• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Kualitas Minyak Jelantah Setelah Pemurnian Menggunakan Ampas Tebu Sebagai Adsorben

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Uji Kualitas Minyak Jelantah Setelah Pemurnian Menggunakan Ampas Tebu Sebagai Adsorben"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

UJI KUALITAS MINYAK JELANTAH SETELAH PEMURNIAN MENGGUNAKAN AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN

Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana (S1) Teknik Lingkungan

ADIT NUGRAHA JANUARI 18513132

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

2022

TA/TL/2022/1510

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Adit Nugraha Januari. UJI KUALITAS MINYAK JELANTAH SETELAH PEMURNIAN MENGGUNAKAN AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN.

Dibimbing oleh Yebi Yuriandala, S.T., M.Eng. dan Dr. Hijrah Purnama Putra, S.T., M.Eng..

Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Minyak goreng digunakan hingga 3-4 kali dengan pemanasan yang tinggi (160-180°C) akan mengakibatkan terjadinya reaksi degradasi (hidrolisis, dan oksidasi) sehingga minyak jelantah mempunyai dampak buruk jika dikonsumsi oleh manuasia dan mencemari lingkungan. Alternatif pengolahan minyak jelantah adalah proses adsorpsi dengan menggunakan ampas tebu. Ampas tebu dipilih karena mengandung serat (terdiri dari lignin dan selolusa) dan mempunyai struktur berpori. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui morfologi ampas tebu dan model isoterm yang sesuai serta, mengetahui pengaruh ampas tebu terhadap asam lemak bebas, bilangan peroksida dan kadar air pada adsorpsi minyak. Ampas tebu terlebih dahulu dikeringkan dan diayak dengan ukuran 10 mesh, 40 mesh, 70 mesh dan 100 mesh. Sedangkan minyak jelantah disaring dahulu sebelum dimasukan ampas tebu untuk direndam selama 1x24 jm, 2x24 jam dan 3x24 jam. Penentuan morfologi ampas tebu menggunakan instrument SEM (Scanning Electron Microscopy), asam lemak bebas menggunakan metode titrasi asam basa, penentuan bilangan peroksida menggunakan titrasi iodometri dan kadar air menggunakan thermogravimetri. Hasil penelitian ini adalah pada pengamatan SEM ampas tebu memiliki banyak pori yang berbentk oval memanjang. Model isoterm adsorpsi yang sesuai terhadap asam lemak bebas adalah isoterm Freundlich, sedangkan terhadap bilangan peroksida adalah isoterm Langmuir. Kapasitas adsorpsi maksimum dari masing- masing parameter sebesar 0.1907 mg/g pada asam lemak bebas dan 91.7431 mg/g pada bilangan peroksida. Penurunan nilai terbesar nilai asam lemak bebas, bilangan peroksida dan kadar air pada waktu perendaman 2x24 jam dengan ukuran pertikel 100 mesh masing-masing sebesar 25,29%, 79,98%, dan 74%

sehingga kualitas minyak jelantah menjadi lebih baik. Ampas tebu sudah memenuhi kriteria sebagai absorben dan dapat menurunkan beberapa nilai parameter pada minyak jelantah.

Kata kunci: Adsorpsi, Ampas Tebu, Minyak Jelantah, Pemurnian

(7)

ABSTRACT

Adit Nugraha Januari. TESTING THE QUALITY OF COOKING OIL AFTER PURIFICATION USING SUGARCANE BAGASSE AS ADSORBENT. Supervised by Yebi Yuriandala, S.T., M.Eng. and Dr. Hijrah Purnama Putra, S.T., M.Eng..

Cooking oil is one of the basic human needs. Cooking oil used up to 3-4 times with high heating (160-180°C) will result in a degradation reaction (hydrolysis, and oxidation) so used cooking oil has a bad impact if consumed by humans and pollutes the environment. Alternative processing of used cooking oil is the adsorption process using bagasse. Bagasse was chosen because it contains fiber (consisting of lignin and cellulose) and has a porous structure. The bagasse was first dried and sieved with sizes of 10 mesh, 40 mesh, 70 mesh and 100 mesh. In comparison, the used cooking oil is filtered before adding the bagasse to be soaked for 1x24 hours, 2x24 hours and 3x24 hours. Determination of bagasse morphology using SEM (Scanning Electron Microscopy) instrument, free fatty acids using acid-base titration method, determination of peroxide number using iodometric titration and water content using thermogravimetry. The result of this research is that bagasse has many elongated oval-shaped pores on SEM observation. The suitable adsorption isotherm model for free fatty acids is the Freundlich isotherm, while the Langmuir isotherm for peroxide number is the isotherm. The maximum adsorption capacity of each parameter was 0.1907 mg/g for free fatty acids and 91.7431 mg/g for peroxides. The greatest decrease in the value of free fatty acids, peroxide value and water content at 2x24 hours immersion time with 100 mesh particle sizes were 25.29%, 79.98%, and 74%, so the quality of used cooking oil was better. Bagasse has met the criteria as an absorbent and can reduce several parameter values in used cooking oil.

Keyword : Adsorption, Bagasse, Purification, Used Cooking Oil

(8)

DAFTAR ISI

UJI KUALITAS MINYAK JELANTAH SETELAH PEMURNIAN

MENGGUNAKAN AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN ... i

PRAKATA ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 2

1.3Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Hipotesis ... 3

1.6Ruang Lingkup ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Minyak Jelantah ... 5

2.2 Mutu Minyak Goreng ... 5

2.3 Ampas Tebu ... 6

2.4 Adsorpsi ... 7

2.5 Isotherm Adsorpsi ... 8

2.6 Isoterm Langmuir ... 8

2.7 Isoterm Freundlich ... 9

2.8 SEM (Scanning Electron Microscopy) ... 9

2.9 Asam Lemak Bebas... 9

2.10 Bilangan Peroksida... 10

2.11 Kadar Air ... 11

BAB III METODE PENELITIAN... 12

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 12

3.2 Alat dan Bahan ... 12

3.3 Prosedur Analisis Data ... 13

3.3.1 Pengolahan Ampas Tebu (Rabiah, 2018)... 13

3.3.2 Pengujian menggunakan SEM (Scanning Electron Microscop) ... 13

(9)

3.3.3 Pemurnian Minyak Goreng (Rabiah, 2018) ... 14

3.3.4 Penentuan Asam Lemak Bebas ... 14

3.3.5 Penentuan Bilangan Peroksida ... 14

3.3.6 Penentuan Kadar Air ... 15

3.3.7 Isoterm Freundlich ... 15

3.3.8 Isoterm Langmuir ... 15

3.3.9 Analisa Data ... 16

BAB IV PEMBAHASAN ... 17

4.1 Analisa Adsorben ... 17

4.1.1 Karakterisasi Morfologi Adsorben Menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) ... 17

4.1.2 Isoterm Adsorpsi ... 18

4.2 Uji Kualitas Minyak Jelantah Setelah Permurnian ... 23

4.2.1 Asam Lemak Bebas... 23

4.2.2 Bilangan Peroksida... 25

4.2.3 Kadar Air ... 27

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 30

5.1 Simpulan ... 30

5.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

LAMPIRAN ... 35

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Baku mutu minyak goreng ... 6

Tabel 2.2 Kandungan serat pada ampas tebu ... 6

Tabel 4.1 Persamaan adsorpsi terhadap asam lemak bebas ... 20

Tabel 4.2 Persamaan adsorpsi terhadap bilangan peroksida ... 22

Tabel 4.3 Hasil uji Asam Lemak Bebas ... 23

Tabel 4.4 Hasil uji bilangan peroksida ... 25

Tabel 4.5 Hasil uji kadar air ... 27

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Reaksi asam lemak bebas ... 10

Gambar 3.1 Skema penelitian ... 13

Gambar 4.1 Hasil SEM ampas tebu dengan ukuran 100 mesh dengan pembesaran 450x (a), Hasil SEM ampas tebu dengan ukuran 10 mesh dengan pembesaran 500x (b) ... 17

Gambar 4.2 Hasil SEM ampas tebu dengan pembesaran 3000x (a), Hasil SEM ampas tebu dengan pembesaran 4000x (b). ... 18

