• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB "

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha mikro dan kecil yang selanjutnya disebut UMK, merupakan salah satu pelaku kunci proses pembangunan nasional, dengan jenis usaha yang tergolong marginal karena penggunaan teknologi yang relatif sederhana, tingkat modal dan akses terhadap kredit yang relatif rendah, serta cenderung berorientasi pada pasar lokal. Namun demikian, UMK telah terbukti mampu hidup dan berkembang di masa krisis melanda Indonesia. Saat krisis ekonomi terjadi di Indonesia sejak tahun 1997, banyak usaha berskala besar yang mengalami pemberhentian aktivitas usaha, namun UMK lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Terbukti dari serapan tenaga kerja UMK antara kurun waktu sebelum krisis dan ketika krisis berlangsung tidak banyak berubah, dan pengaruh negatif krisis terhadap pertumbuhan jumlah UMK lebih rendah dibanding usaha menengah dan besar.

Bahkan, UMK mampu menjadi penggerak perekonomian daerah dalam penciptaan lapangan kerja dan usaha baru. UMK telah berperan sebagai buffer dan katup pengaman (savety valve) dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyediakan alternatif lapangan pekerjaan bagi para pekerja sektor formal yang terkena dampak krisis (Lembaga Peneliti Semeru, 2003).

Jumlah Usaha Mikro dan Kecil selama periode 1997-2005 masih sangat dominan dalam struktur ekonomi nasional dan bahkan setiap tahunnya mencapai 99 persen dari keseluruhan jumlah unit usaha di Indonesia, sementara jumlah usaha besar hanya kurang dari satu persen. Pada tahun 2008, dari jumlah total usaha (dalam ribuan) yaitu sebanyak 51.257, usaha mikro masih mendominasi

(2)

2

yaitu sebesar 50.339 (98,20%), usaha kecil sebesar 512,61 (1,00%), usaha menengah sebesar 404,96 (0,79%), dan usaha besar sebesar 4,4 (0,01%) (Siregar, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa begitu besarnya peran UMK dalam menggerakkan perekonomian nasional yang merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar rakyat Indonesia.

Terkait dengan usaha mikro, pengembangan kelompok usaha ini secara riil strategis karena dilihat beberapa alasan yaitu: (1) mereka telah mempunyai kegiatan ekonomi produktif sehingga kebutuhannya adalah pengembangan dan peningkatan kapasitas produksi sehingga lebih mudah dan pasti; (2) apabila diberdayakan secara tepat, kelompok usaha mikro akan secara mudah berpindah menjadi sektor usaha kecil; (3) mengurangi kemiskinan yang diderita oleh mereka sendiri, maupun membantu pemberdayaan rakyat kategori fakir miskin, serta usia lanjut dan muda secara efektif. Permasalahan yang selalu muncul dalam rangka pemberdayaan UMK salah satunya adalah masalah permodalan. Bagi pengusaha mikro, persoalan permodalan ternyata merupakan masalah yang utama (Ismawan 2003). Untuk mengembangkan suatu unit usaha permodalan merupakan faktor yang sangat penting. Masalah permodalan umummya disebabkan karena UMK merupakan usaha perseorangan yang mengandalkan modal sendiri dengan jumlah yang terbatas dan keterbatasan akses ke sumber-sumber permodalan, terutama akses ke lembaga keuangan formal seperti bank. Hal tersebut berkaitan dengan persyaratan pinjamannya seperti jumlah jaminan yang tidak mudah dipenuhi oleh umumnya UMK, meskipun usahanya layak. Keadaan demikian menyulitkan bagi UMK untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk- produk yang bersaing.

(3)

3

Salah satu persyaratan untuk peningkatan akses permodalan secara maksimal pada perbankan adalah tersedianya jaminan (collateral). Menurut De Soto, ekonom dari Peru, modal dapat diperoleh melalui peningkatan kepemilikan informal menjadi formal sehingga tersedia jaminan atas kredit. Tanah yang menjadi kekayaan (asset) pengusaha mikro dan kecil dapat dijadikan sebagai jaminan untuk meningkatkan akses permodalan pada perbankan, namun tanah UMK yang belum bersertipikat tidak dapat dijadikan collateral sehingga kredit usaha yang dapat diberikan kepada pengusaha kecil dan mikro yang kekayaannya (asset) berupa tanah belum bersertipikat, belum maksimal. Dalam upaya pengembangan UMK melalui pemanfaatan asset UMK berupa tanah, Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menyelenggarakan Program Pemberdayaan Pengusaha Mikro dan Kecil (PMK) melalui Kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah, yaitu kegiatan sertipikasi terhadap tanah UMK yang belum bersertipikat. Dengan telah bersertipikat, tanah yang merupakan asset UMK menjadi bankable atau dapat dijadikan jaminan untuk mendapatkan kredit / modal usaha dari perbankan.

