• Tidak ada hasil yang ditemukan

upaya meningkatkan hasil belajar ipa fisika melalui

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "upaya meningkatkan hasil belajar ipa fisika melalui"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) PADA SISWA KELAS VIIIA SMP NEGERI 3 SUNGGUMINASA. SKRIPSI. HIJRAWATI 10539 0868 10. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA 2014.

(2) UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) PADA SISWA KELAS VIIIA SMP NEGERI 3 SUNGGUMINASA. SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Oleh HIJRAWATI 10539 0868 10. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA 2014.

(3)

(4)

(5) ABSTRAK HIJRAWATI. 2014. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Fisika Melalui Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) pada Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 3 Sungguminasa. Skripsi, Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Khaeruddin dan pembimbing II Nurlina. Masalah utama dalam penelitian ini yaitu apakah model pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan hasil belajar IPA fisika pada siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Sungguminasa. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA fisika melalui model pemecahan masalah (problem solving) pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 3 Sungguminasa. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang terdiri dari dua siklus dimana setiap siklus dilaksanakan tiga kali pertemuan. Prosedur penelitian meliputi perencanaan , pelaksanaan tindakan , observasi , dan refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A SMP Negeri 3 Sungguminasa Sebanyak 36 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus pertama yang tuntas secara individual dari 36 siswa terdapat 22 siswa atau 61,11 % sedangkan yang berada dalam kategori tidak tuntas terdapat 14 siswa atau 38,89%. Dengan nilai rata-rata tes hasil belajar pada siklus I yaitu 73,06. Pada siklus II yang tuntas secara individual dari 36 siswa terdapat 23 orang atau 63,89% dan yang berada dalam kategori tidak tuntas terdapat 13 siswa atau 36,11%. Dengan nilai rata-rata tes hasil belajar pada siklus II yaitu 76,11. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, dapat disimpulkan Hasil belajar IPA Fisika siswa kelas VIII A SMP Negeri 3 Sungguminasa melalui model pemecahan masalah (problem solving) mengalami peningkatan Kata kunci : hasil belajar , pemecahan masalah (problem solving). vii.

(6) DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL ....................................................................................... LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... SURAT PERNYATAAN................................................................................. SURAT PERJANJIAN .................................................................................... MOTTO .......................................................................................................... ABSTRAK ...................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... i ii iii iv v vi vii viii xii xiv xv xvi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... B. Rumusan Masalah ............................................................................... C. Tujuan Penelitian ................................................................................ D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 1 1 5 5 6. BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................... A. Kajian Pustaka ...................................................................................... 1. Pengertian Belajar ................................................................... 2. Prinsip-prinsip belajar .............................................................. 3. Hasil Belajar ............................................................................. 4. Pengertian masalah ................................................................... 5. Model Pemecahan masalah (problem solving)......................... 6. Kelebihan dan kelemahan model problem solving................... B. Kerangka Pikir ..................................................................................... C. Hipotesis Tindakan................................................................................ 7 7 7 8 8 12 12 19 20 22. BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. A. Jenis Penelitian dan variabel penelitian ............................................... B. Lokasi dan Subjek Penelitian ............................................................... C. Prosedur Penelitian............................................................................... D. Instrumen Penelitian ............................................................................ E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. F. Teknik Analisis Data ........................................................................... G. Indikator Keberhasilan .......................................................................... 23 23 23 23 30 30 31 32. xii.

(7) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................. A. Hasil Penelitian ................................................................................... B. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................... 34 34 47. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... A. Kesimpulan ......................................................................................... B. Saran ..................................................................................................... 52 52 52. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP. 54. xiii.

(8) 1. BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap bangsa dan negara melakukan berbagai upaya dan usaha untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat memenangkan persaingan di era globalisasi ini. Pendidikan merupakan salah satu alat untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas. Untuk itu diperlukan manusia-manusia terdidik yang mampu menguasai dan beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Proses pendidikan, khususnya di. Indonesia selalu menghadapi suatu. penyempurnaan yang pada akhirnya menghasilkan suatu produk atau hasil pendidikan yang berkualitas. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh kualitas atau kuantitas dalam rangka meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Langkah ini merupakan langkah awal untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas harus dipenuhi melalui peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kependidikannya serta dibarengi dengan pembaharuan kurikulum sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan zaman pembangunan, serta penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Salah satu komponen yang memegang peranan penting dalam kelangsungan kegiatan pembelajaran adalah guru. Dengan demikian tugas guru dalam pembelajaran sebagai fasilitator dan bukan sumber utama pembelajaran sehingga peserta didik dituntut untuk bersikap aktif, kreatif dan inovatif dalam menanggapi 1.

(9) 2. setiap pelajaran yang diajarkan.. Mengajar bukan semata - mata persoalan. menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak peserta didik. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja peserta didik sendiri. Proses pembelajaran kurang melibatkan keaktifan peserta didik yang berakibat terjadinya bentuk komunikasi satu arah yaitu dari guru kepada peserta didik, sehingga peserta didik sebagai pendengar hanya memperhatikan dan membuat catatan seperlunya. Dalam proses pembelajaran juga sering kali dijumpai adanya kecenderungan peserta didik yang tidak mau bertanya pada guru meskipun sebenarnya belum mengerti materi yang diajarkan oleh guru. Salah satu upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. adalah dengan menerapkan metode. pembelajaran yang lebih efektif serta membuat seluruh peserta didik berpartisifasi aktif. Guru sebagai fasilitator dituntut untuk dapat menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif bagi peserta didik agar peserta didik tidak merasa bosan dengan proses pembelajaran. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan memilih metode pembelajaran yang tepat, yaitu kesusaian antara metode dengan materi yang akan dipelajari karena penggunaan metode yang tepat sangat mempengaruhi pemahaman peserta didik terhadap suatu materi. Untuk itu, guru harus profesional dalam mengelola kelas dengan menerapkan metode mengajar yang melibatkan kegiatan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, maka perlu dikembangkan metode pembelajaran yang menarik dan menyenangkan untuk dapat menumbuhkan rasa.

(10) 3. percaya diri dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Peserta didik dengan sendirinya dapat meningkatkan minat belajar, sehingga mampu berpikir, bertindak dan berbuat sendirinya. Dengan demikian peserta didik tumbuh dan berkembang secara wajar dan guru sebagai salah satu pembimbing dan pemberi motivasi dapat bertindak secara bijaksana. Dari hasil tinjauan yang dilaksanakan di SMPN 3 Sungguminasa menunjukkan bahwa mata pelajaran IPA fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ’ditakuti’ dan tidak disukai oleh peserta didik. Kecenderungan ini berawal dari pengalaman belajar mereka sebelumnya yang memberikan kesan bahwa pelajaran IPA fisika adalah pelajaran berat dan serius yang terdiri dari sekumpulan rumus yang membosankan. Akibatnya, tujuan pembelajaran yang diharapkan menjadi sulit dicapai. Hal ini terlihat dari kurangnya perhatian peserta didik dan minat peserta didik dalam proses pembalajaran IPA fisika, khususnya pada peserta didik kelas VIII yang sangat sulit untuk memahami konsep dan materi IPA fisika, serta kurangnya perhatian mereka untuk tekun dalam proses pembelajaran sehingga saat ujian tiba nilai ujian peserta didik tidak mencapai KKM yang telah ditentukan yaitu 75. Dalam hal ini, model pembelajaranpun dalam proses pembelajaran memegang peranan penting yaitu sebagai alat bantu untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif. Salah satunya dengan menerapkan model pemecahan masalah (problem solving). Dalam penerapan model ini Guru menghadapkan peserta didik pada persoalan yang harus diselesaikan baik masalah individu maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama untuk mencapai tujuan pembelajaran sehingga peserta didik terlibat aktif dan termotivasi untuk belajar.

(11) 4. mencari solusi suatu permasalahan-permasalahan yang ada dan sekaligus diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Dari hasil lembar pengamatan/observasi langsung oleh Nyoman Subratha pada peserta didik kelas VIIC SMP Negeri 1 Sukasada pada bulan juni-oktober 2006 terhadap kualitas interaksi peserta didik ketika mengikuti pelajaran IPA fisika, dapat disimpulkan bahwa strategi pemecahan masalah. (problem solving) dapat. meningkatkan kualitas intraksi peserta didik dalam pembelajaran IPA fisika peserta didik kelas VIIC SMP Negeri 1 Sukasada yang ditunjukan oleh adanya peningkatan ketercapaian ke tiga aspek kompetensi dasar (aspek kognitif, aspek psikomotor, dan aspek afektif). Hal ini terlihat pada peningkatan intraksi peserta didik dalam proses pembelajaran dari siklus-1 sampai dengan siklus-2. Pada siklus-1 pencapaian ketuntasan klasikal kompetensi dasar semuanya belum tercapai. Ketuntasan klasikal kompetensi dasar aspek kognitif pencapaiannya 79,19. Aspek psikomotor (keterampilan fisik melakukan kerja lab) pencapaiannya 83,33 dan aspek afektif (sikap terhadap pembelajaran fisika) pencapaiannya hanya mencapai 77,78. Pada siklus 2 pencapaian ketuntasan klasikal kompetensi dasar pada semua aspek telah tercapai dan juga intraksi peserta didik dalam bertanya dan berdiskusi termasuk baik. Jika dibandingkan dengan pencapaian siklus-1, ternyata mengalami peningkatan. Ketuntasan klasikal kompetensi dasar aspek kognitif pencapaiannya 90,27. Aspek psikomotor (keterampilan fisik melakukan kerja lab) pencapaiannya 88,89 dan aspek afektif (sikap terhadap pembelajaran fisika) pencapaiannya mencapai 88,89. Dengan menggunakan model pemecahan masalah (problem Solving) ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik serta interaksi peserta.