Gambar 4.3 Isoterm Langmuir terhadap asam lemak bebas ... 19

Gambar 4.4 Isoterm Freundlich terhadap asam lemak bebas ... 20

Gambar 4.5 Isoterm Langmuir terhadap bilangan peroksida ... 21

Gambar 4.6 Isoterm Langmuir terhadap bilangan peroksida ... 21

Gambar 4.7 Grafik penurunan asam lemak bebas ... 24

Gambar 4.8 Grafik penurunan bilangan peroksida ... 26

Gambar 4.9 Grafik penurunan kadar air ... 28

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Contoh perhitungan asam lemak bebas ... 35

Lampiran 2. Contoh perhitungan bilangan peroksida ... 36

Lampiran 3. Contoh perhitungan kadar air ... 38

Lampiran 4. Contoh perhitungan model isoterm asam lemak bebas ... 40

Lampiran 5. Contoh perhitungan model isoterm bilangan peroksida ... 42

Lampiran 7. Dokumentasi penelitian ... 44

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan data dari GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) konsumsi minyak goreng di Indonesia mengalami kenainakan setiap tahun. Pada tahun 2020 sebesar 17,35 juta ton dan meningkat 6,63% pada tahun 2021 mencapai 18,5 juta ton. Berdasarkan data diatas kebutuhan tersebut banyak digunakan oleh rumah tangga, industri makanan dan restoran. Dengan meningkatnya konsumsi minyak goreng maka limbah yang dihasilkan dari minyak goreng juga semakain meningkat yaitu minyak jelantah.

Minyak jelantah jika dibuang begitu saja ke lingkungan dapat menimbulkan dampak negatif seperti konsentrasi oksigen terlarut pada perairan akan menurun.

Kuantitas sinar yang masuk ke dalam air berkurang karena adanya lapisan minyak di atas air, sehingga membahayakan kehidupan organisme yang ada di bawahnya. Selain itu pada suhu rendah, minyak jelantah akan membeku dan mengganggu jalannya air pada saluran pembuangan sehingga dapat menyumbat pipa pembuangan (Travis et al, 2008). Minyak jelantah juga memiliki kandungan asam lemak bebas dan bilangan peroksida yang tinggi akibat proses oksidasi dari 3-4 kali penggorengan. Beberapa gejala penyakit yang dapat ditimbulkan akibat dari tingginya asam lemak bebas dan bilangan peroksida pada minyak jelantah adalah gejala keracunan, seperti pusing, mual-mual dan muntah serta dapat meningkatkan potensi kanker di dalam tubuh (Andarwulan, 2006).

Oleh karena itu dibutuhkan penelitian untuk meminimalisir minyak jelantah yang terbuang begitu saja ke lingkungan. Beberapa peneliti yang sudah melakukan penelitian terhadap pemurnian minyak jelantah diantaranya adalah: Alamsyah et al., (2017) melakukan penelitian pemurnian minyak jelantah dengan proses adsorbsi menggunakan zeolit dan biji kelor. Zeolit dan biji kelor yang digunakan divariasikan 5, 10, 15, dan 20 gram. Hasilnya adalah kandungan peroksidanya dari 8,8368 menjadi 6,4259, kandungan airnya dari 0,094 % 2 menjadi 0,065 % dan kandungan asal lemak bebasnya yang semula 0,584 % menjadi 0,284 %,. Robiah (2019) melakukan

(14)

penelitian pemurnian minyak goreng bekas pakai (Jelantah) dengan menggunakan ampas tebu sebagai absorben. Dengan variasi ukuran absorben 20, 35, 60, dan 100 mesh dan variasi rendaman 1 x 24 jam dan 2 x 24 jam. Didapatkan hasil kadar air dalam minyak dapat diturunkan dari 0,1982% hingga 0,0050%, kadar FFA minyak goreng bekas dapat diturunkan dari 0,7657 mg NaOH/gr minyak sampai 0,1692 mg NaOH/gr minyak setelah diadsorpsi.

Salah satu alternatif pengolahan minyak jelantah adalah pemurnian menggunakan metode adsorpsi. Adsorpsi menjadi metode yang efektif dan murah karena dapat memanfaatkan limbah pertanian untuk dijadikan adsorben Pada penelitian kali ini akan menggunakan ampas tebu sebagai adsorben. Ampas tebu dipilih sebagai adsorben karena mudah didapatkan, lebih ekonomis dan biasanya hanya dibakar atau dibuang saat tidak terpakai. Selain itu, ampas tebu mengandung serat (terdiri dari lignin dan selolusa) dan mempunyai struktur berpori sehingga dapat membantu proses penyerapan pada minyak jelantah (Ratno, 2013).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas minyak jelantah menggunakan ampas tebu sebagai absorben dengan variasi ukuran partikel dan waktu perendaman absorben, serta mengetahui morfologi ampas tebu dan model isoterm yang sesuai. Hasil dari penelitian akan dibandingkan dengan SNI 7709: 2019 (Standar Mutu Minyak Goreng Sawit).

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana morfologi ampas tebu pada adsorpsi minyak jelantah?

2. Bagaimana model isoterm adsorpsi yang sesuai dan kapasitas adsorpsi maksimum pada adsorpsi minyak jelantah menggunakan ampas tebu?

3. Bagaimana kualitas asam lemak bebas, bilangan peroksida dan kadar air terhadap minyak jelantah setelah pemurnian minyak jelantah?

(15)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah :

1. Mengetahui morfologi ampas tebu pada adsorpsi minyak jelantah.

2. Mengetahui model isoterm adsorpsi yang sesuai dan kapasitas adsorpsi maksimum pada adsorpsi minyak jelastah menggunakan ampas tebu.

3. Mengetahui kualitas asam lemak bebas, bilangan peroksida dan kadar air setelah pemurnian minyak jelantah.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diantaranya dapat digunakan sebagai sebagai pengembangan ilmu mengenai pemurnian minyak jelantah. Kelestarian lingkungan hidup dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan yang sudah tidak layak dipakai lalu dijadikan bahan yang bermanfaat kembali bagi kehidupan dan memberikan informasi tentang metode dan hasil pemurnian minyak jelantah menggunakan ampas tebu sebagai absorben.

1.5 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian kali ini adalah sebagai berikut.

1. Adsorben dari ampas tebu memiki morfologi yang sesuai dengan karekteristik yang diperlukan untuk menjadi adsorben.

2. Model isoterm adsorsi yang akan sesuai antara model isoterm Langmuir dan isoterm Freundlich.

3. Waktu perendaman dan ukuran adsorsi ampas tebu dapat mempengaruhi kualitas minyak jelantah.

1.6 Ruang Lingkup

Pelaksanaan penelitian ini difokuskan pada :

1. Penelitian dan pengamatan dilaksanakan dalam skala laboratorium.

2. Pengambilan sampel minyak jelantah dilakukan di di salah satu rumah penduduk warga yang tinggal di Desa Klidon, RT.02/RW.33, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

3. Penelitian kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan kadar air setelah pemurnian minyak jelantah menggunakan ampas tebu dan dilakukan di

(16)

Laboratorium Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia. Variabel pada penelitian ini adalah waktu perendaman dan ukuran adsorben. Waktu perendaman terdiri dari 1x24 jam, 2x24 jam dan 3x24 jam.

Sedangkan, ukuran adsorben terdiri dari 10 mesh, 40 mesh, 70 mesh dan 100 mesh.

4. Analisa morfologi ampas tebu menggunakan instrument SEM (Scanning Electron Microscopy).

5. Analisa isoterm Langmuir dan isoterm Freundlich pada parameter asam lemak bebas dan bilangan peroksida setelah pemurnian minyak jelantah menggunakan ampas tebu, serta menghitung kapasitas adsorpsi maksimum.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Jelantah

Minyak goreng berulang atau yang lebih dikenal dengan minyak goreng bekas adalah jenis minyak bekas, yang dapat berasal dari berbagai minyak goreng, seperti minyak jagung, dan minyak sayur. Minyak jenis ini merupakan minyak limbah rumah tangga dan dapat digunakan kembali untuk keperluan memasak, namun dilihat dari komposisi kimianya, minyak goreng bekas mengandung senyawa karsinogenik yang dihasilkan selama proses penggorengan, sehingga penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker (Tamrin, 2013).