Program pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil melalui kegiatan sertipikasi hak atas tanah dilaksanakan dalam kerangka (frame) peningkatan aksesabilitas usaha mikro dan kecil terhadap kredit perbankan, untuk memperoleh dan memperbesar kredit usahanya. Status hukum tanah UMK yang telah meningkat menjadi sertipikat hak milik (SHM) dapat mewujudkan kemampuan penjaminan diri sendiri dan sekaligus membuka akses terhadap kredit perbankan.

Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) melalui Kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah Untuk Peningkatan Akses Permodalan, pertama kali dilaksanakan Badan Pertanahan Nasional bekerjasama dengan Kementerian

(4)

4

Negara koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah pada tahun 2003. Setiap tahun Program tersebut dilaksanakan hingga pada tahun 2007 Presiden mengeluarkan Inpres No. 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yang menginstruksikan kepada para Menteri, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Gubernur, dan Bupati/ Walikota untuk mensukseskan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Inpres tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan diadakannya Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Dalam Negeri, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI, pada tanggal 31 Juli 2007 yang tertuang dalam Surat Kesepakatan Bersama nomor: 01/SKB/MKUKM/VII/2007, 570.351 tahun 2007, dan 5-SKB-BPN RI – 2007 tentang Percepatan Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil melalui Kegiatan Sertipikasi Hak atas Tanah. Kesepakatan bersama tersebut ditindaklanjuti kembali dengan ditetapkannya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil Melalui Kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah Untuk Peningkatan Akses Permodalan.

Dalam Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2008, tujuan dilaksanakannya Program adalah memberikan kepastian hukum hak atas tanah Usaha Mikro dan Kecil untuk meningkatkan akses permodalan berupa peningkatan kemampuan jaminan kredit/ pembiayaan pada perbankan atau koperasi, dalam rangka pengembangan usaha. Sedangkan sasaran Program adalah Usaha Mikro dan Kecil calon dan/atau debitur Bank atau Koperasi yang membutuhkan

(5)

5

tambahan plafon kredit/ pembiayaan yang secara teknis dinyatakan layak (feasible) akan tetapi jaminan hak atas tanahnya belum bersertipikat.

Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) melalui Kegiatan Sertipikasi Hak atas Tanah tahun 2008 dilaksanakan dengan target sesuai DIPA BPN yaitu sebanyak 30.000 bidang di 23 provinsi, dan telah terealisasi sertipikat tanah sebanyak 26.551 bidang atau 88,50%. Tahun 2009, kegiatan sertipikasi hak atas tanah UMK dilaksanakan dengan target sesuai DIPA BPN sebanyak 47.500 bidang di 25 provinsi, dan telah terealisasi sertipikat tanah sebanyak 38.392 bidang atau 80,83% (Sumber: BPN RI, Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan, 2009). Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang melaksanakan Program Pemberdayaan UMK melalui Kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah. Berdasarkan data dari BPN RI Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan mengenai Laporan Perkembangan Pelaksanaan Program Pemberdayaan UMK melalui Kegiatan Persertipikatan Hak Atas Tanah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2008 (keadaan: Desember 2008), menunjukkan bahwa dari target pensertipikatan tanah di Provinsi Jawa Barat sebanyak 1.050 bidang, telah diselesaikan sertipikat tanah sebanyak 1.042 bidang atau 99,24%.

Depok adalah salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang melaksanakan Program Pemberdayaan UMK melalui Kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah tersebut.

