• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi kasus afek sadar remaja saudara kandung anak autis - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Studi kasus afek sadar remaja saudara kandung anak autis - USD Repository"

Copied!
361
0
0

Teks penuh

(1)

i Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Antonia Asih Murniati NIM : 049114050

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Motto Hidupku……

…….

adalah

“KEJUJURAN”

Segala Sesuatu Indah Pada

(5)

v

T

eman-teman baruku, NC, Cathy,

Linux, dan Brian. Aku bisa merasakan indahnya cerita

kehidupanmu walaupun baru beberapa kali bertemu. Suka

duka pengalaman sehari-hari kalian terukir dalam kata-kata

yang selalu terngiang di kepalaku. Aku tahu, bahwa sulit

rasanya memiliki kakak atau adik yang sulit berkomunikasi,

bersosialisasi, dan berperilaku. Lega rasanya, kalian berusaha

menerima keadaan mereka dan terus berusaha. Kalian begitu

dewasa dalam segala hal. Ku persembahkan karya ku ini untuk

kalian, teman-teman kecilku. Semoga selalu ada syukur kepada

Tuhan YME. Karena berkat kekuatan dari-Nyalah, kalian bisa

bertahan hingga saat ini.

Segala sesuatu indah pada waktu-Nya.

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Antonia Asih Murniati

NIM : 049114050

menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Afek Sadar Remaja Saudara Kandung Anak Autis (Studi Kasus)” adalah karya tulis saya sendiri. Skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, baik sebagian besar maupun keseluruhan, kecuali kutipan yang telah disebutkan sumbernya dalam daftar pustaka, sebagaimana mestinya karya tulis ilmiah.

Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 24 Januari 2009 Yang Menyatakan

(7)

vii

Antonia Asih Murniati 049114050 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2009

(8)

viii ABSTRACT

THE CONSCIOUS AFFECT OF ADOLESCENT SIBLING OF CHILDREN WITH AUTISM

(CASE STUDY) Antonia Asih Murniati

049114050 Faculty of Psychology Sanata Dharma University

Yogyakarta 2009

The presence of a child with autism in a family would be a challenge for parent and sibling. Adolescent siblings of autistic children would see and feel how their parents trying to cope the problems that related to autistic children. Conscious Affect is all kind of conscious feelings, pleasant and unpleasant by adolescent siblings of autistic children concerned with disability of children with autism, potency of family pressure, and needs fulfillment of adolescent siblings. This research used the qualitative approach with case study technique. The data collection method is semi structured interview on four adolescent siblings of autistic children which the raw data analysis use the inductive analysis method. Four adolescent siblings of autistic children showed various positive and negative conscious affect concerned with disability of children with autism, potency of family pressure, and needs fulfilment of adolescent siblings. The Positive Conscious Affects were joy, love, maturity, insight, social competence, tolerance, loyalty, calm, and surprise. While The Negative Affects were lazyness, rejection, fear, angry, and sadness. There were some adolescent siblings of autistic children which their needs of information, respect, training and story sharing are still not yet been fulfilled.

(9)

ix

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Antonia Asih Murniati

Nomor Mahasiswa : 049114050

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Studi Kasus Afek Sadar Remaja Saudara Kandung Anak Autis.

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta.

Pada tanggal 23 Februari 2009 Yang menyatakan,

(10)

x

KATA PENGANTAR

Tuhan Yesus Kristus Yang Maha Murah, terima kasih atas berkat-Mu kepada penulis selama ini. Atas berkat Roh Kudus-Mu, Engkau memberikan penulis pertolongan dan penghiburan. Segala sesuatu memang indah pada waktu-Nya. Betapa ku menyadari, Rancangan-Mu sangatlah baik oleh karna kasih-Mu.

Karya ilmiah ini merupakan suatu keharusan. Selain sebagai prasyarat kelulusan, penulis melihat kebanyakan orang yang kurang memahami orang lain yang memiliki ketidakmampuan. Sebenarnya, pemahaman akan semua peristiwa dapat dipandang dari dua sisi yang berbeda, positif dan negatif. Pemahaman baru tentang anak autis (AA) dalam penelitian ini dilihat melalui kaca mata keluarga, terutama saudara kandung yang berusia remaja.

Dorongan paling utama ketika penulis memakai tema AA adalah Seminar “Permasalahan dan Penanganan Anak Gifted, Anak ADHD, dan Penyembuhan Anak Autis” tanggal 4 Maret 2007. Seminar tersebut telah membukakan mata penulis bahwa seorang AA pun memiliki bakat yang luar biasa seperti melukis, bermain piano, dan lain-lain. Padahal, jarang orang normal yang memiliki bakat luar biasa seperti mereka.

(11)

xi anak autis?

Berbagai gangguan autis dalam berkomunikasi, berinteraksi, dan berperilaku dan berimajinasi mempengaruhi remaja SKAA. Potensi tekanan keluarga mengakibatkan tidak adanya aktivitas sosial di luar rumah, hubungan kedekatan antaranggota keluarga yang buruk, dan tekanan karena perubahan rutinitas AA. Berbagai kebutuhan saudara kandung adalah terpenuhinya informasi tentang keadaan AA, adanya rasa hormat bagi saudara kandung selaku individu yang memiliki privasi, adanya beberapa pelatihan untuk saudara kandung tentang cara berhubungan dengan AA, dan adanya ketersediaan waktu untuk berbagi perasaan dan pengalaman. Berbagai pengalaman positif dan negatif selama hidup dan tinggal bersama saudara yang mengalami gangguan autis dapat memunculkan afek sadar positif dan negatif juga. Adanya tekanan dalam keluarga dan kurangnya pemenuhan kebutuhan dapat memunculkan afek positif dan negatif terhadap AA, orang tua, dan orang lain. Sebaliknya, lingkungan keluarga yang dapat meminimalkan tekanan dan mampu memenuhi kebutuhan SKAA juga akan memunculkan berbagai afek positif dan negatif juga. Semua pengalaman memang bergantung pada cara masing-masing individu memandang.

(12)

xii

juga telah mencantumkan berbagai referensi yang sesuai. Apabila ada pembaca yang berminat membaca referensinya, dapat melihat di bagian akhir karya ini.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Penulis mengharap saran dari pembaca untuk dapat menyempurnakan karya ini.

Penulis juga berterima kasih kepada beberapa pihak yang selalu mendukung dan membantu penulis. Ucapan terima kasih untuk NC, Cathy, Linux, Brian, Osi, adik NC, Insan, keluarga Bapak Bugi Rustamadji dan Ibu Sri Sudayanti (Osi), keluarga Bapak Prawoto (Todi), keluarga Bapak NC (adik NC). Terima kasih atas kesediaan membantu terlaksananya penelitian ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Eddy Suhartanto S. Psi., M. Si. Selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. “Pak, terima kasih atas bantuannya.”

2. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M. S. selaku Dosen Pembimbing Akademik angkatan 2004 Kelas A. “Ibu terima kasih atas bantuannya ketika saya sedang merasa pusing dengan skripsi, terima kasih atas segala pengetahuan yang telah diberikan kepada saya.”

(13)

xiii

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. “Pak, Bu, terima kasih atas ilmu dengan limpahan kasih sayang yang telah diberikan kepada saya dan teman-teman selama di kelas ataupun di luar kelas. Lewat bapak dan ibu semua, saya siap berjuang di luar sana. Terus berkarya demi lahirnya Rogers, Freud, Jung, Allport, Erikson, dan kawan-kawan atau generasi yang baru dari Fakultas Psikologi USD Yogyakarta.”

