• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aceh dan Papua

Dalam dokumen POLITIK HAK ASASI MANUSIA DAN TRANSISI D (Halaman 142-147)

Ketegangan dan Dinamika dalam Diskursus Politik Transis

4. Aceh dan Papua

Aceh:

Di dunia ini, hanya ada satu kisah tentang orang yang memancing dengan linangan air mata, yaitu di daerah Idi Cut. Dengan linangan air mata, warga yang tinggal di sekitar sungai Arakundoe, Aceh Timur memancing. Yang dipancing bukan ikan, tetapi mayat-mayat yang dibenamkan di sungai Arakundoe yang dalam dan deras arusnya.

Tanggal 26 Maret 1999, Presiden Habibie mengunjungi Aceh. Dalam kunjungan itu, Habibie secara resmi meminta maaf kepada rakyat Aceh dan keluarga korban Daerah Operasi Militer (DOM). Wiranto sebagai Menhankam/Pangab juga mengunjungi Aceh dan berjanji akan mengakhiri DOM dan memulai perdamaian di Aceh. Habibie membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) atas kasus DOM Aceh di bawah pimpinan Hari Sabarno. Dalam bekerja, TPF melakukan pertemuan dengan para korban. Berbagai organisasi sosial di Aceh juga mengadakan pertemuan-pertemuan dengan para korban. Dalam suatu pertemuan publik di Idi Cut, seorang ibu membawa anaknya yang masih berusia 10 tahun. Sebelum pertemuan, anak itu bertanya kepada ibunya, “Ibu, untuk apa kita ke sana (pertemuan publik)? Nanti kita dilempar ke sungai Arakundoe.” Anak ini adalah salah satu korban dalam tragedi di Idi Cut pada tanggal 2 Februari 1999, dan mengalami trauma sejak saat itu. Ketika dia melihat seorang prajurit berpakaian loreng, anak itu pasti menangis ketakutan.97 Dalam pertemuan dengan perempuan-perempuan Aceh yang telah kehilangan suaminya (karena meninggal atau hilang selama masa DOM).

Permintaan maaf yang dilakukan Habibie, pembentukan TPF dan jaminan dari Wiranto, ternyata tak cukup menghalangi aksi kekerasan oleh pasukan di Aceh. Pada tanggal 3 Mei 1999, Yonif 113 melakukan penyerangan terhadap rakyat yang sedang berkumpul di daerah Simpang KKA, Kruleng Geukueh, Lhokseumawe, Aceh Utara. Dalam penyerangan itu, jatuh korban 65 orang meninggal, 10 orang hilang dan ratusan lainnya terluka. Dalam peristiwa itu seorang anak kecil berusia 7 tahun bernama Saddam Husein turut menjadi korban yang tewas.98 Menurut Kontras, kekerasan terus berlangsung di Aceh. Kontras mencatat dari tahun 1999 sampai 2002, korban meninggal sebanyak 524 orang, 1720 kasus penghilangan paksa dan 1577 penangkapan sewenang-wenang.99

Habibie meski telah membentuk TPF, tetapi ternyata tidak menindaklanjuti hasil laporan TPF. Menkopolkam Feisal Tanjung malah pernah menyatakan bahwa peristiwa

97

Fikar W. Eda dan S. Setya Dharma, Sebuah Kesaksian: Aceh Menggugat, Jakarta: Sinar Harapan, 1999.