Minyak goreng yang digunakan secara berulang-ulang dan kontinyo disertai adanya kontak dengan udara dan air dengan suhu tinggi (160-180°C) pada proses penggorengan akan mengakibatkan terjadinya reaksi degradasi (polimerasi, hidrolisis, dan oksidasi) yang komplek dalam minyak dan menghasilkan berbagai senyawa hasil reaksi. Perubahan warna dari kuning menjadi warna kehitaman juga terjadi pada minyak goreng. Reaksi degradasi ini menyebabkan menurunkan kualitas minyak sehingga akhirnya minyak tidak dapat dipakai lagi dan harus dibuang (Maskan dan Bagci, 2003).

Akibat penggunaan minyak jelantah telah dijelaskan melalui penelitian Rukmini (2007) tentang regenerasi minyak jelantah dengan arang beras untuk mencegah kerusakan organ. Hasil penelitian pada tikus wistar yang diberi pakan yang mengandung minyak goreng bekas yang tidak layak pakai menyebabkan kerusakan sel pada hati, jantung, pembuluh darah dan ginjal.

2.2 Mutu Minyak Goreng

Minyak goreng yang memiliki kualitas baik tidak memiliki bau dan beraroma netral. Asam lemaknya menjadi komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak karena asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak. Untuk mutu minyak sudah dijelaskan pada SNI 7709: 2019, sebagai berikut :

(18)

Tabel 2.1 Baku mutu minyak goreng

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bau - normal

1.2 Warna - normal

2 Kadar air dan bahan menguap %(b/b) maks. 0,1

3 Bilangan asam mg KOH/g maks. 0,6

4 Bilangan peroksida mek O2/kg maks. 10

5 Minyak pelikan - negatif

6 Asam palmitat dalam komposisi asam lemak minyak

% maks. 0,3

7 Cemaran logam

7.1 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2

7.2 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,1

7.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0/250,0*

7.4 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,05

8 Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 0,1

Sumber : SNI 7709: 2019 2.3 Ampas Tebu

Ampas tebu memiliki kandungan serat (selulosa, pentosan dan lignin), abu dan air. Ampas tebu merupakan limbah selulosa yang banyak sekali potensi pemanfaatannya. Banyak sekali manfaat dari limbah selulosa ini. Salah satunya ampas tebu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembuatan kanvas rem, furfural, sirup glukosa, etanol, CMC (carboxymethil cellulose) dan bahan penyerap (adsorben).

Serat yang terkandung dalam ampas tebu tersusun dari beberapa komponen penyusun yakni: selulosa, pentosan, lignin dan beberapa komponen lain (Robiah, 2018). Berikut kandungan serat pada ampas tebu berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan:

Tabel 2.2 Kandungan serat pada ampas tebu

Nama Bahan Jumlah (%)

Selulosa 45

Pentosa 32

Lignin 18

Lain-lain 5

(19)

Peneliti sebelumnya melakukan karakterisasi morfologi ampas tebu dengan menggunakan (SEM). Terlihat bahwa permukaan ampas tebu mengandung partikel berbentuk oval memanjang dengan jumlah pori yang banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa ampas tebu adalah memiliki karakter spons dan penyerap air yang baik, seperti juga terlihat pada uji konsistensi ampas tebu umumnya membutuhkan 17 -24% air lebih banyak dari semen. Susunan ampas tebu seperti lembaran selulosa yang dikelompokkan dalam massa sub-mikrokristalin yang membuat ampas tebu berpori di alam. Pembentukan kristal ampas tebu yang tidak lengkap menyebabkan ampas tebu menjadi massa sub-mikrokristalin ini disebabkan.

Sruktur dari ampas tebu yang dianalisis menggunakan SEM dan menemukan bahwa partikel terdeteksi dalam berbagai bentuk seperti tidak beraturan, pori, prismatik, dan berserat (Yadav et al, 2020).

Terlihat menggunakan SEM luas permukaan ampas tebu adalah 0,84 m2 /g dan hasil yang didapatkan sesuai dengan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan serat lignoselulosa yang tidak diberi pre-treatment, di mana luas permukaannya kurang dari 1 m2 /g (Abdelwahab et al, 2017).

2.4 Adsorpsi

Adsorpsi adalah salah satu sifat dasar benda, dimana terdapat gaya tarik antar molekul pada suatu benda. Jika digambarkan adsopsi merupakan proses kecenderungan molekul fluida untuk menempel pada permukaan padatan. Densitas molekul didekat lapisan permukaan umumnya lebih besar dibandingkan di dalam fluida itu sendiri karena terdapat medan gaya yang menimbulkan daerah rendah energi disekitar permukaan padatan (Kurniasari, 2010). Karakteristik dari adsorben adalah sebagai berikut:

a. Luas Permukaan

Luas permukaan merupakan total area permukaan adsorben yang meliputi permukaan eksternal dan internal yaitu dinding pori, yang pada umumnya diukur menggunakan surface area and pore size analyzer. Semakin luas permukaana dsorben maka jumlah absorbat yang terserap akan semakin banyak (Widi, 2018).

(20)

b. Ukuran pori

Adsorben yang baik harus mempunyai pori, rongga dan/atau situs aktif.

Menurut definisi IUPAC, porositas material diklasifikasikan sebagai mikropori jika memiliki diameter pori di bawah 20-25 Å, mesopori jika memiliki diameter pori antara 20-25 dan 500 Å serta makropori jika diameter pori lebih dari 500 Å. Dalam kapasitasnya sebagai material berpori, adsorben harus mempunyai makropori sebagai sarana transportasi molekul adsorbat dari larutan ke dalam interior adsorben dan mikropori sebagai tempat menempelnya adsorbat pada adsorben (Widi, 2018).

c. Ukuran molekul adsorbat

Ukuran molekul adsorbat menentukan batas kemampuannya melewati ukuran pori adsorben. Kecepatan adsorpsi menurun seiring dengan kenaikan ukuran partikel.

d. Temperatur

Adsorpsi biasanya terjadi secara eksotermis. Kecepatan adsorpsi akan naik pada temperatur yang lebih rendah dan akan turun pada temperatur lebih tinggi. Tetapi, adsorpsi kimia biasanya justru membutuhkan panas.

e. Konsentrasi adsorbat

Adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi adsorbat. Adsorpsi akan tetap jika terjadi kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat yang diserap dengan konsentrasi adsorben yang tersisa dalam larutan.

2.5 Isotherm Adsorpsi

Isotherm adsorpsi merupakan fungsi konsentrasi zat terlarut yang terserap pada zat padat terhadap konsentrasi larutan. Persarmaan yang dapat digunakan untuk menjelaskan data percobaan Isotherm dikaji oleh Langmuir, Freundlich, serta Brunauer, Emmet dan Teller (BET). Tipe Isotherm adsorpsi dapat digunakan untuk mempelajari mekanisme adsorpsi fase padat maupun cair yang pada umurnnya menganut tipe Isotherm Langmuir dan Freundlich. Adsorben yang baik memiliki kapasitas adsorpsi dan presentase penyerapan yang tinggi (Aprliani, 2010).

2.6 Isoterm Langmuir

Model kinetika adsorpsi Langmuir merupakan asumsi dari laju adsorpsi yang akan bergantung pada factor ukuran, struktur molekul adsorbat, sifat pelarut, porositas adsorben, situs pada permukaan yang homogen dan adsorpsi terjadi secara monolayer.

(21)

a. Adsorpsi pada permukaan adsorben.

b. Perpindahan adsorbat dari fasa larutan ke permukaan adsorben

Bagian yang terpenting dalam proses adsorpsi yaitu pori yang dimiliki oleh adsorben yang terletak pada permukaan, akan tetapi jumlah pori-pori ini akan berkurang jika permukaan yang tertutup semakin bertambah (Husin and Rosnelly, 2005).

2.7 Isoterm Freundlich

Model isotherm Freudlich menunjukkan lapisan adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben adalah multilayer. Metode isotherm Freundlich menjelaskan bahwa proses adsorpsi pada bagian permukaan adalah heterogen dimana tidak semua permukaan adsorben mempunyai daya adsorpsi. Hal tersebut berkaitan dengan ciri- ciri dari adsorpsi secara fisika dimana adsorpsi dapat terjadi pada banyak lapisan (multilayer) (Husin and Rosnelly, 2005).

