• Tidak ada hasil yang ditemukan

Acacia nilotica

Dalam dokumen ANALISIS PENGARUH JENIS ASING INVASIF (Halaman 33-40)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Acacia nilotica

Acacia nilotica Willd, ex Dell 1813 termasuk dalam famili leguminosae subfamili Mimosoideae. Akasia ini dikenal dengan nama daerah red heat, kudupod, sweet smell, babul acacia dan babul (India); kiker, babal (Pakistan); lekkerruikpeul, ruikperul, sun (Arab); Egyptian acacia; Indian gum-arabic-tree; thorn-mimosa, thorny acacia (Australia); acacia ă gomme, gommier rouge (Perancis); arabische Gummiakazie (Jerman), algarrobo dan acacia gomifera (Spanyol) (GRIN, 2005).

Sistematika nama ilmiah Acacia nilotica adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermatophyta Division : Magnoliophyta

20

Class : Magnoliopsida

Subclass : Rosidae

Order : Fabales

Family : Fabaceae (alt. Leguminosae) Subfamily : Mimosoideae

Suku : Acaciae atau Mimosoiceae Genus : Acacia P. Mill

Species : Acacia nilotica (L) Willd. ex Delile 1813 (GRIN, 2005 dan USDA, 2005)

2.2.1. Morfologi

Acacia nilotica merupakan pohon yang dapat mencapai umur 60 tahun, berukuran sedang dengan tinggi dapat mencapai 20 meter tergantung pada kondisi lingkungannya dan pada umumnya tinggi maksimum hanya mencapai 5-8 meter (Binggeli, 1997), di Australia mencapai tinggi rata-rata 4-5 m dan kadang mencapai 10 m (Department of Natural Resources and Mines, 2004). Pada daerah yang kondisi lingkungannya tidak cocok, pertumbuhannya menjadi kerdil menyerupai semak.

Acacia nilotica mempunyai percabangan tajuk berbentuk payung (umbrella-shaped crown), batangnya berduri keras dan ranting berwarna gelap. Duri lurus berwarna keputih-putihan tajam panjangnya lebih dari 3 cm pada pohon muda dan pohon dewasa umumnya duri mengeras dengan warna semakin gelap. Daunnya hijau sepanjang tahun, bersirip biasanya terdiri dari 3-12 pasang, anak daun 10-30 pasang linear oblong dengan panjang 0,4 cm; bunga kuning cerah dengan diameter 10 mm; buah berwarna hijau keabu-abuan dan berbulu, tebal lurus atau bengkok ramping, panjang 10-15 cm dengan lekukan diantara biji-bijian, lunak pada waktu masih muda dan menjadi hitam dan keras setelah tua; berakar tunjang dan jalar.

2.2.2. Potensi

Potensi Acacia nilotica sendiri cukup banyak, diantaranya : 1. Kayu

Kayu Acacia nilotica yang berwarna coklat tua termasuk jenis kayu berat (berat jenis 0,67-0,68) yang kuat, tahan rayap, tahan lama, keras (hampir dua kali lebih keras dari kayu jati), dan sangat tahan tekanan. Di India dan Pakistan, kayu Acacia nilotica yang berumur 15-20 tahun digunakan sebagai bahan bakar kayu dan bangunan. Sebagai bahan

21

bakar mempunyai nilai kalori yang tinggi yaitu 4950 kcal/kg dan sangat baik digunakan dalam bentuk kayu bakar maupun arang yang berkualitas dengan asap yang sedikit. Di Sudan, pada umur 20-30 tahun, digunakan sebagai gerbong kereta api. Pemanfaatan lain Acacia nilotica digunakan untuk bangunan, tiang penyangga pertambangan, perangkat pegangan alat pertukangan dan gerobak. Pada saat masih hijau kayunya dapat diukir (Fagg,1992).

2. Agroforestry

Di India dan Zimbabwe, pohon Acacia nilotica digunakan sebagai penahan angin (windbreak) di padang penggembalaan (Fagg,1992). 3. Makanan Ternak

Buah polong dan daunnya dapat dikonsumsi. Di India polongnya digunakan sebagai suplemen pakan untuk peternakan, terutama dalam bentuk polong kering.