6. Karyawan dan Karyawati Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. “Mbak dan Mas, terima kasih sudah membantu segala hal selama saya di Fakultas Psikologi. Selamat bekerja dengan senyum ceria mbak dan mas di setiap waktu kepada kami para mahasiswa psikologi.” 7. Seorang wanita yang paling dalam segala hal, SUPERMOM ku, Ibuku

tercinta Anastasia Sulastri. “Ibuku sayang anakmu ini sudah lulus. Selalu doakan aku agar segera mendapatkan pekerjaan, biar bisa bantu ibu dan menyekolahkan adik-adik. Maaf ya bu, aku sering banget bikin ibu sedih.” 8. Yang selalu menjagaku dari Surga, Bapak ku Andreas Subagdo (Alm) yang

(14)

xiv

terus berusaha menerima. Bapak, ingatkan aku untuk selalu ada di jalan yang benar.”

9. Buat adik-adikku, Stefanus Tri Nugroho dan Agnes Fitri Lestari, sainganku sewaktu kecil, teman berbagi pengalaman dan perasaanku saat ini. “Dek Hoho dan Dek Nenes tersayang, mbak sudah selesai kuliah. Sudah waktunya mbak bantu kalian. Ingat selalu ke gereja minta berkat sama Tuhan. Terus belajar yang rajin buat masa depan kalian. Adik-adikku ini harus bisa membuat ibu merasa bangga. Okeh!!!”

10. Budeku tersayang, CH. Sudarmi, yang selama ini sudah merawat aku seperti anak sendiri. “Bude Darmi, terima kasih sudah mengasuh aku dengan segala kasih sayangmu. Bude tenang aja, kelak bude punya masa depan bersama aku, ibu, dan adik-adik. Kami semua sayang bude. Bude juga sudah aku anggep ibuku sendiri.”

11. Buat keluarga besarku yang selalu mengingatkan aku untuk cepat-cepat mengerjakan skripsi. Terutama keluarga Lek Nik yang selalu memperhatikan keponakannya ini dan Om Jo yang selalu memberi harapan baru buat aku.

12. Buat keluarga Jenk Sha yang sudah menganggapku seperti keluarga. “Terima kasih Om Bamz dan Tante Bamz, Jenk Sha, Mas Pandu, sudah menerima aku kalau main ke Gagaksipat. Terima kasih sudah memberi semangat, dukungan, dan kebahagiaan.”

(15)

xv

Sanata Dharma Yogyakarta. “Jenk Sha, Jenk Ndul, dan Jenk Tia terima kasih sudah menemani hari-hariku di kampus. Ngingetin kalau ada tugas dan ujian, nyariin tempat duduk aku kalau telat masuk kelas. Nemenin aku pas ujian. Kalian temen maen ku yang paling the best.”

15. Buat Rorong…”Ma aci dah bantuin Bahasa Inggrisnya yah. You are the best”

16. Buat teman-teman Fakultas Psikologi dan yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu., terlebih angkatan 2004.

17. Buat Pi&Po tempat aku mengaplikasikan ilmuku. “Terima kasih sudah menerimaku menjadi salah satu bagian dari Pi&Po. Terima kasih teman-teman yang selalu memberi masukan dan dukungan di saat aku kurang bersemangat menghadapi anak-anakku. Huhuhuhu…. Yang pasti, di Pi&Po aku banyak belajar tentang kehidupan dan permasalahannya.”

(16)

xvi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ………… ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ……… iii

HALAMAN MOTTO ……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………… vi

ABSTRAK ……… vii

ABSTRACT ………... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………. ix

KATA PENGANTAR ……… x

DAFTAR ISI ……… xvi

DAFTAR FIGUR ……… xix

DAFTAR TABEL ……… xx

LAMPIRAN-LAMPIRAN ……… xxiii

BAB I. PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ……… 6

C. Tujuan Penelitian ……… 6

D. Manfaat Penelitian ……… 6

(17)

xvii

1. Pengertian ……… 8

2. Gangguan AA …...………... 8

B. Potensi Tekanan Keluarga ………….…….……...… 14

1. Bepergian dan aktivitas sosial ……… 15

2. Kualitas hubungan emosi ……… 15

3. Masalah perubahan rutinitas AA ……… 16

C. SKAA ……… 17

1. Keadaan SKAA pada tahapan remaja ………… 17

2. Kebutuhan remaja SKAA ……… 20

D. Afek Sadar pada Remaja SKAA ..…….……….………… 23

1. Afek Positif ……….. 25

2. Afek Negatif ………. 34

E. Dinamika Afek Sadar pada Remaja SKAA ………… 40

BAB III. METODE PENELITIAN ………. 48

A. Pendekatan Penelitian ……… 48

B. Fokus Penelitian ……….……… 48

C. Subyek Penelitian ………..……… 51

D. Prosedur dan Strategi Pengambilan Data ………….. 52

1. Metode pengumpulan data ……….. 52

(18)

xviii

E. Metode Analisis Data ……… 59

F. Kredibilitas Penelitian (Trustworthiness) ……… 69

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 71

A. Pelaksanaan Tiap Sesi Secara Umum ……….. 71

B. Deskripsi Subyek Umum Subyek Penelitian ……… 73

C. Bentuk Gangguan yang Dialami Anak Autis ………. 76

1. Gangguan dalam berperilaku dan berimajinasi …… 79

2. Gangguan dalam berkomunikasi sosial ……… 84

3. Gangguan dalam interaksi sosial ……… 87

D. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Afek Sadar Remaja SKAA ……… 91

1. Potensi tekanan keluarga ……… 90

2. Kebutuhan remaja SKAA ……… 111

E. Afek Sadar yang Dialami Remaja SKAA ……… 128

1. Afek positif ……….……… 132

2. Afek negatif ……….……… 142

F. Pembahasan Umum ……… 151

BAB V. PENUTUP ……… 176

A. Kesimpulan ……… 176

B. Saran ……… 179

C. Keterbatasan ……… 182

(19)

xix

Figur 2.2 : Hirarki Pohon Emosi oleh Shaver et al. ……… 24 Figur 2.3 : Bagan Dinamika Afek-Afek Remaja SKAA ………… 47 Figur 3.1 : Model Piramida PPU PT PP ……… 55 Figur 4.1 : Afek Sadar Remaja SKAA Terkait dengan

Bentuk Gangguan Autis ……… 157

Figur 4.2 : Afek Sadar Remaja SKAA Terkait Ada – Tidaknya

Potensi Tekanan Keluarga ……… 161

Figur 4.3 : Afek Sadar Remaja SKAA Terkait dengan

Pemenuhan Kebutuhan Remaja SKAA ……… 163 Figur 4.4 : Dinamika Hubungan Munculnya Afek Sadar

Remaja SKAA Terkait dengan Gangguan- Gangguan AA, Potensi Tekanan Keluarga,

(20)

xx

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Perilaku Menstimulasi Diri (Buys, 2003:39) ……… 13

Tabel 3.1 : Perencanaan Waktu Wawancara ……… 56

Tabel 3.3 : Pentranskripan Data Kasar ……… 61

Tabel 3.4 : Proses Pengkodingan dengan Analis Induktif ……… 65

Tabel 4.1 : Data Demografis Subyek Penelitian ……… 73

Tabel 4.2 : Deskripsi Gangguan-Gangguan AA ……… 77

Tabel 4.3 : Distribusi dan Prosentase Pernyataan Remaja SKAA tentang Bentuk-Bentuk Gangguan Autis yang Dialami Saudaranya ……… 78

