• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adat Istiadat dan Budaya Menanam Kopi Masyarakat Semende

Dalam dokumen BUKU PERSYARATAN INDIKASI GEOGRAFIS (Halaman 35-39)

III. BUKU INDIKASI GEOGRAFIS

3.8. Adat Istiadat dan Budaya Menanam Kopi Masyarakat Semende

Dari hasil Peneliti Adat Istiadat Masyarakat Semende yang ditulis dalam penelitian Hutapea dan Thamrin (2008) dijelaskan bahwa, Kata Semende mempunyai beberapa pengertian diantaranya :

1. Berasal dari kata ‘same’ dan ‘nde’ dimana same berarti sama dan nde berarti milik, sehingga bermakna sama memiliki/ sama kedudukan antara laki-laki dan perempuan baik dalam individu maupun dalam arti jurai.

2. Berasal dari ‘se’-‘man’-‘nde’ artinya rumah kesatuan milik bersama (rumah yang ditunggu oleh anak tunggu tubang) dimana rumah ini adalah tempat berkumpulnya sanak keluarga sewaktu berziarah ke puyang, hari-hari besar serta acara keluarga.

Dalam masyarakat Semende masih terdapatnya kearifan lokal yang melekat pada masyarakat yakni adat “Tunggu Tubang”. Menurut Hutapea dan Thamrin (2008) Tunggu

Tubang merupakan suatu bentuk kearifan lokal dimana anak perempuan tertua merupakan

pewaris dari harta turun temurun berupa lahan, rumah dan diberikan wewenang untuk dapat berperan dalam usahatani dalam menghidupi orang tua dan keluarga inti. Namun harta tersebut tidak boleh diperjualbelikan dan diwariskan ke generasi berikutnya. Kearifan lokal

Tunggu Tubang merupakan suatu contoh tatanan yang dapat mempertahankan eksistensi

dalam mengelola sumberdaya lahan dan mencegah terjadinya fragmentasi tanah sehingga dapat menopang ketahanan pangan di daerah dan produksi pertanian lainnya.

Selain tunggu tubang terdapat kearifan lokal terhadap budidaya Kopi Semendo, aturan adat yang dititipkan leluhur/ nenek moyang (larangan/pantangan) masyarakat Semende seperti :

- Tidak membuka lahan untuk tanam kopi di atas mata air (di hulu mata air).

- Tidak membuka lahan/ kebun di antara dua mata air atau ujung tanjung (atau tanah

santak baungan).

- Tanah rawah yang terdapat dipinggir kebun harus ditanam tanaman anyaman seperti pugrhon dan rumbai. Sebagai bahan pembuat tikar/adas untuk penjemuran kopi.

25 - Untuk tanaman naungan kebun kopi biasanya masyarakat Semende menanam

pembayang seperti : cengkering/dadap, nangka, jengkol, dan durian.

Kehidupan masyarakat Semende kesehariannya juga tidak terlepas dari adat istiadat seperti tergambar dalam lambang adat yang terdiri dari 5 (lima) simbol yakni;

1. Kujur/ tombak (kejujuran dalam bahasa Semende disebut kujur) yang bermakna bahwa masyarakat Semende dalam kesehariannya harus cepat tanggap pada setiap permasalahan yang diperintahkan oleh maraje (pelidung tunggu tubang) dan tidak membantah dan segera dilaksanakan.

2. Kampak yang terdiri dari dua sisi melambangkan bahwa masyarakat Semende melihat perlakuan yang sama antara pihak keluarga laki-laki dan keluarga perempuan dalam membina jurai, mampu menyelesaikan masalah dalam keluarga dengan seadil-adilnya.

3. Jala/ jale penangkap ikan secara filosofis melambangkan persatuan dan kesatuan masyarakat / keluarga yang dinamakan jurai yang dikomandoi oleh meraje.

4. Tebat/ kolam melambangkan kepribadian tunggu tubang yang tetap sabar dan tetap konsisten menghadapi persoalan di dalam jurai.

5. Guci sebagai tempat menyimpan makanan untuk persiapan dan diperlukan ketika ada tamu. Hal ini melambangkan bahwa tunggu tubang bersifat hemat dan bila ada

jurai yang bertandang dapatlah di jamu dan merupakan aib kalau tidak dapat

dijamu.

Masyarakat Semende pada umumnya adalah petani padi dan kopi. Dalam bertanam kopi, masyarakat Semende telah diwariskan secara turun temurun dan masih menjadi cerminan perilaku masyarakat setempat. Di antara budaya tersebut adalah sebagai berikut :

1. Cakae Lahan ( Mencari Lahan)

Dalam budaya Semende menentukan lokasi dan keadaan lahan dalam berkebun kopi adalah hal pertama yang sangat penting. Ada beberapa prinsip yang dipegang masyarakat Semende dalam membuat kebun kopi antara lain :

- Hu Libae (membuat kebun yang lebar) - Hu Siang (membuat kebun yang bersih) - Hu Lebah (tanah yang subur)

- Hu Jambangan (bibit pilihan yang bagus)

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih lahan yang akan dijadikan lokasi kebun, diantaranya :

26 - Tanah berhembang yaitu kondisi tanah yang subur terletak pada daerah cekungan yang banyak mengandung lapisan humus serta dekat dengan sumber air.

- Menghadap matahari hidup yaitu kondisi lahan yang menghadap ke arah matahari terbit sehingga lahan tersebut banyak mendapatkan sinar matahari pagi yang sangat bermanfaat untuk tanaman kopi.

- Terletak di tumutan tujuh yaitu lahan terletak di antara tujuh bidang kebun yang lainnya. Dengan pemilihan lahan yang baik diharapkan akan memperoleh hasil yang baik.

