• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Konflik sosial dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of Konflik sosial dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Available Online: https://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/caraka

Konflik sosial dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral

Saleh Fahrudin a *, Edo Frandika b

Universitas Muhammadiyah Lampung. Jl. ZA. Pagar Alam, Bandar Lampung 35132, Indonesia

a [email protected]; b [email protected]

* Corresponding Author

Received: 16 May 2023; Revised: 26 May 2023; Accepted: 3 June 2023

Abstrak: Sastra merupakan hasil kreasi pengarang yang menggambarkan lingkungan sosial sekeliling dengan menggunakan bahasa yang indah sebagai mediumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konflik sosial yang ada di dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang ada kemudian dilanjutkan dengan analisis. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral yang diterbitkan pada tahun 2010. Hasil analisis menunjukkan bahwa konflik sosial yang terdapat dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral terdiri atas empat pokok permasalahan, yaitu konflik antarindividu, konflik antarkelompok, konflik antaragama, dan konflik internasional.

Kata Kunci: Konflik, Novel, Konflik Sosial

Social conflict in the novel Sang Pencerah by Akmal Nasery Basral

Abstract: Literature is the creation of the author which describes the surrounding social environment by using beautiful language as its medium. This study aims to describe the social conflict in the novel Sang Pencerah by Akmal Nasery Basral. The method used is descriptive method by describing the facts that are then followed by analysis. The data source in this research is the novel Sang Pencerah by Akmal Nasery Basral which was published in 2010. The results of the analysis show that the social conflict contained in the novel Sang Pencerah by Akmal Nasery Basral consists of four main issues, namely inter-individual conflict, inter-group conflict, inter-religious conflict. , and international conflicts.

Keywords: Conflict, Novel, Social Conflict

How to Cite: Fahrudin, S., & Frandika, E. (2023). Konflik sosial dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral. Caraka: Jurnal Ilmu Kebahasaan, Kesastraan, Dan Pembelajarannya, 9(2), 175-182. https://doi.org/10.30738/caraka.v9i2.14826

PENDAHULUAN

Sastra merupakan hasil seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Seba- gai bentuk seni, sastra telah tumbuh dan berkembang mengisi peradaban manusia.

Seiring dengan perkembangan itu, sebagian ahli memberikan definisi yang beragam- ragam mengenai sastra. Sastra menurut Sudjiman (1988) ialah karya sastra atau tulisan yang memiliki bebagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Senada dengan pendapat tersebut, Sumardjo dan Saini (1982) berpendapat bahwa sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pikiran, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk konkrit yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sebagai pribadi manusia, sastra dicipta-

(2)

kan dengan suatu daya kreativitas, kreativitas itu tidak saja dituntut dalam upaya melahirkan pengalaman batin dalam karya sastra.

Nurgiyantoro (2018) berpendapat bahwa karya sastra diciptakan sebagai hasil dia- log, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Sebagai hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan, karya sastra merupakan miniatur kehidupan dengan segala persoalannya. Tema, ide, dan gagasan pengarang bersumber dari kehidupan masyarakat. Pengangkatan kehi- dupan sosial masyarakat ke dalam bentuk karya sastra mengangkat pula permasalah- an-permasalahan yang terjadi secara imajinatif. Sebagai hasil imajinatif, sastra juga berfungsi sebagai hiburan yang menyenangkan, juga berguna untuk menambah pengalaman batin bagi para pembacanya.

Sebagai bentuk karya sastra yang baik, sebuah karya sastra tidak hanya sebagai rangkaian kata tetapi juga ditentukan oleh makna yang terkandung di dalamnya dan memberikan pesan postif bagi pembacanya. Bentuk-bentuk karya sastra dapat berupa drama, puisi, cerpen, novel, atau pun bentuk karya sastra yang lain. Di antara bentuk karya sastra tersebut, novel merupakan bentuk karya sastra yang banyak mencermin- kan kehidupan manusia dan lingkungannya. Secara tidak langsung, melalui novel pembaca dapat memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai luhur dalam kehidupan, baik itu nilai-nilai yang bertemakan ketuhanan, kemanusiaan, sosial, budaya, maupun nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Novel merupakan salah satu hasil karya sastra yang mengungkapkan masalah-masalah yang terjadi di dalam masyarakat.

