Menyatakan bahwa karya ilmiah yang berjudul “ ASPEK HUKUM BISNIS TOKOMODERN TERHADAP KEBERLANGSUNGAN USAHA KECIL DAN PASAR TRADISIONAL DITINJAU DARI PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT ” adalah benar-benar karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada instansi manapun serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Menurut data di atas, saat ini jumlah tokomodern yang ada di Kabupaten Bantul sebanyak 116 unit. Dari jumlah tersebut terdapat 95 unit tokomodern local dan 21 unit tokomodern berjejaring nasional. Jika dibandingkan dengan jumlah pasar tradisional yang saat ini ada sebanyak 56 pasar tradisional. Maka hal tersebut menjadi perbandingan yang sangat mencolok terkait dengan tokomodern yang ada di Bantul. Melalui komitmennya, dengan melihat perkembangan tokomodern di Bantul yang sangat pesat, bahkan jumlahnya melebihi jumlah pasar tradisional di Bantul, pemerintah Bantul mengeluarkan kebijakan penataan tokomodern. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Bupati Bantul Nomor 12 tahun 2010 tentang Penataan TokoModern yang kemudian diubah dengan Peraturan Bupati Nomor 34 tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Bupati Nomor 12 tahun 2010 tentang Penataan TokoModern. Di dalam kebijakan tersebut dijelaskan mengenai penataan tokomodern, mulai dari letak, jarak toko dengan pasar tradisional sampai peraturan pelarangan pendirian mall. Bantul adalah satu-satunya wilayah kabupaten dan kota di Daaerah Istimewa Yogyakarta yang dengan tegas membatasi dan menata toko – tokomodern dan melarang pendirian mall. Meski sampai saat ini pelarangan itu masih berupa peraturan bupati, akan tetapi hal ini akan menjadi target dan agenda besar yang harus terealisasikan guna menjadi peraturan daerah yang kekuatan hukumnya lebih kuat dan mengikat.
Toko menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah kedai berupa bangunan permanen tempat menjual barang-barang (makanan kecil dsb). Toko tradisional merupakan tempat usaha milik keluarga dengan skala kecil, tempat yang tidak terlalu luas, modal kecil, yang menjual barang tidak begitu banyak jenisnya namun hampir sama jenisnya dengan barang yang dijual di tokomodern, tapi cenderung menjual barang-barang lokal saja, jarang ditemui barang impor, sistem manajemen yang sederhana dan pelayanan seadanya. Toko tradisional diantaranya yaitu warung rumah tangga, warung kios, yang berada di luar area pasar tradisional.
Forum Pemantau Independen (Forpi) Sleman melihat, di tingkat atas (kabupaten) sudah jelas belum akan mengeluarkan izin untuk tokomodern sampai revisi Perda selesai. Dengan munculnya tokomodern akhir-akhir ini, semakin menguatkan argumen jika ada permainan nakal di tingkat bawah, seperti di tingkat desa yang memberi wewenang memberikan izin usaha tokomodern. "Kita akan mencermati dan menganalisis. Kalau memang ada penyelewengan di bawah akan kita laporkan ke bupati," kata salah satu anggota Forpi Sleman, Hempri Suyatna. Ia melihat, penegakan Perda tentang pasar modern tetap berada di tangan Satpol PP. Oleh karena itu ia meminta Satpol PP tegas menindak. Jika perlu, bagi tokomodern yang berdalih masih menunggu surat izin turun namun nekat beroperasi, bisa ditutup paksa. Sejauh ini banyak pengelola tokomodern tak berizin yang menjadikan kegiatan sosialisasi sebagai tameng untuk membuka usahanya. 17
Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55138 Abstrak: Penelitian ini berjudul, “Pengaruh Dampak Keberadaan TokoModern Terhadap Penurunan Keuntungan Usaha Toko Tradisional di Kecamatan Mlati”. Tujuan penelitian ini untuk (a) menganalisis bagaimana pengaruh kualitas produk, diferensiasi produk, kenyamanan dan jarak terhadap penurunan keuntungan toko tradisional di Kecamatan Mlati, (b) menganalisis variabel independen manakah yang paling berpengaruh diantara variabel kualitas produk, diferensiasi produk, kenyamanan dan jarak. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survey, sedangkan metode pengambilan sampel menggunakan metode random sampling sehingga diperoleh 90 responden. Metode analisis yang digunakan adalah metode uji beda rata-rata, analisis regresi linier berganda dan uji asumsi klasik.