2. Nebas Nebang (Membuka Lahan)

Setelah memperoleh lahan yang dirasa cocok maka hal selanjutnya akan dilakukan adalah membuka lahan atau yang dalam bahasa Semende disebut Nebas Nebang. Sebelum melakukan kegiatan ini diawali dengan ritual berdoa kepada Allah SWT dengan mengambil segenggam tanah kemudian didoakan dimulai dengan membaca surat Al-Fatihah yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, kepada sembilan wali dan leluhur serta meminta izin kepada penunggu daerah setempat. Dalam ritual ini disertai dengan menyajikan bubou (bubur) 9 yang terbuat dari tepung beras yang diletakkan dalam 9 tempilungan (wadah) dari daun pisang kemudian diletakkan di atas kighang (anyaman bilah-bilah). Kemudian dilanjutkan dengan menghidupkan api kecil dengan bahan bakar kayu-kayuan kecil dan ranting serta dedaunan kering. Di atas bagian tengah api diletakkan dua bilah akar dengan posisi bersilangan yang menunjukan 4 penjuru mata angin dengan tujuan agar semua binatang buas dan makhluk yang tidak kasad mata pergi ke empat penjuru mata angin dan tidak mengganggu proses pembukaan lahan dan pembuatan kebun. Setelah semua ritual dilakukan barulah dimulai penebasan yang biasanya dilakukan pada hitungan awal bulan. Penebasan pertama diawali dengan membali yaitu menebas lahan awal dengan lebar 2 x 2 meter persegi dan seterusnya dilanjutkan dengan penebasan seluruh lahan. Setelah selesai penebasan, lahan dibiarkan beberapa waktu atau biasa disebut dengan ampae ghebe yaitu mengeringkan pohon dan semak-semak yang telah di tebas sambil menunggu waktu pembakaran yang biasa dilakukan setelah hitungan bulan ke empat dalam mata tahun. Selanjutnya dilanjutkan dengan pembersihan lahan dari sisa pembakaran dan akar-akar pohon yang menutupi permukaan tanah (ngekas).

27 3. Penanaman

Selanjutnya setelah lahan siap dan telah dilakukan pembersihan dilakukan persiapan penanaman sebagai berikut :

- Menyiapkan benih untuk membuat bibit yang akan ditanam. Biasanya diambil dari pohon kopi yang sudah panen raya dan memiliki buah paling lebat dan bijinya paling menonjol dari dahan dan paling banyak gugusan buahnya. Gugus yang diambil adalah gugus tengah yang berbuah lebat. Buah yang di pilih adalah yang berbiji dua sedangkan yang berbiji satu diyakini masyarakat tidak dapat berbuah. Biji tersebut dipisahkan dari kulit manisnya lalu dicuci dan direndam dan dilanjutkan dengan penyemaian. Penyemaian dilakukan langsung di tanah bedengan yang gambur dan diberikan pupuk kandang dengan diberi atap dari daun pisang atau daun ilalang maupun daun aren dengan ketinggian 50 cm.

- Menyiapkan lobang tanam dengan cara ditugal. Tugal yang digunakan khusus menggunakan kayu selului yaitu pohon kayu yang memiliki buah yang sangat lebat sampai ke pangkal batang pohon dengan harapan nantinya kopi dapat berbuah lebat.

- Setelah semuanya siap baru dilakukan penanaman. Pada saat penanaman ada beberapa ritual yang dilakukan yaitu penanaman pertama dilakukan dengan menanam 7 batang bibit yang dilapisi (lapek) dengan uang yang diperoleh dari uang syukuran pergi haji, syukuran melumpatkah mubungan ghumah, atau prosesi mandikan kupik (memandikan bayi yang baru lepas tali pusarnya). Penanaman sambil berdoa “ ya Allah lebatkanlah buah kawe ku ini, luk lebat

buah kayu selului ini”. Kemudian penanaman dilanjutkan sampai selesai dan

tidak boleh ada jeda hari sampai penanaman selesai. 4. Panen

Waktu yang paling ditunggu petani kopi adalah saatnya panen, pada tahap pertama panen kopi tidak langsung banyak biasanya hanya beberapa pohon. Hasil panen kopi pertama hanya dioalah menjadi biji kopi dan tidak boleh diolah menjadi kopi bubuk. Hasil penjualan biji kopi yang pertama kali ini harus dibelikan jarum atau peniti dengan makna hasil kopi nantinya dapat melekat (dapat bermanfaat menjadi sesuatu yang berwujud, misalnya membuat rumah atau pergi haji).

28 5. Budaya masyarakat Semende minum kopi, suku Semende dalam penyajian kopi untuk dikaitkan lantar belakang adat yang berdasarkan keagamaan (islam) kesehajaan dan perilaku sopan santun serta gontong royong (bebiye) dalam pengolahan kopi bubuk contohnya :

a. Bila salah satu keluarga yang akan mengadakan persedekaan, pernikaan, hajatan, biasanya kopi kiroh/sangrai ditumbuk oleh muda mudi dilesung panjang mate due (berlobang dua) secara berpasang pasangan antara muda mudi teman calon pengantin pria dan wanita secara bergantian yang bertujuan menghibur kedua mempelai dan mengeratkan siraturahmi.

b. Tradisi dalam menerima tamu/bertamu sajian utama masyarakat Semende adalah menyuguhkan minuman kopi hangat. Pada zaman dahulu sebelum ada peralatan rumah tangga seperti cangkir dan gelas kopi disajikan memakai potongan bambu muda dengan maksud mendapatkan aroma yang lebih nikmat dan tentunya lebih praktis.

Dalam dokumen BUKU PERSYARATAN INDIKASI GEOGRAFIS (Halaman 35-39)

Dokumen terkait