Seperti novel yang menjadi bahan penelitian ini, novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral merupakan novel yang banyak memangkat nilai-nilai kemanusiaan seperti nilai sosial di dalam masyarakat (Basral, 2010). Selain itu, ada pula nilai-nilai sosial lain yang terdapat dalam beberapa novel salah satunya novel dengan judul Hujan karya Tere Liye terdapat nilai sosial antara lain nilai tolong-menolong, keke- luargaan, tanggung jawab, dan kesetiaan (Akhadi et al., 2017; Lestari, 2020; Macaryus

& Wicaksono, 2019; Qiwarunnisa & Mulyono, 2018; Sauri, 2019).

Novel-novel tersebut memiliki bermacam-macam tema dan isi, antara lain tentang problem-problem sosial yang pada umumnya terjadi di masyarakat, termasuk yang berhubungan dengan adanya konfliksosial di dalam masyarakat. Adanya konflik ter- sebut dikarenakan adanya bentrokan antara kepentingan-kepentingan yang bermula dari adanya kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan politik maka terjadilah konflik di dalam masyarakat. Menurut Nurgiyantoro (2018) bahwa novel dapat mengemuka- kan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu lebih banyak, lebih rinci, lebih detail dan melibatkan berbagai permasalahan yang kompleks. Di antara genre utama karya sastra genre prosa termasuk novel dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial dan banyak digunakan sastrawan sebagai wadah untuk lebih be- bas mengekspresikan kehidupan sosial suatu masyarakat dan lebih luas menyajikan masalah kemasyarakatan. Hal ini sangatlah menarik untuk dibicarakan karena masya- rakat yang beragam ras dan etnis, serta adanya perbedaan pendapat yang memicu adanya konflik di dalam masyarakat. Bebagai konflik tersebut terdiri dari konflik antarpribadi, konflik antarkelompok, konflik antaragama, konflik internasional (Soekanto, 2012).

Dalam konflik selalu muncul adanya perbedaan-perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut misalnya perbedaan jasmaniah, kebudayaan, pandangan, perasaan, dan pola

(3)

kelakuan antara orang-perorangan atau kelompok dengan kelompok lain. Dalam konflik antar individu muncul karena ada pertikaian sosial yang melibatkan individu di dalamnya, konflik antarkelompok merupakan konflik yang terjadi berupa perten- tangan dari masing-masing kelompok, konflik antaragama muncul karena petikaian antarumat dalam satu agama, umat antaragama, maupun umat beragama dengan pemerintah, kemudian konflik internasional merupakan konflik yang terjadi antara dua negara atau lebih.

