• Tidak ada hasil yang ditemukan

WAKALAH DALAM HUKUM ISLAM

N/A
N/A
AGUS MIRANTO MUHARRAR

Academic year: 2023

Membagikan "WAKALAH DALAM HUKUM ISLAM"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

WAKALAH DALAM HUKUM ISLAM

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Ekonomi Syariah

Oleh :

AGUS MIRANTO (80100221071)

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. H. Muhtar Luthfi, M. Pd.

Dr. Muh. Nur Taufiq Sanusi, M.A.

PRODI DIRASAH ISLAMIYAH

KONSENTRASI SYARI’AH HUKUM ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA UIN ALAUDDIN MAKASSAR 1443 H/ 2022 M

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas makalah dalam mata kuliah Hukum Ekonomi Syariah dengan judul : Wakalah dalam Hukum Islam. Selalu senantiasa kita bershalawat pada nabi Allah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam. Tokoh revolusi terbaik sepanjang masa yang hampir membuat islam menguasa sepertiga dunia, yang tidak lagi diragukan untuk menjadi suri tauladan untuk umat muslim. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kita miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik dari berbagai pihak.

Jika ada benar dan lebihnya itu datang dari Allah Subhanahu wata’ala dan jika ada salah dan kurangnya datang dari kita . Wallahul muafiq ila aqwamith thariq, billahi taufiq wassa’ adah Wassalamualaikum warahmatullah Wabarakatuh .

Makassar, 7 April 2022

Penyusun

(3)

iii DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH ... i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 1

BAB II PEMBAHASAN... ...2

A. Sejarah Pemikiran Hukum Islam 2 B. Periodesasi Perkembangan Pemikiran Hukum Islam .2 BAB III PENUTUP… ... 10

A. Kesimpulan ... 11

B. Saran ... 11

DAFTAR PUSTAKA ... 12

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari bertransaksi adalah hal yang telah menjadi kebutuhan setiap manusia, baik itu yang bentuknya jual beli, pinjam meminjam dan lain sebagainya.

Agama Islam dalam rangka menciptakan dan mewujudkan kemaslahatan ummat manusia memiliki perhatian yang sangat besar terhadap segala bentuk muamalah termasuk muamalah maaliyah dengan memperhatikan dan mempertimbangkan segala situasi dan kondisi yang ada disekitar manusia.

Seringkali dalam bertransaksi jual beli seseorang diperhadapkan pada suatu kondisi dimana ia tidak dapat menunaikan kewajiban atau mendapatkan haknya secara langsung sehingga ia membutuhkan bantuan orang lain untuk menggantikannya. Oleh karenanya islam mensyariatkan wakalah atau perwakilan karena manusia membutuhkannya. Dalam hal ini, seseorang boleh menujuk orang lain yang ia percayai untuk mewakilinya untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dalam menyelesaikan suatu urusan.

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana Konsep Wakalah dalam Hukum Islam?

b. Bagimana Bentuk dan Penerapan Akad Wakalah dalam Masyarakat Islam?

(5)

2 BAB II

PEMBAHASAN A. Konsep Wakalah Dalam Hukum Islam

1. Defenisi Wakalah

Wakalah berasal dari bahasa arab yaitu masdar dari kata wakala-yakilu-waklan, yang bermakna mewakilkan atau menyerahkan suatu urusan1. Diantara makna wakalah juga bermakna al-tafwidh yang berarti penyerahan,pendelegasian atau pemberian mandat, dan al hifz yakni pemeliharaan.2 Wakalah dalam arti harfiah adalah menjaga, menahan atau penerapan keahlian atau perbaikan atas nama orang lain, dari sini kata tawkeel diturunkan yang berarti menunjuk seseorang untuk mengambil alih atas suatu hal juga untuk mendelegasikan tugas apapun ke orang lain.3

Adapun pengertian wakalah secara istilah menurut para ulama adalah sebagai berikut:

1. Menurut Madzhab Maliki, wakalah adalah perjanjian mewakilkan yaitu seorang menggantikan kepada orang lain dalam suatu hak yang dimilikinya dimana orang lain ini melakukan daya dan upaya orang yang mewakilkannya dengan tanpa batasan pada penggantian itu dengan sesuatu setelah dia mati.

