• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA

4.1.3. Administrasi Desa

Adapun struktur pemerintahan kelurahan Helvetia saat ini adalah : Keterangan :

Lurah: Petrus Mt. Sinurat. SP Sekretaris lurah: Sugiarno Kepala Dusun I: Saidi Kepala Dusun II: Suharsono Kepala Dusun III: Ngadono Kepala Dusun IV: Abdul Karim Kepala Dusun V: Suradi

Kepala Dusun VI: Jamian Kepala Dusun VII: Sulianto

Kepala Dusun VIII: Mangapul Tindan

Lembaga dan Struktur Desa merupakan salah satu susunan yang sangat penting dalam kelurahan Helvetia. Kelurahan Helvetia mempunyai susunan dalam pemerintahan yang lengkap dan jelas. Dan kelurahan Helvetia merupakan salah satu desa diwilayah kecamatan Sunggal yang mempunyai luas 386 Ha yang terbagi atas beberapa lahan seperti pemukiman, pekarangan, lahan sarana sekolah dan sarana lainnya.

Komposisi Penduduk Kelurahan Helvetia

Kelurahan Helvetia merupakan salah satu desa di wilayah kecamatan Sunggal yang mempunyai luas 386 Ha yang terdiri dari 3.558 kepala keluarga dimana laki-laki berjumlah 7.507 jiwa, perempuan berjumlah 8.056 jiwa, WNI berjumlah 14.638 jiwa dan WNI Keturunan berjumlah 925 jiwa. Dengan demikian, terlihat jelas bahwa jumlah penduduk kelurahan Helvetia yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada berjenis kelamin laki-laki.

Penduduk Kelurahan Helvetia Berdasarkan Agama dapat dilihat sebagai berikut : No Agama Jumlah 1 Islam 10.578 orang 2 Protestan 2.475 orang 3 Katolik 2.510 orang Total 15.563 orang

(Sumber data: Kelurahan Helvetia, 2007)

Dari data di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa mayoritas penduduk Helvetia adalah penganut agama Islam dan dari data yang didapat di lapangan penjual jamu yang ada di Helvetia mayoritas beragama Islam.

Penduduk kelurahan Helvetia berdasarkan suku :

No Suku Jumlah

1 Batak Toba 339 orang

2 Nias 108 orang

3 Karo 909 orang

4 Jawa 1460 orang

5 Aceh 41 orang

Total 15.563 orang

Dari jumlah penduduk berdasarkan suku dapat dilihat bahwa suku jawa yang berdomisili di wilayah kelurahan Helvetia jumlahnya cukup banyak. Banyaknya suku jawa yang membuat kelurahan Helvetia didatangi suku yang sudah menetap sejak dahulu. Sedangkan suku yang paling sedikit jumlahnya yaitu suku aceh yang merupakan pendatang yang berjumlah 41 orang.

Kedatangan masyarakat yang bermula dari turun temurun yang dipengaruhi oleh adanya pernikahan sesame suku jawa membuat tempat tinggal berkembang. Dan

membuat kelurahan Helvetia meluas khususnya bagi masyarakat jawa yang merupakan pendatang.

Komposisi Penduduk berdasarkan pekerjaan :

No Pekerjaan Jumlah

1 Buruh/Kuli Bangunan 1954 orang

2 PNS 205 orang

3 Pedagang 80 orang 4 Penjahit 20 orang

5 Dokter 10 orang

6 Supir 35 orang

7 Supir Becak 50 orang 8 TNI/Polri 17 orang 9 Pengusaha 8 orang

(Sumber Data: Kantor Lurah Helvetia, 2007)

Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa penduduk kelurahan Helvetia lebih mendominasi bekerja sebagai buruh/kuli bangunan. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan penduduk yang rendah dan pengetahuan dalam pekerjaan lain yang kurang membuat penduduk kelurahan Helvetia memiliki kemampuan sebagai pekerja buruh/kuli bangunan. Dan jumlah penduduk yang bekerja sebagai PNS menjadi urutan kedua yang ada di kelurahan Helvetia.