Dalam konflik sosial, unsur perasaan memegang peranan penting dalam memper- tajam perbedaan-perbedaan yang ada, sehingga masing-masing pihak berusaha saling menghancurkan. Jadi, pertentangan bisa muncul karena perasaan benci, marah, atau dendam karena ada perbedaan-perbedaan yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok untuk menyerang atau menghancurkan pihak lawan. Seperti pada novel yang di dalamnya banyak terdapat masalah atau konflik sosial adalah novel Sang Pencerah. Novel Sang Pencerah merupakan karya Akmal Nasery Basral yang diadap- tasi dari skenario film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo. Novel sang Pencerah menceritakan tentang kehidupan K. H Ahmad Dahlan, serta perjuangannya dalam mendirikan Muhammadiyah. Novel Sang Pencerah sangat menarik dijadikan sebagai objek penelitian, karena di samping masih sedikit diteliti dari segi konflik sosialnya, novel ini dapat memberikan semangat untuk berjuang kepada para pembaca sebagai- mana dilakukan oleh tokoh pendidikan KH. Ahmad Dahlan yang dalam perjalannya untuk memurnikan ajaran Islam dan setelah mendirikan organisasi Muhammadiyah banyak menimbulkan pertentangan atau konflik.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Moleong (2021) menge- mukakan, bahwa metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat suatu individu, keadaan, atau gejala dari kelompok tertentu yang diamati. Untuk mengkaji novel Sang Pencerah digunakan metode penelitian deskriptif. Metode ini digunakan untuk mencatat dan menganalisis jenis konflik sosial berdasarkan konflik antarpri- badi, konflik antarkelompok, konflik antaragama, dan konflik internasional.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Teknik pustakan adalah teknik yang menggunakan sumber tertulis untuk memperoleh data (Zed, 2004). Data diperoleh dalam bentuk tulisan, kemudian harus dibaca dan dipelajari, hal-hal yang penting dicatat kemudian disimpulkan. Langkah- langkah pengumpulan data adalah sebagai berikut: (1) Membaca keseluruhan novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral; (2) Menandai dan mencatat data berdasar- kan permasalahan yang berhubungan dengan konflik sosial; (3) Menganalisis jenis- jenis konflik sosial dalam novel Sang Pencerah berdasarkan konflik antarpribadi, kon- flik antarkelompok, konflik antaragama, dan konflik internasional; dan (4) Menarik simpulan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, analisis konflik sosial pada novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral berdasarkan unsur intrinsik tersebut maka penulis des-

(4)

kripsikan konflik sosial meliputi konflik antarindividu, konflik antarkelompok, konflik antaragama, konflik internasional.

Konflik Antarindividu

Konflik sosial ini melibatkan individu di dalamnya. Konflik ini bisa terjadi karena adanya perbedaan, pertentangan, salah paham, tersinggung, iri, dan dendam ataupun ketidakcocokan antara individu satu dengan individu lain. Masing-masing bersiku- kuh mempertahankan tujuannya atau kepentingan masing-masing. Hal ini dapat di lihat pada kutipan berikut:

Wajah Mas Noor makin risau. “Aku semakin khawatir kejadian ini akan meman- cing reaksi keras dan buruk dari orang-orang yang kurang suka pada pemikiran- mu.”

“Reaksi keras seperti apa, Mas Noor?

“Reaksi yang mungkin tak pernah kita bayangkan, Dahlan?”

“Reaksi fisik maksudnya?”

Mas Noor tidak menjawab langsung pertanyaanku. Selain mengalihkan pembica- raan. “Apakah kau belum pernah dengar kabar-kabar yang mengatakan, maaf ya Dimas Dahlan, bahwa Dahlan adalah Kiai kafir mulai bermain biola di Langgar, sampai berbagai protes yang Dimas lakukan hampir setiap waktu terhadap berbagai tradisi yang sudah mengakar di masyarakat dan mendapatkan restu dari Ngarsa Dalem, dan sekarang ditambah lagi dengan soal perubahan arah kiblat?”

“Ya, saya sudah mendengar bisik-bisik itu, Mas.” Jawabku setenang mungkin.

“Kalau tuduhan itu dilontarkan oleh orang-orang yang belum mengerti ajaran Islam dengan baik, aku masih maklum. Aku hanya berharap bahwa para Kiai yang telah dididik untuk selalu melakukan tabayun dalam segala hal, tidak ikut ceroboh mengucapkan kata-kata yang belum mereka yakini sepenuhnya.” Lanjutku sekali- gus berupaya menjernihkan pikiran Mas Noor.

“Aku hanya menyampaikan apa yang sudah beredar di masyarakat, Dahlan,”

tangkis Mas Noor. “Bukan apa yang aku pikirkan sendiri.”

“Jadi, apa yang Mas sarankan agar aku lakukan?”

“Kembalilah agar berlaku seperti Kiai Kauman pada umunya, Dahlan. Orang-orang kafir, bukan umat Islam apalagi warga lingkungan kita sendiri.”