kendala-kendala yang dihadapi dalam memberikan perlindungan hukum bagi pedagang pasar tradisional.Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu menganalisis permasalahan dalam penelitian ini dari sudut pandang atau menurut ketentuan hukum/perundang-undangan yang berlaku.Data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun dari penelitian lapangan selanjutnya dianalisis secara kualitatif.Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Perlindungan hukum bagi pasar tradisional dan tokomodern di Kabupaten Sleman diatur dalam Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan
Perkembangan pembangunan pada saat ini sudah merambah berbagai jenis bangunan. Hal ini akan memunculkan konsekuensi pada munculnya peluang usaha yang mampu menunjang kebutuhan bahan bangunan. Tokomodern bahan bangunan merupakan pengembangan dari toko material konfensional yang sudah ada sebelumnya, yang menawarkan konsep one stop shoping. Kabupaten Badung sebagai salah sa- tu kabupaten di Provinsi Bali memiliki posisi yang sangat strategis dalam perkembangan pembangunan dengan memiliki pusat-pusat tujuan wisata, sehingga pembangunan meningkat dari tahun 2009 sampai 2012, hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk di KabupatenBadung meningkat.Perkembangan penduduk di Kabupaten Badung tahun 2011 sebesar 399.861 juta penduduk meningkat 20.214 juta penduduk pada tahun 2012 yaitu sebesar 420.075 juta penduduk (BPS KabupatenBadung, 2013). Oleh ka- rena itu keberadaan sarana ini harus sejalan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Ta- hun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Badung 2013 – 2033. Dari permasalahan dan potensi diatas maka diharapkan, sangatlah penting dilakukan pembangunan tokomodern bahan bangunan di Kabu- paten Badung, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan bangunan dan dapat mewadahi konsumen bahan bangunan dengan fasilitas yang nyaman.
b. Faktor-faktor apakah yang mendukung dan menghambat dalam Implementasi Peraturan Bupati Nomor 38 tahun 2012 Tentang Izin Usaha Pasar Modern dan Pasar Tradisional di Kabupaten Sidoarjo? Berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan, penelitian pertama mengacu pada perbedaan karakteristik konsumen yang berbelanja di pasar tradisional dan di pasar modern, penelitian kedua mengacu pada implementasi Peraturan Bupati Nomor 38 Tahun 2012 tentang Izin Usaha Pasar Modern dan Pasar Tradisional di Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan mengacu kepada Perlindungan Hukum Bagi Para Pedagang Pasar Tradisional Terhadap Pendirian Toko-TokoModern. Penulisan ini merupakan hasil karya asli penulis sendiri, bukan merupakan duplikasi hasil karya orang lain. Apabila ada penelitian yang sama maka penelitian penulis ini merupakan pelengkap atau pembaharuan. Penulis dalam hal ini lebih khusus mengkaji tentang Perlindungan Hukum Bagi Para Pedagang Pasar Tradisional Terhadap Pendirian Toko-TokoModern.
1. Perlindungan Hukum bagi pasar tradisional, terhadap pasar modern yang melanggar aturan tentang jarak di Kabupaten Sleman, telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 18 Tahun 2012, tentang Perizinan Pusat Perbelanjaan dan TokoModern. Ketentuan tersebut mengatur bahwa untuk dapat mendirikan tokomodern harus memiliki Izin Usaha TokoModern yang selanjutnya disingkat IUTM dan untuk mendapatkan ijin tersebut, pendirian tokomodern harus mematuhi syarat- syarat yang berlaku, termasuk memperhatikan jarak TokoModern dengan pasar tradisional sebagaimana telah diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 16 Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 18 Tahun 2012, jika syarat tersebut tidak dipenuhi, maka pemilik tokomodern dapat dikenakan sanksi administrative, berupa peringatan tertulis dan/atau pembekuan izin untuk sementara, sampai dengan ancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam memberikan perlindungan hukum
mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan pedagang tradisional, usaha kecil dan usaha menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan, memperhatikan jarak antara tokomodern dengan pasar tradisional yang ada sebelumnya, menyediakan area parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) unit kendaraan roda empat untuk setiap 60 m 2 (enam puluh meter persegi) luas lantai penjualan pusat perbelanjaan dan atau tokomodern yang menyediakan fasilitas yang menjamin pusat perbelanjaan dan tokomodern yang bersih, sehat (hygienis) aman, tertib dan ruang publik yang nyaman.