Jumlah Sarana dan Prasarana di Kelurahan Helvetia : No Pendidikan Jumlah 1 SD 2 2 Mesjid 8 3 Gereja 9 4 Madrasah 7 5 Posyandu 6 6 Puskesmas 1 Total 33

Sarana dan Prasarana Kelurahan Helvetia

Untuk mendukung dalam kegiatan yang ada di kelurahan Helvetia ada berbagai sarana dan prasarana yang mendukung dalam kegiatan di kehidupan masyarakat. Dengan tersedianya sarana maupun prasarana tersebut maka kegiatan maupun kebutuhan masyarakat sehari-hari akan berjalan dengan lancar dan baik.

Adapun sarana dan prasarana di kelurahan Helvetia : 1. Sarana Kesehatan

Adanya sarana kesehatan di kelurahan Helvetia yaitu tersedianya 6 posyandu dan 1 puskesmas. Dengan adanya 7 sarana kesehatan membuat masyarakat kelurahan Helvetia mempermudah cara menangani masalah kesehatan baik dari anak-anak, balita, orangtua, dengan sarana dan prasarana yang tersedia.

2. Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan yang telah dimiliki kelurahan Helvetia adalah: SD, Madrasah, TK, dan TK Al-Qur’an meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat di kelurahan Helvetia. Dengan murahnya dan lengkapnya sarana dan prasarana

pendidikan membuat masyarakat yang bersekolah di kelurahan Helvetia. Dengan bangunan SD yang berjumlah 2 yaitu Impres, Karya Bakti, 7 madrasah, 4 TK, dan 2 TK Al-Qur’an. Banyaknya sarana dan prasarana pendidikan membuat masyarakat Helvetia menyekolahkan anak-anaknya sesuai keinginan.

3. Sarana Ibadah

Banyaknya perbedaan di setiap agama di kelurahan Helvetia memiliki 8 mesjid dan 9 gereja yang terbagi di sekitar wilayah kelurahan Helvetia. Banyak tempat ibadah membuat warga kelurahan Helvetia bisa saling menghargai antara umat yang satu dengan umat yang lainnya. Dengan adanya tempat-tempat beribadah yang telah disediakan.

4. Sarana Olahraga

Sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang ada di kelurahan Helvetia menyediakan sarana dan prasarana olahraga yang telah disediakan, yaitu 5 lapangan sepak bola, 3 lapangan voli dan 2 lapangan bulutangkis. Dengan adanya fasilitas sarana dan prasarana olahraga ini berharap akan berguna bagi menjaga kesehatan masyarakat kelurahan Helvetia dan bisa dipergunakan sebagai lokasi latihan bagi masyarakat.

5. Sarana Air Bersih

Pemakaian air bersih PAM yang ada di kelurahan Helvetia memiliki ± 200 Kepala Keluarga yang memakai sarana air bersih dan selebihnya menggunakan air sumur sebagai kebutuhan sehari-harinya. Penggunaan air sumur ini dikarenakan kondisi ekonomi yang tidak bisa memakai sarana air PAM yang dinilai mahal dalam pembayarannya. Dan masyarakat keluraha Helvetia meyakini bahwa air sumur lebih baik untuk dipergunakan sebagai kebutuhan hidup sehari-hari.

Profil Informan

Informan Kunci (Penjual Jamu Gendong)

Dalam penelitian ini terdapat 10 informan kunci untuk mengetahui banyak hal yang diperlukan dalam penelitian. Kriteria informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah orang yang mengetahui pengetahuan dan adanya keterlibatan langsung dalam menjalankan penjualan jamu gendong serta mengetahui strategi-strategi bertahannya penjualan jamu gendong.