“Saya tidak pernah berpikiran seberat zarah pun bahwa umat Islam adalah musuhku, Mas Noor (Sang Pencerah, 2010: 229-230)

Pada kutipan tersebut dapat diketahui bahwa konflik antarindividu yang terjadi antara K.H Ahmad Dahlan dan Mas Noor, mereka berdua saling berdebat dan berar- gumen masing-masing. Mas Noor memberikan peringatan kepada Ahmad Dahlan agar Ahmad Dahlan menjadi Kiai seperti para Kiai yang ada di Kauman, tanpa mem- bawa biola untuk mengajarkan hal agama, dan Mas Noor juga menegaskan kepada Ahmad Dahlan adik iparnya bahwasannya julukan Kiai kafir sudah sering ia dengar di dalam masyarakat. Ahmad Dahlan diminta untuk mengikuti kemauan Mas Noor tetap menjadi Kiai Kauman pada umumnya, serta musuh yang paling kita benci adalah orang Hindia-Belanda, bukan masyarakat yang memeluk agama Islam. Mas Noor tarlalu cepat menerima kesimpulan dari orang-orang yang tak mengerti ajaran agama dengan baik.

(5)

Berikut ini akan ditunjukkan pada kutipan yang menyatakan bahwa konflik sosial yang terjadi antarindividu karena ada yang memperbaiki shaf baru di Majid Gedhe Kauman sama seperti yang disarankan oleh KH. Ahmad Dahlan bahwa posisi shaf dimiringkan 24 derajat. Hal ini mengakibatkan Kiai Penghulu marah besar. Seperti terlihat pada kutipan berikut ini:

“Maaf, Pakde. Saya mungkin ndak mengerti banyak soal agama,” ujar Sangidu.

“Tapi menurut saya apa yang dijelaskan Kiai Dahlan soal arah kiblat itu benar, meski para Kiai lain termasuk Pakde tidak setuju. Makanya saya ajak kawan-kawan lain untuk membuat shaf baru.”

“ Kiai Dahlan benar katamu?” Kemarahan Kiai Penghulu makin meningkat sehing- ga urat-urat lehernya terlihat jelas. “Buktinya apa bahwa Kiai Dahlan itu benar?

Kiai Dahlan itu siapa? Kanjeng Nabi? Gusti Alloh? Dahlan itu manusia biasa yang bisa salah, apalagi dia masih muda. Wong Kiai-kiai lain yang lebih tua dan lebih pengalaman saja ndak ada yang pernah memprotes arah kiblat. Lihat saja kakak- kakak iparnya yang Kiai semua itu, Kiai Noor, Kiai Muhsin, Kiai Saleh. Mereka juga dulu pernah belajar di Arab. Kiai Noor malah punya Majelis Nuriyah. Tapi tidak ada yang pernah sembrono mengatakan bahwa arah kiblat Masjid Gedhe itu keliru (Sang Pencerah, 2010: 223-223).

Konflik yang terjadi antara Kiai Penghulu dan keponakannya membuat Kiai Peng- hulu kelihatan sangat marah sekali karena keponakannya Dirjo mencoba telah meng- ubah arah kiblat seperti yang dianjurkan oleh Ahmad Dahlan yaitu miring 44 derajat.

Bagi Dirjo penjelasan KH Ahmad Dahlan memang benar karena sudah dilihat di peta dunia dan kompas, tetapi tidak ada yang mau menerima, Kiai Penghulu malah menganggap Kiai Dahlan keblinger.

Kutipan berikut ini akan menunjukkan adanya konflik antarindividu terjadi diantara K.H Ahmad Dahlan dengan Kiai Magelang. Kiai Magelang tiba-tiba datang dengan marah dan berbicara tentang sekolah Madrasah yang didirikan Ahmad Dahlan merupakan sekolah seperti milik orang kafir. Hal ini dapat terlihat pada kutipan berikut ini:

“Silakan duduk, Kiai, “ ujarku. “Sedang ada urusan apa di Jogja?”

