• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 METODE PENELITIAN

7 ADOPSI DAN KEPUTUSAN PETANI DALAM

PENERAPAN SRI (SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)

Faktor-Faktor Penentu Adopsi SRI (System of Rice Intensification)

Untuk menentukan faktor-faktor penentu yang mempengaruhi adopsi SRI oleh petani padi pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan model regresi probit. Variabel independen dalam model regresi probit yang diduga berpengaruh terhadap adopsi SRI pada usahatani padi terdiri dari 7 variabel. Variabel-variabel tersebut meliputi umur, pendidikan formal, pengalaman usahatani padi, luas lahan, pendapatan non usahatani, lama menjadi anggota kelompok tani dan frekuensi penyuluhan. Sedangkan variabel dependen pada model regresi probit di transformasikan menjadi dua kategori yaitu petani yang mengikuti program SRI dinotasikan dengan angka 1 dan petani yang tidak mengikuti program SRI dinotasikan dengan angka 0. Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap keputusan petani dalam mengikuti SRI pada padi disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14.Hasil pendugaan model regresi probit variabel-variabel yang menentukan keputusan petani untuk mengikuti program SRI di Kabupaten Solok Selatan

Variabel-variabel penentu Koefesien Probabilitas

Konstanta -1.1439 0.4373

Umur petani padi -0.0217 0.5046

Luas lahan 2.6701b 0.0327

Pendapatan non usahatani -3.09E-07 0.3391

Pengalaman usahatani padi 0.0288 0.4034

Lama menjadi anggota kelompok tani 0.1592b 0.0497

Pendidikan formal 0.0222 0.7794 Frekuensi penyuluhan 0.2470a 0.0005 McFadden R-Squared 0.5303 LR Statistic 60.767 Prob (LR Statistic) 0.0000 Keterangan :

a = nyata pada taraf 1 persen; b = nyata pada taraf 5 persen.

Hasil analisis model probit yang diterapkan untuk mengetahui keputusan petani untuk mengikuti program SRI, diperoleh 3 variabel yang menentukan keputusan tersebut dapat dilihat pada Tabel 14. Ketiga variabel tersebut meliputi variabel luas lahan, variabel lama menjadi anggota kelompok tani, dan variabel frekuensi penyuluhan. Sedangkan variabel umur petani, variabel pendapatan non usahatani, variabel pengalaman usahatani padi, dan variabel pendidikan formal bukan sebagai penentu pengambilan keputusan terhadap mengikuti program SRI.

Secara umum ada tiga variabel karakteristik berpengaruh nyata terhadap peluang keputusan petani untuk mengikuti program padi berbasis SRI. Nilai LR Statistic sebesar 60.767 dengan tingkat probabilitas (LR Statistic) 0.00, artinya ada variabel karakteristik yang berpengaruh nyata terhadap peluang keputusan petani

padi untuk mengikuti program padi berbasis SRI. Nilai McFadden R-Squared

sebesar 0.5303 maka variabel bebas dalam model probit diatas sudah cukup baik untuk menjelaskan variabel tak bebasnya.