Komposisi kimia dan nilai nutrisi beberapa bagian Acacia nilotica tampak pada tabel berikut :

Tabel 2. Komposisi Kimia dan Nilai Nutrisi Beberapa Bagian Acacia nilotica

Daun

Komponen Muda Sedang Tua

Bunga yang jatuh ke tanah Polong Biji Komposisi Kimia Bahan Kering (%BK) Total Protein (%BK) N-tersedia (%protein) 78 27 21 88 16 18 83-94 11-15 13-23 84 9 30 94 9-14 54 94 18-23 27-58 Komponen Dinding Sel NDF (%BK) ADF (%BK) ADL (%BK) 13-23 17 15 6 28 22 8 32-44 25-32 3-4 Nilai Nutrisi Nilai Energi (MJ ME/kg BK) Protein Kasar Tercerna (g DCP/kg BK) 2.3 50 3.4 50 8.8-9.5 60-100 9.2 40 8.0 40-90 6.8-10.3 60-140

22

4. Rehabilitasi Tanah

Lebih dari 50.000 ha jurang Indian Chambal direhabilitasi dengan Acacia nilotica (Binggeli,1997). Di India digunakan secara ekstensif dalam menurunkan tingkat salinitas dan alkalinitas tanah. Hal ini karena Acacia nilotica dapat tumbuh pada tanah dengan pH di atas 9 dengan kandungan garam terlarut mencapai 3%, dan dapat tetap tumbuh dengan baik pada saat pengairan kurang dan dapat berkembang pada timbunan batuan limbah pertambangan.

5. Tanin

Tanin digunakan dalam industri penyamakan kulit. Polong Acacia nilotica mengandung 50% tanin. Pada pohon berumur 10 tahun memproduksi 35-40 kg kulit kayu yang mengandung tanin 12-20% (Audru et al., 1993).

6. Getah

Getah Acacia nilotica sudah sangat terkenal sebagai bahan dasar dari “Gum Arabic” dan dipergunakan dalam industri-industri korek api, tinta, cat dan konveksi (Alikodra, 1986).

7. Pengobatan

Tanin dari Acacia nilotica dapat digunakan sebagai astringent yang kuat. Getahnya dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan kanker dan/atau tumor (telinga, mata atau testicle) dan menjaga kondisi hati dan ginjal, condylomas, dan flesh berlebih, kedinginan, kongesti, batuk, diare, disentri, demam, gallbladder, hemorrhage, wasir, leucorrhea, ophthalmia, sklerosis, cacar, dan TBC (James, 1983). Buah polong yang direbus dalam air dapat digunakan sebagai minuman kesehatan untuk penderita diabetes dan untuk mengobati bisul (Audru et al., 1993).

2.2.3. Perkembangbiakan

Acacia nilotica mulai berbunga kurang lebih 1 bulan setelah turun hujan pertama, dua bulan kemudian musim berbuah dan lima bulan kemudian musim biji dengan produksi rata-rata per pohon berukuran sedang sekitar 175000 biji per tahun pada kondisi yang mendukung (Department of Natural Resources and Mines, 2003) sedangkan pada pohon berukuran besar produksi biji dapat mencapai >200000 biji atau sekitar 70 kg polong per tahun. Acacia nilotica mulai berbuah umur 2 tahun sehingga mempercepat penyebaran tumbuhan tersebut.

23

Biji Acacia nilotica memiliki masa dormansi yang cukup lama yaitu sekitar 8 tahun. Pada awal pertumbuhan dengan penanaman bijinya sangat membutuhkan sinar matahari dan kelembaban yang tinggi. Masyarakat di sekitar Taman Nasional Baluran memanfaatkan bijinya sebagai bahan campuran kopi dan untuk kecambah (Mutaqin, 2001). Buah akasia ini juga dipungut oleh penduduk sekitar taman nasional untuk dijual kepada Perum Perhutani sebagai bibit. Acacia nilotica dapat ditanam baik secara langsung dengan biji maupun benih. Akan tetapi bijinya akan dapat tumbuh dengan sempurna jika direndam dahulu dalam air panas sebelum ditanam.

