• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Meta Masalah

Dalam dokumen profil danau limboto 2009 (Halaman 44-56)

Meta masalah yang dihadapi adalah (1) pendangkalan dan penyusutan luas, (2) penurunan kualitas air danau, (3) perkembangan eceng gondok, (4) penurunan volume air, (5) penurunan produktivitas perikanan, (6) banjir, (7) perusakan hutan dan lahan, dan (8) perusakan hutan riparian.

a.1. Pendangkalan dan penyusutan luas Danau Limboto

Laju pendangkalan danau akibat erosi dari sungai-sungai yang bermuara di danau ini sangat besar. Pada tahun 1932, rata-rata kedalaman Danau Limboto 30 meter dengan luas 7.000 Ha. Pada tahun 1955 kedalaman danau menurun menjadi 16 meter. Dan dalam tempo 30 tahun, (tahun 1961) rata-rata kedalaman Danau Limboto telah berkurang menjadi 10 meter dan luasanya menyusut menjadi 4.250 Ha. Pada tahun 1990 – 2008 kedalaman Danau Limboto tinggal rata-rata 2,5 meter dan luasnya yang tersisia tinggal 3.000 Ha.

Dalam kurun waktu 52 tahun Danau Limboto berkurang 4304 ha (62.60 %). Jika kita hitung per tahunnya, tingkat penyusutan danau mencapai 65.89 hektar. Diperkirakan pada tahun 2025 Danau Limboto lenyap dari muka bumi Gorontalo. Pendangkalan ini selain dipicu oleh erosi sungai dan lahan, juga disebabkan oleh para nelayan yang selama bertahun-tahun membangun perangkap ikan yang menggunakan gundukan tanah dari darat serta batang-batang pohon. Pendangkalan danau menyebabkan munculnya tanah-tanah timbul di kawasan perairan danau. Tanah-tanah timbul ini selanjutnya diokupasi dan dikapling oleh masyarakat yang seakan-akan hak miliknya dan dimanfaatkan untuk berbagai peruntukan seperti sawah (637 hektar), ladang (329 hektar), perkampungan (1272 hektar), dan

peruntukan lainnya (42 hektar). Hal ini menimbulkan kerawanan sosial karena konflik antar masyarakat kemungkinan besar dapat terjadi dalam memperebutkan kawasan danau.

Penyusutan luas dan pendangkalan terutama disebabkan kurangnya air yang tertahan dan sedimentasi akibat penggundulan hutan di bagian hulu. Tekanan pertumbuhan penduduk di sekitar danau telah mempercepat penyusutan luas dan pendangkalan, seperti illegal logging, penimbunan sampah, dan illegal fishing. Perkembangan terakhir menunjukkan sebagian wilayah permukaan danau sudah ditempati oleh masyarakat.

a.2. Penurunan Kualitas Air Danau

Berbagai aktivitas masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan danau juga mengancam dan memperburuk kelestarian fungsi danau. Saat ini kualitas air Danau Limboto mengalami penurunan akibat limbah domestik, aktivitas budidaya yang dilakukan di dalam danau, dan sedimentasi danau akibat erosi di daerah hulu sungai. Monitoring kualitas air danau menunjukkan beban pencemaran organik yang tinggi dari sumber aliran yang melalui kawasan perkotaan tersebut, seperti terlihat pada kandungan oksigen terlarut di Sungai Alo 0,77 mg/l, Sungai Biyonga 0,94 mg/l, dan kandungan total nitrogennya adalah 2,69 mg/l, sementara total fosfornya 1,44 mg/l. Akibat eutrofikasi berbagai tanaman pengganggu tumbuh subur yang banyak menyerap air dan dapat mempercepat pendangkalan danau.

Masukan bahan organik dan hara ini menyebabkan kondisi perairan danau menjadi subur, seperti terlihat dari hasil perhitungan Indeks Status Kesuburan yang menunjukkan perairan Danau Limboto termasuk kedalam kategori perairan eutrofik ke hypereutrofik. Hal ini sejalan dengan fakta di lapangan dimana tampak tumbuhan air dan fitoplankton sangat melimpah di Danau Limboto (LIPI, 2007).

Gambar 12. Status Trofik di Danau Limboto

Tingkat cemaran organik yang tinggi juga terindikasi dari kelimpahan biota benthik, khususnya dari kelas tubificidae yang tinggi di dasar perairan danau. Kawasan pemukiman juga berkembang di lingkungan sekitar danau, bahkan di beberapa bagian tepian danau, pemukiman penduduk secara langsung bersentuhan dengan badan air danau.