2.8 SEM (Scanning Electron Microscopy)

SEM adalah sebuah mikroskop elektron yang digunakan untuk menganalisis struktur mikro, topografi dan morfologi secara detail dari berbagai material.

Mikroskop elektron memiliki resolusi yang sangat tinggi dan kedalaman fokus dibandingkan mikroskop optik sehingga tekstur, morfologi dan topografi serta tampilan permukaan ampel dalam ukuran mikron dapat dilihat. Dengan memiliki resolusi tinggi, SEM juga mampu memberikan informasi dalam skala atomik. SEM memiliki perbesaran 10 – 3.000.000x, depth of field 4 – 0.4 mm dan resolusi sebesar 1 – 10 nm. Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui komposisi dan informasi kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan industri (Widi, 2018).

2.9 Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses oksidasi dan hidrolisis yang bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit

(22)

adalah ALB dan gliserol. Faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim) akan mempercepat reaksi yang terjadi. Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk (Ketaren, 1986).

Salah satu yang menjadi parameter penentu kualitas minyak adalah kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak nabati tersebut. Nilai angka asam menunjukan besarnya asam lemak bebas dalam minyak. Semakin tinggi angka asam yang mengindikasikan bahwa asam lemak bebas yang ada di dalam minyak nabati juga tinggi sehingga kualitas minyak justru semakin rendah (Winarno, 2004).

Gambar 2.1 Reaksi asam lemak bebas

2.10 Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida merupakan indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Untuk identifikasi tingkat oksidasi terjadi pada minyak dapat dilihat melalui angka peroksida. Senyawa peroksida berasal dari minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen.

Salah satu parameter penurunan mutu minyak adalah bilangan peroksida.

Bilangan peroksida yang tinggi disebabkan pemanasan minyak goreng dengan suhu yang sangat tinggi. Minyak dengan bilangan peroksida yang tinggi akan menghasilkan rasa yang tidak enak, bau tengik dan warna makanan yang kurang menarik, serta kerusakan beberapa vitamin dan asam lemak esensial di dalam minyak. Kerusakan minyak akan mempengaruhi kualitas dan nilai gizi makanan yang digoreng. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. (Ketaren, S. 1986).

(23)

2.11 Kadar Air

Kadar air merupakan jumlah air yang menguap pada pemanasan dengan waktu dan suhu tertentu dalam percent(%). Jika terdapat air dalam minyak maka akan yang menyebabkan kerusakan minyak dan ketengikan pada minyak akibat dari reaksi hidrolisis (Ketaren, 1986).

Kadar Air menentukan mutu minyak dengan melihat jumlah air yang terkandung dalam minyak. Kualitas minyak yang baik ditandai dengan kadar air yang rendah. Hal tersebut dikarenakan reaksi hidrolisis yang terjadi akibat adanya air dan menyebabkan penurunan mutu minyak (Sumarna, 2014).

Kadar asam lemak bebas dapat meningkat karena kadar air yang tinggi pada proses produksi maupun peralatan. Untuk pencegahan agar kadar air rendah dengan selalu kering atau kadar air yang seminimum mungkin (Lubis et al, 2012).

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Kegiatan pengambilan sampel minyak jelantah dilakukan di salah satu rumah penduduk warga yang tinggal di Desa Klidon, RT.02/RW.33, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kualitas Lingkungan, Prodi Teknik Lingkungan, Universitas Islam Indonesia. Penelitian dimulai pada bulan Maret 2022 sampai bulan Agustus 2022.

3.2 Alat dan Bahan

Penelitian ini bersifat eksperiment yaitu dengan cara uji laboratorium untuk mengetahui kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan kadar air minyak goreng yang digunakan pada rumah tangga. Secara umum, penelitian diawali dengan melakukan studi literatur tentang penelitian terkait yang pernah dilakukan sebagai bahan referensi.

Untuk tahap awal adalah persiapan ampas tebu dan minyak jelantah. Pada tahap persiapan ampas tebu terlebih dahulu dikeringkan dan diayak. Sebelum melakukan proses pemurnian ampas tebu terlebih dahulu dilakukan analisis menggunakan instrument Scanning Electron Microscope (SEM) dengan 400 – 4000x pembesaran. Sementara untuk minyak jelantah dilakukan penyaringan agar terpisah dengan kotoran. Setelah persiapan selesai dilakukan proses pemurnian minyak jelantah dengan cara memasukan ampas tebu ke minyak jelantah dan ditunggu selama beberapa waktu hingga ampas tebu mengabsopsi minyak. Minyak jelantah yang melewati proses pemurnian akan diuji kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan kadar air. Selanjut dilakukan analisis model isoterm adsorpsi.

Hasilnya akan didapatkan apakah beberapa parameter yang telah diuji dari sampel minyak jelantah tersebut sesuai dengan standar mutu yaitu SNI 7709:2019 mengenai standar mutu minyak kelapa sawit, walaupun perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terkait parameter lain yang tidak dilakukan pada penelitian ini.

(25)

Gambar 3.1 Skema penelitian

3.3 Prosedur Analisis Data

3.3.1 Pengolahan Ampas Tebu (Rabiah, 2018)

Ampas tebu yang didapatkan dari sisa-sisa penggilingan sari tebu dicuci hingga bersih dari kotoran-kotoran yang melekat. Selanjutnya keringkan ampas tebu tersebut di bawah terik matahari kemudian dikeringkan lagi menggunakan oven pada suhu 110 C sampai ampas tebu kering. Setelah itu, giling ampas tebu yang telah kering hingga menjadi bubuk tebu. Bubuk tebu tersebut diayak dengan ukuran 10, 40, 70, dan 100 mesh, lalu lakukan pengujian menggunakan SEM (Scanning Electron Microscop).

3.3.2 Pengujian menggunakan SEM (Scanning Electron Microscop)

Ambil sedikit ampas tebu pada masing- masing ukuran mesh lalu ditempatkan pada sample holder SEM. Selanjutnya ditempatkan pada instrument SEM. Lakukan pengamatan pada layar SEM untuk mencari morfologi permukaan dan pori dari ampas tebu dengan cara memperbesar skala.

(26)

3.3.3 Pemurnian Minyak Goreng (Rabiah, 2018)

Sebelum dilakukan pemurnian, filtrasi minyak jelantah menggunakan kertas saring. Diamkan filtrat yang dihasilkan selama 1 hari untuk mengendapkan kotoran yang tersisa pada filtrat. Setelah itu, filtrat disaring kembali kemudian melakukan uji asam lemak bebas, bilangan peroksida dan kadar air (hasil analisa ini sebagai kontrol sebelum penambahan adsorben).

Masukan 100 ml minyak jelantah dalam erlenmeyer. Kemudian masukkan bubuk ampas tebu dengan berbeda-beda ukuran partikel sebanyak 5 gr ke dalam minyak. Minyak dan ampas tebu tersebut direndam dengan lama durasi 1x24 jam, 2x24 jam, dan 3x24 jam hingga ampas tebu mengabsopsi minyak. Setelah direndam, minyak jelantah disaring. Langkah selanjutnya dilakukan analisis minyak yang sebelumnya telah direndam dengan ampas tebu.

3.3.4 Penentuan Asam Lemak Bebas

Contoh minyak ditimbang ke dalam Erlenmeyer 250 mL dengan bobot antara 10 gram. Selanjutnya contoh ditambahkan etanol 95% panas dan indikator fenolftalein kemudian dikocok. Larutan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang telah distandardisasi.

Perhitungan Kadar Asama Lemak Bebas :

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 (%) =𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 × 𝐵𝑀 𝑔

Dimana,

N = normalitas larutan NaOH (N)

BM = bobot molekul asam lemak palmitat (25,6) g = bobot contoh yang diuji (g)

3.3.5 Penentuan Bilangan Peroksida

Contoh minyak goreng sebanyak 5 gr ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml bertutup. Selanjutnya, tambahkan 14 ml kloroform dan 21 ml asam asetat glasial ke dalam labu. Goyang-goyangkan larutan sampai bahan terlarut semua. Selanjutnya tambahkan 0,5 ml larutan jenuh KI dan tetap digoyang selama 1 menit. Setelah itu ditambahkan 30 ml aquades. Berikutnya, ditambahkan 0,5 ml amilum 1% ke dalam campuran larutan dan segera dititrasi dengan Na2S2O3 0,1N

(27)

Penetapan dilakukan dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Bilangan peroksida dinyatakan dalam mg-equivalen peroksida dalam setiap 100 g sampel.