Acacia nilotica termasuk jenis yang cepat pertumbuhannya. Pada keadaan lingkungan yang sesuai laju pertumbuhan mencapai 2-3 cm per tahun. Akasia ini memiliki habitat asli di daerah tropis kering dengan jenis tanah liat (Binggeli,1997) namun dapat tumbuh pada tanah berpasir dengan curah hujan yang tinggi. Acacia nilotica merupakan salah satu tumbuhan yang tahan api sehingga sering dimanfaatkan sebagai sekat bakar (fire break). Tumbuhan ini dapat berkembang pada ketinggian lebih dari 2000 m dpl (di Pegunungan Himalaya), pada suhu ekstrim (-1 - 50OC) dapat tumbuh (Fagg, 1992) dan bertahan hidup di daerah-daerah yang sangat kering dan daerah yang biasa terkena banjir serta pada berbagai jenis tanah. Jadi tumbuhan ini dapat tumbuh pada berbagai kondisi tanah walaupun pada tanah-tanah yang sangat miskin. Biji Acacia nilotica yang dikonsumsi oleh satwa dapat langsung tumbuh setelah enam hari keluar dari tubuh satwa melalui feses (Department of Natural Resources and Mines, 2004). Pohonnya berduri dan sering menimbulkan masalah sehingga dianjurkan untuk ditanam pada daerah-daerah yang sangat kritis akan kebutuhan kayu bakar. Acacia nilotica mempunyai zat alelopatik sehingga dapat mempunyai ruang tumbuh tersendiri karena tanaman di sekitarnya mati (El Khawas dan Shehata, 2005).

Acacia nilotica mempunyai ciri tumbuhan yang berpotensi invasif, yaitu: 1) suatu tumbuhan perennial yang plastis sehingga dapat berkecambah pada rentang kondisi fisik yang luas; 2) pertumbuhan cepat; 3) berbunga dalam waktu singkat; 4) adaptif; 5) memproduksi benih yang banyak dengan penyebaran luas; 6) dapat bereproduksi secara vegetatif; dan 7) merupakan kompetitor yang tangguh (Noble, 1989).

Di Australia, Acacia nilotica dimasukkan ke wilayah Middle East di padang savana sebagai peneduh dan sumber pakan. Pada awal tahun 1900-an, biji

24

Acacia nilotica dibawa dan disebarkan oleh ternak dan saat ini telah menginvasi hampir semua padang savana di kawasan timur laut (pada perbatasan Queensland). Vektor penyebaran Acacia nilotica di kawasan ini adalah sapi karena tidak mampu mencerna biji Acacia nilotica sebaik domba. Luas lahan yang terinvasi mencapai 7 juta hektar, di mana 500.000 hektar diantaranya tidak dapat lagi digunakan sebagai padang penggembalaan. Kerugian ekonomi akibat invasi Acacia nilotica mencapai 5 juta dolar per tahun dengan turunnya produktivitas penggembalaan dan 4 juta dolar untuk mengontrol populasi Acacia nilotica. Kondisi ekologi kawasan tersebut mengalami kerugian dengan adanya perubahan struktur vegetasi yang mengakibatkan perubahan komposisi spesies flora dan fauna. Peningkatan kepadatan pohon juga mengakibatkan perubahan komposisi lapisan tanah yang merugikan spesies rumput endemik (Tropical Savanna CRC, 2003).

Di Indonesia, Acacia nilotica dimasukkan pada tahun 1963 sebagai fire break di perbatasan wilayah Taman Nasional Baluran untuk mengurangi tingkat penyebaran kebakaran dari padang savana ke areal hutan jati pada musim kemarau (Mutaqin, 2001). Dalam kawasan Taman Nasional Baluran kebakaran dapat terjadi setiap tahun dalam musim kemarau. Kebakaran umumnya mulai terjadi pada kawasan padang savana karena hijauan yang mengering sangat mudah terbakar dengan adanya pergesekan oleh angin dalam sinar matahari yang terik. Oleh karena itu pada tahun 1969 Acacia nilotica juga ditanam sebagai tanaman pagar untuk mencegah perluasan kebakaran yang terjadi.