Sumber potensial cemaran bahan organik lainnya di Danau Limboto adalah dari budidaya jaring apung dan jaring tancap yang berkembang di badan air danau tersebut. Dari hasil perhitungan Indeks Kimia Kirchoff, perairan Danau Limboto masih termasuk kedalam perairan yang tercemar ringan (LIPI, 2007). Meskipun demikian masalah pencemaran ini perlu mendapat perhatian khusus karena terdeteksinya kandungan logam merkuri dalam konsentrasi yang tinggi di badan perairan danau tersebut.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Dem b e Kp g U h u T e nga h H un tul ab oh u P upe lo M Alo Pe da tu m a Lokasi TSI Hypereutrofik dgn scum alga Hypereutrofik ultraoligotrofi eutrofik

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Emb e Kp g U h u T e nga h Hu nt ul a boh u Pu p e lo M Al o P e da tu ne Bi y o n g a S. A lo S. Bo h o /Po h o Ou tle t Lokasi In d e k s Ki mi a Ki rc h o ff

Gambar 13. Nilai Indeks Kimia Kirchoff di Danau Limboto

a.3. Perkembangan Eceng Gondok

Eceng gondok di Danau Limboto tumbuh meluas. Luas sebaran eceng gondok mencapai sekitar 30 % dari luasan danau.

Gambar 14. Penyebaran Eceng Gondok di Danau Limboto 2009

Menurut informasi penduduk, penyebaran eceng dan jenis tanaman mengapung lainnya sangat dipengaruhi oleh musim. Hal ini berkaitan dengan hembusan angin yang berbeda pada tiap musim. Eceng gondok akan bergerak dari Barat-Utara ke Timur dan Selatan.

Tercemar ringan Tercemar sedang Tercemar berat

Pergeseran tersebut sejalan dengan perubahan musim khususnya arah mata angin dimana eceng gondok akan terdeposisi di bagian selatan danau.

a.4. Penurunan Produktivitas Perikanan

Masyarakat nelayan di kawasan perairan Danau Limboto saat ini melaporkan telah terjadi penurunan produktivitas perikanan di perairan Danau Limboto. Hasil survei memperlihatkan kecenderungan berkurangnya populasi dan jenis-jenis ikan di danau, namun belum ada data penurunan tersebut. Namun demikian, berbagai fenomena kerusakan lingkungan perairan danau, meliputi pendangkalan dan penyusutan luas genangan air, punahnya vegetasi tumbuhan tenggelam, laju pencemaran bahan organik, dapat menjadi indikator penurunan produktivitas perikanan tersebut.

Ec go Ru ga Plam Ter Ec go Ru ga Plam Se

Luas sebaran eceng gondok

mencapai sekitar 30 % dari luasan danau

Eceng gondok terdapat

dibagian tengah, barat, utara dan tenggara

Konsentrasi terbesar berada

dibagian tengah

Penyebaran eceng gondok

dan jenis tanaman mengapung lainnya sangat dipengaruhi oleh musim

Eceng gondok akan bergerak

dari Barat-Utara ke Timur dan Selatan.

Gambar 16. Jenis-jenis Ikan yang hampir punah di Danau Limboto

Hal lain yang dapat menjelaskan terjadinya penurunan tingkat produktivitas perikanan danau yaitu eksploitasi sumber daya perikanan secara berlebihan. Hal ini terlihat dari pertambahan jumlah nelayan di danau. Penurunan produktivitas perikanan di Danau Limboto kemungkinan juga disebabkan cara penangkapan yang kurang ramah lingkungan yaitu penggunaan racun (potas), setrum, bom ikan dan alat penangkap skala besar.

Pokok permasalahan yang perlu diperhatikan di perairan Danau Limboto adalah semakin menurunnya populasi ikan seperti ikan huluu, payangga, gabus, udang dan sebagainya dan bahkan ada yang punah seperti mangaheto (ikan sejenis bobara warna merah), Botua (ikan jenis mujair berwarna putih tanpa sisik), Bulaloa (ikan jenis bandeng tulang sedikit berwarna putih bersisik), dan Boidelo (mirip ikan tuna bersisik dan berwarna abu-abu). Dulu bermacam- Produksi tangkapan di Danau Limboto

mengalami penurunan dari tahun ke tahun

 Produksi tangkapan tahun 1977-1997 mengalami penurunan sampai 2.344 ton atau 79,19%. (Tahun 1977 produksi tangkapan sebesar 2.960 to dan tahun 2007 produksi tangkapan sebesar 616 ton)

 Kepunahan ikan Danau seperti mangaheto (ikan sejenis bobara warna merah), Botua (ikan jenis mujair berwarna putih tanpa sisik), Bulaloa (ikan jenis bandeng tulang sedikit berwarna putih bersisik), dan Boidelo (mirip ikan tuna bersisik dan berwarna abu-abu). Kini yang tersisa hanya mujair, nila, gabus atau sepat.