(12) 5. didik dalam proses pembelajaran terhadap mata pelajaran IPA fisika. Dengan demikian, akan mengubah cara pandang mereka terhadap mata pelajaran IPA fisika khususnya di SMP Negeri 3 Sungguminasa sehingga terwujud pembelajaran yang dapat menuntun peserta didik mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu penerapan model pemecahan masalah (problem solving) pada kelas VIII SMP Negeri 3 Sungguminasa didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai seperti fasilitas laboratorium, perpustakaan sebagai sumber literature yang mendukung penerapan model pembelajaran ini. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Upaya meningkatkan Hasil Belajar IPA Fisika Melalui Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Sungguminasa”.. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah dengan melalui model pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan hasil belajar IPA Fisika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Sungguminasa?”. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar fisika dengan melalui model pemecahan masalah (problem solving) pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Sungguminasa..

(13) 6. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.. Bagi peserta didik a.. Meningkatkan peran aktif peserta didik dalam proses belajar mengajar. b.. Meningkatkan prestasi belajar peserta didik. c.. Menambah semangat belajar peserta didik. d.. Mengurangi kebosanan peserta didik dalam pelajaran IPA khususnya Fisika.. 2.. Bagi Guru a.. Meningkatkan semangat mengajar guru. b.. Meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan bagi guru. c.. Menambah pengetahuan guru dalam memilih strategi dan model yang tepat untuk pengajaran.. 3.. Bagi sekolah. Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang baik pada sekolah itu sendiri dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar pada khususnya dan sekolah pada umumnya..

(14) 7. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Belajar Belajar ialah sebagai suatu proses kegiatan yang menimbulkan kelakuan baru atau merubah kelakuan lama sehingga seseorang lebih mampu memecahkan masalah dan menyesuaaikan diri terhadap situasi-situasi yang dihadapi dalam hidupnya. Belajar pada manusia merupakan suatu proses psikologis yang berlangsung dalam interaksi aktif subjek dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bersifat konstan/menatap. Perubahanperubahan itu dapat berupa sesuatu yang baru yang segera nampak dalam prilaku nyata. Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar adalah suatu perkembangan diri seseorang yang dinyatakan dalam cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman daan latihan. Belajar itu perubahan-perubahan bersifat psikhis. Menurut Surya Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu itu sendiri dalam berinteraksi dalam lingkungannya. Berdasarkan uraian tentang belajar yang dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku dari belum dapat melakukan sesuatu menjadi dapat melakukan atau ukuran yang menyatakan kemampuan berupa penguasaan konsep, keterampilan dan sikap.. 7.

(15) 8. 2. Prinsip-prinsip Belajar Belajar sebagai kegiatan sistematis dan kontinu memiliki prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: a. Belajar pada hakikatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya. b. Belajar memerluka proses dan penahapan serta kematangan diri pada siswa. c. Belajar akan lebih mantap dan efektif bila didorong dengan motivasi d. Kemampuan belajar seseorang siswa harus diperhitungkan dalam rangka menentukan isi perhitungan. 3. Hasil Belajar Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Merujuk pada pemikiran Gagne, hasil belajar berupa hal-hal berikut : a. Invormasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap. rangsangan. spesifik.. Kemampuan. tersebut. tidak. memerlukan. manipulasi symbol, pemecahan masalah, maupun penerapan aturan. b. Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintetis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. c. Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah..

(16) 9. d. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi ssehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. e. Sikap adalah kemampuan menerima dan menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar prilaku. Menurut Benyamin S. Bloom, dkk hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Setiap domain disusun menjadi beberapa jenjang kemampuan, mulai dari hasil yang sederhana sampai dengan hal yang kompleks, mulai dari hal yang mudah sampai dengan hal yang sukar, dan mulai dari hal yang konkrit sampai dengan hal yang abstrak. Adapun rincian domain tersebut adalah sebagai berikut: a) Domain kognitif (kognitive domain). Domain ini memiliki enam jenjang kemampuan,. yaitu:. 1). Pengetahuan. (knowledge).. 2). Pemahaman. (comprehension). 3) Penerapan (application). 4) Analisis (analysis). 5) Sintesis (synthesis). 6) Evaluasi (evaluation). b) Domain efektif (affective domain), yaitu internalisasisikap yang menunjuk kearah pertumbuhan batinia dan terjadi bila peserta didikmenjadi sadar tentang nilai yang diterima, kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku. Domain afektif terdiri atas beberapa jenjang kemampuan yaitu: 1). Kemampuan menerima (receiving). 2). Kemampuan menanggapi/menjawab (responding). 3). Menilai (valuing). 4). Organisasi (organization)..

(17) 10. c) Domain psikomotor (psychomotor domain), yaitu kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya, mulai dari gerakan yang sederhana sampai dengan gerakan yang kompleks. Perubaahan pola gerakan memakan waktu sekurang-kurangnya 30 menit. Kata kerja operasional yang digunakan harus sesuai dengan kelompok keterampilan masing-masing yaitu: 1) Muscular or motor skill, meliputi: mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil, melompat, menggerakkan, menampilkan. 2) Manipulations of materials or objects, meliputi: mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, membentuk. 3) Neuromusculaar. coordination,. meliputi:. mengamati,. menerapkan,. menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik dan menggunakan. Berdasarkan taksonomi Bloom di atas, maka kemampuan peserta didik dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tingkat tinggi dan tingkat rendah. Kemampuan tingkat rendah terdiri atas pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi, sedangkan kemampuan tingkat tinggi meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan kreativitas. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah : Pasal 3 1) Struktur Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf b merupakan pengorganisasian Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, muatan pembelajaran, mata pelajaran, dan beban belajar..

(18) 11. 2) Kompetensi Inti pada Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah pada setiap tingkat kelas. 3) Kompetensi Inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a.. Kompetensi Inti sikap spiritual;. b.. Kompetensi Inti sikap sosial;. c.. Kompetensi Inti pengetahuan; dan. d.. Kompetensi Inti keterampilan.. 4) Kompetensi Dasar pada Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi kemampuan dan muatan pembelajaran untuk suatu mata pelajaran pada Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah yang mengacu pada Kompetensi Inti. 5) Kompetensi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan penjabaran dari Kompetensi Inti dan terdiri atas: a.. Kompetensi Dasar sikap spiritual;. b.. Kompetensi Dasar sikap sosial;. c.. Kompetensi Dasar pengetahuan; dan. d.. Kompetensi Dasar keterampilan..

(19) 12. 4. Pengertian Masalah Secara umum orang memahami bahwa masalah (problem) adalah kesenjangan antara kenyataan dan. harapan, oleh karena itu diperluhkan upaya untuk. menjembatani kesenjangan itu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan”. Suatu masalah yang baik untuk maksud pengajaran adalah jelas, terbatas, menarik, menggugah pikiran, dapat dipahami, sesuai, mempunyai nilai praktis. Mengingat jenis permasalahan yang akan diajarkan terdiri dari berbagai macam permasalahan, maka terdapat juga berbagai macam model pemecahan masalah. Pada dasarnya kompleksitas masalah yang dihadapi sangat tergantung pada latar belakang dan profil siswa. Desain masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Karakteristik; masalah nyata dalam kehidupan, adanya relevansi kurikulum, tingkat kesulitan dan tingkat kompleksitas masalah, masalah memiliki kaitan dengan disiplin ilmu, keterbukaan masalah, sebagai produk akhir. b. Konteks; masalah tidak terstruktur, menantang, memotivasi, memiliki elemen baru. c. Sumber dan lingkungan belajar; masalah dapat memberikan dorongan untuk dipecahkan secara kolaboratif, independen untuk bekerja sama, adanya bimbingan dalam proses pemecahan masalah dan menggunakan sumber, adanya sumber informasi dan hal-hal yang diperlukan dalam proses pemecahan masalah. 5. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Pengertian pembelajaran model pemecahan masalah (problem. solving). dikemukakan antara lain oleh Sanjaya (2009:216) tentang pemecahan masalah (problem solving) sebagai berikut :.

(20) 13. “Problem Solving adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai model. pembelajaran model problem. solving adalah kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah”. Lebih lanjut Djamarah dan Bahri (2002:103) mengemukakan bahwa problem solving bukan hanya sekedar model mengajar, tetapi juga merupakan model berpikir, sebab dalam pembelajaran model problem solving dapat digunakan model - model lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. Dengan demikian problem solving merupakan model dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah. Gulo juga menambahkan bahwa ada beberapa model penyelesaian masalah menurut beberapa pakar (2008:115-117), yaitu sebagai berikut : a. Menurut J. Dewey Menurut J. Dewey, model ini dilakukan dalam enam tahap yang disajikan dalam bentuk tabel 2.1 berikut ini :.