2. Menurut Madzhab Hanafi, wakalah adalah suatu praktek seseorang menugaskan orang lain untuk bertindak pada posisinya dalam melakukan daya upaya yang boleh dilakukan yang diketahui, dan orang yang menugaskan itu termasuk orang yang memiliki daya upaya.

3. Menurut Madzhab Syafi’i, wakalah adalah suatu pernyataan tentang seseorang menyerahkan suatu tugas kepada orang lain agar orang lain itu melakukannya dikala seorang tadi masih hidup, apabila orang yang menyerahkan tugas tadimemang mempunyai hak untuk melakukannya dan merupakan tugas yang bisa digantikan kepada orang lain

4. Menurut Madzhab Hambali, pernyataan menggantikan yang diwakilkan seseorang

1Tim Kashiko, Kamus Arab-Indonesia, Kashiko, 2000, h. 693

2Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2008, h. 120- 121

3Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009, h. 529

(6)

3

yang boleh melakukan daya upaya kepada orang lain4

5. Menurut Imam Taqiyuddin, wakalah adalah menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan oleh seseorang kepada orang lain sebagai gantinya untuk bertindak.5 6. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqi, wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan dimana

pada akad itu seorang menunjuk orang lain sebagai gantinya untuk bertindak.

7. Menurut Sayyid Sabiq, wakalah adalah sebagai penyerahan urusan seseorang kepada orang lain atas sesuatu hal yang dapat diwakilkan.6

Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa wakalah adalah akad yang memberikan kuasa (muwakkil) kepada pihak lain (al-wakil) untuk melakukan suatu kegiatan pada hal-hal yang dibolehkan ketika yang memberi kuasa berhalangan dan tidak dapat melakukan kegiatan tersebut yang mana pada hal ini pihak kedua atau al-wakil akan bertindak atas nama pihak pertama (muwakkil). Akad wakalah pada hakikatya adalah akad yang digunakan oleh seseorang apabila dia membutuhkan orang lain atau mengerjakan sesuatu yang tidak dapat dilakukannya sendiri dan meminta orang lain untuk melaksanakannya.

2. Landasan Hukum Wakalah

Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Dasar hukum dari wakalah adalah boleh dilakukan dalam ikatan kontrak yang di syariatkan dengan dasar hukum ibadah (diperbolehkan), al-wakalah bisa menjadi sunah, makruh, haram, atau bahkan wajib sesuai dengan niat pemberi kuasa, pekerjaan yang di kuasakan atau faktor lain yang mendasarinya dan mengikutinya.

Adapun landasan hukum wakalah antara lain adalah sebagai berikut:

a. Al-Qur'an

Dasar hukum wakalah dari Al-Quran terdapat dalam Q.S. Al-Kahfi ayat 19

َ و

َْو اَاًم ْو يَا نْثِب لَا ْوُلا قَ ْْۗمُتْثِب لَْم كَْمُهْنِ مٌَلِٕىۤا قَ لا قَ ْْۗمُه نْي بَا ْوُل ءۤا س ت يِلَْمُهٰنْث ع بَ كِلٰذ ك

َْمُكُّب رَا ْوُلا قَْۗ م ْو يَ ضْع بَ

َهِذٰهَْمُكِق ِر وِبَْمُك د ح اَا ْْٓوُث عْبا فَ ْْۗمُتْثِب لَا مِبَُم لْع ا ى لِا

َِة نْيِد مْلا َ

َ

َْل ف

َْرُظْن ي

َ ق ْز ِرِبَْمُكِتْأ يْل فَاًما ع طَى ٰك ْز آَْا هُّي اَ

اًد ح اَْمُكِبََّن رِعْشُيَ لَ وَ ْفَّط ل ت يْل وَُهْنِ م

4Moh.Zahri, Fiqih Empat Madzhab jilid IV, (Semarang : CV. Asy Syifa’ 1994), h. 283-285.

5Imam Taqiyuddin, Kifayat al-Ahyar, (Indonesia: Daar Ihya Al-Kutub al-Arabiyah, t.t), h. 283.

6Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz V, (Beirut : Daar al-Fikr, 1983), h. 235.