Perhitungan Kadar Asam Lemak Bebas :

𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎 = (𝑉 𝑁𝑎2𝑆2𝑂3(𝑚𝑙) − 𝑉 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜) × 𝑁 𝑁𝑎2𝑆2𝑂3(𝑚𝑙) × 100 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔𝑟)

3.3.6 Penentuan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode thermogravimetri. Prosedur gravimetri, Contoh minyak goreng sebanyak 2 gr ditimbang lalu dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diketahui bobotnya. Kemudian, panaskan pada oven pada suhu 105ᵒC selama 2 jam sampai bobot tetap.

Perhitungan Kadar Air :

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 (%) =𝑊1− 𝑊2

𝑊1− 𝑊0× 100%

Dengan keterangan :

W1 = Berat sampel + cawan sebelum pengeringan (gram) W2 = Berat sampel + cawan setelah pengeringan (gram) W0 = Berat cawan (gram)

3.3.7 Isoterm Freundlich

Isoterm Freundlich yang diturunkan secara empiris dengan bentuk persamaan:

𝑙𝑜𝑔 𝑄𝑒 = log 𝐾𝑓 +1

𝑛log 𝐶𝑒 Dengan keterangan :

Qe = jumlah adsorbat teradsorpsi perunit bobot adsorben (mg/g)

Ce = konsentrasi keseimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi n = konstanta Freunlich

Kf = kapasitas adsorpsi (mg/g)

3.3.8 Isoterm Langmuir

Isoterm Langmuir diturunkan berdasarkan teori dengan persamaan : 𝐶𝑒

𝑄𝑒 = 1

𝐾𝑙 𝑄𝑚+ 1 𝑄𝑚𝐶𝑒

Dengan keterangan :

(28)

Qe = jumlah adsorbat teradsorpsi perunit bobot adsorben (mg/g)

Ce = konsentrasi keseimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi Qm = kapasitas adsorpsi maksimum (mg/g)

Kl = Konstanta Langmuir

3.3.9 Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah melakukan penelitian di laboratorium. Analisa data berupa analisa asam lemak bebas, bilangan peroksida dan kadar air untuk mengetahui parameter tersebut pada minyak jelantah menggunakan ampas tebu yang dengan variasi ukuran adsorben dan waktu rendaman. Hasil penelitian akan dibandingkan dengan SNI 7709: 2019 mengenai Standar Mutu Minyak Goreng. Baku mutu yang telah ditetapkan SNI 7709: 2019 kadungan asam lemak bebas sebesar 0,3%, bilangan peroksida sebesar 10 mek O2/kg dan kadar air sebesar 0,1 %(b/b). Adapun untuk mengetahui kapasitas maksimum adsorpsi menggunakan ampas dapat menggunakan isotherm Langmuir dan Freundlich.

(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Adsorben

4.1.1 Karakterisasi Morfologi Adsorben Menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM)

Pengamatan morfologi permukaan ini dilakukan dengan SEM. Scaning Electron Microscope (SEM) digunakan untuk mengkarakterisasi morfologi permukaan adsorben, digunakan untuk menentukan bentuk partikel, porositas dan distribusi ukuran yang sesuai dari adsorben (Bulutet al., 2007). Hasil SEM adsorben dapat dilihat pada Gambar 4.3.

(a) (b)

Gambar 4.1 Hasil SEM ampas tebu dengan ukuran 100 mesh dengan pembesaran 450x (a), Hasil SEM ampas tebu dengan ukuran 10 mesh dengan pembesaran

500x (b)

Dari hasil gambar 4.1 (a) dan (b) dapat diamati perbedaan antara ampas tebu dengan ukuran 100 mesh dengan ukuran 10 mesh. Pembesaran 450-500x menunjukkan bahwa ampas tebu dengan ukuran 100 mesh terlihat lebih kecil sehingga memiliki luas permukaan lebih besar dibandingkan ukuran 10 mesh. Jika disesuaikan dengan karakteristik adsorben maka ampas tebu dengan ukuran 100 mesh memiliki daya adsorbsi yang lebih baik karena memiliki luas permukaan yang lebih luas (Robiah, 2018).

(30)

(c) (d)

Gambar 4.2 Hasil SEM ampas tebu dengan pembesaran 3000x (a), Hasil SEM ampas tebu dengan pembesaran 4000x (b).

Berdasarkan gambar 4.2 (a) dan (b) ampas tebu mempunyai diameter yang cukup besar yaitu sekitar 515 nm – 3860 nm. Ukuran diameter tersebut masuk dalam kategori makropori karena memiliki diameter diatas 500 nm. Dalam adsorben makropori berfungsi sebagai sarana transportasi molekul adsorbat dari larutan ke dalam interior adsorben (Widi, 2018). Pada gambar 4. Dapat dilihat pori yang dimiliki ampas tebu memiliki jumlah yang banyak dan memiliki bentuk oval memanjang seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Yadav et al, (2010). Pada penelitian Harahap (2018) pada pembesaran 5.000x dan 30.000x pada instrument SEM ampas tebu sebelum adsorpsi memiliki bentuk yang homogen, bersih, teratur dan pori-pori.

4.1.2 Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben antara fasa ruah saat kesetimbangan pada suhu tertentu dengan fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben (Wahyuni, 2013). Jenis isotherm adsorpsi yang umum digunakan adalah isotherm Langmuir dan isotherm Freundlich. Pengujian model kesetimbangan Langmuir dan Freundlich memiliki tujuan untuk mengetahui model kesetimbangan yang sesuai pada penelitian. Jika isotherm Langmuir menyatakan adsorpsi berlangsung secara monolayer. Jika isotherm Freundlich menyatakan adsorpsi berlangsung secara multilayer (Petrovic, et al., 2016).

(31)

Penentuan pola isoterm Langmuir dan isotherm Freundlich dilakukan dengan membuat grafik yang dilakukan menggunakan Microsoft excel. Pada pembuatan kurva isoterm Langmuir dilakukan dengan memplotkan nilai Ce versus (Ce/Qe), Sedangkan kurva isoterm Freundlich dapat dibuat dengan memplotkan nilai log Ce versus log Qe, sehingga diperoleh grafik isoterm Langmuir dan Freundlich untuk adsorpsi ampas tebu.

Pengujian model isoterm ini dilakukan untuk menentukan model kesetimbangan adsorpsi yang sesuai dengan hasil penelitian ini. Persamaan isoterm Langmuir dan Freundlich akan diubah menjadi kurva kesetimbangan linier. Untuk menentukan model kesetimbangan, dapat dilihat dari perbandingan nilai koefisien determinan (R2) yang mendekati nilai 1(Agnestisia, 2017).

Isoterm akan digunakan pada 2 parameter yaitu asam lemak bebas, dan bilangan peroksida. Untuk yang pertama akan membahas isoterm pada asam lemak bebas, grafik isotherm Langmuir pada gambar 4.3, Freundlich dapat dilihat pada gambar 4.4 dan persamaan adsorpsi terhadap asam lemak bebas dapat dilihat pada tabel 4.1.

Gambar 4.3 Isoterm Langmuir terhadap asam lemak bebas

y = 5.245x - 3.4888 R² = 0.708

-0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Ce/Qe

Ce

(32)

Gambar 4.4 Isoterm Freundlich terhadap asam lemak bebas

Tabel 4.1 Persamaan adsorpsi terhadap asam lemak bebas

Isoterm Persamaan R2 Qm(mg/g) Kl n Kf(L/g)

Langmuir y = 5.245x - 3.4888 0.7080 0.1907 -1.5034

Freundlich y=-7.1746x - 0.5825 0.9004 -0.1394 0.2615

Pada Gambar 4.5 di atas, Untuk grafik model Freundlich diperoleh nilai R2 untuk isoterm Freundlich sebesar 0,9004. Sedangkan pada Gambar 4.4 menunjukkan nilai koefisien relasi (R2) untuk isoterm Langmuir sebesar 0,708. Dari grafik diatas diketahui bahwa diketahui bahwa harga koefisien korelasi (R2) pada isoterm Freundlich lebih besar daripada harga (R2) pada isoterm Langmuir. Hal ini mengasumsikan jika adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi secara fisika. Isoterm Freundlich mengasumsikan dimana partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van Der Walls atau ikatan hidrogen dan molekul terikat secara lemah (Widayatno, et al., 2017). Setelah dilakukan perhitungan model isoterm Langmuir didapatkan persamaan y = 5.245x – 3.4888. Dari persamaan tersebut dapat dihitung kapasitas adsorpsi maksimum (Qm) yaitu 0,1907 mg/g.

