kayu, dan lainnya. Jika suatu waktu, tsunami meluluhlantakan pemukiman yang dibangun dengan membabat habis magrove, karena sumber masalahnya berada di tangan manusia. Mangrove juga merupakan mata rantai penting dalam pemeliharaan keseimbangan siklus biologi di suatu perairan.

Berdasarkan hasil observasi 14 januari 2015 di kantor dinas kelautan dan perikanan maka penulis mendapatkan data.

Tabel 1.1 Daerah sebaran mangrove di Sumatera Barat

No Daerah Sebaran Luas (Ha) 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Kabupaten Pesisir Selatan

Kabupaten Padang Kabupaten Padang Pariaman

Kota Pariaman Kabupaten Agam Kabupaten Pasaman Barat

Kabupaten

Kepulauan Mentawai

2.364,25

1.250,15 139, 5

18,2 313,5 6.276 ,5 24.619,43

Jumlah 34.981, 53

Data: Dinas Kelautan Dan Perikanan , 2013 Berkurangnya potensi hutan mangrove di kampung teluk betung ini sangat dirasakan oleh masyarakat setempat karena pendapatan mereka semakin berkurang. Teluk Betung juga sering dilanda abrasi pantai yang menghabiskan puluhan rumah penduduk. Untuk itu sangat perlu sekali pembenahan dan pengelolaan hutan

(4)

3 mangrove agar terjadi keseimbangan lingkungan.

Berkurangnya mangrove di Pesisir pantai Kecamatan Teluk Betung dikarenakan oleh konservasi lahan pada beberapa daerah dari hutan mangrove menjadi daerah pertanian & pemukiman penduduk. Hal tersebut berpengaruh pada produksi perikanan, terbukti dari menurunnya beberapa jenis produksi perikanan yang dikembangkan dengan magrove sebagai fasilitas perkembangbiakan.

Berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti yang akan dituangkan dalam judul “Upaya Rehabilitasi Hutan Mangrove di Kampung Teluk Betung Kecamatan Batang Kapas Kabupaten Pesisir Selatan”.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian kualitatif meru Penelitian ini di kategorikan kedalam jenis penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. Secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2010).

kualitatif. Menurut Sugiyono (2009), metode penelitian kualitatif sering disebut metode naturalistik karena penelitian dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural).

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tenteng apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,dll. Secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2010).

Metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perlaku atau tindakan yang dapat di amati, pendekatan ini diarahkan pada arah individu secara utuh,

Berdasarkan langka-langkah yang dilakukan maka penelitian ini digolongkan dalam penelitian kualitatif yaitu berusaha mengungkapkan serta menggambarkan tentang upaya rehabilitas hutan magrove di teluk betung kecamatan pesisir selatan kapubapen pesisir selatan.pakan prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau tulisan dan perilaku yang diamati dari orang-orang (subjek penelitian). Pendekatan ini langsung menunjukkan setting dan individu-individu tidak dipersempit menjadi variabel yang dipisahkan , melainkan dipandang sebagai bagian dari keseluruhan, Maleong (2010 : 8).

Penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya beinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia di sekitarnya.

Hasil Penelitian

pertama, Masalah rehabilitasi hutan mangrove, Kurangnya kesadaran masyarakat dalam melestarikan hutan mangrove, dapat dilihat masyarakat Teluk Betung kurangnya kesadaran masyarakat akan adanya hutan mangrove dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hutan mangrove tersebut.

(Ahmad Suryono, 2008) ada yang hidup dan dimakan oleh binatang dan pemerintah tidak langsung membantu bekerjasama dengan masyarakat untuk menanamnya, dan masyarakat sekitar tidak ada keseriusan untuk menanam bibit mangrove dan kerjasama antar pemerintah dengan masyarakat kurang.

(Rahmawati, 2006) menyatakan bahwa dapat menyelamatkan sumber penghidupan masyarakat pesisir. Pemerintah daerah harus memberikan penyuluhan kepada masyarakat di sekitar hutan mangrove cara mengelola hutan mangrove secara baik. Pelestarian hutan mangrove merupakan suatu keharusan yang perlu segera dilaksanakan. Apabila tidak, maka kekayaan keanekaragaman hayati yang terkandung didalamnya akan musnah dan keseimbangan alam akan terganggu.

Kedua, tindak lanjut masyarakat dalam rehabilitasi hutan mangrove di Kampung Teluk Betung dapat lihat sebagai berikut : a.

Penanaman hutan mangrove sangat perlu dilakukan di kampung Teluk Betung, dengan adanya hutan mangrove mencegah terjadinya hempasan ombak yang besar dan mencegah terjadinya tsunami dan sebagai tempat berlindung ikan. . Setiawan (1999) menjelaskan tiga sistem penanaman yang tergantung pada karakteristik tanaman dan tujuan

(5)

4 penanaman. Sistem itu adalah (a).

penanaman pada teras, (b). Penanaman dengan sistem jarak 5 x 5 m yang bertujuan untuk perlindungan dari air, dan (c).penanaman dengan sistem jalur penyengkat yang bertujuan untuk menyiapkan suatu prakondisi bagi pengembangan usaha pertanian dan perkebunan. Untuk penanaman hutan magrove di pakai sistem jarak.

Menurut Sugiarto dan Ekariyono (2003) dalam kegiatan penanaman, harus diperhatikan waktu, jarak tanam, ukuran lubang.Penanaman sebaiknya pada sore hari karena cahaya matahari tidak terlalu panas,lubang tanam berukuran (50x50x50)cm. Pada tanaman diberi ajir/tongkat yang diikat kuat pada batang pohon agar bibit tidak berpindah bila terkena ombak. b. Masyarakat di sekitar Teluk Betung harus menjaga kestabilan pantai dengan cara melestarikan hutan mangrove dan melakukan penanaman bibit mangrove di sekitar pantai.