(7)

4

Terjemahnya:

Dan demikianlah kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.7

Firman Allah Swt. dalam surah Yusuf ayat 93

َ بَِتْأ يَْيِب اَِهْج وَىٰل عَُه ْوُقْل ا فَا ذٰهَْي ِصْيِم قِبَا ْوُب هْذِا

َ نْيِع مْج اَْمُكِلْه اِبَْيِن ْوُتْأ وَۚا ًرْي ِص

َ

Terjemahnya:

Pergilah kamu dengan membawa bajuku ini, lalu usapkan ke wajah ayahku, nanti dia akan melihat (kembali); dan bawalah seluruh keluargamu kepadaku.8

Ayat-ayat tersebut menyimpulkan bahwa dalam hal muamalah dapat dilakukan perwakilan dalam bertransaksi, ada solusi yang bisa diambil manakala manusia mengalami kondisi tertentu yang mengakibatkan ketidak-sanggupan melakukan segala sesuatu secara mandiri, baik melalui perintah maupun kesadaran pribadi dalam rangka tolong menolong, dengan demikian seseorang dapat mengakses atau melakukan transaksi melalui jalan Wakalah.

Ayat di atas memang tidak menyebut wakalah secara eksplisit, namun apa yang tertulis dan dikisahkan dalam ayat di atas adalah terkait masalah wakalah. Lafaz-lafaz yang berupa kata perintah dalam ayat di atas menunjukkan adanya perwakilan atau wakalah.

b. Hadis

Dalam hadis Rasulullah Saw. banyak yang menunjukkan bolehnya praktik wakalah salah satunya hadis berikut ini:

َةَن وُمْيَم ُهاَج َّوَزَف ِراَصَنَلأا َنِم لاُجَر َو عِفاَراَبَأ َثَعَب َمَلَس َو ِهيَلَع هاللّ ىَّلَص هاللّ ُل ْوُسَر َّنَّا ِث ِر اَحلا َتْنِب

Artinya:

7Departemen Agama RI, Al-Qur‘an dan Terjemahnya, ( Bandung : CV Penerbit Diponegoro, 2009), h. 295.

8Departemen Agama RI, Al-Qur‘an dan Terjemahnya, h. 207.

(8)

5

Bahwasannya Rasulullah Saw. mewakilkan kepada Abu Rafi' dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti Harits (HR. Malik)9

Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan. Diantaranya adalah membayar utang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lain.10

c. Ijma

Para ulama berpendapat dengan ijma atas dibolehkannya wakalah. Mereka bahkan mensunnahkan wakalah dengan alasan bahwa wakalah termasuk jenis ta’awun atau tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa.

Allah Swt. berfirman di dalam Alquran

اَى ل عَا ْوُن وا ع تَ لَ وَ ۖى ٰوْقَّتلا وَ ِ رِبْلاَى ل عَا ْوُن وا ع ت و

َِاَْۗ هاللَّٰاوُقَّتا وَِۖنا وْدُعْلا وَِمْثِ ْلَ

َ هاللَّٰ َّن

َِبا قِعْلاَُدْيِد ش

َ

Terjemahnya:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.11

Ayat tersebut menjelaskan bagaimana sebagai manusia hendaknya senantiasa tolong menolong dan dijadikan prinsip dalam kehidupan untuk menjalin kerja sama dengan siapapun siapapun selama tujuannya adalah kebaikan dan ketakwaan.

3. Rukun dan Syarat Wakalah

Sama seperti jenis akad yang lain, pada akad wakalah ini agar sah dan mempunyai akibat hukum maka harus memenuhi rukun dan syaratnya. Rukun adalah sesuatu yang mutlak ada pada suatu akad. Karena itu, wakalah tidak sah tanpa memenuhi rukun-rukun akad berupa ijab dan qabul, dalam ijab dan qabul tidak disyaratkan adanya lafadz tertentu, bahkan dibolehkan menggunakan apa pun yang menunjukan hal tersebut, baik berupa ucapan maupun perbuatan.

9Imam Jalaludin As-Sayuti, Al-Muwatha', Darul Ihya Al-Ulum, Beirut, t.th. h. 271.

10Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani, 2001), 122.

11Departemen Agama RI, Al-Qur‘an dan Terjemahnya, h. 106.