Tabel 4.4 : Deskripsi Remaja SKAA tentang Ada – Tidaknya Potensi Tekanan Keluarga pada Keluarganya ………….……… 92

Tabel 4.5 : Distribusi dan Prosentase Pernyataan Remaja SKAA tentang Ada – Tidaknya Potensi Tekanan Keluarga pada Area Aktivitas Sosial ………... 93

Tabel 4.6 : Distribusi dan Prosentase Pernyataan Remaja SKAA tentang Ada – Tidaknya Potensi Tekanan Keluarga pada Area Kualitas Hubungan Emosi Antatanggota Keluarga ……… 98

(21)

xxi Tabel 4.9 : Distribusi dan Prosentase Pernyataan

Remaja SKAA tentang Perbandingan

Tidak Adanya Potensi Tekanan Keluarga ……… 111 Tabel 4.10 : Deskripsi Kebutuhan-Kebutuhan Remaja SKAA …… 112 Tabel 4.11 : Distribusi dan Prosentase Pernyataan

Remaja SKAA tentang Kebutuhan akan Informasi …… 113 Tabel 4.12 : Distribusi dan Prosentase Pernyataan

Remaja SKAA tentang Kebutuhan akan Rasa Hormat …… 116 Tabel 4.13 : Distribusi dan Prosentase Pernyataan

Remaja SKAA tentang Kebutuhan akan Pelatihan …… 121 Tabel 4.14 : Distribusi dan Prosentase Pernyataan

Remaja SKAA tentang Kebutuhan Berbagi

Cerita akan Pengalaman dan Perasaan ……… 122 Tabel 4.15 : Distribusi dan Porsentase Pernyataan

Remaja SKAA tentang Pemenuhan

Kebutuhan pada Remaja SKAA ……… 126 Tabel 4.16 : Prosentase Perbandingan Kebutuhan Remaja SKAA …… 127 Tabel 4.17 : Deskripsi Afek-Afek Sadar Remaja SKAA ……… 129 Tabel 4.18 : Distribusi dan Prosentase Afek Positif dan

(22)

xxii

Tabel 4.19 : Distribusi dan Prosentase Pernyataan

Remaja SKAA tentang Afek-Afek Sadar ……… 131 Tabel 4.20 : Distribusi dan Prosentase Pernyataan Remaja SKAA

Mengenai Afek Sadar Remaja SKAA terkait dengan Gangguan Autis, Ada – Tidaknya Potensi Tekanan Keluarga, dan Pemenuhan Kebutuhan

(23)

xxiii

Surat Permohonan Pribadi untuk SLA Fredofios …... 191 Lampiran 3 : Keterangan Penelitian dari Fakultas untuk orang Tua …… 182 Lampiran 4 : Surat Permohonan Pribadi untuk

Orang Tua/Wali Murid SLB CMM ……… 193 Surat Permohonan Pribadi untuk

Orang Tua/Wali Murid SLB CMM ……… 194 Lampiran 5 : Form Partisipan Subyek Penelitian ……… 195

Form Partisipan NC ……… 196

Form Partisipan Cathy ……… 197 Form Partisipan Linux User ……… 198 Form Partisipan Brian Redi ……… 199 Lampiran 6 : Transkrip Wawancara ……… 200 Lampiran 7 : Kategori Tiga Area Gangguan Autis …..……… 304

(24)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan sebuah keluarga akan berubah ketika orang tua mengetahui pertama kali bahwa anaknya mengalami ketidakmampuan. Keluarga harus mampu mengatasi semua masalah yang nantinya akan muncul seperti mengatur kembali harapan untuk masa depan anak yang sudah terencana dan penyesuaian keluarga dengan ketidakmampuan. Salah satu ketidakmampuan yang memiliki masalah cukup serius adalah autism (Buys, 2003:2). The Autism Society of America (2001) mendeskripsikan autism sebagai gangguan perkembangan kompleks yang tipenya sudah terlihat pada tiga tahun pertama kehidupan. Autism mempengaruhi otak pada area kemampuan komunikasi dan interaksi sosial (Buys, 2003:2). Anak autis (AA) memiliki tiga bentuk gangguan, yaitu komunikasi sosial, interaksi sosial, dan perilaku dan imajinasi (Buys, 2003:33-41, Peeters, 2004). Data yang diperoleh dari Sekolah Lanjutan Autistik Fredofios, Yogyakarta (Advanced School for Autism Fredofios) menyebutkan bahwa ada 30 AA lahir setiap 10.000 kelahiran di Indonesia dan ada ratusan AA yang akan terus bertambah setiap tahunnya di Yogyakarta.

(25)

autis di tempat umum. Ada pula orang tua yang menghentikan aktivitas di luar rumah karena berbagai bentuk gangguan autis. Adanya gangguan autis dapat membuat orang tua menganggap keluarganya tidak normal. Kondisi ini menimbulkan adanya hubungan keluarga yang renggang. Orang tua juga sering kesulitan dalam mengatasi berbagai gangguan autis seperti tantrum (kejengkelan atau kemarahan). Bagaimana cara orang tua mengatasi masalahnya atau masalah keluarga dengan AA dapat dilihat dan dirasakan oleh saudara kandung anak autis (SKAA). SKAA akan mencontoh peranan orang tua ketika SKAA menghadapi masalah yang berhubungan dengan AA.

Berkell (1992:202) menyampaikan bahwa saudara kandung merupakan komponen vital di dalam sistem keluarga. Relasinya dengan AA terjadi sepanjang kehidupan. Powell dan Ogle (dalam Berkell, 1992:203) menerangkan bahwa usia SKAA lebih panjang daripada orang tua. Relasi orang tua hanya berlangsung antara 40 hingga 60 tahun tetapi relasi SKAA dapat berlangsung selama 60 hingga 80 tahun. Orang tua pun memiliki harapan agar remaja SKAA dapat menggantikan peran orang tua yaitu menjaga AA di masa depan. SKAA akan mempersiapkan hubungannya dengan AA melalui berbagai pengalaman bersama keluarga dan AA.

(26)

3

pada tahapan remaja, SKAA lebih senang mengajak AA bepergian seperti pergi berlibur, berbelanja, dan lain-lain. Pada tahapan ini, remaja SKAA mulai berpikir akan masa depan mereka tetapi juga diharuskan membantu orang tua untuk menjaga AA di dalam keluarga. Berbagai bentuk gangguan autis yang sering membuat bingung remaja SKAA membuat mereka khawatir akan masa depan. Mulailah muncul berbagai pertanyaan tentang peran mereka bagi AA di masa depan. Adanya pemenuhan kebutuhan remaja SKAA dapat membantu remaja SKAA untuk menghadapi berbagai masalah menekan yang berhubungan dengan gangguan autis, masalah dengan hal di luar keluarga seperti reaksi teman-temannya dan masyarakat.

Berkell (1992:204) menyampaikan bahwa ada beberapa kebutuhan unik SKAA seperti kebutuhan akan informasi tentang AA sesuai dengan tahap usia remaja dan kebutuhan akan pelatihan untuk membantu berhubungan dengan AA. Kebutuhan yang lain adalah adanya waktu pribadi untuk melakukan aktivitas tanpa diganggu AA dan adanya kesempatan untuk berbagi cerita dan pengalaman tentang AA maupun hal lainnya. Adanya komunikasi terbuka tentang masalah dan pengalaman masing-masing anggota keluarga dapat memberi dukungan bagi remaja SSAA untuk menghadapi AA. Cohen (2002:68) menyampaikan bahwa SKAA akan lebih mudah menerima AA ketika orang tua memberikan hak-hak SKAA.