Penyelesaian sertipikat tanah UMK tahun 2008 di Kota Depok oleh Kantor Pertanahan Kota Depok berdasarkan Daftar Tanda Terima Sertipikat Tanah Program Pemberdayaan UMK Kantor Pertanahan Kota Depok Tahun Anggaran 2008, telah mencapai 100% atau telah diterbitkan sertipikat hak atas tanah sesuai target yang telah ditetapkan yaitu sebanyak 100 sertipikat (bidang). Penyelesaian

(6)

6

sertipikat tanah di Kota Depok yang telah mencapai 100% tersebut diharapkan berbanding lurus dengan perkembangan UMK atau tercapai tujuan pelaksanaan Program Pensertipikatan Tanah UMK yaitu pengembangan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) secara signifikan. Namun demikian, berdasarkan pengamatan terhadap data yang diperoleh dari Kantor Pertanahan Kota Depok tersebut, terdapat indikasi bahwa sebagian Pengusaha Mikro dan Kecil (PMK) masih enggan memanfaatkan sertipikat tanahnya sebagai jaminan untuk memperoleh kredit / permodalan dari perbankan dalam rangka pengembangan usahanya, sebagaimana tujuan dilaksanakannya Program.

Dengan demikian menjadi penting dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi PMK menggunakan / memanfaatkan sertipikat tanahnya sebagai jaminan pada Perbankan untuk memperoleh kredit/ modal usaha;

serta mengetahui sejauhmana dampak Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) melalui Kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah yang bertujuan meningkatkan akses permodalan, terhadap perkembangan UMK di Kota Depok.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam beberapa pertanyaan berikut:

a. Apakah yang menjadi motivasi Pengusaha Mikro dan Kecil (PMK) menjadi peserta Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) melalui Kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah ?

b. Bagaimana pemanfaatan sertipikat tanah Pengusaha Mikro dan Kecil (PMK) yang telah diperoleh dari pelaksanaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) melalui Kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah ?

(7)

7

c. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemanfaatan sertipikat tanah sebagai jaminan kredit perbankan oleh PMK Peserta Program ?

d. Sejauhmana dampak pelaksanaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) melalui Kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah yang bertujuan untuk peningkatan akses permodalan, terhadap perkembangan usaha mikro dan kecil (UMK) di Kota Depok ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab masalah tersebut di atas, yaitu:

a. Menganalisis motivasi Pengusaha Mikro dan Kecil (PMK) menjadi peserta Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) melalui Kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah

b. Menganalisis pemanfaatan sertipikat tanah Pengusaha Mikro dan Kecil (PMK) yang telah diperoleh dari pelaksanaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) melalui Kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah

c. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan sertipikat tanah sebagai jaminan kredit perbankan oleh PMK Peserta Program

d. Menganalisis dampak pelaksanaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) melalui Kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah yang bertujuan untuk peningkatan akses permodalan, terhadap perkembangan usaha mikro dan kecil (UMK) di Kota Depok.

1.4 Manfaat Penelitian

Merujuk pada tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan:

a. Informasi-informasi yang diperoleh dapat menjadi masukan kepada BPN-RI, Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, serta institusi

(8)

8

terkait lainnya, dalam penyusunan kebijakan dalam rangka pengembangan Usaha Mikro dan Kecil (UMK).

b. Memberi manfaat bagi PMK dalam mengembangkan usahanya melalui pemanfaatan asset tanah sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan usaha baru yang pada akhirnya meningkat kesejahteraan PMK di Kota Depok.

c. Memberi sumbangan pemikiran untuk menambah hasanah kajian dalam pemberian kepastian hukum atas tanah, ilmu sosial dan ekonomi, serta menjadi sumber inspirasi bagi penelitian-penelitian di masa mendatang.

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pengusaha Mikro dan Kecil (PMK) di wilayah Kota Depok di Kecamatan Bojongsari (dahulu Kecamatan Sawangan) dan Kecamatan Tapos (dahulu Kecamatan Cimanggis), yang memiliki asset berupa tanah yang telah bersertipikat hasil pelaksanaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) melalui Sertipikasi Hak Atas Tanah untuk Peningkatan Akses Permodalan Tahun 2008.

b. Kepemilikan tanah Pengusaha Mikro dan Kecil (PMK) meliputi tanah-tanah yang telah bersertipikat, yang belum dan telah diagunkan pada perbankan.

(9)

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB

Referensi

Dokumen terkait

Kemahasiswaan FIA UB Jam Kerja Adapun nama-nama yang terdaftar pada wisuda periode Xll bisa dicek pada web FIA di file pengumuman : "Daftar Nama Peserta Wisuda Periode Xll"..