Variabel luas lahan mempunyai koefesien yang bernilai positif (2.6701) dan signifikan (0.0327), artinya luas lahan akan mempengaruhi keputusan petani untuk mengikuti program padi berbasis SRI, dimana varibel-variabel lainnya dianggap tetap. Dapat diartikan bahwa semakin luas lahan yang dipunyai oleh petani maka akan meningkatkan peluang petani untuk mengikuti program padi berbasis SRI. Sesuai dengan temuan dilapangan, petani padi yang menerapkan SRI adalah petani yang mempunyai aset lahan yang relatif luas dengan rata-rata luasan lahan sebesar 0.56 Ha jika dibandingkan dengan petani padi yang tidak menerapkan SRI pada usahatani padinya yakni dengan luasan sebesar 0.27 Ha. Bagi petani yang menerapkan SRI, faktor keuntungan relatif menjadi prioritas penilaian dalam pengambilan keputusan adopsi teknologi sehingga faktor keuntungan ekonomi, biaya awal yang rendah karena diberikan biaya subsidi oleh pemerintah berupa subsidi pembelian benih unggul dan subsidi pupuk kimia, hemat waktu dan tenaga kerja, serta imbalan berupa meningkatnya produksi padi per hektarnya yang segera didapatkan menjadi pertimbangan pengambilan keputusan adopsi teknologi pada usahatani. Pada petani yang tidak menerapkan teknologi SRI pada usahataninya lebih mengutamakan faktor kesesuaian karena mempunyai aset lahan relatif terbatas, bahkan dibeberapa responden di antaranya tidak mempunyai lahan, terbatasnya permodalan pada usahatani serta curahan waktu ketersediaan tenaga kerja, maka dari itu faktor kesesuaian menjadi pertimbangan pengambilan keputusan adopsi teknologi SRI. Semua hal ini erat kaitannya dengan akses modal dan curahan tenaga kerja, karena selain mengelola usahatani petani yang tidak menerapkan SRI bekerja sebagai buruh tani atau buruh diluar pertanian guna untuk mencukupi kebutuhan dari rumah tangga petani yang bersangkutan. Inovasi teknologi SRI dapat sesuai atau tidak dengan petani bisa dilihat dari aspek: (1) nilai-nilai sosial-budaya, (2) ide-ide yang telah diperkenalkan sebelumnya, dan/atau (3) kebutuhan petani akan inovasi. Hasil analisis lapangan yang telah didapatkan pada daerah penelitian menemukan perbedaan dengan yang ditemukan oleh Ishak dan Afrizon (2011), Simanhuluk et al. (2011) yang mengemukakan bahwa luas penguasaan lahan yang dimiliki oleh petani padi di Kabupaten Seluma tidak mempengaruhi keputusan petani untuk menerapkan teknologi SRI pada usahatani padinya.

Variabel lama menjadi kelompok tani mempunyai nilai koefesien yang positif (0.1592) dan signifikan (0.0497), artinya semakin lama petani menjadi anggota salah satu kelompok tani maka akan meningkatkan peluang petani untuk mengikuti program padi berbasis SRI dari pada petani yang tidak menjadi anggota kelompok tani. Proses difusi inovasi yang berlangsung dari pengurus kelompok tani berlangsung pada forum pertemuan kelompok tani, pengajian rutin bulanan kelompok dan perbincangan pada saat bekerja diladang. Kajian lapangan menunjukkan bahwa petani yang tergabung didalam sebuah kelompok tani dan petani tersebut aktif dalam keanggotaan maka petani tersebut pasti mendapatkan dorongan oleh sesama anggota kelompok tani untuk menerapkan program padi berbasis SRI. Pertemuan antara anggota kelompok tani rata-rata dalam satu bulannya rutin mengadakan pertemuan sebanyak dua kali. Pertemuan anggota kelompok membahas tentang evaluasi kemajuan dan keberhasilan anggota

didalam usahatani padinya. Sehingga terdapat suatu pembelajaran bagi petani yang tergabung didalam sebuah kelompok tani. Peranan ketua kelompok tani dalam penyampaian inovasi pada anggota kelompok merupakan hal yang penting, disertai dengan partisipasi aktif dari anggota kelompok tani serta bantuan sarana produksi pertanian seperti pengadaan input benih unggul, pupuk organik dan pupuk kimia serta modal lainnya dari pemerintah merupakan faktor pendorong petani dalam menerapkan atau mengadopsi teknologi SRI pada usahatani padi. Selain dari pada itu, lama menjadi anggota kelompok tani akan memberikan akses yang mudah bagi petani yang tergabung dalam kelompok tani terhadap input- input pertanian. Pembentukan kelompok tani sebagian besar didasari atas kepentingan pemerintah untuk menginseminasikan teknologi usahatani padi SRI. Faktor pendorong petani responden yang menerapkan SRI pada usahatani padi adalah perolehan bantuan atau insentif maupun subsidi harga dari pemerintah. Bantuan hanya disalurkan melalui kelompok tani berupa subsidi benih, pupuk kimia dan pupuk organik, sehingga keingininan anggota kelompok tani akan cenderung menerapkan SRI pada usahataninya karena petani tersebut mendapatkan akses yang mudah terhadap saprodi yang disubsidi pemerintah sehingga biaya yang dibutuhkan untuk budidaya usahatani padi dapat berkurang dan risiko kegagalan dapat diminimalisir seminimal mungkin.