Penjual Jamu Gendong 4.2.1.1.Nama : Sri Atun

Umur : 29 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan Suami : Security Status : Menikah Pendidikan : SMP

Asal Daerah : Kabupaten Seragen, Majenang Kabupaten Sukadono Tempat Tinggal : Jln. Kapten Sumarsono dusun 2

Suku : Jawa

Jumlah Keluarga yang ditanggung : 2 Orang Lama Berjualan Jamu Gendong : 2 Tahun

Sri Atun (29 tahun) wanita ini berprofesi sebagai penjual jamu gendong menetap di kota Medan sudah ± 4 tahun di Kelurahan Helvetia. Penjualan jamu gendong dilakukan pada masa gadis sejak berusia 20 tahun yang keahliannya ditekuni

Kepindahan penjual jamu gendong Sri Atun ke kota Medan awalnya hanya ikut saudara karena ia melihat penjual jamu gendong menjanjikan dan tidak rumit. Oleh karena itu, Sri Atun berniat berjualan dengan modal seadanya yang ia miliki. Dengan modal seadanya, ia mulai berjualan di sekitar kelurahan Helvetia dari rumah ke rumah.

Ia berjualan jamu gendong dengan ikhlas dan penuh dengan keyakinan karena Sri Atun mengakui bahwa daerah kota Medan yang sangat menjanjikan untuk berjualan apa saja, dengan penuh semangat membuat dirinya yakin untuk berjualan jamu gendong. Dengan waktu yang cukup lama, Sri Atun penjual jamu gendong akhirnya memberanikan diri untuk berjualan di tempat-tempat lain, seperti pusat pasar, kantor-kantor dan pasar-pasar tradisional.

4.2.1.2. Nama : Prapti Umur : 42 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan Suami : Penjual Bakso Pendidikan : SD

Status : Menikah Asal Daerah : Jawa Tengah

Tempat Tinggal : Jln. Kapten Sumarsono dusun 5 Helvetia Suku : Jawa

Jumlah Keluarga yang ditanggung : 3 Orang Lama Berjualan Jamu Gendong : 3 Tahun

Prapti (42 tahun) selain bekerja sebagai penjual jamu gendong ibu tiga anak ini juga bekerja sebagai buruh di salah satu rumah tangga yaitu sebagai penyetrika pakaian. Pekerjaan sampingan ini berguna untuk membantu kebutuhan suami dan kebutuhan rumah tangga. Hasil penjualan jamu gendong hanya bisa digunakan untuk makan, sementara penghasilan tambahannya digunakan sebagai tabungan yang digunakan apabila ada keperluan yang mendesak dan memerlukan uang.

Menurut pengakuan Prapti, Ia berjualan jamu gendong sore hari sekitar pukul 15.00 WIB sampai dengan 18.00 WIB. Prapti menyadari berjualan jamu gendong tidak mendapatkan untung yang sangat besar, melainkan hanya pas-pasan buat makan.

4.2.1.3. Nama : Suratmi Tanggal Lahir : 20-12-1967 Umur : 43 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan Suami : Penjual Mie Ayam Pendidikan : SMP

Status : Menikah

Asal Daerah : Wonogiri, Jawa Tengah

Tempat Tinggal : Jln. Kapten Sumarsono dusun 5 Helvetia Suku : Jawa

Jumlah Keluarga yang ditanggung : 3 Orang Lama Berjualan Jamu Gendong : 11 Tahun

Suratmi (43 Tahun) menekuni profesi penjualan jamu gendong ditekuni dari gadis. Pengetahuan dan keahlian tentang jamu didapat dari ibunya. Keahlian dalam berjualan jamu gendong ditekuni oelh Bu Suratmi karena ia berpendapat bahwa berjualan jamu gendong mudah dan banyak dikonsumsi.

Suratmi tidak begitu mengetahui strategi-strategi apa saja yang dilakukan dalam berjualan jamu gendong. Baginya ia hanya menjual dengan cara-cara biasa saja dan Suratmi hanya pasrah pada rezeki yang diberikan Sang Maha Kuasa. Ia berjualan jamu gendong pada pagi hari pukul: 09.00 WIB sampai dengan 13.00 WIB dan lokasi tempat ia berjualan adalah pusat-pusat pasar dan pedagang-pedagang lainnya.