(27)

penanganan AA sesuai dengan tahapan usia agar mereka mengetahui dan mendapat informasi tentang keadaan AA (Harris, Tanpa Tahun; Featherstone dalam Adam Publications, Tanpa Tahun; dan Buys, 2003). Pada kesempatan ini, masing-masing anggota keluarga dapat menjalin keakraban yang lebih erat melalui pengalaman yang dialami bersama (Schleien dan Ray dalam Gabriels dan Hill, 2007:198). Adanya kegiatan-kegiatan bersama di waktu luang dapat meningkatkan kesehatan dan memberi kesempatan menjalin hubungan antaranggota keluarga. Young (dalam Sibling Australia Inc, 2007:2) menyampaikan bahwa saudara kandung sering dilupakan oleh keluarga walaupun memiliki hubungan yang lebih lama. Keadaan inilah yang membuat SKAA semakin banyak mengalami berbagai pengalaman yang tidak menyenangkan daripada pengalaman yang menyenangkan ketika berhubungan dengan AA.

(28)

5

dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan AA walaupun sebagian dari mereka ada yang mengalami banyak konflik misalnya memiliki rasa iri karena menganggap orang tua lebih menyayangi AA atau menyesal karena mempunyai saudara autis.

Orang tua perlu memahami pengalaman remaja SKAA yang hidup bersama AA. Berbagai pengalaman yang dianggap menyenangkan oleh remaja SKAA akan membentuk afek positif. Adanya afek positif menunjukkan bahwa remaja SKAA semakin dapat mengatasi berbagai masalah yang menekan karena memiliki saudara yang mengalami gangguan autis dan masalah lainnya. Kelompok afek positif adalah cinta, kegembiraan, kedewasaan, kompetensi sosial, pencerahan, toleransi, dan loyalitas. Pengalaman yang tidak menyenangkan dapat memunculkan afek negatif dalam diri remaja SKAA. Adanya afek negatif menunjukkan bahwa remaja SKAA kurang dapat mengatasi berbagai masalah yang timbul karena memiliki saudara yang mengalami gangguan autis dan masalah lainnya. Kelompok afek negatif adalah kemarahan, kesedihan, dan ketakutan.

(29)

Berbagai pengalaman inilah yang akan menjadi fokus penelitian ini dengan metode pendekatan studi kasus teknik wawancara.

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang perasaan yang dialami remaja SKAA dan beberapa faktor yang mengembangkan munculnya berbagai pengalaman tersebut. Penelitian ini juga memberikan informasi kepada orang tua tentang berbagai kebutuhan remaja SKAA.

B. Rumusan Masalah

Peneliti ingin mengetahui bagaimanakah afek-afek sadar remaja SKAA terkait dengan bentuk gangguan autis, potensi tekanan keluarga, dan kebutuhan remaja SKAA, serta apa saja kebutuhan remaja SKAA.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mendeskripsikan afek-afek sadar remaja SKAA terkait dengan bentuk gangguan autis, potensi tekanan keluarga, dan kebutuhan remaja SKAA, serta mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan remaja SKAA.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis :

(30)

7

memiliki harapan besar agar hasil penelitian ini mampu memberikan tambahan informasi tentang berbagai afek positif dan negatif remaja SKAA terkait dengan bentuk gangguan autis, potensi tekanan keluarga, dan pemenuhan kebutuhan remaja SKAA.

2. Praktis :

a. Bagi orang tua

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada orang tua tentang pengalaman remaja SKAA. Orang tua dapat mengetahui afek positif dan negatif remaja SKAA terkait dengan bentuk gangguan autis, potensi tekanan keluarga, dan pemenuhan kebutuhan remaja SKAA. Orang tua juga diberi gambaran tentang berbagai kebutuhan remaja SKAA yang mendesak untuk dipenuhi.

b. Bagi remaja SKAA

(31)

8 A. Autism

1. Pengertian

Autism disebut juga gangguan perkembangan pervasif (Pervasive Developmental Disorders/PDD) karena banyak segi perkembangan psikologi dasar anak yang terganggu secara berat dalam waktu yang bersamaan, seperti fungsi kognitif, emosi, dan psikomotorik anak (Widiastuti, 2007:1). Karakteristik yang paling penting dari ganggguan perkembangan pervasif adalah terdapatnya ganggguan dominan yang terdiri dari kesulitan pembelajaran ketrampilan kognitif (pengertian), bahasa, motor (gerakan), dan hubungan kemasyarakatan (Peeters, 2005:3). 2. Gangguan autis

Gangguan autis ditemukan pada beberapa area utama, yaitu komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas dan ketertarikan, dan kelemahan berimajinasi (Sue dan Sue dalam Buys, 2003:33). Buys (2003:33-41) membuat pengelompokan berdasarkan masalah kelemahan AA, yaitu :

a Area komunikasi sosial

(32)

9

AA memiliki dua bentuk komunikasi (lihat Figur 2.1), yaitu komunikasi non verbal dan verbal.

Figur 2.1 : Perkembangan Kemampuan Komunikasi AA Menurut Figur Siegel (dalam Buys, 2003:36)

1). Komunikasi non verbal

Komunikasi non verbal tidak digunakan AA sebagai komunikasi utama tetapi untuk memenuhi kebutuhan. Komunikasi non verbal AA berupa bahasa tubuh seperti menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang mereka inginkan.

2). Komunikasi verbal

(33)

dalam bentuk ekolalia (Peeters, 2004:58). Ekolalia adalah pengulangan kata-kata atau kalimat yang segera atau tertunda. AA memiliki keterbatasan untuk membuat penyamarataan secara spontan. Menyuk dan Quill (dalam Peeters, 2004:59) memberikan informasi tentang kemampuan kognitif dan komunikasi AA yang kaku. Pemahaman dasarnya adalah pada apa yang dilihat.

b Area interaksi sosial

Pada awal tahun 1940, Kanner dan Asperger mendeskripsikan adanya kesulitan AA dalam bersosialisasi (dalam Davidson, Neale, dan Kring, 2006:717). Prizant (dalam Petters, 2004:114) membuat daftar tentang ciri subkelompok sosial dari Wing dan Gould sebagai berikut : 1). Menjauhkan diri secara sosial.

AA cenderung menyendiri dan tidak peduli dengan sebagian besar situasi kecuali kebutuhannya terpenuhi. AA memiliki minat yang rendah dalam kontak sosial. AA juga cenderung memiliki sedikit tanda adanya kegiatan bersama atau adanya saling memperhatikan. Ada kontak mata yang rendah dan enggan bertatapan. Mungkin lupa akan perubahan lingkungan seperti adanya orang lain yang masuk dalam ruangan.

2). Interaksi aktif tetapi aneh

(34)

11

persepsi yang rendah terhadap kebutuhan pendengar dan memiliki masalah apabila akan mengganti topik pembicaraan. Minatnya lebih besar pada rutinitas atau kegiatan ketika berinteraksi daripada terhadap isi misalnya maksud berinteraksi yaitu menjalin hubungan yang akrab. Kemungkinan akan sangat waspada pada reaksi orang lain, terutama reaksi yang ekstrim. AA kurang dapat diterima secara sosial dibandingkan dengan kelompok AA yang pasif karena sering melakukan pelanggaran pada aturan-aturan sosial yang telah ditentukan sesuai adat dan kebiasaan.

3). Interaksi pasif

AA memiliki keterbatasan pendekatan sosial secara spontan. Mereka menerima pendekatan orang lain (masa dewasa disebut Adult Initiation dan masa anak-anak disebut Childhood Initiation). Kepasifan AA mungkin mendorong terjadinya interaksi dari anak-anak lain. AA memiliki sedikit kesenangan yang berasal dari kontak sosial tetapi jarang terjadi penolakan secara aktif. c Area perilaku dan imajinasi

(35)

adanya kekakuan cara berpikir. Keadaan ini dapat membantu kita untuk menempatkan perilaku aneh AA dalam konteks reaksi AA terhadap dunia yang terasa begitu rumit.

Widiastuti (2007:3-5) menerangkan bahwa AA mengalami beberapa gangguan sebagai berikut :

1). AA mengalami gangguan sensoris. Mereka akan menutup telinga ketika mendengar suara keras.

2). Pola permainan AA tidak seperti anak pada umumnya. Buys (2003:39) menambahkan bahwa AA tidak dapat menggunakan mainan untuk bermain.

3). Perilaku berlebihan (excessive) atau berkekurangan (deficient). a). Perilaku berlebihan

AA akan melakukan aktifitas berulang yang tidak dapat dipengaruhi orang lain untuk berubah. Buys (2003:39) menyampaikan bahwa AA memiliki Self-Stimulating Behaviour (Perilaku Menstimulasi Diri/PMD). PMD merupakan perubahan repetitif tubuh atau objek (lihat Tabel 2.1 hal. 13).

b). Perilaku berkekurangan

(36)

13

Tabel 2.1 : Perilaku Menstimulasi Diri (Buys, 2003:39)

4). AA mengalami perubahan emosi yang terlihat dalam perilakunya seperti marah-marah, tertawa-tawa, dan menangis tanpa alasan yang jelas. Kejengkelan atau kemarahan AA biasa disebut tantrum karena mengalami tekanan (stress) akibat perubahan rutinitas. AA juga ada yang suka menyerang atau merusak. Ada perilaku menyakiti diri sendiri seperti menjambak rambut atau memukul kepala.

5). Periilaku perfeksionis. Peeters (2004:170) menyampaikan bahwa AA adalah seorang yang perfeksionis dimana segala sesuatu itu harus benar sesuai dengan kebenaran menurut AA.

(37)

2004:162). AA yang berusia remaja biasanya memiliki masalah berperilaku karena mereka mengalami kesulitan untuk memahami perubahan normal pada tubuh mereka. Ada bentuk relaksasi berupa kegiatan masturbasi yang dilakukan AA.

B. Potensi Tekanan Keluarga

Sebuah unit keluarga dikatakan memiliki karakter keluarga normal apabila masing-masing anggota keluarga mampu melaksanakan tugas (Gray dalam Buys, 2003:48). Interaksi keluarga merupakan salah satu petunjuk dalam sistem keluarga. Di dalamnya terdiri dari relasi keluarga yang dapat dilihat dari aktivitas sehari-hari keluarga, terutama interaksi antara orang tua, saudara sekandung, dan AA (Trunbull, Summers, & Brotherson dalam Berkell, 1992:199). Keluarga yang memiliki AA merupakan keluarga dengan tantangan unik. Rabkin dan Streuning (dalam Berkell, 1992:194) menyampaikan bahwa potensi tekanan disebabkan oleh keadaan yang tidak terprediksi. Rivers dan Stoneman (dalam The National Autistic Society, 2006) menemukan bahwa adanya keadaan keluarga yang menekan akan mempengaruhi hubungan persaudaraan.

(38)

15

1. Bepergian dan aktivitas sosial

Aktifitas pada waktu-waktu luang adalah pergi berlibur, pergi memenuhi janji bertemu dokter, pergi mengunjungi teman atau sanak keluarga, pergi keluar untuk menikmati hiburan, pergi berbelanja, dan pergi ke restoran (Seltzer et al., 2007:9). SKAA pun akan senang melakukan aktivitas di luar rumah bersama-sama keluarga. Adanya sosialisasi dapat menunjukkan keberfungsian suatu keluarga (Gargiulo dan Kilgo, 2004:62). Hubungan antaranggota keluarga pun dapat terbangun. Ada beberapa orang tua yang lebih memilih melakukan sedikit aktivitas menyenangkan di luar rumah karena AA akan berlari keluar dan berteriak ketakutan. Orang tua mengurangi aktivitas di luar rumah karena gangguan autis (Buys, 2003:48). Berry dan Hardman (dalam Gargiulo dan Kilgo, 2004:62) menyampaikan bahwa adanya atau kehadiran saudara yang mengalami ketidakmampuan dapat mempengaruhi aktivitas sosial

Beberapa orang tua kemudian menjadi sangat kaku dengan aktivitas di luar rumah bahkan cenderung menghentikannya. Akibatnya, remaja memiliki sedikit aktifitas sosial di luar rumah bersama dengan keluarga. Mereka menjadi sering tinggal di dalam rumah (Gray dalam Buys, 2003:48). Keadaan ini membuat remaja SKAA dan AA semakin terisolasi dari dunia sosial.

2. Kualitas hubungan emosi

(39)

keluarganya normal akan memberikan pengalaman dukungan dan hubungan emosi yang dekat dalam keluarga. Adanya penolakan orang tua dan konflik hubungan merupakan tanda bahwa orang tua melihat keluarganya tidak normal.

Cohen (2002:68) menyampaikan bahwa SKAA lebih mudah menerima AA ketika orang tua memberikan perhatian kepada SKAA. Orang tua dapat memberikan perhatian yang sama ketika melakukan kegiatan bersama. Sally (2002:152) menyampaikan bahwa orang tua perlu memberi perhatian dan pola asuh yang sama atau adil. Schleien dan Ray (dalam Gabriels dan Hill, 2007:197) menyampaikan bahwa adanya kegiatan-kegiatan bersama di waktu luang dapat meningkatkan kesehatan dan memberi kesempatan menjalin hubungan antaranggota keluarga.

Gargiulo dan Kilgo (2004:64) menyampaikan bahwa keberfungsian keluarga dapat dilihat dari beberapa area, yaitu afeksi (komitmen emosional dan kasih sayang), harga diri (identitas personal, penghargaan atas diri pribadi, dan pengakuan keadaan yang positif), spiritual (berhubungan dengan agama dan Tuhan), perhatian sehari-hari (meliputi makanan, tempat tinggal, dan kesehatan), dan pendidikan (aktivitas pendidikan atau pengajaran dan pemilihan karir).

3. Masalah perubahan rutinitas AA

(40)

17

untuk melanjutkan aktivitas yang sebenarnya berbahaya dan tidak diketahui keluarga. Keadaan ini dinilai dapat mengancam anggota keluarga. Menurut Moreno dan Donnelan (dalam Buys, 2003:49), perilaku yang tidak terprediksi pada anak yang terlihat normal tersebut menyebabkan orang bereaksi negatif dan mengatakan atau berbisik-bisik bahwa anak itu anak cacat.

SKAA akan menganggap orang tua lebih mengetahui segala hal tentang keadaan yang tidak mereka ketahui. SKAA membutuhkan gambaran tentang bagaimana kemampuan orang tua mengatasi masalah keluarganya. Peran orang tua merupakan contoh bagi SKAA dalam keluarga (Mathew et al., 2002:8). Cohen (2002:64) menyampaikan bahwa SKAA dapat menjadi sama pentingnya dengan orang tua dan guru. Buys (2003:78) menemukan bahwa SKAA dapat menjadi guru bagi AA.

C. SKAA

Sebuah keluarga akan memiliki banyak tantangan ketika memiliki seorang AA. Tidak hanya orang tua saja yang merasakan dampak memiliki AA tetapi adanya anak lain (saudara kandung).

1. Keadaan SKAA pada tahapan remaja

(41)

remaja SKAA memiliki perkembangan normal sesuai dengan tahap usianya. Remaja mengalami perubahan tingkat kemandirian (Seltzer dalam The National Autistic Sosiety Publication, 2006). Mereka mulai ingin menjalin relasi yang lebih erat dengan teman sebaya dalam bentuk persahabatan. Remaja menjadi lebih banyak meluangkan waktu dengan teman sebaya, pacar, dan lain-lain (Santrock, 2002:44).

Mathew et al. (2002:1-2) menjelaskan bahwa konsep berpikir, fokus perhatian, dan harapan remaja SKAA sama seperti tahap usia perkembangannya. Sehubungan dengan adanya AA, perspektif remaja SKAA mengarah pada pemahaman tentang autis dengan fokus terhadap penyebab gangguan autis, pikiran dan perasaan AA, pemikiran tentang baik dan buruknya sesuatu yang akan mereka terima, harapan mereka sebagai SKAA, dukungan dan penyembuhan atau perlakuan terhadap AA, masa depan semua orang yang terlibat di dalamnya.

(42)

19

pengetahuannya. Remaja SKAA juga mampu mengevaluasi dampak dari gangguan autis saudaranya terhadap situasi yang belum terjadi. Pemahaman dan keinginannya untuk mengetahui informasi dan penjelasan tentang gangguan autis saudaranya semakin lebih mendetail. Remaja SKAA akan bertanya lebih detil pada orang dewasa (Schubert, Tanpa Tahun).

Tugas tahap perkembangan remaja adalah berusaha menemukan dirinya di luar lingkungan keluarga. Pada saat yang bersamaan, remaja SKAA ingin menyesuaikan diri dengan teman sebaya. Konformitas kelompok mulai muncul (Schubert, Tanpa Tahun). AA yang memiliki perbedaan dapat membuat remaja SKAA kebingungan dan malu di depan teman-teman atau pacarnya. Ada perasaan sedih karena perkembangan hubungannya misalnya tipe hubungan saudara sekandung dan persahabatan.

(43)

mereka sendiri. Keadaan ini menimbulkan berbagai pertanyaan dalam diri remaja SKAA tentang masa depan mereka dan AA.

Remaja SKAA mungkin akan mulai memunculkan rasa tanggung jawab seperti memiliki perhatian pada penerimaan orang lain. Bagaimana orang lain akan memperlakukan AA, misalnya dalam kelompok sosial, kencan, dan pernikahan. Kemungkinan muncul pertanyaan-pertanyaan tentang peran mereka terhadap masa depan AA. Remaja SKAA juga mulai khawatir tentang masa depan diri sendiri dan AA. Mungkin remaja SKAA akan mengorbankan kehidupan, mimpi, dan tujuan mereka sendiri untuk melaksanakan tanggung jawab di dalam keluarga. Ada kemungkinan remaja SKAA menyesal atau berkecil hati pada tanggung jawab yang diambil. Mungkin merasa marah terhadap orang tua, profesional atau ahli, AA, dan diri sendiri. Adannya beban tanggung jawab mungkin menyebabkan remaja SKAA bersedih hati karena kehilangan atau ketiadaan kemandirian.

2. Kebutuhan remaja SKAA

(44)

21

interpersonal yang sangat besar, memiliki struktur karakter yang demokratis, humoris, dan suka cita. Alderfer (Eysenck, 2004) menyampaikan bahwa adanya kebutuhan yang tidak terpuaskan dapat menyebabkan individu mengalami frustasi. Berkell (1992:204) menyebutkan beberapa kebutuhan-kebutuhan unik sebagai seorang SKAA, yaitu :

a. Kebutuhan akan informasi

Informasi tentang AA merupakan hak SKAA. Sering kali SKAA tidak diikutsertakan dalam pembahasan tentang gangguan autis atau ketidakmampuan AA. SKAA membutuhkan informasi tentang kondisi AA (Sibling Support project dalam Buys, 2003:49). Pemahaman tentang ketidakmampuan AA dapat dilakukan dengan memberikan berbagai informasi sesuai tahapan usia remaja (Mathew et al., 2002:1). Orang tua perlu meluruskan konsepsi dan informasi yang salah atau keliru yang disebabkan tidak cukupnya atau tidak adanya pemberian pemahaman tentang keadaan saudaranya.

b. Kebutuhan akan rasa hormat

(45)

saudaranya. Di samping menjadi seorang saudara dan anak, SKAA juga memiliki tugas sebagai seorang pelajar. Orang tua juga dapat menjauhkan AA ketika SKAA mengerjakan tugas sekolah.

c. Kebutuhan akan pelatihan tertentu dalam berhubungan dengan AA SKAA berhubungan dengan AA setiap hari. Setiap hari itu juga, SKAA akan mengalami ketidakmampuan ketika berhubungan dengan AA. Banyak SKAA yang membutuhkan pelatihan tertentu agar mereka mampu berhubungan dengan AA.

d. Kebutuhan untuk berbagi perasaan dan pengalaman

(46)

23

gangguan autis dan masalah lain di luar lingkungan keluarga seperti reaksi teman-temannya dan masyarakat umum.

Di luar keluarga, adanya kelompok khusus SKAA juga cukup bermanfaat bagi SKAA. Kelompok ini dapat menjadi tempat bagi remaja SKAA berbagi cerita dengan teman yang memiliki saudara dengan gangguan autis tentang permasalahan saudara mereka. Kelompok ini juga mampu membuat remaja SKAA merasa tidak sendirian (kesepian) dan bahwa ada orang lain yang memiliki masalah seperti yang dialaminya.

D. Afek Sadar pada Remaja SKAA

Thurstone; Ortony, Clore, dan Collins (dalam Allbaracin, Johnson, dan Zanna, 2005:397) mendefinisikan afek sebagai sebuah proses evaluasi atau penilaian terhadap obyek, orang, peristiwa yang baik dan buruk, menyenangkan dan tidak menyenangkan, dan diinginkan dan tidak diinginkan. Psikolog sosial bernama John Cacioppo (dalam Baron et al., 2006:261) menjelaskan afek sebagai aspek dasar perilaku manusia. Sistem afek bertanggung jawab sebagai penuntun perilaku seseorang kepada semua stimulus. Pada Teori Sikap Modern, afek didefinisikan sama dengan afek dalam emosi (Allbaracin et al., 2005:397).

(47)

dinyatakan sebagai pengalaman sadar. Clore (dalam Allbaracin et al., 2005:398) menyampaikan bahwa berbagai teori emosi mendefinisikan afek sebagai pengalaman sadar. Afek sadar adalah berbagai perasaan yang disadari oleh individu dan individu mampu menjawab apa yang menyebabkan ia menyukai sesuatu atau seseorang (Allbaracin et al., 2005:398). Pengalaman afeksi memiliki kualitas emosi yang berbeda (Allbaracin et al., 2005:412). Emosi dibagi menjadi dimensi menyenangkan dan tidak menyenangkan yang memiliki perbedaan kualitas. Emosi menyenangkan menghasilkan afek menyenangkan atau afek positif. Sebaliknya, emosi tidak menyenangkan menghasilkan afek tidak menyenangkan atau negatif. Ortony (dalam Allbaracin et al., 2005:412) memberikan contoh ketakutan adalah afek tidak menyenangkan terhadap adanya peristiwa yang tidak diinginkan dan marah a-

(48)

25

dalah emosi tidak menyenangkan tentang adanya hal yang salah. Shaver et al.