(9)

6

Dibolehkan bagi salah satu dari kedua belah pihak pelaku akad untuk menarik kembali wakalah dan membatalkan akad dalam kondisi apa pun, karena wakalah termasuk akad yang boleh dibatalkan, bukan akad yang bersifat tetap dan lazim.12

Adapun beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam wakalah, yaitu:

a. Rukun wakalah

1) Orang yang memberi kuasa (al-Muwakkil) 2) Orang yang diberi kuasa (al-Wakil)

3) Perkara/hal yang dikuasakan (al-Taukil) 4) Pernyataan Kesepakatan (Ijab dan Qabul).

b. Syarat-syarat muwakkil (yang mewakilkan)

Muwakkil merupakan orang yang berwakil disyaratkan sah melakukan apa yang diwakilkan, sebab milik atau di bawah kekuasaannya orang yang berwakil disyaratkan sah melakukan apa yang diwakilkan, sebab milik atau di bawah kekuasaannya. Syarat-syarat muwakkil adalah:

1) Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan.

2) Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya.13

c. Syarat-syarat wakil (yang mewakili)

Syarat-syarat wakil adalah sebagai berikut:

1) Cakap hukum, cakap bertindak hukum untuk dirinya dan orang lain, memiliki pengetahuan yang memadai tentang masalah yang diwakilkan kepadanya, serta amanah dan mampu mengerjakan pekerjaan yang dimandatkan kepadanya.

2) Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.

3) Wakil adalah orang yang diberi amanat.14

Orang yang mewakili harus jujur terhadap apapun yang diwakilkan. Apabila yang diwakilkan itu rusak dengan sendirinya, bukan karena kelalaian atau usahanya (orang yang

12Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz V, (Beirut : Daar al-Fikr, 1983), h. 236.

13Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Gaung Persada, Jakarta, 2006, h. 65.

14Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, h. 66.

(10)

7

mewakili), ia tidak menanggungnya, akan tetapi kalau kerusakan itu karenanya maka ia harus bertanggung jawab atas kerusakannya.

d. Perkara yang diwakilkan/obyek wakal

Sesuatu yang dapat dijadikan obyek akad atau suatu pekerjaan yang dapat dikerjakan orang lain, perkara-perkara yang mubah dan dibenarkan oleh syara’, memiliki identitas yang jelas, dan milik sah dari al-muwakkil, misalnya: jual-beli, sewa-menyewa, pemindahan hutang, tanggungan, kerjasama usaha, penukaran mata uang, pemberian gaji, akad bagi hasil, talak, nikah, perdamaian dan sebagainya.

Dalam jual beli seseorang yang mewakilkan orang lain menjual sesuatu dengan wakalah mutlaqah, tanpa adanya ikatan harga tertentu, maka ia tidak berhak menjualnya kecuali dengan harga yang sama dan tidak boleh menjual dengan pembayaran berjangka (angsuran). Kalau ia menjualnya dengan barang yang dimana manusia tidak dapat berbuat curang dengan semisalnya atau menjualnya dengan angsuran, jual beli ini tidak boleh kecuali dengan persetujuan orang yang mewakilkan. Karena hal ini bertentangan dengan kemaslahatannya, dan ini berarti kembali lagi kepadanya. Pengertian wakalah mutlak bukan berarti bahwa si wakil boleh berbuat sekehendak hatinya tetapi maknanya; dia berbuat untuk melakukan jual beli yang dikenal dikalangan para pedagang, dan untuk hal yang lebih berguna bagi orang yang mewakilkan.

Adapun sesuatu yang tidak dapat diwakilkan adalah pekerjaan yang tidak ada campur tangan perwakilan artinya hukum ini tidak gugur dengan dicampuri orang lain seperti ibadah badaniyah karena dalam ibadah tersebut bertujuan untuk menguji ketaatan hamba kepada tuhannya.

e. Pernyataan Kesepakatan (Ijab-Qabul)

Kesepakatan kedua belah pihak baik lisan maupun tulisan dengan keikhlasan memberi dan menerima baik fisik maupun manfaat dari hal yang ditransaksikan.15 Merupakan sighat secara umum yang menunjukan pemberian kuasa dalam perkara yang umum.