 Penurunan tingkat produktivitas perikanan danau akibat eksploitasi sumber daya perikanan secara berlebihan.

macam ikan air tawar dapat dijumpai didanau ini. Kini yang tersisa hanya mujair, nila, gabus atau sepat.

a.5. Banjir

Pendangkalan danau dan kerusakan hutan menyebabkan terjadinya banjir. Setiap tahun terjadi pendangkalan danau setinggi 46.66 cm dan penyempitan danau sebesar 66.66 hektar dan terjadi penurunan muka air normal danau sebesar kurang lebih 1,75 cm. Penurunan daya tampung danau, menyebabkan terjadi banjir. Banjir terjadi setiap tahun di wilayah hilir selama tiga tahun terakhir.

Gambar 17. Hidrograph banjir DAS Sungai Bone di lokasi dekat muara Sungai Tamalate (Tr= 25 Thn)

Sumber: BWS II Gorontalo

Bibilio

- Bibilo adalah alat tangkap

tradisional yang dibuat dari rumput yang hidup di tepi danau (Rumpon ala Danau)

- Produksi perikanan bibilo

sekitar 0,67 kg/m2 sehingga total 877 ton/tahun

Keramba Apung

- Total luas are keramba 51,531 m2 (2.559 buah dengan ukuran terbanyak 5 x 5 m)

Gambar 18. Hidrograph banjir DAS Sungai Alo-Pohu (Tr= 25 Thn) Sumber: BWS II Gorontalo

Gambar 19. Hidrograph Sungai Bolango pada pertemuan Sungai Bolango dan Sungai Polanggua (Tr= 25 Thn)

Gambar 20. Pengrusakan Hutan dan Tebing

a.6. Perusakan Hutan Dan Lahan

Daerah tangkapan air (catchment area) DAS Limboto telah mengalami degradasi yang serius. Banyak kegiatan pertanian di DAS Limboto berada di kawasan hutan lindung. Kegiatan lahan pertanian yang banyak berkembang adalah pertanian lahan kering untuk

tegalan (palawija), kebun kelapa, kemiri dan sebagainya. Luas lahan

pertanian tersebut mencapai 40.58 % dari

luas wilayah DAS Limboto. Kegiatan perladangan berpindah, pembakaran lahan,

penebangan liar dan pengembalaan liar marak dilakukan oleh berbagai pihak. Berdasarkan klasifikasi hutan, sebagian besar daerah tangkapan air hujan pada DAS LBB ternyata telah lama dilegalisasi menjadi Hutan Produksi Terbatas (HPT) atau Limited Production Forest yang telah mendorong secara formal eksploitasi hutan secara besar-besaran. Luas hutan di DAS Limboto hanya 14.893 hektar (16.37 % dari luas DAS) jauh di bawah persayartan minimum (30 %). Kerusakan hutan memperbesar tingkat erosi tanah dan menyebabkan lahan-lahan yang ada menjadi kritis. Berdasarkan RTL-RLKT DAS Limboto, 2004, tingkat erosi di DAS Limboto mencapai angka 9.902.588,12 ton/tahun atau rata-rata 108.81 ton/ha/tahun. Sedimentasi di Danau Limboto sebesar 0.438 mm/tahun. Luas lahan kritis mencapai angka 26.097 hektar lahan kritis terdiri dari 12.573 hektar lahan kritis di dalam kawasan hutan dan 13.524 ha di luar kawasan hutan.

Laju pendangkalan danau akibat erosi dari sungai-sungai yang bermuara di danau ini sangat besar. Pada tahun 1932, rata-rata kedalaman Danau Limboto 30 meter dengan luas 7.000 Ha. Pada

tahun 1955 kedalaman danau menurun menjadi 16 meter. Dan dalam tempo 30 tahun, (tahun 1961) rata-rata kedalaman Danau Limboto telah berkurang menjadi 10 meter dan luasanya menyusut menjadi 4.250 Ha. Pada tahun 1990 – 2008 kedalaman Danau Limboto tinggal rata-rata 2,5 meter dan luasnya yang tersisia tinggal 3.000 Ha.