(Ahmad Suryono, 2008) mengatakan bahwa, secara fisik hutan mangrove menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut serta sebagai penangkap zat-zat pencemar dan limbah, mempercepat perluasan lahan, melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan dan gelombang serta angin kencang, mencegah terjadinya instrusi garam (salt intrution). c. Memberikan sanksi kepada masyarakat Teluk Betung, bagi yang melanggar aturan, tetapi tidak sekedar teguran saja, harus dilaporkan kepada pihak yang berwajib.

(Cahyo Saparinto, 2007) mengatakan bahwa bagi masyarakat yang melakukan pelanggaran dalam pengelolaan atau melakukan perusakan harus dikenai hukuman sesuai aturan perundangan dan/atau mendapatkan sanksi sosial dari masyarakat setempat. Seperti sanksi adat masyarakat setempat. Seperti sanksi adat masyarakat Nusa Tenggara Barat ysng terkenal dengan ‘awing-awing’ yaitu masyarakat yang mencabut tanaman mangrove satu batang pohon dikenal hukuman untuk menanam mangrove sebnayak 1000 batang. d. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat, dapat dilihat masyarakat Teluk Betung pada waktu

dulu ada dibentuk kelompok tani hutan oleh wali nagari, tujuan untuk mengelola hutan mangrove secara baik, tetapi setelah dibentuk kelompok tidak berjalan dengan lancar.

(Cahyo Saparinto, 2007) menyatakan bahwa harus memberikan penyuluhan tentang hutan mangove, pemerdayaan yang lebih tepat yaitu dengan membentuk kelompok pada masyarakat nelayan dan pembudidaya. Untuk mencapai keberhasilan tentu kegiatan yang diterapkan minimal memenuhi kriteria : a). penerapan teknologi yang melibatkan para nelayan dan petambak. b). perlu kepastian adanya pasar untuk produknya. Kegiatan tersebut tentunya juga harus bermanfaat secara langsung bagi masyarakat tersebut

PENUTUP A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian upaya rehabilitasi hutan mangrove di Kampung Teluk Betung dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Masalah dalam rehabilitasi hutan mangrove, kurangnya kesadaran masyarakat dalam melestarikan hutan mangrove , kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hutan mangrove tersebut dan kurangnya penyuluhan kepada masyarakat tentang mengelola hutan mangrove.

2. Tindak lanjut masyarakat dalam rehabilitasi hutan mangrove

a. Penanaman hutan mangrove kembali di sekitar Teluk Betung.

b. Masyarakat di sekitar Teluk Betung harus menjaga kestabilan pantai dengan cara melestarikan hutan mangrove dan melakukan penanaman.

c. Memberikan sanksi kepada masyarakat Teluk Betung, bagi yang melanggar aturan, tetapi tidak sekedar teguran saja, harus dilaporkan kepada pihak yang berwajib.

d. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat, dapat dilihat masyarakat Teluk Betung pada waktu dulu ada dibentuk kelompok tani hutan oleh wali

(6)

5 nagari, tujuan untuk mengelola hutan mangrove secara baik, tetapi setelah dibentuk kelompok tidak berjalan dengan lancar.

B. Saran

Adapun saran yang penulis kemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Diharapkan kepada masyarakat untuk selalu menjaga dan melestarikan dan melakukan penanaman hutan mangrove dan diharapkan kepada masyarakat untuk tidak menyalahgunakan hutan mangrove seperti penebangan hutan.

2. Disarankan kepada instansi terkait untuk selalu memberi pengawasan tentang rehabilitasi hutan mangrove 3. Diharapkan kepada masyarakat

untuk melestarikan keberadaan hutan mangrove, dan rasa kepedulian masyarakat sangat diperlukan dalam menjaga hutan mangrove.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Arifin. 2001. Hutan dan Kehutanan.

Yogyakarta. Kanisius

Arief, Arifin. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya . Yogyakarta.

Kanisius

Bengen, Dietriech G, 2004. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove, Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan Ipb, Bogor

http :// www. Mongobay, co.id /2014 /10/23/

pembabatan - Hutan - Mangrove - Marak -

Berbagai – Daerah Irwan, Zoer’aini Djamal. 1997. Ekosistem

Komunitas dan Lingkungan Bumi Aksara. Jakarta

Kamal, E. Japar Sidik Bujang, Rahman, M.

dan Tamin, R. 1998. Potensi

dan pengelolaan mangrove di Sumatera Barat

Kamal, dkk. 2005. mangrove sumatera barat. Bung Hatta Press. Padang

Kordi, Gufran. 2012. ekosistem mangrove.

Rineta Cipta. Jakarta

Kelley, A. Martin. 2007. Hutan Mangrove Yang Menakjubkan.

Yogyakarta. Mangrove Actionprojeck Indonesia

M.S, Wibisono. 2011. Pengantar Ilmu Kelautan. Universitas Indonesia . Jakarta

Saparinto, Cahyo. 2007. Pendayagunaan ekosistem mangrove.

Semarang. Daharprise

Soemarwoto, Otto. 1989. Ekologi Lingkungan Hidup Dan Pembangunan . Djambatan . Jakarta

Sugiyono, 2009. metode penelitian kualitatif. Bandung : alfa beta

Suryono, Ahmad. 2008 . Sukses Usaha Pembibitan mangrove Sang Penyelamat Pulau . Pustaka Baru Press. Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Deskriptif Kualitatif adalah penelitian yang data-datanya berupa kata-kata bukan angka-angka, yang berasal dari wawancara, catatan laporan, dokumen dll atau penelitian yang di dalamnya