Redaksi yang digunakan tidak terbatas kepada satu bentuk kata atau kalimat tertentu, melainkan semua kata atau kalimat yang umum yang berisi pemberian kuasa kepada orang

15Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, h. 67.

(11)

8

lain. Dengan demikian, tidak ada syarat tertentu untuk sighat yang digunakan dalam wakalah.16

4. Berakhirnya Wakalah

Wakalah bukanlah akad yang berlaku abadi, tetapi bisa menjadi batal atau dibatalkan. Dalam hal ini, ada beberapa hal yang menyebabkan wakalah itu batal dan berakhir, meliputi:

a. Ketika salah satu pihak yang berwakalah itu wafat atau gila.

b. Apabila maksud yang terkandung dalam wakalah itu sudah selesai pelaksanaannya atau dihentikan maksud dari pekerjaan tersebut.

c. Diputuskannya wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang menerima kuasa dan berakhir karena hilangnya kekuasaannya atau hak pemberi kuasa atas sesuatu obyek yang dikuasakan.

d. Dihentikannya aktivitas/pekerjaan dimaksud oleh kedua belah pihak.

e. Pembatalan akad oleh pemberi kuasa terhadap penerima kuasa, yang diketahui oleh penerima kuasa.

f. Penerima kuasa mengundurkan diri dengan sepengetahuan pemberi kuasa.

g. Gugurnya hak pemilikan atas barang bagi pemberi kuasa17

B. Bentuk dan Penerapan Akad Wakalah 1. Pembagian Wakalah

Wakalah terbagi menjadi tiga macam yaitu : a. Wakalah Muthlaqah

Wakalah muthlaqah adalah wakalah yang terbebas dari setiap batasan. Misalnya

“aku wakilkan padamu untuk menjual rumahku”. Kemudian terdapat seseorang mewakilkan orang lain untuk menjual sesuatu tanpa ada ikatan harga tertentu,

16Subekti, Aneka Perjanjian (Jakarta: Penerbit Alumni, 1975), h. 66.

17Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, h. 68.

(12)

9

pembayaran kontan atau diangsur, di kampung atau di kota, maka yang terbebas dari setiap batasan. Misalnya “aku wakilkan padamu untuk menjual rumahku”. Maka wakil dapat menjual dengan harga layak dan tidak terbatas dengan harga tertentu ia wakil (orang yang mewakili) tidak boleh menjualnya dengan seenaknya saja. Dia harus menjual sesuai dengan harga pasaran pada umumnya dan dalam penjualan tunai, sehingga dapat menghindari yang namanya ghubn (kecurangan) kecuali bila yang dikenal di kalangan para pedagang dan untuk hal yang lebih berguna bagi yang diwakilkan.18 Al-wakalah al-Mutlaqah, yakni mewakilkan secara mutlak, tanpa batas waktu dan untuk segala urusan. Dalam hukum positif, seringkali dikenal dengan istilah kuasa luas, yang biasanya digunakan untuk mewakili segala kebutuhan pemberi kuasa dan biasanya hanya untuk perbuatan pengurusan.

b. Al-wakalah al-Muqayyadah,

Al-wakalah al-Muqayyadah yakni penunjukkan wakil untuk bertindak atas nama dalam urusan-urusan tertentu. Dalam hukum positif, hal ini dikenal sebagai kuasa khusus dan biasanya hanya untuk satu perbuatan hukum. Kuasa khusus ini biasanya diperuntukan bagi perbuatan hukum tertentu yang berkaitan dengan kepemilikan atas suatu barang, membuat perdamaian, atau perbuatan lain yang hanya bisa dilaksanakan oleh pemilik barang.

c. Al-wakalah al-Ammah,

Al-wakalah al-Ammah yakni perwakilan yang lebih luas dari al-muqayyadah tetapi lebih sederhana daripada al-mutlaqah, di mana pendelegasian wewenang bersifat umum, tanpa adanya spesifikasi. Biasanya kuasa ini untuk perbuatan pengurus sehari- hari. Dalam praktek perbankan syariah, wakalah ini sering sekali digunakan sebagai pelengkap transaksi suatu akad atau sebagai jembatan atas keterbatasan ataupun hambatan dari pelaksanaan suatu akad.19

Dalam wakalah muqayyadah muwakil membatasi tindakan wakil dan menentukan cara melaksanakan tindakan tersebut. Misalnya “aku wakilkan padamu untuk menjual rumahku ini dengan harga sekian”. Maka wakil dapat menjualnya dengan harga layak dan tidak terbatas dengan hari tertentu. Jika perwakilan bersifat terikat, wakil berkewajiban

18Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 139.