(21) 14. Tabel 2.1 Tahap-tahap penyelesaian masalah Tahap-Tahap. Kemampuan Yang Diberikan. Merumuskan masalah. Mengetahui dan merumuskan masalah secara jelas. Menelaah masalah. Menggunakan. pengetahuan. untuk. memperinci, dan menganalisis masalah dari berbagai sudut. Merumuskan hipotesis. Berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab-akibat, dan alternative penyelesaian.. Mengumpulkan. dan a. Kecakapan mencari dan menyusun data.. mengelompokkan data sebagai b. Menyajikan data dalam bentuk diagram, bahan pembuktian hipotesis. Pembuktian hipotesis. gambar, dan tabel. a. Kecakapan menelaah dan membahas data. b. Kecakapan menghubung-hubungkan dan menghitung. c. Keterampilan mengambil keputusan dan kesimpulan.. Menentukan penyelesaian. pilihan a. Kecakapan. membuat. alternative. penyelesaian. b. Kecakapan. menilai. memperhitungkan. pilihan. akibat. yang. dengan akan. terjadi pada setiap pilihan. b. Menurut David Johnson dan Johnson Penyelesaian masalah menurut Johnson dan Johnson dilakukan melalui kelompok. Sesuatu isu yang berkaitan dengan pokok bahasan dalam rangka pelajaran kepada siswa untuk diselesaikan. Masalah yang dipilih mempunyai sifat comflict issu atau controversial, masalahnya dianggap penting , urgen, dan dapat diselesaikan (Solutionable). Prosedur penyelesaiannya dilakukan sebagai berikut :.

(22) 15. a) Mendefenisikan masalah Perumusan masalah didalam kelas dapat dilakukan sebagai berikut : 1) Kemukakan kepada siswa peristiwa-peristiwa yang bermasalah, baik melalui bahan tertulis maupun secara lisan. Kemudian, minta kepada siswa untuk merumuskan masalahnya dalam suatu kalimat sederhana (brain storming) tampunglah setiap pendapat mereka dengan menuliskannya dipapan tulis tanpa mempersoalkan tepat atau tidaknya, benar atau salah pendapat tersebut. 2) Setiap pendapat ditinjau kembali dengan meminta penjelasan dari yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dicoret beberapa rumusan yang kurang relevan. Dipilih rumusan yang lebih tepat atau dirumuskan kembali perumusan yang paling tepat dipakai oleh semua. b) Mendiagnosis masalah Setelah berhasil merumuskan masalah, langkah-langkah berikutnya adalah membentuk kelompok kecil. Kelompok ini mendiskusikan sebab-sebab timbulnya masalah. Menurut Johnson & Johnson, suatu masalah timbul karena dua faktor : 1) Faktor pertama adalah faktor-faktor yang mendukung atau mendorong ke arah tercapainya tujuan yang diinginkan. 2) Faktor kedua adalah faktor-faktor yang menghambat tercapainya tujuan. c) Merumuskan strategi alternatif Pada tahap ini, kelompok mencari dan menemukan berbagai alternative tentang cara menyelesaikan masalah. Oleh sebab itu kelompok harus kreatif, berpikir dengan.

(23) 16. divergen, memahami pertentangan dengan berbagai ide, dan memikirkan daya temu yang lebih tinggi. d) Menentukan dan menetapkan strategi Setelah berbagai alternatif ditemukan oleh kelompok, dipilih dipilih alternative mana yang akan dipakai. Penyelesaian masalah pada tahap ini memiliki dua aspek, yaitu sebagai berikut : 1) Pengambilan keputusan yaitu proses untuk menentukan suatu pilihan dari bebagai alternatif yang ada. 2) Penerapan keputusan yaitu proses untuk menentukan tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan keputusan. e) Mengevaluasi keberhasilan strategi Evaluasi harus menghasilkan defenisi tentang masalah baru, mendiagnosisnya, dan mulai lagi proses penyelesaian yang baru. f). Praktik Pembelajaran Problem Solving Penyelesaian masalah dalam kegiatan belajar mengajar dapat dilakukan. sekenario sebagai berikut (Gulo, 2008:123) Tujuan pembelajaran : Siswa dapat memperkirakan…atau siswa dapat menyusun… Strategi pembelajaran : Penyelesaian masalah.

(24) 17. Kegiatan pembelajaran tabel 2.2: Kegiatan Siswa Menanggapi. Langkah Kegiatan Kegiatan Guru Perumusan tujuan Menjelaskan pemebelajaran Penjelasan singkat Menjelaskan prosedur. Mendengarkan, bertanya, mencatat Menyatakan Perumusan masalah rumusan masalah Membentuk kelompok Membagi tugas kelompok Merumuskan alternatifalternatif Klasifikasi pendapat anggota kelompok Membandingkan pendapat kelompok. Pembentukan kelompok Kerja kelompok. Catatan Hand out Hand out. Mengemukakan Hand out masalah, mencatat pendapat siswa Memimpin pembentukan kelompok Memantau kelompok. Menjajajki berbagai Memantau kelompok alternative Diskusi kelompok. Mengarahkan. Diskusi kelas. Mengarahkan. Masalah, isu, alternatif, hipotesis. Metode pengambilan keputusan : a. Disetujui semua kelompok b. Suara terbanyak c. Kelompok minorita d. Otoritas pendapat rata-rata. Partisipasi sumbang. Tindak lanjut. Mencatat dan merumuskan keputusan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran model problem solving kaitannya dengan mata pelajaran IPA Fisika dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan pembelajaran model problem solving.

(25) 18. maka pembelajaran IPA Fisika terasa lebih mudah dan menyenangkan, sehingga siswa diarahkan untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran problem solving untuk peserta didik yang belum mampu berpikir tingkat tinggi dapat dirancang sebagai berikut : 1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. 2. Guru memberikan permasalahan yang perlu dicari solusinya. 3. Guru menjelaskan prosedur pemecahan masalah yang benar. 4. Peserta didik mencari literatur yang mendukung untuk menyelesaikan masalah yang diberikan guru. 5. Peserta didik menetapkan beberapa solusi yang dapat diambil untuk menyelesaikan permasalahan. 6. Peserta didik melaporkan tugas yang diberikan oleh guru. Langkah-langkah pelaksanaan pemecahan masalah (problem solving) a. Persiapan a) Bahan-bahan yang akan dibahas terlebih dahulu disiapkan oleh guru b) Guru menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan sebagai bahan pembantu dalam memecahkan persoalan. c) Guru memberikan gambaran secara umum tentang cara-cara pelaksanaannya. d) Problem yang disajikan hendaknya jelas dapat merangsang peserta didik untuk berpikir. e) Problem harus bersifat praktis dan sesuai dengan kemampuan peserta didik b. Pelaksanaan a) Guru menjelaskan secara umum tentang masalah yang dipecahkan. b) Guru meminta kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan tentang tugas yang akan dilaksanakan..

(26) 19. c) Peserta didik dapat bekerja secara individual atau berkelompok. d) Mungkin peserta didik dapat menemukan pemecahannya dan mungkin pula tidak. e) Kalau pemecahannya tidak ditemukan oleh peserta didik kemudian didiskusikan mengapa pemecahannya tak ditemui. f) Pemecahan masalah dapat dilaksanakan dengan pikiran. g) Data diusahakan mengumpulkan sebanyak-banyaknya untuk analisa sehingga dijadikan fakta. h) Membuat kesimpulan. Pembelajaran penyelesaian masalah (problem solving) untuk peserta didik di tingkat SMP, SMA atau perguruan tinggi sebaiknya tidak diberikan bimbingan yang rinci oleh guru. Guru mengadapkan peserta didik pada persoalan yang harus diselesaikan baik masalah individu maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan berdasarkan problem solving. Peserta didik harus. melakukan penyelidikan untuk mencari penyelesaian masalah:. Menganalisis. dan. mendefinisikan. masalah,. mengembangkan. hipotesis,. mengumpulkan dan menganalisis data, dan merumuskan kesimpulan. 6. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Model Problem Solving a. Keunggulan Model Pembelajaran Problem Solving a) Dapat membuat peserta didik menjadi lebih menghayati kehidupan sehari-hari. b) Dapat melatih dan membiasakan para peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil..

(27) 20. c) Dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif. d) Peserta didik sudah mulai dilatih untuk memecahkan masalahnya. b. Kelemahan model pembelajaran problem solving: a) Memerlukan cukup banyak waktu. b) Melibatkan lebih banyak orang. c) Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah. d) Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang. e) Tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif.. B. Kerangka Pikir Kemampuan siswa dalam menerima meteri pelajaran sangat ditentukan oleh kemampuan guru menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang besangkutan, agar siswa dengan mudah menerima materi yang disajikan. Aktivitas siswa dalam pembelajaran merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam penentuan efektif tidaknya suatu pelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa diharapkan aktif atau terlibat langsung pada saat berlangsungnya proses pembelajaran, bukan menerima sepenuhnya infomasi dari guru. Salah satu cara yang melibatkan langsung siswa dalam proses pembelajaran adalah dengan menghadapkannya pada suatu masalah, kemudian mereka dibiarkan sendiri untuk menganalisis masalah-masalah tersebut, selanjutnya mencari pemecahannya melalui tahap-tahap yang dilalui..