Kiai Magelang itu duduk sambil tetap mempertahankan wajah kakunya tanpa senyum. Wajah kedua santri yang mengikutinya pun begitu, seakan-akan mereka tak pernah melihat manusia sebelumnya. Kiai Dahlan, sekarang saya bisa melihat sendiri apa yang selama ini diributkan umat tentang sekolah Anda,” katanya dengan nada tajam.

“Ada apa dengan sekolah saya?” “Tentunya Kiai Dahlan tahu arti Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islam itu?”

“Tentu saya tahu, kalau saya tidak tahu mana mungkin saya akan memakai nama itu,” jawabku sambil menduga-duga apa yang ada di benak tamuku ini.

“Kalau memang Kiai tahu arti nama itu, kenapa Kiai menggunakan perlengkapan kafir dalam menjalankan sekolah ini?” serangnya dalam nada tinggi. “Baru sekali ini saya melihat ada madrasah yang dibikin seperti sekolah orang-orang kafir (Sang Pencerah, 2010: 394-395).

(6)

Kutipan tersebut terlihat bahwa Kiai Magelang datang ke rumah Kiai Dahlan dengan marah-marah dengan nada suaranya yang tinggi. Dia membantah sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan, bahwa sekolah tersebut menggunakan semua peralat- an orang kafir dan sekolah tersebut pun seperti sekolah kafir. Kiai Dahlan menanggapi ucapan Kiai tersebut dengan nada rendah dan tidak terpancing emosi.

Konflik Antarkelompok

Konflik ini berupa pertikaian yang terjadi antara dua kelompok yang ada di dalam masyarakat merupakan himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama yang dalam memenuhi kebutuhannya, saling mempengaruhi dan saling tolong menolong.

Hal ini dapat terlihat pada kutipan berikut ini antara murid Kiai Dahlan dengan para santri Kiai Muhsin, kakak ipar Ahmad Dahlan.

“Tak usah didengarkan, Mas, dan jangan lihat kebelakang,” sahut Sangidu sambil menoleh cepat ke belakang.

“Siapa mereka, Du?” tanyaku ditengah bunyi rebana dan teriakan “Kiai kafir” yang makin kencang.

“Kelihatannya seperti murid-murid Kiai Muhsin,” jawab Sangidu datar,” Ayo, Mas, kita jalan cepat saja, biar langsung ketemu Sudja dan Fahrudin.”

Tapi rupanya kulihat di depan, Sudja dan Fahrudin sudah memperhatikan kejadian ini. Sudja yang lebih lembut hatinya kulihat matanya mulai berlinang, sedangkan Fahrudin yang lebih keras terlihat seperti hendak membalas kelakukan murid- murid Mas Muhsin itu, namun ditahan oleh Sudja yang mengajaknya menepi.

Dalam beberapa langkah kemudian, aku dan Sangidu bergabung dengan Sudja dan Fahrduin (Sang Pencerah, 2010: 360).

Kutipan tersebut terlihat bahwa ketegaran hati Ahmad Dahlan dan murid-murid- nya untuk menerima ejekan dan hinaan murid-murid Kiai Muhsin. Akan tetapi salah satu murid Kiai Dahlan yaitu Fahrudin tidak bisa menerima ejekan tersebut tetapi masih bisa ditahan oleh teman-temannya.

Konflik Antaragama

Keyakinan dalam agaman adalah keyakinan yang bersifat mutlak, artinya tanpa pembanding. Berangkat dari anggapan dasar yang mutlak tersebut, konflik agama dapat menyebabkan bencana yang besar karena meraka berkeyakinan pada jalan yang benar dan berani melakukan perlawanan.

Seperti pada kutipan berikut:

Sejak itu aku selalu mencoba usaha untuk membuka perckapan dengan para pen- deta dan misionaris Kristen sebanyak mungkin. Tujuanku agar bisa timbul keadaan saling menghormati, dan dalam semangat untuk menyebarkan agama masing- masing tidak saling menyakiti. Untuk beberapa kasus ketika aku mendengar ada misionaris atau zending yang berlaku ekstrem sampai menghina Islam, biasanya aku akan menawarkan debat terbuka (open baar) yang tetap harus dilakukan secara bermartabat.