98

pembantaian di Aceh tidak terkait dengan masalah HAM. Feisal Tanjung juga menyatakan bahwa tuduhan pelanggaran HAM di Aceh merupakan karangan belaka.100

Menurut pandangan sejumlah mantan pimpinan militer tentang hasil laporan TPF, jatuhnya korban di Aceh patut disesali, tetapi jangan menghalangi politik ke depan. Mantan direktur Bais, Letjen Arie Sudewo menyatakan bahwa dalam suatu operasi militer, tak terhindarkan jatuhnya korban. Korban di Aceh tidak hanya berkaitan dengan operasi militer Indonesia, tetapi bisa juga korban dari operasi DI/TII, G-30-S. Menurutnya, lebih baik kita berpikir ke depan. Menurut Theo Syafei, ada upaya sistematis untuk membuat rakyat semakin berani dan kemudian menghujat ABRI karena ekses-ekses yang terjadi. Theo berharap agar masyarakat tidak menggeneralisir persoalan yang terjadi di Aceh.101

Sampai saat ini, meskipun situasi politik di Aceh semakin damai berkat perjanjian damai di Helsinki, tetapi tidak berarti bahwa pengungkapan kebenaran di masa lalu menjadi lebih baik. Laporan TPF tinggal menjadi catatan sejarah, karena para pelaku tak tersentuh oleh hukum.

Papua:

Selama 35 tahun proses pembangunan di tanah Papua, ia tak ubahnya dijadikan ideologi dan kebijakan yang dipaksakan. Membuat orang Papua merasa terbuang di tanahnya. Tidak heran bila ujung-ujungnya pembangunan di tanah Papua ini justru dilihat sebagai penjajahan. Akibatnya, ramai-ramailah mereka minta merdeka. (Pendeta Herman Saut)

Tanah Papua, tanah yang luas, kaya dan indah. Tanah yang indah tetapi menyimpan gejolak dan derita. Tiap tahun, Keuskupan Jayapura membuat laporan tentang kondisi

99

Kontras, Aceh,Damai Dengan Keadilan : Mengungkap Kekerasan Masa Lalu, Jakarta: Kontras, 2006.

100

Eda dan Dharma (1999), hlm. 157.

101

kemanusiaan di Aceh. Laporan itu berjudul Memoria Passionis (ingatan akan penderitaan) menunjukkan simpati dari pihak Gereja terhadap nasib rakyat Papua.

Seperti Aceh dan Timor Timur, rejim Orde Baru menggunakan pendekatan keamanan untuk menjamin kedaulatan NKRI atas wilayah Papua. Pendekatan keamanan yang awalnya digunakan untuk menghabiskan kekuatan Organisasi Papua Merdeka (OPM), berubah menjadi operasi yang ditujukan ke masyarakat sipil yang dianggap menjadi simpatisan OPM. Dari waktu ke waktu, korban terus berjatuhan. Pembunuhan Arnold Ap (antropolog dan kurator di Museum Daerah Irian Jaya) menunjukkan kebijakan Orde Baru yang selalu mencurigai aspirasi rakyat Papua termasuk aktivitas memelihara dan memajukan kebudayaan Papua seperti yang dilakukan oleh Arnold AP.

Ketika situasi politik nasional menjadi lebih demokratis, rakyat Papua mulai aktif memperjuangkan kepentingan mereka. Pada tanggal 26 Februari 1999, 100 tokoh Papua (Tim 100) berangkat ke Jakarta untuk berdialog dengan Presiden Habibie. Dalam dialog itu, Tim 100 mengungkapkan keinginan mereka untuk memisahkan diri dari Indonesia. Keinginan sebagian rakyat Papua untuk merdeka tidaklah mengherankan. Berbagai kebijakan pembangunan dan pendekatan keamanan yang dilakukan oleh rejim Orde Baru telah memupuk kekecewaan yang sangat besar terhadap Indonesia. Rakyat Papua marah karena tanah-tanah ulayatnya dirampas demi pertambangan, lokasi transmigrasi, peluang kerja hanya terbatas bagi rakyat Papua yang berpendidikan, sektor ekonomi dikuasai oleh para pendatang.102 Akumulasi dari kekecewaan dan kemarahan mendorong perluasan dari gerakan menuntut kemerdekaan.