(28) 21. Untuk memunculkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajarmengajar, maka perlu dipilih suatu metode pembelajaran yang menumbuhkan keaktifan siswa secara maksimal, sehingga siswa memperoleh kebermaknaan belajar dengan menggunakan model problem solving diharapkan siswa akan lebih mudah menangkap dan memahami materi. bahan dalam mata pelajaran Fisika yang. mengandung konsep dan teori yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu guru hendaknya menyajikan materi IPA fisika dengan menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari. Belajar dengan model problem solving berarti belajar untuk berupaya melakukan pemecahan masalah, jadi problem solving adalah suatu cara atau proses belajar yang lebih terfokus pada keterampilan peserta didik memecahkan masalah. Dalam memecahkan masalah siswa harus berpikir, mencobakan hipotesis dan bila berhasil memecahkan masalah maka siswa mempelajari sesuatu yang baru. Pengajaran dengan model problem solving mengharuskan siswa untuk menganalisis dan membuat kesimpulan sendiri dari apa yang telah dialami. Pengajaran dengan model problem solving dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa untuk memecahkan masalah. Jika terbiasa dilakukan oleh guru maka siswa akan merasa tertantang dalam belajar dan pada gilirannya akan menunbuhkan minat siswa untuk belajar dan pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar siswa. Bagan kerangka pikir penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model pemecahan masalah (problem solving) dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Sungguminasa.. fisika.

(29) 22. Hasil Belajar Fisika Siswa Rendah Siswa 1. Kurangnya minat dan motivasi siswa dalam belajar fisika. 2. Sebagian siswa menganggap bahwa fisika itu sulit.. Guru Dalam mengajarkan materi pembelajaran metode yang digunakan belum tepat.. Problem solving. 1. 2. 3. 4.. Menyampaikan tujuan pembelajaran. Menjelaskan materi. Membagi siswa kedalam beberapa kelompok. Memberikan permasalahan kepada siswa dengan menggunakan Lembar Kerja siswa untuk dikerjakan melalui tahap-tahap yang dilalui mulai dari merumuskan masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis sampai menarik kesimpulan. 5. Setiap perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok lain menanggapi. 6. Memberikan kesempatan kepada setiap kelompok memperbaiki pekerjaannya.. Hasil belajar siswa meningkat. C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka diatas, maka hipotesis penilitian ini adalah: “Jika model pemecahan masalah (problem solving) diterapkan dalam pembelajaran IPA Fisika maka hasil belajar IPA Fisika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Sungguminasa dapat di tingkatkan”..

(30) 23. BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Variabel Penelitian 1. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian ini tergolong penelitian tindakan yang berbasis kelas (Classroom Action Reseach). Yang bersifat deskriptif dan bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA Fisika melalui model pemecahan masalah (Problem solving) pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 3 Sungguminasa. 2. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel, yakni variabel input dan variabel output. Hasil belajar IPA Fisika sebagai variabel output dan model pemecahan masalah (problem solving) sebagai variabel input. B. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII SMP Negeri 3 Sungguminasa C. Prosedur Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dirancang dalam dua siklus kegiatan, dengan perincian sebagai berikut: 1. Siklus I dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan. 2. Siklus II dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan. Tiap siklus terdiri dari beberapa tahap kegiatan sesuai hakikat penelitian yaitu perencanaan,. tindakan,. observasi,. dan. refleksi.. Kegiatan. pada. merupakan pengulangan dan perbaikan terhadap kelemahan pada siklus I.. 23. siklus. II.

(31) 24. Desain penelitian tindakan kelas yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi, digambarkan sebagai berikut:. Perencanaan. Refleksi. SIKLUS I. Pelaksanaan. Pengamatan Perencanaan Refleksi. SIKLUS II. Pelaksanaan. Pengamatan Hasil Belajar Gambar 3.1. Model Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, dkk, 2007:16). 1. Gambaran Kegiatan pada Siklus I Dalam siklus I hal-hal yang dilakukan adalah: a. Tahap Perencanaan Tindakan (Planning) Tahap perencanaan hal-hal yang dilakukan adalah: a) Menelaah materi pelajaran IPA Fisika kelas VIII SMP Negeri 3 Sungguminasa yang akan diajarkan. b) Menetukan materi yang akan diajarkan dalam pelaksanaan siklus dengan melalui model pemecahan masalah (problem solving)..

(32) 25. c) Melakukan diskusi dengan guru mata pelajaran IPA Fisika dikelas VIII untuk membahas masalah yang akan diselesaikan melalui model pemecahan masalah (problem solving). d) Mempersiapkan. perangkat. pembelajaran. berupa. rencana. pelaksanaan. pembelajaran (RPP) dan lembar kerja peserta didik (LKPD) untuk setiap pertemuan yang akan digunakan selama proses belajar mengajar berlangsung dalam penelitian ini. e) Membuat lembar observasi untuk melihat aktivitas belajar peserta didik dan aktivitas mengajar guru pada saat proses pembelajaran menerapkan model pemecahan masalah (problem solving) diadakan. f) Merancang dan membuat kisi-kisi soal serta sebagai alat evaluasi b. Tahap Pelaksanaan Tindakan (Action) Langkah-langkah. yang. diajukan. dalam. pelaksanaan. tindakan. adalah menyajikan materi dengan model pemecahan masalah (problem solving) yaitu peserta didik diberikan materi pembelajaran dengan melibatkan guru sebagai pemimpin dalam memecahkan masalah dan peserta didik terlibat dalam pemecahan masalah. Peserta didik bertanya kemudian dijawab oleh guru dan seterusnya. c. Tahap Observasi (Observation) Observasi dilakukan dengan cara mengidentifikasi keadaan peserta didik selama proses belajar mengajar berlangsung dan mencatat pada lembar observasi. Hal-hal yang dicatat berdasarkan langkah-langkah model pemecahan masalah (Problem Solving) sebagai berikut: a) Peserta didik mampu merumuskan masalah yang akan dipecahkan b) Peserta didik mampu menganalis masalah yang akan dipecahkan..

(33) 26. c) Peserta didik mampu merumuskan hipotesis berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. d) Peserta didik mengumpulkan data yang diperlukan untuk pemecahan masalah. e) Peserta didik mampu menguji hipotesis dan untuk dan menggambarkan informasi jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi. f) Peserta didik mampu merumuskan kesimpulan jalan keluar terhadap pemecahan masalah yang dihadapi. Sedangkan aktivitas mengajar guru yang diamati antara lain : a) Guru mampu mengarahkan peserta didik merumuskan masalah yang akan dipecahkan b) Guru mampu mengarahkan peserta didik untuk menganalis masalah yang akan dipecahkan. c) Guru mampu mengarahkan peserta didik merumuskan hipotesis berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. d) Guru mampu mengarahkan peserta didik mengumpulkan data yang diperlukan untuk pemecahan masalah. e) Guru mampu mengarahkan peserta didik menguji hipotesis dan untuk dan menggambarkan informasi jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi. f) Guru mampu mengarahkan peserta didik mampu merumuskan kesimpulan jalan keluar terhadap pemecahan masalah yang dihadapi. Informasi data hasil belajar peserta didik diperoleh pada akhir siklus dengan memberikan tes obyektif atau tes pilihan ganda. Pelaksanaan tes tertulis untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam memahami materi pelajaran IPA Fisika.

(34) 27. sehingga dapat diketahui data hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran IPA Fisika setelah diterapkan model (problem solving). d. Tahap Refleksi (Reflection) Hasil yang didapatkan dalam tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis pada tahap ini. Demikian pula hasil evaluasi, hal-hal yang masih perlu diperbaiki dan dikembangkan dengan tetap mempertahankan hasil yang diperoleh pada setiap pertemuan. Hasil analisis siklus I inilah yang dijadikan acuan untuk merencanakan siklus II, sehingga yang dicapai pada siklus berikutnya sesuai dengan yang diharapkan. 2. Gambaran Kegiatan pada Siklus II Adapun kegiatan yang dilakukan pada kegiatan II adalah mengulang kegiatankegiatan yang telah dilakukan pada siklus I, antara lain : a. Tahap Perencanaan Tindakan (Planning) Pada tahap ini, dirumuskan perencanaan siklus II sesuai pelaksanaan siklus pertama dengan menambahkan atau mengurangi bagian-bagian yang dianggap perlu berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama. Selain menelaah kurikulum untuk materi pada siklus II penulis juga tetap mempelajari materi dari berbagai sumber baik dari buku paket maupun dari buku penunjang yang lainnya serta membuat rekaman observasi. b. Tahap Pelaksanaan Tindakan (Action) Langkah-langkah yang diajukan dalam pelaksanaan tindakan ini merupakan penambahan kegiatan pembelajaran pada siklus I, yang mana diharapkan dapat memperbaiki kekurangan yang terdapat pada siklus sebelumnya. Seperti lebih.