19Irma Devita Purnamasari dan Suswinarno, Akad Syariah, PT Mizan Pustaka, Bandung, 2011, h.

146-147

(13)

10

mengikuti apa saja yang telah ditentukan oleh orang yang mewakilkan. Dirinya tidak boleh menyalahinya kecuali kepada yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi orang yang mewakilkan.

2. Aplikasi Wakalah Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Akad Wakalah dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang ekonomi, terutama dalam institusi keuangan:

1. Transfer uang

Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai al-muwakkil terhadap bank sebagai al-wakil untuk melakukan perintah atau permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada kepada rekening tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer uang ini.

a. Wesel Pos

Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung dari al- muwakkil kepada al-wakil, dan al-wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju.

b. Transfer uang melalui cabang suatu bank

Dalam proses ini, al-muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada bank yang merupakan al-wakil, namun bank tidak memberikannya secara langsung kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju tersebut.

c. Transfer melalui ATM

Kemudian ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian untuk mengirimkan uang, tidak secara langsung uangnya diberikan dari al-muwakkil kepada bank sebagai al- wakil. Dalam model ini, Nasabah al-Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.

Dalam operasional kegiatan Bank sehari hari, Bank syariah melakukan proses penerapan akad Wakalah Bil Ujroh dalam mekenisme produknya. Jasa transfer merupakan proses pemindahan suatu dana atau kiriman uang dari satu rekening ke rekening lainnya

(14)

11

ataupun dari satu unit kerja bank (bisa berupa Kantor Pusat, kantor Cabang ) ke unit kerja bank lainnya yang dituju. Dari proses pemindahan atau pengiriman tersebut pihak bank meminta upah atau imbalan kepada nasabah sebagai keuntungan yang didapatkan dari jasa transfer tersebut.

2. Letter Of Credit Impor Syariah

Akad untuk transaksi Letter of Credit Import Syariah ini menggunakan akad Wakalah Bil Ujrah . Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor:

34/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank dengan ketidakseimbangan pemberian ujrah atau fee. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan sutuasi yang terjadi.

Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:

1. Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang diimpor.

2.Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.

3. Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.

3. Penerapan akad Murabahah Bil Wakalah

Dalam proses pembelian sebuah rumah dengan menggunakan metode pembiayaan KPR oleh bank syariah yaitu sebagai berikut:Untuk kepentingan dari musytari pihak bank akan terlebih dahulu membeli rumah yang dibutuhkan musytari dari penjual atau developer rumah. Setelah proses tersebut kemudian menjual kembali kepada musytari sebesar harga pokok pembelian dari pihak developer di tambah dengan margin keuntungan yang di tentukan oleh bank dan disepakati bersama musytari.

4. Penggunaan Jasa

Bank syariah dapat memberikan jasa wakalah, yaitu sebagai wakil dari nasabah sebagai pemberi kuasa (muwakil) untuk melakukan sesuatu (taukil). Dalam hal ini, bank dapat upah atau biaya administrasi atas jasa tersebut. Sebagai contoh, bank mewakili sekolah atau universitas sebagai penerima biaya spp dari para pelajar untuk biaya studi dan contoh jasa transfer.

(15)

12

Selain, dari penerapan diatas, akad wakalah digunakan oleh Lembaga-Lembaga keuangan syariah pada produknya seperti pembiayaan murabahah, istishna, salam , ijrah , musyarakah dan pada produk layanan ain

3. Hikmah Penerapan Wakalah

Pada hakikatnya wakalah merupakan pemberian dan pemeliharaan amanat. Oleh karena itu, baik muwakkil (orang yang mewakilkan) dan wakil (orang yang mewakili) yang telah melakukan kerjasama atau kontrak wajib bagi keduanya untuk menjalankan hak dan kewajiban, saling percaya, dan menghilangkan sifat curiga dan buruk sangka. Dari sisi lain, dalam wakalah terdapat pembagian tugas, karena tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menjalankan pekerjaannya dengan dirinya sendiri.