Media interpersonal yang berperan dalam menyampaikan informasi teknologi usahatani berbasis SRI kepada petani yang menerapkan teknologi SRI adalah penyuluh. Variabel frekuensi penyuluhan pada hasil analisis mempunyai nilai positif (0.2470) dan signifikan (0.0005). Banyaknya frekuensi penyuluhan akan mendorong petani untuk memutuskan mengikuti program padi berbasis SRI. Melalui kegiatan penyuluhan yang insentif, persepsi petani terhadap manfaat penyuluhan dapat ditingkatkan. Petani diberikan penyuluhan dan pendampingan oleh lembaga penyuluhan pertanian dan lembaga penelitian. Pada pendampingan dan penyuluhan sekolah lapang, petani dan tenaga penyuluh secara rutin mengadakan pertemuan kelompok dan juga aksi demonstrasi plot (demplot) dibeberapa lokasi sebagai contoh cara memilih benih yang baik sehingga petani lebih cepat memahami dan praktek langsung dalam setiap penerapan program padi berbasis SRI. Kajian analisis lapangan menunjukkan bahwa penilaian petani responden terhadap penyuluhan lebih dipengaruhi oleh keadaan internal yang ada pada diri petani responden. Pengalaman petani yang menerapkan inovasi teknologi selama berinteraksi dengan penyuluh ataupun informasi yang diperoleh petani responden yang tidak mengadopsi tentang penyuluh akan membentuk persepsi petani responden. Informasi yang diterima petani responden yang tidak menerapkan teknologi SRI akan di interpretasikan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Makin luas lahan yang dikelola petani responden, terdapat kecenderungan pada petani pemilik untuk mendapatkan informasi tentang usahatani dari berbagai sumber, termasuk salah satunya adalah penyuluh pertanian. Hasil ini diperjelas oleh penelitian yang dilakukan oleh Tjondronegoro (1998) yang menunjukkan bahwa petani yang memiliki luas lahan terlebih dahulu mengakses inovasi suatu teknologi dalam kali ini adalah inovasi teknologi SRI pada usahatani padi. Strategi penyuluhan pertanian berkelanjutan perlu diimplementasikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah karena perubahan perilaku memerlukan waktu yang lama, sehingga penyuluhan yang berkelanjutan penting sekali dilaksanakan.

Variabel umur petani padi dan pendapatan non usahatani yang masing- masing mempunyai nilai koefesien yang negatif dan tidak signifikan terhadap pengambilan keputusan petani untuk mengikuti program padi berbasis SRI. Dapat disimpulkan bahwa varibel-variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap keputusan petani untuk mengikuti program padi berbasis SRI. Hasil analisis ini sejalan dengan temuan Simanhuluk et al. (2011) bahwa variabel umur petani dan pendapatan mempunyai nilai koefisien yang negatif dan tidak berpengaruh nyata terhadap penerapan teknologi SRI di Kabupate Seluma. Sedangkan hasil analisis ini kontras dengan temuan Ishak dan Afrizon (2011) bahwa variabel umur dan pendapatan mempunyai nilai koefisien yang positif dan tidak berpegaruh terhadap penerapan SRI. Berdasarkan penelitian dilapangan bahwa petani yang menerapkan program SRI pada usahatani padinya mempunyai umur yang cukup beragam yakni antara 25 – 63 tahun. Pada variabel pendapatan non usahatani, sebagian besar petani padi SRI dan non SRI mempunyai pekerjaan utama sebagai petani padi, sehingga variabel pendapatan non usahatani tidak mempengaruhi keputusan petani untuk mengikuti program padi berbasis SRI.

Variabel lain yang mempunyai nilai koefesien yang positif dan tidak signifikan terhadap keputusan petani untuk mengikuti program padi berbasis SRI adalah variabel pengalaman usahatani padi dan pendidikan formal. Hasil analisis ini sejalan dengan penelitian Ishak dan Afrizon (2011), Simanhuluk et al. (2011) bahwa variabel tingkat pendidikan mempunyai variabel yang positif tapi tidak berpengaruh terhadap penerapan SRI di Kabupaten Seluma. Kondisi lapangan menunjukkan bahwa petani SRI dan non SRI sama-sama memiliki rata-rata pengalaman berusahatani diatas 15 tahun. Sama halnya dengan pendidikan formal petani SRI dan non SRI sama-sama memiliki rata-rata pendidikan formal diatas 9 tahun. Kajian lapangan menunjukkan bahwa penerapan program SRI pada usahatani padi membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang memadai dari seorang petani untuk mampu menerapkan SRI pada usahatani padinya yang semuanya ini didapatkan dalam penyuluhan dan sekolah lapang yang diadakan oleh tenaga penyuluh dalam kelompok tani.