4.2.1.4. Nama : Irwantik Umur : 40 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan Suami : Berjualan batik Pendidikan : SD

Status : Menikah

Asal Daerah : Gondang Mayang, Sragen, Jawa Tengah

Tempat Tinggal : Jln. Kapten Sumarsono dusun 3 gang Wilis Helvetia Suku : Jawa

Jumlah Keluarga yang ditanggung : 2 Orang Lama Berjualan Jamu Gendong : 2 Tahun

Irwantik (40 Tahun) berjualan jamu gendong baru dilakukan selama 2 tahun. Sebelum berjualan jamu gendong Irwantik berprofesi sebagai Ibu rumah tangga.

Kesadaran untuk berjualan jamu dilakukan karena ia dan keluarganya mulai merasakan kekurangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hanya bermodalkan kenekatan dan keterampilan seadanya yang ia miliki menjadikan Ibu Irwantik menekuni penjual jamu gendong.

Ibu Irwantik berjualan jamu gendong di lokasi dekat rumah dengan berjualan dari rumah ke rumah. Dengan hasil pendapatan yang tidak menentu membuat Ibu Irwantik yang mempunyai 2 tanggungan anak ini bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga walaupun hanya memiliki modal dan pendapatan seadanya.

4.2.1.5. Nama : Mamak Ali Umur : 45 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan Suami : Berjualan Bakso Pendidikan : SD

Status : Menikah Asal Daerah : Solo, Sragen Suku : Jawa

Jumlah Keluarga yang ditanggung : 2 Orang Lama Berjualan Jamu Gendong : 25 Tahun

Mamak Ali (45 Tahun) mengatakan penjualan jamu gendong ditekuni selama 25 tahun sejak ia masih gadis. Keahlian berjualan jamu gendong ditekuni olehnya semasa masih ikut dengan sanak keluarganya yang ada di Medan. Tidak banyak yang

Mamak Ali berjualan jamu gendong pada awalnya di pasar sekitar lingkungan daerah tempat tinggalnya. Tetapi, karena kenekatan dan keberaniannya jualannya meluas sampai ke kantor-kantor dan perumahan yang ada di Medan, seperti: Perumnas Helvetia.

Ia mengatakan :

“…strategi dan kendala sangat saya rasakan ketika mulai berjualan jamu gendong (sambil tersenyum).” (Wawancara dengan Mamak Ali)

4.2.1.6. Nama : Yuni Umur : 41 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan Suami : Buruh Pendidikan : SD Status : Menikah

Asal Daerah : Solo, Jawa Tengah

Tempat Tinggal : Jln. Kapten Sumarsono Karya 5 Dusun 4 Suku : Jawa

Jumlah Keluarga yang ditanggung : 1 Orang Lama Berjualan Jamu Gendong : 20 Tahun

Yuni (41 Tahun), Ia adalah seorang penjual jamu gendong yang hidup sendirian di kota Medan dan mengontrak sebuah rumah sederhana. Ibu Yuni menekuni berjualan jamu gendong selama 20 tahun, nekad, dan berani meninggalkan

daerah asal, meninggalkan suami dan anaknya demi mencari uang dan penghasilan yang menguntungkan.

Keberanian untuk menjual jamu gendong ke Medan guna mendapatkan penghasilan maksimal. Profesi yang dilakukan Ibu Yuni dikarenakan kota Medan sangat ramai sehingga ia beranggapan bahwa apa yang dijual akan mudah dibeli. Hal ini yang membuat Ibu Yuni menjadikan pekerjaan tetapnya menjadi penjual jamu gendong.