1. Upaya perlindungan yang diberikan kepada pasar rakyat, usaha mikro kecil dan menengah sejenis tidak efektif akibat adanya persaingan yang kurang sehat antara usaha tradisional dengan minimarket. Akibatnya justru mengurangi jumlah konsumen yang datang dan menurunkan jumlah pendapatan terhadap usaha tradisional sehingga belum terjadi sinergi antara usaha tradisional dengan toko swalayan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat sampai. Kurangnya pengawasan dari Disperdagin menyebabkan kegiatan pembinaan toko kelontong masih belum juga dilakukan. 2. Pelaksanaan Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2014 Tentang Penataan Toko Swalayan di Kota Surabaya tidak cukupmemberikan penyelesaian masalah terutama bagi usaha tradisional dan usaha toko kelontong masyarakat. Dengan semakin mudahnya pengusaha tokomodern dan minimarket untuk mendapatkan permohonan IUTS berpotensi menyebabkan pertambahan minimarket yang semakin besar sehingga dapat mengganggu eksistensi usaha tradisional dan toko kelontong milik masyarakat. Selain itu juga terkait dengan lokasi pendirian tokomodern dan minimarket yang belum sesuai persyaratan maka Disperdagin tidak serta-merta menutup usaha tersebut karena pengusaha yang bernegosiasi untuk meminta waktu hingga 2,5 tahunsampai menunggu balik modal.
Penelitian ini membahas tentang implementasi kebijakan perencanaan penataan atau pembatasan tokomodern di kabupaten Sleman dalam kajian ekonomi politik. Kebijakan tersebut berdasarkan Peraturan Bupati Sleman No. 13 dan 45/2010 dan Perda No.28/2012. Hingga saat ini banyak tokomodern di Kabupaten Sleman yang tidak sesuai Peraturan Bupati tentang Tata Ruang dan Perizinan, hal ini menunjukkan bahwa implementasi tidak berhasil atau kurang ditegakkan. Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengidentifikasi implementasi kebijakan perencanaan penataan tokomodern berjaringan nasional di Kabupaten Sleman; (2) mengetahui peran pemerintahan lokal dalam implementasi kebijakan tersebut; (3) merumuskan rekomendasi kebijakan agar implementasi dapat berjalan dengan baik. Metode kualitatif, studi kasus dan analisis kebijakan digunakan untuk mengeksplorasi, menganalisis dan melakukan intepretasi data -data penelitian. Analisis EVR congruence, teori pilihan publik dan pilihan rasional, kebijakan rasional elit (top down) dan deliberatif (bottom up) menjadi fokus utama kajian ekonomi politik kebijakan publik dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) implementasi Kebijakan Perencanaan Penataan TokoModern Berjaringan Nasional kurang berja lan dengan baik disebabkan kurangnya sinergi environment resources and value (EVR) akibat implementasi yang bersifat pilihan rasional san top down; (2) peran pemerintah dapat dikatakan sebagai regulator (pembuat aturan saja) yang ditunjukkan dengan formulasi dan implementasi yang kurang melibatkan partisipasi kelompok kepentingan seperti LSM dan masyarakat akhirnya kebijakan menjadi kurang pro poor dan pro public (3) rekomendasi implementasi kebijakan agar berjalan dengan baik yaitu dengan mensinergikan EVR, implementasi yg bersifat bottom up dan deliberatif, mereposisi peran pemerintah sebagai pelayan masyarakat, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dan kelompok untuk mengawal dan advokasi kebijakan sehingga kebijakan pro poor dan pro publik.
Pasar rakyat atau yg sering disebut “pasar tradisional” seharusnya menjadi wadah bagi produsen rakyat dan komunitas lokal dalam menjajakan barangnya. Sayangnya, keberadaannya kini makin terancam oleh ekspansi pasar/tokomodern. Berdasarkan studi Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM dan Lembaga Ombudsman Swasta tahun 2011, ditemukan bukti menurunnya pangsa pasar (market share) pedagang pasar rakyat.
Tokomodern yang tidak berada di pusat perbelanjaan diwajibkan menyediakan ruang tempat usaha bagi usaha kecil dan usaha informal paling sedikit 2 % (dua persen) dari luas lantai efektif bangunan dan tidak dapat digantikan dalam bentuk lain.
Kementerian Perdagangan pada 29 Oktober 2012 mengeluarkan aturan mengenai pembatasan kepemilikan gerai diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 68/M-DAG/PER/10/2012 tentang Waralaba Untuk Jenis Usaha TokoModern. Terdapat pertentangan antara isi pasal yang terdapat di dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 68/M- DAG/PER/10/2012 tentang waralaba untuk jenis usaha tokomodern dalam dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang waralaba. Ketentuan tersebut untuk membatasi kepemilikan tokomodern maksimum 150 gerai.