Keputusan Petani Dalam Penerapan SRI (System of Rice Intensification)

Keputusan inovasi merupakan suatu tipe pengambilan keputusan dimana seseorang harus memilih alternatif baru setelah adanya inovasi. Pada daerah penelitian, keputusan petani responden dalam menerapkan inovasi teknologi SRI pada usahatani padi termasuk keputusan kolektif dimana pengambilan keputusan dilakukan oleh pengurus kelompok tani (ketua, sekretaris dan bendahara) yang secara tak langsung mewakili anggota kelompok tani (Rogers 2003). Sebagian besar kelompok tani yang terbentuk didaerah penelitian didasari oleh atas kepentingan pemerintah setempat dengan tujuan untuk mempermudah transfer teknologi budidaya dalam usaha pertanian. Terkait dengan itu, faktor yang mendukung petani responden untuk menerapkan SRI pada usahatani padinya adalah perolehan bantuan dari pemerintah untuk mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut, sehingga partisipasi petani responden dapat dikatakan berdasarkan perolehan bantuan/ intensif berupa alat-alat pertanian dan subsidi pengurangan biaya pada harga-harga input-input produksi yang dibutuhkan oleh petani dalam

usahatani padinya seperti subsidi pengurangan biaya benih unggu dan bersetifikat, pengurangan biaya pada pupuk kimia yakni pada pupuk NPK dan Urea, serta pengurangan biaya pada pupuk organik atau pupuk kandang. Pembagian bantuan berdasarkan luas areal lahan garapan petani responden yang menerapkan teknologi SRI, dengan artian bahwa semakin luas lahan garapan yang dimiliki oleh petani responden maka besarnya perolehan bantuan yang didapatkan akan semakin besar sehingga biaya-biaya yang akan dikeluarkan oleh petani responden yang memiliki lahan garapan yang luas akan semakin rendah sehingga akan memunculkan keingininan petani respoden utk menerapkan teknologi SRI pada usahataninya. Sebaliknya bagi petani responden yang mempunyai lahan garapan yang relatif sempit atau tidak punya lahan sama sekali, perolehan bantuan yang akan diterima disesuaikan dengan luas lahan yang dikuasainya, sehingga yang akan menerapkan teknologi SRI pada usahatani padi adalah petani responden yang memiliki lahan yang relatif luas.

Dengan adanya bantuan yang diperoleh oleh petani responden di daerah penelitian bahwa dalam menerapkan usahatani tani berbasis SRI, petani yang menerapkan hanya menyiapkan lahan dan tenaga kerja, dan hanya sebagian responden yang menyiapkan sarana benih dan pupuk karena terkait dengan luas lahan yang dimilikinya, sehingga modal usahatani untuk pembelian sarana produksi telah tertanggulangi berkat adanya bantuan dari pemerintah.

Terkait dengan kekhawatiran pemasaran hasil produksi atau risiko kegagalan dalam berusahatani, pemerintah memberikan pendampingan lapangan melalui tenaga penyuluh pertanian lapangan yang selalu ada buat petani responden di daerah penelitian. Dalam program inovasi teknologi SRI yang mana petani responden selain dalam menyediakan lahan dan tenaga kerja juga di ikut sertakan dalam perencaan pelaksanaan kegiatan dan diberi kepercayaan untuk melaksanakan sendiri dengan bimbingan teknologi yang diberikan oleh penyuluh pertanian setempat. Hal ini memotivasi petani untuk benar-benar memahami teknologi budidaya padi dengan berbasis SRI sehingga petani akan dapat memutuskan untuk meneruskan teknologi tersebut.