Hasil model isoterm ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nordin at al, (2012) mengenai pengurangan kadar asam lemak bebas pada minyak jelantah menggunakan ampas tebu. Pada penelitian tersebut model isotherm Langmuir didapatkan nilai koefisiensi korelasi (R2) sebesar 0,989 dan pada model Freundlich didapatkan nilai koefiensi relasi (R2) sebesar 0.9961. Hasil tersebut menunjukkan model isotherm lebih condong kepada model isotherm Langmuir. Pada penelitian yang

y = -7.1746x - 0.5825 R² = 0.9004

-0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

-0.2 -0.15 -0.1 -0.05 0

Log Ce/Qe

Log Ce

(33)

dilakukan oleh Pratiwi (2016) dilakukan pemurnian minyak jelantah menggunakan abu sekam padi dan sabut kelapa. Isoterm pada asam lemak bebas yang tepat adalah isoterm Freundlich dengan nilai koefisien korelasi (R2) sebesar 0,8847, lebih tinggi jika dibandingkan nilai koedisien korelasi (R2) isoterm Langmuir yang sebesar 0,774.

Pada asam lemak bebas kapasitas adsorpsi maksimum sebesar 5,8 mg/g.

Parameter selanjutnya yang akan dianalisa adalah bilangan peroksida. Grafik isotherm Langmuir pada gambar 4.5, Freundlich dapat dilihat gambar 4.6 dan persamaan adsorpsi terhadap bilangan peroksida dapat dilihat pada tabel 4.2.

Gambar 4.5 Isoterm Langmuir terhadap bilangan peroksida

Gambar 4.6 Isoterm Langmuir terhadap bilangan peroksida

y = 0.0109x - 0.0432 R² = 0.9237

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Ce/Qe

Ce

y = -0.7869x + 3.0426 R² = 0.8885

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

Log Ce/Qe

Log Ce

(34)

Tabel 4.2 Persamaan adsorpsi terhadap bilangan peroksida

Isoterm Persamaan R2 Qm(mg/g) Kl n Kf(L/g)

Langmuir y=0.0109x - 0.0432 0.9237 91.7431 -0.2523

Freundlich y=-0.7869x + 3.0436 0.8885 -1.2708 1105.6050

Hasil penentuan pada gambar 4.6 diatas kurva persamaan isoterm adsorpsi pada bilangan peroksida didapatkan persamaan isoterm Langmuir memiliki koefiensi relasi (R2) = 0,9237. Sedangkan gambar 4.7 menunjukan persamaan isoterm Freundlich pada isotherm adsorspsi pada bilangan peroksida memiliki nilai R2 = 0,8885 hal ini mengasumsikan bahwa proses adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi secara kimia yang cenderung mengikuti persamaan isoterm Langmuir karena nilai R2 yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan nilai R2 pada isoterm Freundlich.

Isoterm Langmuir pada umumnya terjadi interaksi adsorpsi secara kimia dan memiliki karakteristik monolayer. Isoterm ini melibatkan interaksi yang lebih kuat antara adsorben dan adsorbat sehingga adsorbat tidak bebas bergerak dari satu bagian ke bagian yang lain (Priadi et al., 2014). Kapasitas adsorpsi makmimum (Qm) dapat diperoleh dari perhitungan model isoterm Langmuir yang memiliki persamaan y=0.0109x - 0.0432 didapatkan 91,7431 mg/g.

Hasil pada penelitian ini mendekati penelitian yang dilakukan oleh Nordin (2012) mengenai Mengurangi bilangan peroksida pada minyak jelantah menggunakan ampas tebu . Hasil menunjukkan bahwa pada model isotherm Langmuir dan isotherm Freundlich memiliki nilai koefisiensi korelasi (R2) sebesar 1. Sehingga model yang dapat digunakan pada model isotherm adalah isotherm Langmuir dan isotherm Freundlich. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yustina (2013) mengenai kesetimbangan adsorpsi minyak sawit mentah menggunakan ampas tebu terhadap bilangan peroksida menghasilkan kesesuaian pada isoterm Freundlich. Isoterm Freundlich pada penelitian tersebut menghasilkan nilai koefisien korelasi (R2) sebesar 0,9881. Hasil tersebut lebih mendekati 1 dibandingkan dengan isoterm Langmuir yang mempunyai nilai koefisien korelasi (R2) sebesar 0,4686. Dengan kapasitas maksimum yang dimiliki senilai 23,6483 mg/g.

(35)

4.2 Uji Kualitas Minyak Jelantah Setelah Permurnian 4.2.1 Asam Lemak Bebas

Kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak ini dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak dominan, yaitu dihitung sebagai persen asam palmitat. Hasil pengujian asam lemak bebas pada minyak goreng bekas menggunakan ampas tebu dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil uji Asam Lemak Bebas

Waktu Ukuran (Mesh)

Asam Lemak Bebas Awal

(%)

Asam Lemak Bebas Akhir (%)

Asam Lemak Bebas Terserap (%)

% Asam Lemak Bebas

Terserap

1 x 24 jam 10 0.87 0.84 0.03 3.45%

1 x 24 jam 40 0.87 0.73 0.14 16.09%

1 x 24 jam 70 0.87 0.71 0.16 18.39%

1 x 24 jam 100 0.87 0.68 0.19 21.84%

2 x 24 jam 10 0.87 0.78 0.09 10.34%

2 x 24 jam 40 0.87 0.73 0.14 16.09%

2 x 24 jam 70 0.87 0.71 0.16 18.39%

2 x 24 jam 100 0.87 0.65 0.22 25.29%

3 x 24 jam 10 0.87 0.77 0.1 11.49%

3 x 24 jam 40 0.87 0.77 0.1 11.49%

3 x 24 jam 70 0.87 0.8 0.07 8.05%

3 x 24 jam 100 0.87 0.82 0.05 5.75%

Berdasarkan Tabel 4.3 minyak jelantah memiliki kandungan asam lemak bebas yang cukup tinggi yaitu 0.87 %. Hal tersebut dikarenakan minyak sudah mengalami beberapa kali penggorengan sehinggan mengalami oksidasi. Penurunan asam lemak bebas pada minyak jelantah terlihat setelah minyak jelantah tersebut ditambahkan dengan ampas tebu. Untuk penurunan asam lemak bebas setelah pemunian dapat dilihat pada gambar 4.7.