Beberapa upayaku yang sempat terjadi adalah pembicaraan dengan Pastor Van Lith cukup terbuka, dia meninggal dunia sehingga tak ada hasil lebih besar yang bisa dicapai (Sang pencerah, 270-271).

(7)

Terlihat bahwa konflik yang terjadi diantara antaragama untuk membuka debat mengenai masalah agama, karena para pastor telah mengkristenisasikan orang-orang muslim dengan berbagai iming-iming agar masuk ke dalam agama mereka. Hal tersebut juga masuk campur tangan dari orang-orang Belanda yang memaksa hal demikian hingga terjadinya perdebatan di antara K.H Ahmad Dahlan dan para pastor.

Konflik Internasional

Konflik internasional adalah konflik yang terjadi antara dua negara atau lebih.

Mereka memiliki perbedaan tujuan dan berupaya memaksakan kehendak negaranya kepada negara lain. Hal ini dapat terlihat pada kutipan berikut:

NISM beroperasi lebih awal dibandingkan perusahaan kereta api Negara Staats Spoorwegen (SS) yang didirikian pemerintah Hindia-Belanda pada 1869. Hebatnya, saat ini perusahaan kereta api swasta yang beroperasi di Jawa saja ada sedikitnya 10 perusahaan.

Begitu banyaknya perusahaan swasta Hindia-Belanda berebut wilayah operasi di Pulau Jawa membuatku yakin tanah ini pastilah tidak semiskin orang-orang Jawa yang sering terlihat di jalan-jalan dan menjadi bahan ejekan orang-orang Hindia- Belanda. Sebab kalau tanah Jawa ini tidak kaya raya, bagaimana mungkin perusahaan-perusahaan swasta dari seberang lautan itu begitu bersemangat untuk membangun jalur baru hampir setiap tahun?

Apa yang menyebabkan mereka begitu bersemangat? Apakah karena ingin melihat tanah Jawa termasuk orang-orangnya, menjadi maju? Atau karena kebodohan orang-orang Jawa yang begitu saja membiarkan bangsa asing masuk dan mengeruk seluruh kekayaan, sehingga masyarakat Jawa sendiri tetap melarat semiskin- miskinnya?

Tetapi aku juga tidak terlalu yakin bahwa orang-orang Jawa adalah orang-orang bodoh, dalam arti tidak bisa melihat ketidakadilan di depan mereka dan seluruh kekayaan tanah ini diambil begitu saja oleh pemerintah Hindia-Belanda (Sang Pencerah, 2010: 123-124).

Terlihat konflik yang terjadi diawali dari bangsa Hindia-Belanda yang telah masuk ke negeri kita dengan banyak mendirikan perusahaan swasta, mereka sangat berse- mangat dalam membangun perusahaan-perusahaan tersebut karena mengetahui bahwa tanah Jawa merupakan tanah yang subur dan kaya. Mereka dengen leluasa merusak seluruh kekayaannya. Karena orang-orang Jawa telah dibodohi oleh bangsa Hindia-Belanda sehingga ketidakadilan terjadi, karena telah membiarkan bangsa asing masuk di negeri kita dengan adanya ketidakadilan yang terjadi, maka terjadilah konflik internasional antara bangsa Hindia-Belanda dan bangsa Indonesia karena se- bagian kecil wilayah Indonesia telah dikuasai terutama pada bidang perekonomiannya.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pengkajian yang telah peneliti lakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Konflik antarindividu telihat pada tokoh Ahmad Dahlan dan Mas Noor, yaitu mereka berdebat masalah cara berpakaian Ahmad Dahlan yang dituduh seperti layaknya Kiai kafir serta Kiai bermain biola,