(35) 28. banyak memberikan penyajian materi melalui penerapan model pemecahan masalah (problem solving) yaitu pembelajaran yang berusaha memecahkan masalah dengan tema-tema yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, yang mana pada pembahasan soal peserta didik lebih banyak diaktifkan. Dalam penyajian bahan pelajaran, selalu diupayakan setiap langkah model dimulai dari yang sederhana hingga tahap akhir. Setelah penyajian materi peserta didik diberi kesempatan untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dimengerti. Kemudian peserta didik diberikan latihan soal-soal untuk dikerjakan. c. Tahap Observasi (Observation) Observasi dilakukan pada dasarnya sama dengan siklus pertama yaitu dengan cara mengidentifikasikan keadaan peserta didik selama proses belajar mengajar berlangsung dan mencatat pada lembar observasi. Sedangkan informasi hasil belajar diperoleh pada akhir siklus dengan memberikan tes pilihan ganda. d. Tahap Refleksi (Reflection) Pada. tahap. refleksi. umumnya. sama. dengan. apa. yang. dilakukan. pada siklus I, pada tahap ini mengamati kelemahan-kelemahan atau kekurangankekurangan yang terjadi tentang pembelajaran dengan menerapkan model pemecahan masalah. Hasil yang didapatkan dalam tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis pada tahap ini, demikian pula hasil evaluasi. Dengan harapan pelaksanaan siklus II dapat mencapai hasil yang optimal sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional..

(36) 29. e. Penilaian Hasil Belajar Berdasarkan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah; Pasal 8 (1) Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik untuk kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan menggunakan skala penilaian. (2) Skala penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kompetensi sikap menggunakan rentang predikat Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K). (3) Skala penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan menggunakan rentang angka 4,00 (A) 1,00 (D) dengan nilai antara: a. A sama dengan 4,00 b. A- sama dengan 3,67 c. B+ sama dengan 3,33 d. B sama dengan 3,00 e. B- sama dengan 2,67 f. C+ sama dengan 2,33 g. C sama dengan 2,00 h. C- sama dengan 1,67 i. D+ sama dengan 1,33 j. D sama dengan 1,00.

(37) 30. D. Intrumen Penelitian Dalam instrument penelitian ini yang digunakan berupa : 1. Lembar observasi (pengamatan) Lembar observasi digunakan untuk meperoleh data tentang aktivitas peserta didik selama proses belajar mengajar . 2. Tes Hasil Belajar Tes hasil belajar digunakan untuk memperoleh informasi tentang kemampuan peserta didik setiap akhir siklus 3. Angket Angket yaitu memberikan penilaian angket berupa pertanyaan – pertanyaan kepada peserta didik, yang telah disediakan dan diisi oleh peserta didik mengenai pembelajaran IPA fisika melalui model pemecahan masalah (problem solving).. E. Teknik Pengumpulan Data Cara pengambilan data dalam penelitian tindakan ini adalah sebagai berikut : 1. Data tentang kondisi pembelajaran selama tindakan yang dilaksanakan diambil dengan menggunakan lembar observasi pada setiap pertemuan yang berlangsung disetiap siklus I dan siklus II. 2. Data tentang hasil belajar IPA Fisika peserta didik diambil dengan menggunakan instrument tes hasil belajar pada setiap akhir siklus. 3. Data tentang refleksi peserta didik diperoleh dengan memberikan lembar respon/tanggapan peserta didik terhadap pembelajaran IPA Fisika yang diberikan setelah akhir siklus I dan II..

(38) 31. F. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil pengamatan perilaku dan tanggapan peserta didik selanjutnya dianalisis secara kualitatif, sedangkan data hasil belajar peserta didik dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statistik deskriptif. Rumus untuk rata-rata ( ) adalah:. =. ∑. ∑. (Arif Tiro, 2009:121). Keterangan:. = Rata-rata Fi. = Frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas. Xi. = Tanda kelas. Rumus untuk standar deviasi (s) adalah:. ∑. =. (. ). (Sudjana,1992:92). Keterangan: S. = Standar deviasi. n. = Jumlah sampel = Rata-rata. fi. = Frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas. Xi. = Tanda kelas.

(39) 32. Jika data (n) kurang dari 200 (n ≤ 200), maka sebaiknya ditentukan kelas interval (k) dengan menggunakan pemisalan. a) Rumus panjang kelas p = r/k kelas Dimana: p. = Panjang kelas. r. = Rentang kelas. k. = Kelas interval (Sidin Ali dan khaeruddin 2012:41). b) Rumus Pengecekan untuk memperoleh skor/nilai penentu P . k = (r+1) + X Dimana: P. = Panjang kelas. R. = Rentang kelas. K. = Kelas interval. X. = Nilai penentu (Sidin Ali dan Khaeruddin 2012:41). G. Indikator Keberhasilan Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dibahas sebelumnya, maka indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah apabila nilai rata-rata hasil belajar IPA fisika peserta didik kelas VIII SMP Negeri 3 Sungguminasa mengalami peningkatan dari siklus pertama ke siklus kedua, maka pembelajaran dengan menggunakan model.

(40) 33. pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan hasil belajar IPA fisika peserta didik kelas VIII SMP Negeri 3 Sungguminasa Tahun Ajaran 2014/2015. Selanjutnya peserta didik dikatakan tuntas belajar apabila Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang harus dipenuhi oleh seorang peserta didik adalah 75 atau dalam nilai konversi 2,67. Jika seorang peserta didik memperoleh. ≥ 75 atau 2,67. maka peserta didik yang bersangkutan mencapai ketuntasan individu. Jika minimal. 85% peserta didik mencapai skor minimal 75 atau 2,67, maka ketuntasan klasikal telah tercapai (KKM ditentukan oleh pihak sekolah bersangkutan)..

(41) 34. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Pada bab ini dibahas secara rinci mengenai hasil penelitian yang terdiri dari hasil analisis kuantitatif dan kualitatif. Hasil analisis kuantitatif adalah analisis data yang berupa angka-angka dari hasil belajar IPA Fisika peserta didik dengan menggunakan model pemecahan masalah (problem solving) pada kelas VIIIA SMP Negeri 3 Sungguminasa di siklus pertama dan siklus kedua. Analisis ini menggunakan analisis statistik. Hasil analisis kualitatif adalah rumusan penelitian dalam bentuk pernyataan yang diarahkan untuk mencapai indikator keberhasilan yang diajukan dalam penelitian ini. Pernyataan itu didasarkan pada data yang diperoleh dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran pada akhir siklus. 1. Hasil Analisis Data Siklus I a. Hasil Analisis Deskriptif Siklus 1 Berdasarkan hasil analisis deskriptif, skor tes hasil belajar IPA Fisika peserta didik kelas VIIIA SMP Negeri 3 Sungguminasa setelah menggunakan model pemecahan masalah (problem solving) pada siklus I, maka diperoleh deskripsi skor hasil belajar IPA Fisika peserta didik yang ditunjukkan pada tabel 4.1 berikut:. 34.

(42) 35. Tabel 4.1 statistik Nilai Hasil Tes Siklus I No. Statistik Skor 1. Subyek 36 2. Nilai Ideal 100 3. Nilai Tertinggi 90 4. Nilai Terendah 45 5. Rentang Nilai 45 6. Nilai Rata-rata 73,06 7. Standar deviasi 9,88 8. Median 75 9. Modus 75 10. Variansi 97,54 Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa skor rata-rata hasil belajar IPA fisika peserta didik setelah diadakan tindakan pada siklus I dengan menerapkan Model Pemecahan masalah (problem solving) sebesar 73,06. Nilai yang dicapai peserta didik tersebar dari nilai terendah 45 sampai dengan nilai tertinggi 90, dari skor ideal yang mungkin dicapai 100, rentang skor 45 dengan nilai modus dan median sebesar 75, sedangkan nilai variansi 97,54 serta nilai standar deviasi 9,88. Skor hasil belajar IPA Fisika setelah dilaksanakan Silus I dikelompokkan kedalam distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Persentase Nilai Hasil Belajar IPA Fisika Peserta didik Siklus I No Interval Nilai Frekuensi Persentase % 1 1 44 – 50 2,78 2 2 51 – 57 5,56 1 3 58 – 64 2,78 10 4 65 – 71 27,78 13 5 72 - 78 36,11 2 6 79 - 85 5,56 7 19,44 7 86 - 92 Jumlah 36 100 Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dikemukakan bahwa dari 36 peserta didik kelas VIIIA SMP Negeri 3 Sungguminasa, terdapat 2,78% peserta didik mendapatkan.