Penentuan jenis benih yang akan digunakan oleh petani responden didasarkan atas pertimbangan keputusan yang diambil dalam kelompok tani. Pertimbangan yang diambil dalam penentuan jenis benih berupa benih yang ditanam adalah benih yang mudah didapatkan dan bersetifikat unggul serta sesuai dengan besaran biaya awal atau modal usahatani yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui bantuan dana pembelian input-input produksi. Jenis benih yang digunakan oleh petani responden yang menerapkan SRI adalah varietas Junjung, Ganda Pulau, Anak daro, PB 42, Redek dan Sokan. Meskipun suatu benih jika dilihat dari aspek ekonomi dapat menghasilkan keuntungan yang relatif tinggi, namun jika benih sulit untuk didapatkan, petani responden cenderung tidak menggunakan benih tersebut. Karena hal ini akan berkaitan dengan dana transportasi yang akan dikeluarkan terkait dengan naiknya biaya usahatani. Petani responden yang tidak menerapkan SRI pada usahataninya dalam menentukan benih yang akan digunakan berdasarkan atas pertimbangan kemudahan mendapatkan bibit dan juga mempertimbangkan kesesuaian dengan penggunaan sumber daya lahan yang ada. Penggunaan tenaga kerja dan keberhasilan petani yang lain menjadi pertimbangan bagi petani yang menerapkan teknologi SRI pada daerah penelitian.

Penggunaan input produksi antara petani responden yang menerapkan SRI dan petani responden yang tidak menerapkan SRI pada usahatani padinya terdapat perbedaan yang sangat berarti, penggunaan input oleh kedua kelompok petani responden ini dapat dilihat pada Tabel 7. Petani yang menerapkan SRI pada budidaya usahataninya lebih cenderung menggunakan sarana input-input produksi sesuai dengan rekomendasi penyuluh pertanian dan ada juga yang sedikit melenceng dari saran dosis penggunaan yang direkomendasikan penyuluh pertanian. Produksi akan lebih baik dibandingkan bila penggunaan sarana input- input produksi yang terbatas sesuai dengan modal yang tersedia, terlihat perbedaan produksi yang sangat berbeda secara statistik, petani responden yang menerapkan SRI pada usahatani padinya mempunyai produktivitas yang tinggi yakni sebesar 3 927.48 Kg/Ha jika dibandingkan dengan petani responden yang tidak menerapkan SRI pada usahatani padinya yakni hanya sebesar 3 402.92 Kg/Ha (Tabel 7.) Dengan terjadinya peningkatan produksi dari hasil usahatani maka dampak lain yang didapatkan oleh petani adalah berupa keuntungan dari usahatani. Keuntungan usahatani dengan menerapkan SRI lebih besar jikan dibandingkan dengan usahatani yang tidak menerapkan SRI pada usahataninya, terlihat pada Tabel 8. bahwa R/C ratio pada petani yang menerapkan SRI pada usahataninya bernilai 3.53 sedangkan pada petani responden yang tidak menerapkan SRI bernilai 2.05, hal ini membuktikan bahwa usahatani dengan menerapkan teknologi SRI pada usahataninya memberikan produksi yang meningkat dan memberikan keuntungan yang lebih besar dari pada usahatani konvensional atau yang tidak menerapkan SRI pada usahataninya.

Dampak Penerapan SRI (System of Rice Intensification) Terhadap

Usahatani Padi

Perbedaan lingkungan biofisik atau kesuburan tanah akan mempengaruhi penggunaan input produksi sehingga akan terjadi perbedaan produktivitas. Pada lahan usahatani padi SRI yang mempunyai lahan-lahan yang tidak terlalu subur tingkat produktivitas relatif sama dengan tingkat produktivitas usahatani padi yang tidak menerapkan SRI. Pemberian pupuk organik secara terus-menerus, produktivitas lahan akan meningkat. Peningkatan produktivitas pada umumnya terjadi karena jumlah anakan padi yang dihasilkan lebih banyak. Teknologi SRI memungkinkan terbentuknya anakan yang lebih banyak dari pada metode konvensional atau non SRI. Dengan anakan yang cukup banyak, menyebabkan anakan produktif yang terbentuk juga cukup tinggi sehingga sangat memungkinkan hasil produksi gabah yang lebih tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, rata-rata hasil padi yang diperoleh dengan metode SRI adalah sebesar 3 927.48 kg per hektar. Sementara bila diusahakan secara non SRI atau konvensional diperoleh rata-rata hasil padi sebesar 3 402.92 kg per hektar. Secara statistik kedua hasil ini mempunyai perbedaan yang nyata. Indikator peningkatan produksi padi di daerah penelitian didasarkan pada jumlah anakan yang terbentuk dan jumlah penggunaan pupuk organik. Budidaya padi dengan konsep SRI akan membentuk anakan yang jauh lebih banyak dari pada pola konvensional. Jumlah anakan pada pola SRI berkisar 30-40 anakan per rumpun sedangkan dengan pola non SRI berkisar 20-25 anakan

per rumpun (Anugrah 2008). Hal ini lah yang menyebabkan peningkatan produksi usahatani padi berbasis SRI didaerah penelitian. Selain itu yang dapat menyebabkan produksi meningkat adalah penggunaan pupuk organik, penggunaan pupuk organik pada budidaya padi berbasis SRI yang cukup tinggi sebesar 1 046.18 kg per hektar pada setiap musim tanam menyebabkan penyediaan hara untuk pertumbuhan tanaman selalu terjamin sehingga akan berdampak kepada hasil produksi padi.

Paket teknologi yang digunakan dalam usahatani padi berbasis SRI secara nyata telah menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan input produksi (Tabel 7). Penerapan pola SRI secara bertahap mendorong penggunaan pupuk organik dan mengurangi penggunaan benih, pestisida, pupuk anorganik dan tenaga kerja. Paket teknologi SRI yang diterapkan menyebabkan penghematan penggunaan input benih. Jika pada usahatani padi non SRI kebutuhan benih mencapai 96.67 kg per hektar, dalam usahatani padi berbasis SRI hanya sekitar 32.12 kg per hektar. Varietas dan mutu benih yang digunakan juga sangat berbeda, sistem usahatani padi berbasis SRI menggunakan benih unggul dan bersetifikat namun pada usahatani padi non SRI cenderung menggunakan benih dari hasil panen sebelumnya, sehingga akan berdampak kepada produksi yang dihasilkan.

Teknologi SRI tidak mengisyaratkan penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan namun harus diimbangi dengan penggunaan pupuk organik atau pupuk kompos. Dengan mengurangi penggunaan pupuk anorganik secara signifikan mampu menurunkan biaya tunai petani. Disisi lain, penggunaan pupuk organik yang tinggi akan menaikan biaya tunai petani. Hasil penelitian dilapangan, harga yang pupuk organik yang didapatkan petani padi SRI adalah harga yang telah dikompensasi oleh pemerintah, sehingga biaya pemupukan dengan pupuk organik atau kompos akan berimbang dengan apabila petani melakukan pemupukan dengan biaya pupuk anorganik.

Pemakaian tenaga kerja dalam usahatani padi berbasis SRI relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan usahatani padi non SRI. perbedaan penggunaan tenaga kerja pada usahatani mencapai 22.14 HOK. Perbedaan tenaga kerja tersebut disebabkan oleh kegiatan dalam pengendalian gulma, pengaturan air dan pengendalian hama. Namun demikian usahatani padi non SRI memerlukan tenaga kerja yang banyak terutama dalam kegiatan cabut bibit, tanam dan pemupukan.

Selanjutnya terhadap penggunaan air irigasi, dengan kebutuhan pengairan yang hanya sedikit saja (macak-macak) dengan ketinggian genangan air 2 cm, kebutuhan jumlah air pada lahan usahatani berbasis SRI mengalami penurunan secara drastis. Hal ini akan membawa dampak pada kemampuan air irigasi dalam mengairi sawah, terutama pada musim kemarau jika pola SRI diterapkan secara luas.

Teknologi SRI cenderung mengurangi jumlah penggunaan input, sehingga dampak yang akan dirasakan petani adalah berkurangnya biaya tunai pada usahatani seperti pengurangan biaya pada benih, pupuk anorganik dan upah tenaga kerja. Peningkatan penerimaan terjadi diakibatkan oleh adanya peningkatan hasil dan pengurangan komponen biaya tunai dalam bentuk pupuk anorganik dan benih sehingga akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan tunai usahatani padi berbasis SRI. Secara finansial, efisiensi usahatani padi berbasis SRI lebih tinggi jika dibandingkan dengan usahatani padi non SRI,

seperti ditunjukkan R/C ratio sebesar 3.53 pada usahatani padi berbasis SRI dan 2.05 pada usahatani padi non SRI (Tabel 8).

Harga gabah padi dari usahatani padi berbasis SRI relatif sama dengan harga gabah pada umumnya, sehingga penghargaan pasar terhadap peningkatan produksi padi dengan usahatani padi berbasis SRI belum terlihat jelas. Insentif bagi petani dengan pola usahatani padi berbasis SRI belum dapat diberikan dengan nilai jual gabah yang relatif sama. Beras hasil budidaya SRI dan non SRI memiliki segmen pasar yang sama sehingga tidak ada perubahan harga. Sehingga

Dokumen terkait