(8)

konflik tersebut bertahan cukup lama diantara keduanya. Konflik antarkelompok terlihat pada saat pengahncuran Langgar Kidul Kauman yang diperintahkan oleh Kiai Penghulu Kamaludiningrat karena ia tidak setuju dengan ajaran pembaharu terhadap islam yang dibawa Ahmad Dahlan. Konflik antaragama terjadi antara K.H Ahmad Dahlan dengan Pastor Bakker karena adanya pengkristenisasi di Pulau Jawa khusus- nya pada masyarakat jawa. Konflik internasional terlihat pada saat Belanda memasuki Indonesia banyak sekali konflik yang terjadi seperti pembrontakan, perampasan harta benda, karena bangsa Belanda telah mengeruk semua kekayaan yang ada di Indonesia terutama Pilau Jawa, serta bangsa Belanda sudah banyak mendirikan perusahaan swasta dengan tujuan agar semua perekonomian bangsa Indonesia dapat dengan leluasa diambil.

DAFTAR PUSTAKA

Akhadi, A., Bagiya, B., & Setyorini, N. (2017). Nilai moral pada novel Hujan Karya Tere Liye dan skenario pembelajarannya di kelas XI SMA. Surya Bahtera, 5(44).

http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/surya-bahtera/article/view/1 Basral, A. N. (2010). Sang pencerah. Mizan Pustaka.

Lestari, A. K. (2020). Aspek sosial dalam Novel Hujan karya Tere Liye. Lingua Franca:

Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 4(1), 78–96.

https://doi.org/10.30651/lf.v4i1.3829

Macaryus, S., & Wicaksono, Y. P. (2019). Lagu “Jogja Istimewa”: Representasi identitas Daerah Istimewa Yogyakarta. Widyaparwa, 47(2), 193–206.

https://doi.org/10.26499/wdprw.v47i2.368

Moleong, L. J. (2021). Metodologi penelitian kualitatif (40th ed.). PT Remaja Rosdakarya Offset.

Nurgiyantoro, B. (2018). Teori pengkajian fiksi. UGM press.

Qiwarunnisa, Q., & Mulyono, M. (2018). Simbolisme hujan dalam novel hujan karya tere liye. Jurnal Sastra Indonesia, 7(3), 155–164.

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jsi/article/view/29839

Sauri, S. (2019). Nilai-nilai sosial dalam novel hujan karya Tere Liye sebagai bahan pembelajaran kajian prosa pada Mahasiswa Program Studi Diksatrasiada Universitas Mathla’ul Anwar Banten. Jurnal Konfiks, 6(2), 1–8.

https://doi.org/10.26618/konfiks.v6i2.2687

Soekanto, S. (2012). Sosiologi: Suatu pengantar. Rajawali Pers.

Sudjiman, P. (1988). Memahami cerita rekaan. Pustaka Jaya.

Sumardjo, J., & Saini, K. M. (1982). Apresiasi sastra. Gramedia.

Zed, M. (2004). Metode penelitian kepustakaan. Yayasan Obor Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tuturan perlokusi berupa kata dan kalimat yang diambil dari dialog tokoh- tokoh yang terdapat dalam novel Sang Pencerah karya

Hasil penelitian berdasarkan dimensi sosial dalam novel Sang Pencerah dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra, ditemukan lima jenis dimensi sosial, yaitu (1)

Bagi para pembaca dan penikmat sastra, penelitian novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dengan

Dari analisis Mental disorder atau gangguan mental dalam novel Batas karya Akmal Nasery Basral di atas dapat diketahui bahwa beberapa tokoh mengalami mental disorder, yaitu

Menandai data dengan cara mencatat data-data yang telah ditemukan dan berkaitan dengan interpretatif simbolik yang menggambarkan rencana-rencana, resep-resep,

Sang Pencerah ;sedangkan datanya adalah semua kutipan yang menggambarkan nilai islami yang terdapat dalam novel Sang Pencerah. Hasil penelitian menunjukkan: 1)

Ahmad Dahlan Dalam Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)” yang dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk

Penelitian ini difokuskan pada penerapan nilai-nilai religius Islam dalam novel Tadarus Cinta Buya Pujangga karya Akmal Nasery Basral dari aspek penokohan, alur