(43) 36. nilai hasil belajar 44 sampai 50, 5,56% peserta didik yang mendapatkan nilai 51 sampai 57, 2,78% peserta didik yang mendapatkan nilai 58 sampai 64, 27,78% peserta didik yang mendapatkan nilai 65 sampai 71, 5,66% peserta didik mendapatkan nilai 79 sampai 85 dan 19,44% peserta didik yang mendapatkan nilai 86 sampai 92. Apabila hasil belajar peserta didik dianalisis, maka persentase ketuntasan belajar peserta didik yang dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3 Deskripsi Ketuntasan Hasil Belajar IPA Fisika pada Siklus I Kriteria Ketuntasan Kategori Frekuensi Persentase % Tuntas 22 61,11 2,67≤N≤4 TidakTuntas 14 38,89 0 ≤N≤2,67 Jumlah 36 100 Dari tabel 4.3 terlihat bahwa persentase ketuntasan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran IPA Fisika melalui model pemecahan masalah (problem solving) pada Siklus I adalah sebesar 61,11% atau 22 orang peserta didik dari 36 jumlah peserta didik berada dalam kategori tuntas, dan 38,89% atau 14 orang peserta didik dari 36 jumlah peserta didik berada dalam kategori tidak tuntas, seperti tampak pada grafik dibawah ini : Gambar 4.1 Ketuntasan Belajar IPA Fisika Peserta didik kelas VIIIA SMP Negeri 3 Sungguminasa pada Siklus I 25. 22. Frekuensi. 20 14. 15 10 5 0 Tuntas. TidakTuntas Kategori.

(44) 37. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih hampir setengah dari jumlah peserta didik perlu perbaikan karena belum mencapai kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan sekolah dan hal ini akan diusahakan pada Siklus II. b. Hasil Observasi Setiap Pertemuan Pada Siklus I Hasil observasi yang dianalisis secara kuanlitatif ini memberikan gambaran tentang perubahan sikap dan aktifitas peserta didik dalam mengikuti pelajaran berdasarkan tindakan pengajaran. Untuk mengetahui keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar pada siklus I, berikut observasi yang dilakukan tiap pertemuan. Adapun hasil observasi selama proses pembelajaran berlangsung pada Siklus I ditunjukkan pada tabel 4.4 berikut: Tabel 4.4 Hasil Observasi Peserta didik pada Kegiatan Pembelajaran pada Siklus I Pertemuan % No Komponen Yang Diamati I II III Peserta didik yang hadir pada saat pembelajaran.. 36. 36. 36. 100. 2.. Peserta didik yang memperhatikan saat guru menyampaikaan tujuan pembelajaran. 23. 25. 27. 69,44. 3.. Peserta didik yang melakukan kegiatan lain pada saat proses pembelajaran. 13. 11. 9. 30,56. 4.. Peserta didik yang menanggapi saat guru menyampaikan motivasi peserta didik.. 10. 13. 15. 38,19. 23. 25. 27. 69,44. 4. 5. 4. 18. 20. 22. 5.. 6.. 7.. Peserta didik yang memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru Peserta didik yang mengajukan pertanyaanpertanyaan tentang materi yang belum dimengerti pada saat penyajian materi berlangsung Peserta didik yang aktif dalam kelompoknya ketika melakukan percobaan. TES SIKLUS I. 1.. 12,04. 55,56.

(45) 38. Peserta didik yang meminta bimbingan guru pada saat melakukan percobaan dan mengisi LKS Peserta didik yang mampu 9. mempresentasikan hasil diskusinya dengan baik sebagai perwakilan dari kelompoknya Peserta didik yang memberi 10. tanggapan/menyampaikan pendapat terhadap kelompok lain 8.. 6. 4. 5. 13,89. 3. 2. 4. 8,33. 3. 4. 3. 9,26. Dari awal penelitian berlangsung hingga berakhirnya Siklus I tercatat sejumlah perubahan yang terjadi pada peserta didik yaitu: a) Persentase kehadiran peserta didik sangat tinggi karena mulai pertemuan pertama sampai pertemuan tes Siklus I memiliki 100%. b) Perhatian peserta didik terhadap proses belajar mengajar pada siklus I mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan menurunnya jumlah peserta didik yang melakukan aktifitas lain pada saat proses pembelajaran berlangsung pada pertemuan pertama terdapat 13 peserta didik, pertemuan kedua terdapat 11 peserta didik, dan pertemuan ketiga terdapat 9 peserta didik. Hal ini menunjukkan hanya 30,56% peserta didik yang melakukan kegiatan lain selama proses pembelajaran berlangsung. c) Peserta didik yang berani serta percaya diri bertanya kepada guru tentang materi yang kurang dimengerti, dimana jumlah peserta didik yang berani mengajukan pertanyaan kepada guru selama proses pembelajaran berlangsung pada pertemuan pertama terdapat 4 peserta didik, pertemuan kedua terdapat 5 peserta didik, dan pertemuan ketiga terdapat 4 peserta didik. Hal ini menunjukkan hanya 12,04% yang mengajukan pertanyaan selama Siklus pertama berlangsung..

(46) 39. d) Pada saat masing-masing perwakilan kelompok mempersentasekan. hasil. diskusinya beberapa anggota kelompok lain menanggapi dan memberikan pertanyaan. Hal ini menandakan bahwa munculnya sikap kritis serta percaya diri peserta didik dalam menanggapi suatu ide atau pendapat, dimana pada pertemuan pertama terdapat 3 peserta didik yang menanggapi hasil diskusi kelompok lain, pertemuan kedua terdapat 2 peserta didik dan ketiga terdapat 4 peserta didik. Hal ini. menunjukkan. 8,33%. peserta. didik. menanggapi. kelompok. yang. mempersentasekan hasil diskusinya. c. Refleksi Siklus I Setelah melaksanakan pengamatan atas tindakan pembelajaran di dalam kelas, selanjutnya diadakan refleksi dari tindakan yang telah dilakukan. Pada akhir pertemuan siklus I diadakan tes siklus berupa tes hasil belajar yang terdiri dari 20 butir soal pilihan ganda. Keberhasilan peserta didik dapat dilihat pada peningkatan nilai rata-rata tes hasil belajar pada materi IPA Fisika dan perolehan nilai peserta didik yang mencapai KKM bidang studi IPA Terpadu. KKM bidang studi IPA Terpadu di SMP Negeri 3 Sungguminasa adalah 75. Setelah dianalisis ternyata nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik. yaitu 73,06, dimana peserta didik yang. memperoleh nilai ≥ dari KKM hanya berjumlah 22 peserta didik dengan presentase 61,11% sedangkan peserta didik yang memperoleh nilai ≤ dari KKM berjumlah 14 peserta didik dengan presentase 38,89% . Hal ini menunjukkan hampir setengah dari jumlah peserta didik yang tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah. Pada tahap ini juga peserta didik yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru memiliki presentase hanya 69,44%, hal ini berarti masih terdapat peserta.

(47) 40. didik yang melakukan aktifitas lain ketika proses pembelajaran berlangsung dengan jumlah presentase 30,56%. Hal tersebut terjadi karena dalam pelaksanaan tindakan terdapat masih beberapa kekurangan Pada siklus ini, peserta didik dikelas tersebut dibagi menjadi 5 kelompok dimana setiap kelompok beranggotakan 6 orang. Pembagian kelompok tersebut berdasarkan absen sehingga tidak merata antara peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir tinggi, sedang, dan kurang sehingga ada kelompok yang didalamnya lebih banyak yang memiliki kemampuan berpikir tinggi dan adapula kelompok yang didalamnya lebih banyak anggota kelompok yang memiliki kemampuan berpikir sedang sehingga kurang terjalin kerjasama antara anggota kelompok dalam mendiskusikan suatu masalah yang diajukan oleh guru. Selain itu belum tercapainya ketuntasan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: a) Kelompok diskusi belum bekerja secara maksimal, b) Individu-individu anggota kelompok belum memahami tugasnya masing-masing sehinga kelompok belum mencapai hasil yang optimal, c) Dalam mengerjakan tugas/masalah, sebagian peserta didik hanya menunggu hasil pekerjaan temannya yang lebih pintar, dan d) Dalam melakukan percobaan, peserta didik masih kurang percaya diri dalam merancang percobaan maupun melakukan percobaan, dan sebagian besar peserta didik bersifat pasif. Oleh karena itu diupayakan pada siklus II pembagian kelompok yang merata antara peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir tinggi, sedang, dan rendah (Heterogen) agar semua kelompok dapat bekerja sama dengan baik dalam.

(48) 41. memecahkan suatu masalah yang diajukan oleh guru. Selain itu juga bentuk perubahan tindakan yang perlu dilakukan pada siklus II yaitu : a) Proses pembelajaran yang tidak terlalu cepat b) Memberikan bimbingan kepada peserta didik khususnya peserta didik yang berkemampuan rendah. c) Menambah waktu pengerjaan soal-soal penerapan agar peserta didik dapat menyelesaikan soal-soal dengan benar d) Melakukan perubahan kelompok menjadi kelompok yang heterogen agar dalam satu kelompok dapat saling membantu ketika ada anggota kelompok yang belum mengerti tentang masalah yang diajukan oleh guru. e) Memberikan kesempatan kepada peserta didik yang kurang berpartisipasi dan selalu main-main untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. f) Memberikan motivasi kepada peserta didik dengan cara mengemukakan bahwa peserta didik yang sering memberikan solusi terhadap masalah yang diajukan oleh guru, sering mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan naik ke papan tulis mengerjakan soal akan mendapatkan penambahan nilai. 2. Hasil Analisis Siklus II a. Hasil Analisis Deskriptif Siklus II Berdasarkan hasil analisis deskriptif nilai tes hasil belajar IPA Fisika peserta didik kelas VIIIA SMP Negeri 3 Sungguminasa setelah menggunakan model pemecahan masalah (problem solving) pada Siklus II, maka diperoleh deskripsi nilai hasil belajar IPA Fisika peserta didik yang ditunjukkan pada tabel 4.1 berikut:.