(36)

Gambar 4.7 Grafik penurunan asam lemak bebas

Dari gambar diatas dapat dilihat ampas tebu mampu menurunkan kadar asam lemak bebas pada minyak jelantah. Pada sampel 1x24 jam dan 2x24 jam mengalami penurunan sebanding dengan semakin kecil ukuran partikel ampas tebu. Sampel dengan perendaman 2x24 jam memiliki hasil asam lemak bebas yang lebih rendah dibandingkan dengan perendaman 1x24jam. Penurunan asam lemak bebas paling optimum terdapat pada sampel 2x24 jam dengan ukuran partikel 100 mesh yaitu sebesar 0,65 % dengan persetase penurunan sebesar 25,29 %. Dapat disimpulkan hasil tersebut semakin kecil ukuran adsorben maka luas partikel juga akan besar sehingga kemampuan adsorpsi suatu adsorben akan semakin baik (Al Qory et al, 2021). Dari penelitian yang dilakukan oleh Nurdiani et al (2021) didapatkan hasil yang tidak jauh dengan penelitian kali ini. Dalam penelitian tersebut melakukan pemurnian minyak jelantah menggunakan ampas tebu. Hasil yang didapatkan dari perendalam 1x24 jam dan 2x24 jam mengalami penururan kadar asam lemak bebas. Pada variasi ukuran ampas tebu yang terkecil yaitu 80 µm didapatkan kandungan asam lemak bebas yang paling rendah sebesar 0,3089% dibandingkan dengan ukuran ampas tebu 60 µm sebesar 0,3467%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hajar et al (2016) dan Sugesti et al (2020) juga terdapat penurunan asam lemak bebas menggunakan ampas tebu dimana hasil asam lemak bebas mengelami penurunan pada perendaman 24 jam sebesar 0,38% dan 48 jam sebesar 0,33% dari awal nilai asam lemak bebas sebesar 0,43% dan ukuran ampas tebu pengaruh terhadap asam lemak bebas dengan ukuran

0.84

0.73 0.71

0.68 0.78

0.73 0.71

0.65

0.77 0.77 0.8 0.82

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

10 40 70 100

Asam Lemak Bebas (%)

Ukuran (Mesh)

1x14 jam 2x24 jam 3x24 jam

(37)

70 µm memiliki hasil asam lemak bebas yang lebih kecil sebesar 0,17% dibandungkan dengan ukuran 106 µm sebesar 0,24 %.

Pada sampel 3x24 jam mengalami kenaikan asam lemak bebas. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramdja (2010) pada perendaman 3x24 mengalami kenaikan asam lemak bebas yang disebabkan karena penyerapan adsorpsi sudah melewati batas kejenuhan, sehingga absorpsi tidak maksimal dan nilai asam lemak bebas menjadi naik.

Setelah dilakukan pemurnian menggunakan ampas tebu kandungan asam lemak bebas, kualitas minyak jelantah menjadi lebih baik dibandingkan sebelum dilakukan permurnian. Semua hasil yang didapatkan pada asam lemak bebas belum mencapai baku mutu yang tercantum pada SNI 7709: 2019 yaitu sebesar 0,3%.

4.2.2 Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida sering dijadikan indikator tingkat ketengikan minyak.

Senyawa peroksida terbentuk hasil reaksi oksidasi akibat kontak minyak dengan udara dan dapat dipercepat oleh suhu dan cahaya. Hasil pengujian bilangan peroksida pada minyak goreng bekas menggunakan ampas tebu dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil uji bilangan peroksida

Waktu Ukuran (Mesh)

Bil. Proksida Awal (meq

O2/kg)

Bil. Proksida Akhir(meq

O2/kg)

Bil. Proksida Terserap(meq

O2/kg)

% Bil. Proksida Terserap

1 x 24 jam 10 19.98 14.6 5.38 26.93%

1 x 24 jam 40 19.98 8.3 11.68 58.46%

1 x 24 jam 70 19.98 6.2 13.78 68.97%

1 x 24 jam 100 19.98 6.1 13.88 69.47%

2 x 24 jam 10 19.98 12.2 7.78 38.94%

2 x 24 jam 40 19.98 6.1 13.88 69.47%

2 x 24 jam 70 19.98 4.1 15.88 79.48%

2 x 24 jam 100 19.98 4 15.98 79.98%

3 x 24 jam 10 19.98 8.1 11.88 59.46%

3 x 24 jam 40 19.98 6.1 13.88 69.47%

3 x 24 jam 70 19.98 6.1 13.88 69.47%

3 x 24 jam 100 19.98 6.1 13.88 69.47%

Berdasarkan Tabel 4.4 minyak goreng bekas yang digunakan pada penelitian ini bersumber dari minyak goreng yang telah digunakan berulang kali sehingga memperoleh bilangan peroksida yang cukup tinggi yakni 19,98 meq O2/kg. Penurunan bilangan peroksida pada minyak jelantah terlihat setelah minyak jelantah tersebut

(38)

ditambahkan dengan ampas tebu. Penurunan bilangan peroksida setelah pemunian dapat dilihat pada gambar 4.8.

Gambar 4.8 Grafik penurunan bilangan peroksida

Dapat dilihat pada gambar 4.2 ampas tebu dapat menurukan minyak jelantah bilangan peroksida pada sampel 1x24 jam dan 2x24 jam. Sampel 2x24 jam memiliki hasil bilangan peroksida yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel 1x24 jam.

Pada sampel tersebut penurunan sebanding dengan ukuran partikel adsorben, semakin besar pada ukuran partikel yang semakin kecil (Robiah, 2018). Bilangan peroksida paling rendah terdapat pada sampel 2x24 jam dengan ukuran partikel 100 mesh yaitu sebesar 4 meq O2/kg dengan persentasi penurunan sebesar 79,98 %%. Pada penelitian yang dilakukan Wulandari dan Dewi (2019) hasil kualitas minyak jelantah pada perendaman 1x24 jam dan 2x24 jam menggunakan ampas tebu mengalami penurunan sebesar 69,23% dan 57,69%. Jika dibandingkan dengan penelitian Setyawati et al (2022) bilangan peroksida adsorbsi minyak jelantah menggunakan ampas tebu tidak mengalami perubahan pada perendaman 24 jam dan 48 jam yaitu sebesar 13 meq O2/kg. Penelitian yang dilakukan Nufida et al (2014) adsorbsi minyak jelantah menggunakan arang dari tanah liat dengan ukuran adsorben yang berbeda memiliki pengaruh terhadap bilangan peroksida. Pada ukuran 60 mesh memiliki hasil bilangan peroksida lebih rendah yaitu 6,42 meq/kg ketimbang hasil ukuran 50 mesh yaitu 9,41 meq/kg.

14.6

8.3

6.2 6.1

12.2

6.1

4.1 4

8.1

6.1 6.1 6.1

0 2 4 6 8 10 12 14 16

10 40 70 100

Bil. Proksida (meq O2/kg)

Ukuran (Mesh)

1x14 jam 2x24 jam 3x24 jam

(39)

Sedangkan pada sampel 3x24 jam, sebagian besar hasil bilangan peroksida tidak mengalami penurunan dan jikan dibandingkan dengan sampel 2x24 jam mengalami kenaikan. Hal tersebut dapat terjadi karena adsorben sudah mencapat batas kejenuhan sehingga adsopsi tidak berjalan dengan maksimal (Al Qory et al, 2021).

penelitian yang dilakukan Wulandari dan Dewi (2019) nilai bilangan peroksida pada perendaman 3x24 jam mengalami kenaikan dari 1,286 mg NaOH/meg pada perendaman 2x24 jam menjadi 3,52 mg NaOH/meg pada perendaman 3x24 jam.

Hasil bilangan peroksida yang didapatkan setelah pemurnian menyebabkan kualitas minyak jelantah menjadi lebih baik dibandingkan dengan sebelum pemurnian.

Berdasarkan SNI 7709: 2019, terdapat beberapa sampel yang belum memenuhi yaitu pada sampel 1x24 jam dengan ukuran partikel 10 mesh sebesar 14,6 meq O2/kg dan sampel 2x24 jam dengan ukuran 12,2 meq O2/kg. Untuk sampel lainnya sudah memenuhi baku mutu yaitu sebesar 10 meq O2/kg.

4.2.3 Kadar Air

Kadar Air menentukan mutu minyak dengan melihat jumlah air yang terkandung dalam minyak. Hasil pengujian kadar air pada minyak goreng bekas menggunakan ampas tebu dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil uji kadar air

Waktu Ukuran (Mesh)

Kadar Air Awal (%)

Kadar Air Akhir (%)

Kadar Air Terserap (%)

% Kadar Air Terserap

1 x 24 jam 10 0.5 0.2 0.3 60.00%

1 x 24 jam 40 0.5 0.18 0.32 64.00%

1 x 24 jam 70 0.5 0.17 0.33 66.00%

1 x 24 jam 100 0.5 0.14 0.36 72.00%

2 x 24 jam 10 0.5 0.16 0.34 68.00%

2 x 24 jam 40 0.5 0.15 0.35 70.00%

2 x 24 jam 70 0.5 0.14 0.36 72.00%

2 x 24 jam 100 0.5 0.13 0.37 74.00%

3 x 24 jam 10 0.5 0.14 0.36 72.00%

3 x 24 jam 40 0.5 0.13 0.37 74.00%

3 x 24 jam 70 0.5 0.13 0.37 74.00%

3 x 24 jam 100 0.5 0.14 0.36 72.00%

(40)

Terlihat pada tabel 4.7 kadar air yang didapatkan sebelum proses pemurnian sebesar 0,5 %. Hasil tersebut cukup tinggi untuk kadar air dalam minyak goreng dikarenakan minyak sudah mengalami beberapakali pengorengan. Penurunan kadar air pada minyak jelantah terlihat setelah minyak jelantah tersebut ditambahkan dengan ampas tebu. Penurunan kadar air setelah pemunian dapat dilihat pada gambar 4.9.