Menurut Alikodra (1986), penyebaran yang pesat di Savana Bekol terjadi karena:

1. Adanya satwa liar banteng, kerbau dan rusa yang suka memakan kulit buah akasia, sehingga sekaligus biji akasia terbawa ke dalam sistem pencernaan yang kemudian dikeluarkan bersama-sama fesesnya pada saat satwa berada di padang rumput savana. Biji akasia yang tertelan oleh satwa liar tersebut setelah dikeluarkan bersama-sama dengan feses diduga mempunyai daya kecambah yang lebih tinggi

2. Di padang rumput savana intensitas cahaya matahari lebih tinggi jika dibandingkan dengan di hutan, sehingga sangat sesuai untuk perkecambahan biji akasia, serta mampu menstimulir pertumbuhan selanjutnya

25

3. Adanya penggembalaan yang berat telah menyebabkan kondisi tanah semakin jelek dan pertumbuhan rumput kurang baik. Keadaan ini menyebabkan rumput tidak mampu bersaing dengan akasia sehingga pertumbuhannya tertekan

4. Adanya jalur akasia sebagai penahan api telah mengakibatkan semakin berkurangnya peranan api di padang rumput savana Bekol. Hal ini tidak menguntungkan pertumbuhan rumput savana Potensi dampak positif dan negatif yang dimiliki oleh tumbuhan ini dapat mempengaruhi kestabilan ekosistem padang savana. Hal ini karena ekosistem padang rumput di Padang Savana Bekol terdiri dari jenis-jenis vegetasi klimaks karena pengaruh api (fire-climax vegetation) (Alikodra, 1986). Sehingga keberadaan Acacia nilotica yang menurunkan tingkat kebakaran yang terjadi di padang savana menghalangi terbentuknya komunitas padang savana. Selain itu, spesies pohon Acacia nilotica toleran untuk tumbuh diantara spesies yang dominan pada savana terbuka, dapat berkembang lebih cepat pada saat kelembaban yang lebih tinggi tersedia dan pada saat kondisi kering dapat bertahan dari kematian secara berangsur-angsur dapat menginvasi savana (Huston, 1995).

Dampak yang nyata yaitu berkurangnya luasan savana juga mengurangi ruang gerak satwa dalam melakukan aktivitas sosial, proses belajar, kawin, serta mengasuh dan membesarkan anak. Selain itu, tumbuhan ini dapat tumbuh menyaingi hijauan pakan satwa, menaungi luasan lahan tempat tumbuh hijauan sehingga menekan perolehan sinar matahari yang dibutuhkan hijauan untuk tumbuh. Suksesi tumbuhan ini di savana dapat membentuk hutan tertutup jika terdapat kelembaban yang mencukupi untuk mendominasi savana (Huston, 1995). Apabila kondisi ekologis ini berlangsung terus tanpa pengendalian maka populasi jenis-jenis satwa dan flora endemik akan terancam (Mutaqin, 2001).

Upaya-upaya pemberantasan Acacia nilotica dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain pemberantasan secara fisik, biologi dan kimiawi. Pemberantasan secara fisik bisa dilakukan dengan cara menebang atau memotong batang pada pangkal akar pada kedalaman 10-20 cm di bawah permukaan tanah. Hal ini karena pada pangkal akar akasia mempunyai tunas-tunas yang berada dalam kondisi dorman dan akan segera tumbuh apabila keadaan memungkinkan. Pemberantasan secara biologi sudah diuji coba di Australia dengan menggunakan serangga tertentu tetapi untuk kondisi di Taman

Dalam dokumen ANALISIS PENGARUH JENIS ASING INVASIF (Halaman 33-40)

Dokumen terkait