(49) 42. Tabel 4.5 statistik Nilai Hasil Tes Siklus II No. Statistik Skor 1. Subyek 36 2. Nilai Ideal 100 3. Nilai Tertinggi 95 4. Nilai Terendah 50 5. Rentang Skor 45 6. Skor Rata-rata 76,11 7. Standar deviasi 11,16 8. Median 80 9. Modus 85 10. Variansi 124,44 Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa skor rata-rata hasil belajar IPA fisika peserta didik setelah diadakan tindakan pada siklus II melalui Model Pemecahan Masalah (problem solving) adalah sebesar 76,11 dari skor ideal yang mungkin dicapai yaitu 100. Pada tabel diatas terlihat bahwa rentang skor sebesar 45, dengan nilai modus 85 dan nilai mediannya 85, sedangkan nilai variansi 124,44 serta nilai standar deviasi sebesar 11,16. Skor hasil belajar IPA fisika setelah dilaksanakan Silus II dikelompokkan kedalam distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Persentase Nilai Hasil Belajar IPA Fisika Peserta didik Siklus II No 1 2 3 4 5 6 7. Interval Nilai 49 - 55 56 - 62 63 - 69 70 - 76 77 - 83 84 - 90 91 - 97 Jumlah. Frekuensi 3 1 5 7 6 12 2 36. Persentase % 8,33 2,78 13,89 19,44 16,67 33,33 5,56 100. Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat dikemukakan bahwa dari 36 peserta didik kelas VIIA SMP Negeri 3 Sungguminasa, terdapat 8,33% peserta didik mendapatkan nilai hasil belajar 48 sampai 55, 2,78% peserta didik yang mendapatkan nilai 56.

(50) 43. sampai 62, 13,89% peserta didik yang mendapatkan nilai 63 sampai 69, 19,44% peserta didik yang mendapatkan nilai 70 sampai 76, 16,67% peserta didik yang mendapatkan nilai 77 sampai 83, 33,33% mendapatkan nilai 84 sampai 90, dan 5,56% peserta didik mendapatkan nilai 91 sampai 97. Apabila hasil belajar peserta didik dianalisis, maka persentase ketuntasan belajar peserta didik yang dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut: Tabel 4.7 Deskripsi Ketuntasan Hasil Belajar Fisika pada Siklus II Kriteria Ketuntasan Kategori Frekuensi Persentase % Tuntas 23 63,89 2,67≤N≤4 Tidak Tuntas 13 36,11 0 ≤N≤2,67 Jumlah 36 100 Dari tabel 4.7 terlihat bahwa persentase ketuntasan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran IPA Fisika dengan menggunakan model pemecahan masalah (problem solving) pada Siklus I adalah sebesar 63,89% atau 23 orang peserta didik dari 36 jumlah peserta didik berada dalam kategori tuntas, dan 36,11% atau 13 orang peserta didik dari 36 jumlah peserta didik berada dalam kategori tidak tuntas. Gambar 4.2 Ketuntasan Belajar Fisika Peserta didik kelas VIIIA SMP Negeri 3 Sungguminasa pada Siklus II 25. 23. Frekuensi. 20 13. 15 10 5 0 Tuntas. Tidak Tuntas Kategori.

(51) 44. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar IPA Fisika dari siklus I ke Siklus II karena nilai rata-rata yang diperoleh telah mencapai kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan sekolah yakni 75. b. Hasil Observasi Setiap Pertemuan Pada Siklus II Hasil observasi yang dianalisis secara kuanlitatif ini memberikan gambaran tentang perubahan sikap dan aktifitas peserta didik dalam mengikuti pelajaran berdasarkan tindakan pengajaran. Untuk mengetahui keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar pada siklus II, berikut observasi yang dilakukan tiap pertemuan. Adapun hasil observasi selama proses pembelajaran berlangsung pada Siklus II ditunjukkan pada tabel 4.8 berikut : Tabel 4.8 Hasil Observasi Peserta didik pada Kegiatan Pembelajaran pada Siklus II Pertemuan % No Komponen Yang Diamati I II III. 2. 3.. 4.. 5.. 6.. Peserta didik yang hadir pada saat pembelajaran. Peserta didik yang memperhatikan saat guru menyampaikaan tujuan pembelajaran Peserta didik yang melakukan kegiatan lain pada saat proses pembelajaran Peserta didik yang menanggapi saat guru menyampaikan motivasi Peserta didik yang memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru Peserta didik yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang belum dimengerti pada saat penyajian materi berlangsung. 34. 36. 35. 97,22. 28. 32. 30. 83,33. 6. 4. 5. 15. 18. 25. 28. 32. 30. 83,33. 6. 8. 10. 22,22. TES SIKLUS II. 1.. 13,89. 53,70.

(52) 45. 7.. 8.. 9.. 10.. Peserta didik yang aktif dalam kelompoknya ketika melakukan percobaan Peserta didik yang meminta bimbingan guru pada saat melakukan percobaan dan mengisi LKS Peserta didik yang mampu mempresentasikan hasil diskusinya sebagai perwakilan dari kelompoknya Peserta didik yang memberi tanggapan/menyampaikan pendapat terhadap kelompok lain. 15. 17. 14. 42,59. 5. 6. 6. 15,74. 4. 4. 6. 12,96. 6. 6. 8. 18,52. Dari awal penelitian berlangsung hingga berakhirnya Siklus II tercatat sejumlah perubahan yang terjadi pada peserta didik yaitu: a) Persentase kehadiran peserta didik pada siklus ini mulai pertemuan pertama sampai pertemuan tes Siklus II masih tergolong tinggi, meskipun tidak mencapai 100%, peserta didik tersebut tidak hadir dikarenakan alasan sakit. b) Perhatian peserta didik terhadap proses belajar mengajar pada siklus II mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan menurunnya jumlah peserta didik yang melakukan aktifitas lain pada saat proses pembelajaran berlangsung pada pertemuan pertama terdapat 6 peserta didik, pertemuan kedua terdapat 4 peserta didik, dan pertemuan ketiga terdapat 5 peserta didik. Hal ini menunjukkan hanya 13,89% peserta didik yang melakukan kegiatan lain selama proses pembelajaran berlangsung. c) Peserta didik yang berani serta percaya diri bertanya kepada guru tentang materi yang kurang dimengerti, dimana jumlah peserta didik yang berani mengajukan pertanyaan kepada guru selama proses pembelajaran berlangsung pada pertemuan pertama terdapat 6 peserta didik, pertemuan kedua terdapat 8 peserta.

(53) 46. didik, dan pertemuan ketiga terdapat 10 peserta didik. Hal ini menunjukkan 22,22% yang mengajukan pertanyaan selama Siklus kedua berlangsung. d) Pada saat masing-masing perwakilan kelompok mempersentasekan. hasil. diskusinya beberapa anggota kelompok lain menanggapi dan memberikan pertanyaan. Hal ini menandakan bahwa munculnya sikap kritis serta percaya diri peserta didik dalam menanggapi suatu ide atau pendapat, dimana pada pertemuan pertama terdapat 6 peserta didik yang menanggapi hasil diskusi kelompok lain, pertemuan kedua terdapat 6 peserta didik dan ketiga terdapat 8 peserta didik. Hal ini. menunjukkan. 18,52%. peserta. didik. menanggapi. kelompok. yang. mempersentasikan hasil diskusinya. c. Refleksi Siklus II Setelah melaksanakan pengamatan atas tindakan pembelajaran di dalam kelas, selanjutnya diadakan refleksi dari tindakan yang telah dilakukan. Dalam kegiatan pada siklus II didapatkan hasil refleksi sebagai berikut. a) Pada siklus II ini perhatian peserta didik dan keinginan peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar semakin antusias. b) Pada siklus II ini sikap percaya diri peserta didik serta keaktifan peserta didik meningkat ketika proses belajar mengajar berlangsung c) Dari hasil tes evaluasi II pada siklus II ini, peserta didik yang tuntas belajar 23 peserta didik, sedangkan peserta didik yang belum tuntas belajar 13 peserta didik. Ketuntasan belajar individual sudah tercapai dengan melihat nilai rata-rata kelasnya 76,11 dimana standar kriteria ketuntasan minimalnya yaitu 75..