Berbeda saat kita memasuki sebuah tokomodern baik supermarket atau hipermarket sebagai bagian dari pasar kontemporer. Secara fisik memang lebih unggul dan menawarkan sejumlah kenyamanan, kebersihan, kualitas baik tempat dan barang yang hendak dibeli. Ruangan yang ber-ac plus suara musik merdu mendayu menimbulkan sensasi untuk lebih lama berjalan-jalan menyusuri selasar toko-tokomodern. Belum lagi pilihan barang yang diperjualbelikan sangat variatif mulai jenis barang dan harganya sehingga memberi peluang kepada pembeli untuk menentukan pilihannya. Namun dibalik semua keunggulan berupa kenyamanan dan kualitas namun ada ruang yang tidak dapat dipenuhi oleh toko-tokomodern saat kita berbelanja yaitu interaksi sosial dan pemenuhan ruang sosial. Kita tidak mungkin bertukar informasi dengan sesama orang yang berbelanja di dalamnya bukan? Kita pun tidak mungkin bertukar informasi dengan penjaga toko atau petugas kasir, karena kita akan dimarahi oleh orang-orang yang mengantri di belakang kita. Kita pun tidak dapat berkeluh kesah dan mendapatkan nasihat dari seseorang yang berpengetahuan lebih dari kita saat kita memiliki persoalan kepada pelayan toko ataupun sesama pembeli yang kita jumpai. Semua aktifitas yang terjadi di tokomodern adalah menjual dan membeli sebagai bagian dari kegiatan transaksional secara ekonomi.
Ritel modern serta pusat perbelanjaan juga melakukan pemberdayaan terhadap ritel tradisional dengan adanya program kemitraan. Seperti diketahui pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 dan Peratuan Menteri Perdagangan Nomor 70 Tahun 2013, terkait masalah dan ketentuan perundangan diatas, adanya tindakan lanjut dari Pemerintah Daerah Kota Makassar menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2009 tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern Di Kota Makassar yang aturan keseluruhannya menyatakan bahwa perlindungan adalah segala upaya pemerintah daerah dalam melindungi pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dari persaingan yang tidak sehat dengan pasar modern, tokomodern dan sejenisnya, sehingga tetap eksis dan mampu berkembang menjadi lebih baik sebagai layaknya suatu usaha.
Peraturan Bupati Sleman Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Penataan Lokasi TokoModern dan Pusat Perbelanjaan Pasal 6 bahwa belum maksimal dalam menjaga keberadaan Toko-Toko Tradisional dengan pengaturan jarak Minimarket Indomaret di Sleman. Jarak yang berada di Daerah tersebut kurang dari 500 meter, yaitu 200 meter dari Toko-Toko Tradisional. Pelaku usaha menengah yaitu pemilik franchise minimarket Indomaret juga tidak memperhatikan letak atau posisi Minimarketnya telah merugikan Toko-Toko Tradisional yang jaraknya hanya 200 meter saja. Keberadaan Toko-Toko Tradisional merupakan simbol untuk perekonomian kerakyatan di Sleman,
Peraturan Bupati Sleman Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Penataan Lokasi TokoModern dan Pusat Perbelanjaan Pasal 6 bahwa belum maksimal dalam menjaga keberadaan Toko-Toko Tradisional dengan pengaturan jarak Minimarket Indomaret di Sleman. Jarak yang berada di Daerah tersebut kurang dari 500 meter, yaitu 200 meter dari Toko-Toko Tradisional. Pelaku usaha menengah yaitu pemilik franchise minimarket Indomaret juga tidak memperhatikan letak atau posisi Minimarketnya telah merugikan Toko-Toko Tradisional yang jaraknya hanya 200 meter saja. Keberadaan Toko-Toko Tradisional merupakan simbol untuk perekonomian kerakyatan di Sleman,
Batasan pasar tradisional diatas nampak kurang mewakili pengertian ritel tradisional secara utuh. Karena, berbeda dengan batasan tokomodern yang terperinci mulai dari bentukyang terkecil (minimarket) hingga yang terbesar (hypermarket), batasan pasar tradisionalhanya menjelaskan adanya tempat yang luas (atau cukup luas) untuk melokalisasi toko, kios,dan petak-petak, sebagai tempat usaha milik para pedagang dan tempat masyarakat membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari.