• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

D. Afek Sadar pada Remaja SKAA

2. Afek Negatif

Emosi yang tidak menyenangkan akan mengarahkan seseorang untuk mengevaluasi orang lain atau peristiwa secara negatif (tidak menyukai). Keadaan ini menunjukkan bahwa remaja SKAA tidak mampu mengatasi masalah yang berhubungan dengan gangguan autis saudaranya dan masalah lainnya. Subkelompok dari afek tidak menyenangkan dapat dilihat pada Figur 2.2 (hal. 24). Dari berbagai penelitian tentang SKAA, diperoleh gambaran tentang afek negatif sebagai berikut :

a. Ketakutan (Fear)

Ketakutan dihubungkan dengan keadaan dimana individu menghadapi sesuatu yang segera, nyata, dan penuh dengan bahaya fisik (Lazarus dalam Rice, 2000:319). Ketakutan memiliki subkelompok sebagai berikut :

1). Ketakutan (Fear)

Valdivieso et al. (dalam ARCH Factsheet, 1993) menerangkan bahwa SKAA merasa takut apabila mereka mengalami gangguan yang sama dengan saudara mereka. SKAA yang berusia anak-anak bahkan ada yang hingga dewasa berpikir bahwa gangguan autis seperti keterbelakangan mentalnya dapat menular.

2). Kecemasan (Anxiety)

Kecemasan merupakan keadaan dimana individu menghadapi ketidaktentuan dan ancaman yang muncul di masa

yang akan datang (Lazarus dalam Jenkins et al., 2002:40). Remaja SKAA memiliki kekhawatiran dengan masa depan AA (Schubert, Tanpa Tahun, dan Mathew et al., 2002:4). SKAA juga merasa khawatir dengan masa depan mereka sebagai seorang individu yang bebas dan sebagai saudara sekandung dari kakak atau adik yang mengalami autis (Mathew et al., 2002:4). Remaja SKAA akan menanyakan kemungkinan-kemungkinan perannya di masa depan sebagai SKAA. Powell dan Galagher (dalam Connor, 2002) menunjukkan bahwa SKAA khawatir tentang sikap teman-temannya terhadap dirinya.

b. Kesedihan (Sadness)

Kesedihan disebabkan oleh adanya suatu kehilangan yang dialami seorang individu (Jenkins et al., 2002:2). Lazarus (dalam Jenkins et al., 2002:40) menyampaikan bahwa kesedihan merupakan suatu keadaan kehilangan yang tidak dapat dibatalkan. Kesedihan meliputi beberapa kategori seperti :

1). Kebingungan (Embarrassement)

Remaja SKAA tidak mengerti jawaban atas pertanyaan-pertanyaan teman-temannya atau orang lain sehubungan dengan gangguan autis. Kebingungan muncul ketika SKAA harus menceritakan keadaan AA kepada teman-temannya (Schubert, Tanpa Tahun). Ada kebingungan menginformasikan kebutuhan-kebutuhan saudaranya yang mengalami autis. Keadaan ini dapat

menghambat sosialisasi dengan teman sebaya. SKAA takut terisolasi dengan teman-temannya. Kebingungan juga muncul karena beberapa perilaku AA (Valdivieso et al. dalam ARCH Factsheet, 1993) dan ketidakmampuan AA (Grossman dalam Buys, 2002:5).

2). Malu (Shame)

Malu merupakan emosi yang berhubungan dengan ketidakberhasilan seseorang untuk hidup seperti kehidupan ideal yang dimilikinya (Lazarus dalam Jenkins et al., 2002:40). SKAA akan memperhatikan reaksi orang lain ketika gangguan autis muncul. SKAA akan merasa malu ketika gangguan autis mucul di hadapan orang lain (Buys, 2003:43). Misalnya tantrum dan beberapa perilaku yang tidak pantas di tempat umum (Mascha dan Boucher, 2006:25). Keinginannya untuk bersosialisasi dengan teman sebaya atau adanya kebebasan terkadang terhambat karena merasa malu dengan adanya AA di rumahnya.

3). Bersedih hati (Grieve)

Ada perasaan sedih atas keadaan yang tidak normal. Tidak adanya kebebasan remaja SKAA untuk bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan teman sebaya dapat menyebabkan perasaan yang sedih sekali. Selain itu, perasaan sedih juga dapat muncul karena ia melihat bahwa hubungan dirinya dengan saudaranya tidak seperti hubungan saudara sekandung pada umumnya. Mereka juga

mungkin merasa sedih karena kehilangan gambaran keluarga normal (Meyer, 2003). Pada suatu workshop di Hamilton, Ontorio (Adam, Tanpa Tahun) diperoleh respon bahwa ada kesedihan karena saudaranya berbeda.