Dengan mewakilkan kepada orang lain, maka muncullah sikap tolong menolong dan memberikan pekerjaan bagi orang lain yang sedang menganggur, dengan demikian, si muwakkil akan terbantu dengan menjalankan pekerjaannya dan si wakil tidak kehilangan pekerjaannya.20

20Moh. Anwar, Fiqih Islam : Mu’amalah, Munakahat, Faro’id Dan Jinayah (Bandung: Al-Ma‟arif, 1979), h. 190.

(16)

13 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

1. Wakalah bermakna al-tafwidh yang berarti pendelegasian dan al hifz yakni pemeliharaan. Akad wakalah pada hakikatya adalah akad yang digunakan oleh seseorang apabila dia membutuhkan orang lain mengerjakan sesuatu yang tidak dapat dilakukannya sendiri dan meminta orang lain untuk melaksanakannya. Rukun wakalah terdiri dari orang yang memberi kuasa (al-Muwakkil), orang yang diberi kuasa (al-Wakil), perkara atau hal yang dikuasakan (al-Taukil) dan pernyataan kesepakatan (Ijab dan Qabul). Wakalah dalam hukum Islam dibolehkan berdasarkan al-Quran, hadis dan ijma’ dan menjadi sarana kemudahan bagi umat Islam dalam berbagai urusan khususnya dalam muamalah.

2. Penerapan konsep wakalah telah dipraktekkan jauh sejak Rasulullah Saw. Masih hidup. Dengan wakalah maka muncullah sikap ta’awun dalam kebaikan sehingga terdapat pembagian tugas, muwakkil (orang yang mewakilkan) dan wakil (orang yang mewakili) melakukan kerjasama untuk menjalankan hak dan kewajiban, saling percaya, dan menghilangkan sifat curiga dan buruk sangka. Ada beberapa jenis wakalah, seperti wakalah muthlaqah, wakalah muqayyadah dan wakalah al-ammah.

Contoh penerapan wakalah dalam institusi keuangan yaitu, transfer uang melalui bank, letter of credit impor syariah, penerapan akad murabahah bil wakalah serta penggunaan jasa bank sayriah.

B. Implikasi

Akad wakalah telah dapat diterapkan dalam Institusi Keuangan Islam di Indonesia.

Fatwa untuk akad ini telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia NO: 10/DSN-MUI/IV/2000. Hal ini akan mendukung perkembangan produk- produk keungan Islam dengan akad Wakalah, yang mana akan menduukung pula perkembangan perbankan dan investasi Syariah di Indonesia.

(17)

14

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta.

2008

Anwar, Moh. Fiqih Islam : Mu’amalah, Munakahat, Faro’id Dan Jinayah. Bandung: Al- Ma‟arif, 1979.

As-Sayuti, Imam Jalaludin. Al-Muwatha', Darul Ihya Al-Ulum. Beirut. t.th.

Ayub, Muhammad. Understanding Islamic Finance, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

2009.

Departemen Agama RI, Al-Qur‘an dan Terjemahnya, Bandung : CV Penerbit Diponegoro.

2009.

Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Gaung Persada.

Jakarta. 2006.

Kashiko, Tim Kamus. Arab-Indonesia, Kashiko, 2000.

Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah, Beirut. Daar al-Fikr. 1983.

Subekti, Aneka Perjanjian, Jakarta: Penerbit Alumni, 1975.

Suswinarno, dan Irma Devita Purnamasari. Akad Syariah, PT Mizan Pustaka. Bandung, 2011.

Taqiyuddin, Imam. Kifayat al-Ahyar, Indonesia. Daar Ihya Al-Kutub al-Arabiyah. t.t.

Wajdi, Farid. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.

Zahri, Moh. Fiqih Empat Madzhab jilid IV, Semarang : CV. Asy Syifa’. 1994.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Sayyid Sabiq, al-wakālah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang dapat diwakilkan menurut Islam, seseorang diperkenankan mendelegasikan