• Tidak ada hasil yang ditemukan

210200126 Viony Ferencia Tugas Hukum Kesehatan

N/A
N/A
Viony Ferencia (vi)

Academic year: 2025

Membagikan "210200126 Viony Ferencia Tugas Hukum Kesehatan"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Viony Ferencia Nim : 210200126 Kelas : H

Matkul : Hukum Kesehatan

TUGAS HUKUM KESEHATAN

1. Kajian Yuridis Aborsi Yang Tidak Direncakan Dalam Hubungan di Luar Perkawinan Posisi Pro,

Aborsi sendiri terbagi atas dua yaitu, aborsi spontan dan aborsi provokatus (buatan). Aborsi provokatus terbagi lagi menjadi dua yaitu provokatus terapetikus (buatan legal) dan aborsi provokatus kriminalis (buatan illegal). Beranjak dari UUD 1945 tepatnya pada pasal 28 B Ayat 1, yang pada intinya menyatakan setiap orang memiliki hak untuk melanjutkan keturunan atau membentuk hubungan kekeluargaan dalam perkawinan”. Dapat kita pahami melalui frasa

“hak”, artinya hak tersebut merupakan suatu pilihan dan tidak wajib dilaksanakan, sehingga pasal tersebut memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk menggunakan haknya untuk melanjutkan keturunan atau tidak. Akan tetapi, pasal tersebut dapat disalahgunakan apabila tidak diberikan ketentuan lebih lanjut. Oleh karena itu dibentuknya, suatu lex specialis, yaitu Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada intinya, undang-undang tersebut melarang adanya aborsi, namun terdapat pengecualian terhadap korban pemerkosaan dan adanya indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan. Pada lingkup batasan tersebut, Penulis berada pada standing position pro.

Posisi Kontra,

Komnas Perempuan mencatat terdapat 147 kasus pemaksaan aborsi dari 2016 hingga 2021, dimana pelaku pemaksaan aborsi tersebut beragam mulai dari orangtua, suami ataupun pacar.

Selanjutnya di tahun 2023, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali telah menangkap 1.300 pasien yang diduga melakukan praktik aborsi illegal. Banyaknya kasus aborsi tersebut dikarenakan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memberikan pengecualian aborsi, yaitu adanya indikasi darurat medis dan korban pemerkosaan. Selain dari kedua hal tersebut, aborsi dinyatan sebagai tindak pidana. Namun berbeda dengan praktiknya, banyak sekali oknum-oknum yang menyalahgunakan pasal tersebut. Penulis ingin menekankan bahwasanya, Penulis tidak sepenuhnya menentang adanya aborsi tersebut, sepanjang aborsi dilakukan memenuhi syarat pada UU Kesehatan. Tetapi yang menjadi concern dari Penulis adalah aborsi yang dilakukan tidak memenuhi prosedur, dilakukan oleh oknum dokter, dll. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan minimnya pendidikan seksual sejak dini, mininya kontrol orang tua, dan kontrol dari polisi. Pasalnya aborsi memiliki banyak sekali resiko, dimulai dari segi medis, psikologis seperti “Post-Abortion Syndrome”, dan masih banyak lagi. Resiko- resiko tersebut akan lebih berbahaya terhadap korban “pemerkosaan” atau ibu yang masih di bawah umur. Sehingga, Penulis menyarankan agar negara Indonesia dapat membentuk suatu kelembagaan baru yang bertujuan untuk memberikan proses rehabilitasi kepada korban anak dibawah umur dan lembaga tersebut akan mengutamakan keselamatan janin dan ibu-nya.

(2)

Apabila sang ibu tidak menginginkan bayi-nya, maka lembaga khusus tersebut yang akan merawat anak tersebut. Mengingat dalam banyak agama, tidak ada satupun yang mengizinkan terjadinya pembunuhan.

2. Tinjauan Yuridis Pembagian Alat Kontrasepsi Pada Acara Tertentu Posisi Pro,

PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17, tepatnya pada pasal 103 (4) butir e, yaitu penyediaan alat kontrasepsi, yang pada intinya pasal tersebut memperbolehkan pembagian alat kontrasepsi pada acara “tertentu” saja, artinya pembagian alat kontrasepsi tersebut hanya untuk acara sosialisasi, rehabilitasi, konseling, dll. Penulis melihat hal tersebut merupakan suatu kemajuan bagi negara Indonesia untuk mulai menerapkan pendidikan seksual sejak dini. Dari survey BKBN menyatakan bahwa terdapat 50.000 anak yang menikah dini karena mayoritas hamil di luar nikah. Kasus tersebut memberikan urgensi bagi negara Indonesia untuk segera mengembangkan pendidikan seksual lebih lanjut.

Posisi Kontra,

Pembagian kontrasepsi dapat menjadi celah bagi anak usia sekolah dan remaja, sehingga kebijakan pembagian alat kontrasepsi tersebut harus direvisi kembali dan dibatasi hanya untuk “diperlihatkan” saja. Hal tersebut untuk mencegah adanya salah persepsi di masyarakat adanya dukungan pemerintah terkait hubungan seksual pada anak usia sekolah dan remaja. Daripada alat kontrasepsi tersebut dibagikan, lebih baik diperlihatkan saja sebagai bentuk sosialisasi kepada remaja. Namun harus ada batasan yang dibuat, misalkan batas usia anak yang dapat diperlihatkan bentuk alat kontrasepsi, dan materi terkait pendidikan seksual tersebut harus lebih menekankan bahaya dan dampak negative dari hamil di luar nikah.

3. Foto Ruang Laktasi di Mall Sun Plaza Kota Medan Lt. 1 Zona B

Referensi

Dokumen terkait

TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN HASIL PEMERIKSAAN DARI SEGI HUKUM TERHADAP STUDI KELAYAKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PENERBITAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN BERDASARKAN.. UNDANG-UNDANG

penyertaanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum yang berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Asas Retroaktif Dalam Undang- Undang Nomor 15

TINJAUAN YURIDIS EFEKTIVITAS UNDANG - UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008, DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA UJARAN KEBENCIAN DI

Hukum/Skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Perbandingan Honorarium Notaris terkait Akta Jaminan Fidusia Berdasarkan Pasal. 36 UU

Skripsi ini berbicara mengenai analisis yuridis penerapan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap hasil tindak pidana

‘Tinjauan Yuridis Pengisian Jabatan Wakil Bupati Berdasarkan Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan

“Tinjauan Yuridis terhadap Sita Marital atas Sengketa Harta Bersama dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang

Hingga baru di pertengahan tahun 2018, lebih tepatnya pada tanggal 25 Mei 2018 revisi atas UU Nomor 15 Tahun 2003 telah sah ditetapkan menjadi Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2018 UU Nomor