4). Konflik internal (Internal conflict)

Mathew et al. (2002:4) menjelaskan bahwa pada tahapan remaja, SKAA akan mengalami konflik antara keinginan untuk mandiri dan keinginan untuk memelihara hubungan khususnya dengan AA.

5). Rasa Terasing (Isolation)

Keadaan ini dapat terjadi karena SKAA tidak diberi informasi tentang AA atau sering tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan AA (Buys, 2003:44). Perasaan terasing terjadi ketika SKAA tidak diberi informasi (Bendor dalam Meyer, 2003). Perasaan terasing muncul karena SKAA merasa tidak dianggap oleh ahli yang menolong AA (Rosenberg dalam Buys, 2003:44)

6). Kesepian (Loneliness)

SKAA merasa bahwa tidak ada seorang pun yang memiliki perasaan dan pengalaman yang sama sepertinya, khususnya pengalaman memiliki saudara dengan gangguan autis (Valdivieso et al. dalam ARCH Facthsheet Number, 1993).

7). Depresi (Depression)

Schubert (Tanpa Tahun) menjelaskan adanya beberapa tanda depresi yang mungkin dapat dialami SKAA karena memiliki saudara yang mengalami autis. Beberapa tanda itu adalah adanya perasaan tidak berdaya, tidak tertolong, dan tidak memiliki harapan. SKAA juga menunjukkan rendahnya harga diri karena ketidakpuasan akan kemampuannya.

8). Rasa Tertekan (Pressure)

Ada perasaan tertekan untuk berprestasi dengan tujuan menutupi ketidakmampuan AA (Valdivieso et al. dalam ARCH Facthsheet Number, 1993). SKAA merasa bahwa prestasinya yang unggul di sekolah, bidang olah raga, dan lain-lain merupakan pengganti ketidakmampuan saudaranya. Keadaan ini dipicu oleh keinginan mendapatkan perhatian lebih dari orang tua.

c. Kemarahan (Anger)

Marah merupakan emosi individu yang muncul karena adanya perilaku seseorang yang buruk terhadap individu itu seperti menyerang atau melawan individu (Jenkins et al., 2002:1). Marah meliputi beberapa kategori, yaitu :

1). Kemarahan (Anger)

SKAA akan marah kepada AA apabila AA mengganggu SKAA. Buys (2003:42) menyampaikan bahwa kemarahan SKAA muncul karena gangguan-gangguan autis. Pada suatu workshop di

Hamilton, Ontorio, SKAA menunjukkan berbagai respon marah karena perilaku AA (Adam, Tanpa Tahun).

Kemarahan adalah respon natural di semua hubungan yang dekat. SKAA dapat merasakan dan menerima rasa marah mereka sewaktu-waktu (Smeardon dalam Buys, 2003:2). Smeardon (dalam Buys, 2003:42) menjelaskan bahwa kemarahan adalah suatu hal yang wajar dalam setiap hubungan dekat dan menyarankan untuk memberi pengertian kepada SKAA bahwa mereka dapat merasakan marah kepada AA di waktu tertentu AA.

2). Kecemburuan (Jealously)

Perasaan cemburu SKAA merupakan perasaan tidak suka akibat adanya bentuk ketidakadilan dari orang tua. Simeonsson and McHale (dalam Connor, 2002) menjelaskan bahwa perasaan tidak suka SKAA muncul karena orang tua memberi perhatian dan waktu lebih kepada AA. SKAA merasa cemburu karena orang tua memberikan perhatian pada AA (Campion, Brown, McCance et al., Gath, Hallam, Mynors-Wallins et al., Palmer, Tucker, Waven & Adams dalam Orbell, Hagger, Brown, dan Tidy, 2004:4; Valdivieso et al. 1993; Adam, Tanpa Tahun). Ada perasaan cemburu karena pola asuh orang tua terhadap SKAA berbeda dengan AA. Ada perasaan cemburu terhadap AA karena ketidakadilan pembagian kerja di rumah (Adam, Tanpa Tahun).

Misalnya, SKAA diminta untuk membereskan semua mainan yang sebelumnya dimainankan AA.

Perasaan tidak suka ketika AA menjadi fokus perhatian keluarga atau ketika kehendak AA dituruti, terlalu dilindungi, atau diijinkan untuk berperilaku yang tidak diperbolehkan (Podeanu-Czehotsky; Bendor dalam Meyer, 2003).

Dokumen terkait