(54) 47. B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Proses Pelaksanaan Penelitian Bagian ini membahas mengenai keadaan kelas oleh peneliti saat melakukan penelitian, baik siklus I maupun siklus II. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada silus I bahwa masih banyak peserta didik yang masih kebingungan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Kesulitan yang dialami peserta didik dalam menemukan pemecahan masalah karena kurangnya keberanian peserta didik untuk bertanya. Keberanian peserta didik dalam menjawab pertanyaan, serta menanggapi jawaban atau mengemukakan perlu ditingkatkan. Beberapa peserta didik belum berani mengerjakan di papan tulis walaupun bisa menjawab dengan benar dengan kata lain partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran masih kurang. Terlihat juga dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompok, peserta didik masih takut dan ragu sehingga dalam penyampaian hasil diskusi kurang terdengar jelas oleh peserta didik lain. Peserta didik juga belum berani memberikan tanggapan terhadap hasil pemecahan masalah kelompok lain. Menurut observer kerja sama peserta didik dalam siklus pertama sudah cukup baik, walaupun ada beberapa anggota kelompok yang mendominasi dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Dari refleksi pelaksanaan siklus pertama diperoleh gambaran bahwa pada awalnya peserta didik agak kesulitan mengikuti pelajaran tanpa diberikan penjelasan detail tentang suatu konsep. Beberapa hal yang dilakukan adalah guru lebih aktif berkeliling membimbing peserta didik dalam kelompok-kelompoknya untuk membantu mereka melakukan penemuan dalam upaya memecahkan masalah. Dengan demikian perbaikan pelaksanaan pembelajaran siklus pertama perlu diulang agar keaktifan, kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah dan sikap.

(55) 48. bekerjasama dalam kelompok dapat ditumbuhkembangkan sehingga hasil belajar peserta didik dapat ditingkatkan. Selanjutnya dari hasil refleksi selama pengamatan pada siklus kedua peserta didik dalam bekerja kelompok sudah terlihat kompak, ditandai dengan adanya pembagian kelompok dalam menyelesaiakan masalah dan juga terlihat bersemangat dalam melakukan penemuan sehingga ada beberapa kelompok yang dapat menyelesaikan tugas dengan sangat baik. Berdasarkan hasil pengamatan diskusi kelompok dapat dikatakan semua kelompok sudah tergolong aktif bahkan ada yang sangat aktif. Oleh karena itu, berdasarkan lembar observasi pada siklus II ini diperoleh bahwa terjadi peningkatan aktivitas peserta didik. Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi dari siklus I sampai II ternyata pembelajaran yang menggunakan model pemecahan masalah (problem solving) menjadikan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang menyenangkan dan keaktifan peserta didik dapat ditumbuhkembangkan. Dengan menggunakan model pembelajaran ini pada proses belajar mengajar maka peserta didik lebih termotivasi karena materi yang disajikan tidak langsung disampaikan oleh guru. Peserta didik yang mengkonstruksi sendiri materi yang akan dipelajari. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan membimbing peserta didik seperlunya, sehingga pembelajaran lebih menyenangkan dan lebih bermakna. 2. Pembahasan Hasil Penelitian Hasil analisis dekskriptif menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar kognitif peserta didik kelas VIIIA SMP Negeri 3 Sungguminasa. yang diajar dengan. Pembelajaran yang menggunkan model pemecahan masalah bisa dikategorikan.

(56) 49. tinggi. Hal ini terlihat pada pembelajaran yang menggunakan model pemecahan masalah, peserta didik mengembangkan kemampuan psikomotornya dalam melakukan percobaan dengan menggunkan model pemecahan masalah (problem solving), peserta didik akan menemukan pemecahan rumusan masalah yang terdapat pada LKS dengan melakukan kegiatan percobaan sesuai prosedur yang diberikan oleh guru, akhirnya dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan baik atau mengubah persoalan sehari-hari menjadi persoalan fisika. Guru yang berfungsi sebagai tenaga pengajar dalam kelas harus mampu mencermati dan memahami peserta didik tentang metode dan teknik apa yang tepat digunakan dalam proses belajar mengajar dan tak lepas dari kondisi sekolah, peran guru sebagai fasilitator, moderator, atau evaluator sementara peserta didik berfikir, mengkomunikasikan, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain. Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Mengajar (KKM) yang dibahas sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa peserta didik yang diajar dengan menggunkan model pemecahan masalah (problem solving) telah mengalami peningkatan hasil belajar. Hal ini ditunjukkan dari hasil belajar peserta didik setelah diadakan evalusi mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Diperoleh bahwa nilai rata-rata peserta didik siklus I mengalami peningkatan yang signifikan di siklus II. Selain itu kondisi proses pembelajaran yang diamati menggunakan lembar observasi menunjukkan peningkatan aktivitas peserta didik yang cukup tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nyoman Subratha pada bulan juni-oktober 2006 menyimpulkan bahwa strategi pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan kualitas intraksi peserta didik dalam.

(57) 50. pembelajaran IPA fisika peserta didik kelas VIIC SMP Negeri 1 Sukasada yang ditunjukan oleh adanya peningkatan ketercapaian ke tiga aspek kompetensi dasar (aspek kognitif, aspek psikomotor, dan aspek afektif). Hal ini terlihat pada peningkatan intraksi peserta didik dalam proses pembelajaran dari siklus-1 sampai dengan siklus-2. Pada siklus-1 pencapaian ketuntasan klasikal kompetensi dasar semuanya belum tercapai. Ketuntasan klasikal kompetensi dasar aspek kognitif pencapaiannya 79,19. Aspek psikomotor (keterampilan fisik melakukan kerja lab) pencapaiannya 83,33 dan aspek afektif (sikap terhadap pembelajaran fisika) pencapaiannya hanya mencapai 77,78. Pada siklus 2 pencapaian ketuntasan klasikal kompetensi dasar pada semua aspek telah tercapai dan juga intraksi peserta didik dalam bertanya dan berdiskusi termasuk baik. Jika dibandingkan dengan pencapaian siklus-1, ternyata mengalami peningkatan. Ketuntasan klasikal kompetensi dasar aspek kognitif pencapaiannya 90,27. Aspek psikomotor (keterampilan fisik melakukan kerja lab) pencapaiannya 88,89 dan aspek afektif (sikap terhadap pembelajaran fisika) pencapaiannya mencapai 88,89. Menurut Nyoman Subrata (2007:145), Berdasarkan tujuan pembelajaran koopratif dan strategi pemecahan masalah di atas, tampak bahwa setelah pembelajaran peserta didik secara individual mampu menguasai konsep-konsep yang dipelajari dan memecahkan masalah secara sistematis. Melalui kinerja kelompok peserta didik secara kolaboratif dengan temannya saling membantu melengkapi kekurangannya yang ada pada diri masing-masing. Peran guru dalam hal ini adalah sebagai moderator yang memberikan kondisi dan arahan untuk terjadinya intraksi.

(58) 51. kelompok yang kondusip. Disamping itu guru juga sebagai fasilitator untuk menyediakan fasilitas dan lingkungan belajar yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran yang efektif. Selain itu, penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sujarwata pada bulan oktober-november 2008 menyimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan hasil belajar Elektronika Dasar II melalui penerapan model pembelajaran problem solving sebesar 75% peserta didik mengalami ketuntasan belajar..

(59) 52. BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh setelah melakukan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menggunkan model pemecahan masalah (problem solving) pada pembelajaran IPA fisika dapat meningkatkan hasil belajar fisika peserta didik kelas VIIIA SMP Negeri 3 Sungguminasa, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya hasil belajar dari siklus I ke siklus II. Untuk itu, pembelajaran yang menggunakan model pemecahan masalah (problem solving) dapat diterapkan di kelas VIIIA SMP Negeri 3 Sungguminasa. B. Saran Dari hasil penelitian yang dilaksanakan dalam dua siklus banyak perubahan yang terjadi bagi peneliti maupun peserta didik. Namun, diajukan saran-saran sebagai berikut : 1. Dalam merancang model belajar peserta didik memecahkan masalah hendaknya langkah-langkah pemecahan masalah betul-betul dilatihkan. 2. Dalam menuntun peserta didik cara memecahkan masalah, maka perlu penekanan-penekanan langkah-langkah dan cara pemecahan masalah agar peserta didik betul-betul terampil menerapkan strategi pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari atau kehidupan nyata. 3. Untuk mengoptimalkan kelompok-kelompok kecil melakukan tugas-tugas pembelajaran guru hendaknya memberikan pengarahan-pengarahan yang lebih intensif terhadap apa yang mereka harus lakukan dalam pembelajaran kepada 52.

(60) 53. peserta didik-peserta didik yang dianggap belum melakukan tugasnya secara baik, hendaknya guru mendekati peserta didik-peserta didik tersebut untuk menanyakan apa mereka telah mengerti dengan apa yang mereka harus lakukan. 4. Untuk meningkatkan kinerja peserta didik dalam mengerjakan tugas-tugas, dicoba untuk lebih banyak lagi mengarahkan tugas-tugas individu yang nilainya akan digunakan dalam kelompoknya, sehingga diharapkan masingmasing peserta didik akan berusaha selain demi individunya juga demi kelompoknya. 5. Meskipun penelitian tindakan kelas ini hanya sampai 2 siklus dan sudah mencapai hipotesis tindakan, namun guru hendaknya terus mengadakan penelitian selanjutnya agar kemampuan peserta didik lebih meningkat bukan hanya dari aspek kognitif tetapi juga afektif dan psikomotor..

Referensi

Dokumen terkait

1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan aktivitas belajar bahasa Indonesia melalui metode role playing

[r]