Dalam kurun waktu 50 tahun Danau Limboto berkurang 4304 ha (62.60 %). Jika kita hitung per tahunnya, tingkat penyusutan danau mencapai 65.89 hektar. Diperkirakan pada tahun 2025 Danau Limboto lenyap dari muka bumi Gorontalo. Pendangkalan ini selain dipicu oleh erosi sungai dan lahan, juga disebabkan oleh para nelayan yang

selama bertahun-tahun membangun perangkap ikan

yang menggunakan gundukan tanah dari darat serta batang-batang pohon. Pendangkalan danau menyebabkan munculnya tanah-tanah timbul di kawasan perairan danau. Tanah-tanah timbul ini selanjutnya diokupasi dan dikapling oleh masyarakat yang seakan-akan hak miliknya dan dimanfaatkan untuk berbagai peruntukan seperti sawah (637 hektar), ladang (329 hektar), perkampungan (1272 hektar), dan peruntukan lainnya (42 hektar). Hal ini menimbulkan kerawanan sosial karena konflik antar masyarakat kemungkinan besar dapat terjadi dalam memperebutkan kawasan danau.

Penyusutan luas dan pendangkalan terutama disebabkan kurangnya air yang tertahan dan sedimentasi akibat penggundulan hutan di bagian hulu. Tekanan pertumbuhan penduduk di sekitar danau telah mempercepat penyusutan luas dan pendangkalan, seperti illegal logging, penimbunan sampah, dan illegal fishing. Perkembangan terakhir menunjukkan sebagian wilayah permukaan danau sudah ditempati oleh masyarakat.

Meta masalah tersebut diuraikan berdasarkan bagian danau, yaitu : Bagian Hulu

 Pembakaran hutan, penebangan liar, peladangan berpindah, perambahan hutan termasuk pencurian kayu.

 Sistem pengolahan lahan serta kawasan tidak menerapkan kaidah konservasi dan masih bersifat tradisional.

 Program pemerintah tentang pengelolaan DAS masih bersifat parsial, tumpang tindih, konflik kepentingan, kurang membangun sistim kordinasi lintas sektor dan setengah hati.

 Penataan pemukiman penduduk yang tidak teratur

 Belum adanya batas dan aturan jalur hijau sepanjang DAS

 Rendahnya pendidikan masyarakat

 Peran kelembagaan masyarakat tingkat desa dan kecamatan rendah

 Struktur dan fisik tanah yang mudah erosi

 Perilaku aparatur yang memback up proses perambahan hutan

 Rendahnya koordinasi tingkat aparatur berwenang dalam melaksanakan pengawasan maupun penegakan hukum bagi yang merusak hutan/kawasan.

Bagian Tengah

 Pengolahan lahan tanpa memperhatikan aspek konservasi.

 Pemukiman masyarakat peladang sekitar bantaran sungai.

 Pembukaan lahan dengan tanaman musiman.

 Vegetasi yang kurang.

 Tingkat kesadaran masyarakat kurang terhadap lingkungan.

 Pengikisan bibir sungai yang terkadang lahan perkebunan dan rumah tempat tinggal masyarakat yang menjadi korban.

 Terjadi perubahan aliran sungai.

 Kurangnya peran serta seluruh pihak dalam mendorong gerakan konservasi, perlindungan, pengawasan, dan sebagainya.

Bagian Hilir

 Kurangnya koordinasi antar sektor/lintas sektor pemerintah.

 Perladangan dibantaran sungai menggunakan teknologi pola tanam monokultur.

 Tingginya laju pemukiman dibantaran sungai dan masyarakat yang bermukim dipesisir danau semakin masuk ke areal kawasan danau.

 Tingginya angka eksploitasi kawasan berakibat penataan ruang yang semraut.

 Perilaku menggunakan alat tangkap perikanan yang tradisional “olate, bibilo, tiopo” dan sejumlah alat tangkap dengan bahan materialnya terbuat dari kayu, bamboo pasir dan pelepah daun kelapa.

 Tingginya angka ketergantungan ekonomi pada kawasan danau berakibat rebutan kaplingan lahan pada tepian danau limboto

 Penambangan galian C dan tingginya angka budidaya jaring apung serta karamba.

 Perilaku yang menjadikan sungai sebagai TPA sampah.

 Lemahnya penegakan aturan hukum terhadap oknum yang melakukan perilaku menyimpang

 Rendahnya sumber daya manusia

 Konflik kepentingan yang beragam khususnya di Danau Limboto

 Penguasaan jaring apung dan lahan seputar pesisir bukan oleh masyarakat setempat namun juga oleh para oknum pejabat.

Dalam dokumen profil danau limboto 2009 (Halaman 44-56)

Dokumen terkait