Sikap politik pemerintah Indonesia berbeda-beda sejak dari jaman pemerintahan Habibie. Dalam pemerintahannya yang singkat, Habibie tidak banyak mengambil kebijakan terhadap rakyat Papua, kecuali bertemu dengan tim 100. Di era Gus Dur, ada perubahan kebijakan yang lebih positif terhadap aspirasi rakyat Papua. Gus Dur melalui pendekatan budaya memulai pengakuan atas identitas ke-Papua-an. Dengan mengganti nama Irian

102

Rodd McGibbon, Plural Society in Peril: Migration, Economic Change, and the Papua Conflict, Washington: East-West Center Washington, 2004.

Jaya menjadi Papua, Pemerintah Indonesia secara resmi mengakui identitas orang Papua dan memulai pendekatan baru terhadap rakyat Papua.

Sikap politik pemerintahan Megawati telah menyebabkan kekecewaan bagi rakyat Papua. Megawati membuat kebijakan pemekaran wilayah Papua. Rakyat Papua kecewa karena janji Mega untuk meningkatkan status otonomi khusus tidak terlaksana. Pemerintahan SBY diharapkan akan membawa perubahan dalam relasi pusat dan Papua. Dalam sejumlah pernyataannya, SBY akan mendahulukan solusi politik daripada militer, politik yang akomodatif daripada represi. Pada tanggal 22 Desember 2004, SBY mendirikan Majelis Rakyat Papua.103

Kebijakan militer di Papua sesungguhnya tidak menunjukkan perubahan yang signifikan meski telah ada perubahan politik nasional. Obsesi akan keutuhan NKRI telah membuat militer selalu mencurigai aspirasi rakyat Papua. Berbagai laporan pelanggaran HAM oleh lembaga-lembaga sosial-kemasyarakatan di Papua menunjukkan bahwa rakyat Papua masih menjadi korban di wilayahnya sendiri. Pembunuhan Theys Eluay, Ketua Dewan Presidium Papua menunjukkan TNI belum meninggalkan pola-pola militer pada jaman Orde Baru. Meskipun ada kecaman terhadap pembunuhan Theys, TNI mengganggap para pelaku telah menjalankan tugas negara. Bahkan, Jendral Ryamizard Ryacudu (KSAD jaman pemerintahan Megawati) menggelari para pembunuh Theys sebagai pahlawan yang melaksanakan tugas bangsa.104

Ketidakkonsistenan dan ketidakberpihakan pemerintah pusat terhadap rakyat Papua telah membuka mata rakyat Papua akan bayang-bayang politik Orde Baru yang masih menggelayuti perjalanan rakyat Papua ke depan. Kebijakan Megawati yang menolak pandangan rakyat Papua yang menentang pemekaran berlatar belakang kecurigaan pemerintahan Megawati atas konsekuensi dari status otonomi khusus (otsus) di Papua. Menurut John Ibo (ketua DPRD Papua), Megawati dan BIN telah mendapat laporan dari

103

Richard Chauvel, Constructing Papuan Nasionalism: History, Etnicity, and Adaptation, Washington: East-West Center Washington, 2005, hlm. 88.

104

Richard Cauvel and Ikrar Nusa Bhakti, The Papua Conflict: Jakarta’s Perceptions and Policies, Washington: East-West Center Washington, 2004.

kelompok elite politik Papua bahwa otsus akan mempersiapkan kemerdekaan untuk Papua. Ada celah-celah dalam UU No.21/2001, khususnya mengenai pengakuan akan bendera Papua, lagu kebangsaan Papua. Padahal bendera dan lagu adalah bagian dari representasi kultur bangsa Papua.105 Kecurigaan terhadap atribut-atribut identitas Papua seperti bendera dan lagu mengingatkan kita akan kekhawatiran rejim Orde Baru atas aktivitas Arnold A.P., yang memajukan identitas Papua melalui lagu dan tari rakyat Papua. Masa lalu itu belum mau pergi.

Dalam dokumen POLITIK HAK ASASI MANUSIA DAN TRANSISI D (Halaman 142-147)

Dokumen terkait