Dalam berjualan jamu gendong harus ada strategi yang dipakai agar jamu dapat dijual dan bisa diminati banyak orang. Penjualannya pun hampir mempunyai kendala-kendala penjualan jamu gendongnya yang dijual disekitar daerah stasiun kereta api. Lokasinya ini sangat menjanjikan buat Ibu Yuni yang mencari nafkah. 4.2.1.7. Nama : Supini

Umur : 45 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan Suami : Berjualan Bakso Pendidikan : SD

Status : Menikah

Asal Daerah : Wonogiri, Jawa Tengah

Tempat Tinggal : Jln. Kapten Sumarsono Dusun 1 Kelurahan Helvetia Suku : Jawa

Jumlah Keluarga yang ditanggung : 3 Orang Lama Berjualan Jamu Gendong : 10 Tahun

Supini (45 Tahun), Berjualan jamu gendong dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Selama 10 tahun, menjadi seorang penjual jamu gendong.

Ibu anak 3 ini, mulai berjualan menjadi penjual jamu gendong dimulai dari awal pertama Ibu Supini dan suaminya menginjakan kota Medan.

Profesi yang ditekuninya diyakini dapat membantu dan menafkahi rumah tangga. Banyak yang dilakukan Ibu dari tiga anak ini, Ia melakukan strategi-strategi dalam penjualan jamu gendong yang hingga saat ini masih bertahan dan diminati masyarakat.

Ibu Supini mengatakan :

“…harus adanya kebersihan dan harga maupun rasa yang beda dari penjual-penjual jamu lainnya. Strategi lainnya sangat diperlukan dengan cara bahan-bahan yang alami dan yang menjadi modal utama agar bisa bertahan. Kendala juga dirasakan dalam penjualan jamu gendong…” ( Hasil wawancara pukul 20:30 WIB)

Ibu Supini juga mengatakan :

“…kendala selalu datang ketika hujan datang, karena banyak penjual malas keluar rumah, dan terpaksa harus punya inisiatif untuk mendatangi para pembeli agar jamu bisa habis terjual. Dan kalau tidak begitu pastinya saya rugi dan tidak membawa uang dan hasil jualan banyak tersisa…” (Hasil wawancara pukul 20:30 WIB)

4.2.1.8. Nama : Satiyem Umur : 42 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan Suami : Tidak menentu Pendidikan : SD

Status : Menikah

Asal Daerah : Seragen, Jawa Tengah

Suku : Jawa

Jumlah Keluarga yang ditanggung : 4 Orang Lama Berjualan Jamu Gendong : 15 Tahun

Dengan lama berjualan hampir 15 tahun, Satiyem (42 tahun) mengadu nasib menjadi penjual jamu gendong, tidak banyak cara-cara maupun strategi-strategi yang dilakukan dalam penjualannya begitu juga dalam kendala-kendala yang dihadapi dalam penjualannya.

“…kendala hanya hujan dan modal saja, kendala ini yang membuat penjualan jamu gendong saya tidak laku, dan saya melakukan penjualan dengan cara digendong karena mudah dibawa kemana-mana jadi saya bisa mendapatkan rezeki diatas rata-rata yang saya dapat dalam seharian…” (Hasil wawancara; pukul 17:00)

4.2.2. Informan Biasa (Pembeli Jamu Gendong) 4.2.2.1.Sugiani

Sugiani (39 tahun) adalah seorang wanita penggemar jamu gendong karena sejak gadis ia sudah rajin minum jamu gendong. Dengan demikian secara tidak langsung ia merupakan salah seorang pembeli yang setia dalam membeli jamu gendong. Awal ketertarikannya membeli jamu karena khasiatnya dan harganya yang masih relatif murah.

“…saya senang minum jamu dari mulai gadis. Alasannya saya meminum agar bisa menguruskan dan membuat badan saya sehat setiap hari…” (Hasil wawancara, Juli 2010)

4.2.2.2.Devi

Devi (26 tahun) merupakan seorang wanita muda, cantik, pintar, dan yang bekerja di salah satu kantor BUMN. Demi menjaga penampilan, tetap sehat dan bugar

tenaga, ia rajin minum jamu yang dijual di sekitar rumahnya walaupun sebelumnya ia paling susah minum jamu.