(dalam Allbaracin et al., 2005:412) mengilustrasikan dimensi menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam hirarki pohon yang ditunjukkan pada Figur 2.2.

Shaver membuat 6 kelompok besar emosi, yaitu cinta, suka cita, terkejut, marah, sedih, dan takut. Dari Figur 2.2 dapat dilihat bahwa masing-masing kelompok terdiri dari beberapa subkelompok lagi. Misalnya cinta meliputi cinta itu sendiri, memuja, kasih sayang, menaruh belas kasihan, mendamba, dan kerinduan. Figur 2.2 menunjukkan bahwa masing-masing kelompok memiliki beberapa subkelompok yang memiliki kesamaan. Emosi menyenangkan memotivasi seseorang untuk semakin meningkatkan hubungan dengan lingkungan sedangkan emosi tidak menyenangkan memperingatkan seseorang untuk berjaga-jaga atau waspada terhadap kemungkinan adanya bahaya sehingga menyiapkan diri untuk mundur.

Afek sadar remaja SKAA mengacu pada enam kelompok besar emosi milik Shaver et al. Beberapa subkelompok atau subkategori dari keenam kelompok besar afek mengacu pada beberapa sumber atau penelitian sebelumnya. Berikut ini adalah afek sadar remaja SKAA :

1. Afek positif

(49)

Subkelompok dari afek menyenangkan dapat dilihat pada Figur 2.2 (hal. 24). Dari berbagai penelitian tentang SKAA, diperoleh gambaran tentang afek positif sebagai berikut :

a Cinta (Love)

Cinta adalah adanya keinginan atau keikutsertaan dalam kasih sayang tetapi tidak mengharapkan balasan (Jenkins, Oatley, dan Stein, 2002:40). Cinta memiliki beberapa subkelompok, yaitu :

1). Kasih sayang (affection)

(50)

27

pada SKAA. SKAA dapat membagikan keharmonisan hubungan ketika memberikan perlindungan kepada AA (McHale, Sloan & Simeonsson dalam Feiges dan Harris, 2007:5).

Adanya pemahaman terhadap seseorang ditunjukkan dengan adanya empati. Empati merupakan kemampuan untuk melihat kedalaman kepribadian seseorang dengan tujuan memahami orang tersebut lebih baik (Young, 1975:115). Wispe (dalam Tiedens & Leach, 2003:20) menyampaikan bahwa empati adalah proses kognitif, sebagai hal yang oleh Dymond (dalam Tiedens & Leach, 2003:20) dapat digunakan untuk memahami orang lain secara akurat. Haynes dan Avery (dalam Cotton, 2001) mengkarakteristikkan empati sebagai kemampuan mengenali dan memahami persepsi atau perasaan orang lain, dan ada respon menerima.

Remaja SKAA memiliki perhatian karena adanya keprihatinan dengan keadaan AA (concern). Remaja SKAA akan memperhatikan tentang bagaimana perlakuan dan penerimaan orang lain ketika berinteraksi dengan AA. Misalnya dalam kelompok sosial, acara kencan, dan pernikahan AA.

2). Belas kasihan (compassion)

(51)

kelemahan AA (Lauyers; Lettick; dan Myers dalam Berkell, 1992:203). Hannah dan Midlarsky (dalam Sharpe dan Rossiter, 2002) juga menemukan adanya populasi saudara yang memiliki rasa kasihan yang besar.

b Kegembiraan (Joy)

Kegembiraan menimbulkan suatu senyuman dan tawa ketika berinteraksi dengan orang lain atau obyek. Kegembiraan meliputi beberapa subkategori, yaitu :

1. Bahagia (Happiness)

(52)

29

2. Harapan (Hope)

Harapan berkembang dari adanya kerinduan terhadap keadaan yang lebih baik karena ada kenyataan buruk dan menakutkan dan mempercayai kemungkinan adanya hasil yang menyenangkan (Lazarus dalam Rice, 2000:319). Harapan yang berkembang pada diri SKAA adalah harapan terhadap adanya keadaan normal dalam keluarganya. SKAA memiliki harapan agar AA dapat seperti saudara pada umumnya, terlebih AA dapat berperilaku normal. Adanya harapan ditunjukkan dengan berusaha menyelesaikan masalah dan memiliki keinginan akan masa depan (Patterson; Vessey dan Melbane dalam Sharpe dan Rossiter, 2002). 3. Bangga (Proud)

Lazarus (dalam Jenkins et al., 2002:40) menghubungkan perasaan bangga dengan meningkatnya nilai sesuatu dan adanya prestasi dari diri sendiri atau seseorang atau kelompok dimana individu itu berada.

(53)

Pada penelitian Grossman (dalam Buys, 2003:5) disebutkan bahwa SKAA yang berusia dewasa bangga akan prestasi AA. Sama seperti yang disampaikan Grossman, Buys (2003:108) juga menemukan bahwa SKAA bangga akan prestasi AA dan diri sendiri. Menurut Meyer dan Vadasy (dalam Schubert, Tanpa Tahun), SKAA menyebutkan perasaan bangga akan saudaranya yang mengalami autis. Mereka akan menceritakan prestasi AA kepada orang lain. Katrina berusia 10 tahun, “Saudara laki-lakiku berbicara tentang warna kesukaannya hari ini! Itu adalah kata pertamanya! Sekarang kita mengetahuinya!”.

4. Antusias (Enthusiasm)

Egloff (dalam Baron et al., 2006:262) menyampaikan bahwa antusias ditunjukkan dengan adanya semangat yang menggelora (enthusiasms). Individu akan menikmati hubungannya dengan orang lain. Misalnya SKAA sesekali bermain bersama dengan AA (Buys, 2003:96). Pada workshop di Hamilton, Ontorio (Adam, Tanpa Tahun) diperoleh respon tentang keinginan untuk bermain bersama saudaranya yang autis.

Meyer dan Vadasy (dalam Schubert, Tanpa Tahun) menemukan bahwa SKAA memiliki beberapa kesempatan sebagai berikut :

c. Dewasa (Maturity)

(54)

31

Meyer, 2003) menyampaikan, “Aku memiliki perbedaan dari orang lain seumuranku yang dapat terlihat dalam kehidupan. Aku mengerti bahwa kalian tidak akan mampu menerima keadaan ini. Dan kalian dapat melihat sisi positifnya… Dengan Jennifer, dia memiliki banyak hal negatif tetapi dia juga baik”.

Kedewasaan adalah kemampuan mengendalikan kemarahan (bersabar) dan mengatasi perbedaan tanpa kekerasan (mengalah). Tekun dan mampu bekerja keras pada tugas atau kondisi berat dan menakutkan. Ada kekuatan untuk menghadapi keadaan yang tidak mengenakkan dan menekan, kegelisahan dan kekalahan, tanpa keluhan. Adanya kerendahan hati seperti berani mengatakan salah tetapi tidak sombong ketika benar. SKAA memiliki tingkat kedewasaan yang lebih daripada teman-teman sebayanya. SSAA akan melakukan penyesuaian dengan AA (Thompson, Tanpa Tahun; Lefkowitz, Crawford dan Dewey, Tanpa Tahun). SKAA akan beradaptasi dengan rutinitas AA.

Heater berusia 14 tahun menggambarkan keadaan keluarganya, “Sejak saudara perempuanku lahir, keluargaku bekerja bersama seperti tim. Saya senang menjadi bagian dalam tim tersebut”.

d. Kompetensi Sosial (Social Competence)

(55)

gangguan autis atau bercerita tentang keadaan AA kepada orang lain. SKAA juga memiliki rasa percaya diri ketika berhubungan dengan orang lain. Mereka mampu menyampaikan secara jelas hak dan kebutuhannya. Adanya interaksi non verbal seperti tersenyum.