Gambar 4.9 Grafik penurunan kadar air

Pada grafik diatas penurunan kadar air setelah permurnian menggunakan ampas tebu lebih rendah perendaman 2x24 jam dibanding 1x24 jam dengan ukuran partikel yang semakin kecil semakin besar penurunan kadar air. Pada sampel dengan ukuran partikel lebih kecil mempunyai luas permukaan adsorben yang lebih besar (Robiah, 2018). Hasil dari kadar air yang terkecil terdapat pada sampel 2x24 jam dengan ukuran partikel 100 mesh sebesar 0.11 % dengan persentase penurunan sebesar 74%. Pada penelitian Nurdiani et al (2021) mendapatkan hasil yang sesuai dengan hasil pada penelitian ini, dimana pada waktu 1x24 jam dan 2x24 jam penyerapan mengaalami penurunan. Begitu juga dengan ukuran ampas tebu 80 µm memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan ukuran partikel 60 µm. Hasil pada penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Robiah et al (2018) dan Ramdja et al (2018) dimana pada perendaman 1x24 jam dan 2x24 jam terjadi penurnan kadar air dengan hasil perendaman 2x24 lebih rendah. Ukuran adsorben juga memiliki pengaruh terhadap hasil kadar air. Ukuran adsorben yang lebih kecil dapat menurunkan kadar air lebih baik.

0.2

0.18 0.17

0.17 0.16

0.15 0.14

0.14 0.13

0.13 0.13 0.14

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25

10 40 70 100

Kadar Air (%)

Ukuran (Mesh)

1x14 jam 2x24 jam 3x24 jam

(41)

Pada sampel 3x24 jam mengalami kenaikan yang sebabkan penyerapan sudah pada batas optimum dan perendaman yang terjadi terlalu lama nilai kadar air menjadi meningkat (Ramdja, 2010). Pada penelitian yang dilakukan oleh Wulandari dan Dewi (2019) juga mengalami kenaikan kadar air pada perendaman 3x24 yang disebabkan perendaman yang lebih lama akan meningkatkan nilai kadar air.

Kualitas minyak jelantah menjadi lebih baik dibandingkan sebelum permurnian. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil kadar air minyak jelantah sebelum dan setelah pemurnian. Dari hasil yang didaparkan semua sampel belum memenuhi baku mutu sesuai yang dijelaskan pada SNI 7709: 2019 yaitu sebesar 0,1 %.

(42)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Morfologi dari ampas tebu memiliki banyak pori berbentuk oval sesuai dengan karakteristik yang diperlukan untuk menjadi adsorben.

2. Model isoterm adsorpsi yang sesuai dengan asam lemak bebas adalah model isoterm Freundlich dengan nilai koefisien korelasi (R2) sebesar 0,9283.

Sedangkan pada bilangan peroksida memiliki model isoterm Langmuir dengan nilai koefisiensi korelasi (R2) masing masing sebesar 0,9255. Kapasitas adsorpsi maksimum dari masing- masing parameter sebesar 0.1907 mg/g pada asam lemak bebas dan 91.7431 mg/g pada bilangan peroksida.

3. Waktu perendaman memiliki pengaruh kualitas terhadap 3 parameter yang diuji yaitu asam lemak bebas, bilangan peroksida dan kadar air. Waktu perendaman 1x24 jam dan 2x24 jam pada semua parameter mengalami penurunan nilai dari asam lemak bebas, bilangan peroksida dan kadar air masing-masing sebesar 25,29%, 79,98%, dan 74%. Ukuran ampas tebu juga memiliki pengaruh, semakin kecil ukuran maka akan semakin rendah juga nilai dari setiap parameter. Semua hasil yang didapatkan pada setiap parameter menunjukan kualitas minyak jelantah setelah dilakukan pemurnian lebih baik dibandingkan sebelum dilakukan permurnian.

5.2 Saran

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk pemurnian minyak jelantah menggunakan ampas tebu sebagai adsorben yang lain untuk hasil yang baik, serta menggunakan analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) dan model isoterm adsorpsi dengan variable berat adsorben yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang lebih spesifik.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Travis, M.j. Weisbrond, N. dan Gros, A. 2008. Accumulation of Oil and Grease in Soils Irrigated with Greywater ang Their Potential Role in Soil Water Repellency. Sci. Total Environ. Vol.394.pp. 68-74.

Alamsyah, M., & Kalla, R. 2017. Pemurnian Minyak Jelantah Dengan Proses Adsorbsi. Journal of Chemical Process Engineering, 2(2), 22-26.

Tamrin. 2013. Gasifikasi Minyak Jelantah Pada Kompor Bertekanan. Jurnal Teknik Pertanian Universitas Lampung Vol. 2 No. 2: 115-122.

Rukmini, Ambar. 2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas Dengan Arang Sekam Menekan Kerusakan Organ Tubuh. Jurnal Teknologi Pertanian. ISSN 1978- 9777. Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

SNI. 2013. SNI 3741-2013: Minyak Goreng. Jakarta: Dewan Standarsisasi Nasional.

Apriliani, A. 2010. Pemanfaatan Arang Ampas Tebu sebagai Adsorben Ion Logam Cd, Cr, Cu, dan Pb dalam Limbah Air Limbah. Jurnal Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi. Jakarta.

Kurniasari, L. 2010. Aktifiasi Zeolite Alam Sebagai Adsorben Uap Air Pada Alat Pengering Bersuhu Rendah. Tesis, Program Studi Magister Teknik Kimia Universitas Diponegoro Semarang.

Winarno, 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit UI Press, Jakarta.

Ketaren, 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Ramdja, A. F., Febrina, L., & Krisdianto, D. 2010. Pemurnian minyak jelantah menggunakan ampas tebu sebagai adsorben. Jurnal Teknik Kimia, 17(1).

Ratno, Lizda JM, Zulkifli. 2013. Pengaruh Ampas Tebusebagai Adsorbent pada Proses Pretreatment Minyak Jelantah terhadap Karakteristik Biodiesel. Jurnal Teknik Pomits. 2(2), 257-261.

Andarwulan. 2006. Langkah-langkah Mendaur Ulang Minyak Goreng Bekas (Jelantah), Bandung: ITB.

Robiah, R. (2019). REGENERASI MINYAK GORENG BEKAS SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL MENGGUNAKAN AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN. Jurnal Distilasi, 3(1), 41-46.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Kesadaran penuh kita akan semakin kuat dan kita akan semakin sembuh dan berkomunikasi dengan lebih sukses jika kita mengambil waktu Ketika Anda tidak merasa Anda

yang terpencil, dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, 2) Kelemahan yang terdiri dari fasilitas laptop yang masih sedikit sehingga pengunjung harus antri dan

Gayut dengan penjelasan-penjelasan di atas, maka pengertian revolusi Soekarno dalam delapan pidato yang dianalisis dapat didefinisikan sebagai perubahan yang bersifat fundamental

?ntuk kelan=aran penerimaan peserta didik $aru dan kegiatan masa orientasi peserta didik $aru di SMA P!" #ala$ahi, maka telah di$entuk pania Penerimaan Peserta Didik Baru

Melalui setiap proses tahapan yang sudah dilakukan dan juga melalui proses validasi desain oleh pakar dan pengujian produk oleh user maka dapat disimpulkan bahwa sistem informasi

Kedua, Upaya hukum untuk melindungi konsumen terhadap barang yang diproduksi maupun diperdagangkan oleh pelaku usaha agar tidak merugikan pihak konsumen secara

8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dilakukan oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang berfungsi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada

Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan perkapita menunjukkan tanda negatif dan berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Jawa