“…dulu saya paling tidak suka minum maupun mengkonsumsi jamu, tetapi karena saya merasa yakin untuk kesehatan saya. Saya membeli jamu dari penjual jamu gendong yang saya yakin rasa, kebersihan dari penjualan jamu gendong dan saya merasakan jamu gendong masih diyakini lebih enak daripada jamu yang tidak digendong…” (Hasil wawancara, Juli 2010)

4.2.2.3.Ibu Reza

Ibu Reza (30 tahun) adalah seorang Ibu rumah tangga yang kesehariannya menjaga dan mengurusi 2 buah hatinya. Dengan kesibukannya mengurus anak dan mengurusi rumah tangga, maka untuk menjaga kebugaran tubuh dan kesehatan badannya, ia mengaku suka dan sering mengkonsumsi jamu gendong. Dan ia mengaku bahwa jamu aman untuk ibu-ibu yang baru selesai melahirkan demi menjaga daya tahan tubuh.

“…saya habis melahirkan jadi ingin menjaga daya tahan tubuh, saya disarankan orangtua untuk minum jamu. Tadinya saya ingin minum jamu yang bermerek saja. Tetapi, karena ada penjual jamu gendong disekitar rumah saya, ya… ya sudahlah saya membeli jamu gendong. Karena penjual jamu gendong juga diyakini mengerti tentang ramuan-ramuan setelah habis melahirkan…” (Hasil wawancara pada bulan Juli 2010)

4.2.2.4.Rohana

Rohana (35 tahun), adalah seorang ibu yang berprofesi sebagai penjual makanan, dan rujak di kawasan Helvetia serta sudah memiliki lima orang anak. Ia juga mengaku kalau hampir setiap hari ia selalu membeli jamu gendong pada sore hari yang ia beli dari seorang penjual jamu gendong yang setiap hari mendatangi warungnya yang ada di kawasan Helvetia untuk menjagakan jamu gendong buatan penjual jamu gendong tersebut.

Ia berkata :

“…saya selalu membeli jamu pegal linu yang berguna bagi badan saya yang sering pegal-pegal karena berjualan setiap hari dan jamu gendong diyakini khasiatnya dan lebih manjur…” (Hasil wawancara pada bulan Juli 2010)

4.2.2.5.Kak Lili

Kak Lili adalah seorang ibu dari 3 orang anak yang baru-baru saja mengkonsumsi jamu gendong. Dan ia mengakui bahwa penjual jamu gendong ditemukan pada saat Ibu 3 anak ini hamil untuk anak yang ke-3. Setelah melahirkan Ibu yang manis dan berkulit putih ini mulai minum jamu gendong yang hampir setiap hari melewati rumahnya dan jamu tersebut diyakini berkhasiat.

“…memang banyak para penjual jamu terutama penjual jamu yang banyak dijumpai menaiki kendaraan seperti sepeda dan kereta. Tapi saya yakin walaupun sama-sama berjualan jamu tetapi saya masih meyakini kalau jamu gendong lebih bagus, mulai dari keaslian bahan maupun pengolahan yang alami dan terutama rasa yang saya rasakan beda dari jamu yang tidak digendong…” (Hasil wawancara 2010)

4.2.2.6.Sugeng

Tidak hanya wanita yang mengkonsumsi jamu gendong laki-laki juga mengkonsumsi jamu gendong seperti yang dilakukan oleh Sugeng, laki-laki (43 tahun), mengaku menyukai jamu gendong karena pekerjaannya yang memerlukan tenaga. Sugeng yang belum menikah ini bekerja sebagai kuli pikul di salah satu pusat took yang ada di pasar sentral yang pekerjaannya benar-benar menguras tenaga karena mengangkat barang dan pakaian-pakaian dari luar medan menjadikan ia harus tahan banting.

“…pekerjaanku harus tahan banting mengangkat barang-barang dan pakaian-pakaian sampai perkodi maupun perlusin. Jadi kalau tidak dijaga kesehatanku bisa-bisa aku tidak bisa punya uang karena tak bisa bekerja. Aku selalu meminum jamu gendong setiap hari selalu memakai telur ayam kampung agar bisa bertenaga…” (Hasil wawancara dengan Pak Sugeng, Juli 2010)

Dokumen terkait