Brian berusia 11 tahun bercerita tentang kemampuannya bertanya kepada ahli untuk mengetahui informasi AA, “Ketika saya pergi bersama ibu untuk bertemu dengan dokternya adik, saya selalu bertanya tentang autism”.

e. Pencerahan (Insight)

Pencerahan merupakan pengenalan akan suatu hubungan secara tiba-tiba atau mendadak (Boeree, 1998). Kohler; Freud; dan Boeree (dalam Boeree, 1998) melihat bahwa individu dapat melihat dan memahami secara benar sesuatu yang alami. SKAA memiliki peluang untuk memahami ‘kondisi manusia’. Mereka diperlihatkan dengan situasi yang menyebabkan mereka memandang keadaan buruk orang lain, hadiah, kemampuan, dan adanya orang lain sebagai suatu hal yang dapat diterima secara benar. SKAA lebih bijak menyikapi setiap kejadian dalam hidupnya.

(56)

33

“Dia memberiku ide bagaimana mencintai tanpa syarat, tanpa harapan untuk menerima kembali cinta. Dia membuatku berpikir bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kelemahan. Martha tanpa pengecualian. Dia membuatku berpikir bahwa nilai seseorang tidak diukur dari tes IQ.” (Westra dalam Meyer, 2003).

f. Toleransi (Tolerance)

SKAA menjadi lebih toleran terhadap perbedaan setiap orang. Mereka lebih menghargai perbedaan setiap orang karena telah melihat sendiri prasangka banyak orang kepada AA.

Molly berusia 9 tahun memperlihatkan toleransi terhadap keadaan AA “Orang dengan ketidakmampuan seharusnya diobati, sama seperti orang yang lain. Mereka juga sama-sama manusia”. g. Loyalitas (Loyalty)

SKAA menunjukkan sejumlah kesetiaan yang luar biasa kepada saudaranya yang mengalami autis dan keluarganya. Mereka akan membela atau mempertahankan AA di luar rumah walaupun SKAA memiliki pertentangan dan bertengkar dengan AA di rumah.

(57)

2. Afek Negatif

Emosi yang tidak menyenangkan akan mengarahkan seseorang untuk mengevaluasi orang lain atau peristiwa secara negatif (tidak menyukai). Keadaan ini menunjukkan bahwa remaja SKAA tidak mampu mengatasi masalah yang berhubungan dengan gangguan autis saudaranya dan masalah lainnya. Subkelompok dari afek tidak menyenangkan dapat dilihat pada Figur 2.2 (hal. 24). Dari berbagai penelitian tentang SKAA, diperoleh gambaran tentang afek negatif sebagai berikut :

a. Ketakutan (Fear)

Ketakutan dihubungkan dengan keadaan dimana individu menghadapi sesuatu yang segera, nyata, dan penuh dengan bahaya fisik (Lazarus dalam Rice, 2000:319). Ketakutan memiliki subkelompok sebagai berikut :

1). Ketakutan (Fear)

Valdivieso et al. (dalam ARCH Factsheet, 1993) menerangkan bahwa SKAA merasa takut apabila mereka mengalami gangguan yang sama dengan saudara mereka. SKAA yang berusia anak-anak bahkan ada yang hingga dewasa berpikir bahwa gangguan autis seperti keterbelakangan mentalnya dapat menular.

2). Kecemasan (Anxiety)

(58)

35

yang akan datang (Lazarus dalam Jenkins et al., 2002:40). Remaja SKAA memiliki kekhawatiran dengan masa depan AA (Schubert, Tanpa Tahun, dan Mathew et al., 2002:4). SKAA juga merasa khawatir dengan masa depan mereka sebagai seorang individu yang bebas dan sebagai saudara sekandung dari kakak atau adik yang mengalami autis (Mathew et al., 2002:4). Remaja SKAA akan menanyakan kemungkinan-kemungkinan perannya di masa depan sebagai SKAA. Powell dan Galagher (dalam Connor, 2002) menunjukkan bahwa SKAA khawatir tentang sikap teman-temannya terhadap dirinya.

b. Kesedihan (Sadness)

Kesedihan disebabkan oleh adanya suatu kehilangan yang dialami seorang individu (Jenkins et al., 2002:2). Lazarus (dalam Jenkins et al., 2002:40) menyampaikan bahwa kesedihan merupakan suatu keadaan kehilangan yang tidak dapat dibatalkan. Kesedihan meliputi beberapa kategori seperti :

1). Kebingungan (Embarrassement)

(59)

menghambat sosialisasi dengan teman sebaya. SKAA takut terisolasi dengan teman-temannya. Kebingungan juga muncul karena beberapa perilaku AA (Valdivieso et al. dalam ARCH Factsheet, 1993) dan ketidakmampuan AA (Grossman dalam Buys, 2002:5).

2). Malu (Shame)

Malu merupakan emosi yang berhubungan dengan ketidakberhasilan seseorang untuk hidup seperti kehidupan ideal yang dimilikinya (Lazarus dalam Jenkins et al., 2002:40). SKAA akan memperhatikan reaksi orang lain ketika gangguan autis muncul. SKAA akan merasa malu ketika gangguan autis mucul di hadapan orang lain (Buys, 2003:43). Misalnya tantrum dan beberapa perilaku yang tidak pantas di tempat umum (Mascha dan Boucher, 2006:25). Keinginannya untuk bersosialisasi dengan teman sebaya atau adanya kebebasan terkadang terhambat karena merasa malu dengan adanya AA di rumahnya.

3). Bersedih hati (Grieve)

(60)

37

mungkin merasa sedih karena kehilangan gambaran keluarga normal (Meyer, 2003). Pada suatu workshop di Hamilton, Ontorio (Adam, Tanpa Tahun) diperoleh respon bahwa ada kesedihan karena saudaranya berbeda.

4). Konflik internal (Internal conflict)

Mathew et al. (2002:4) menjelaskan bahwa pada tahapan remaja, SKAA akan mengalami konflik antara keinginan untuk mandiri dan keinginan untuk memelihara hubungan khususnya dengan AA.

5). Rasa Terasing (Isolation)

Keadaan ini dapat terjadi karena SKAA tidak diberi informasi tentang AA atau sering tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan AA (Buys, 2003:44). Perasaan terasing terjadi ketika SKAA tidak diberi informasi (Bendor dalam Meyer, 2003). Perasaan terasing muncul karena SKAA merasa tidak dianggap oleh ahli yang menolong AA (Rosenberg dalam Buys, 2003:44)

6). Kesepian (Loneliness)

SKAA merasa bahwa tidak ada seorang pun yang memiliki perasaan dan pengalaman yang sama sepertinya, khususnya pengalaman memiliki saudara dengan gangguan autis (Valdivieso

(61)

7). Depresi (Depression)

Schubert (Tanpa Tahun) menjelaskan adanya beberapa tanda depresi yang mungkin dapat dialami SKAA karena memiliki saudara yang mengalami autis. Beberapa tanda itu adalah adanya perasaan tidak berdaya, tidak tertolong, dan tidak memiliki harapan. SKAA juga menunjukkan rendahnya harga diri karena ketidakpuasan akan kemampuannya.

8). Rasa Tertekan (Pressure)

Ada perasaan tertekan untuk berprestasi dengan tujuan menutupi ketidakmampuan AA (Valdivieso et al. dalam ARCH Facthsheet Number, 1993). SKAA merasa bahwa prestasinya yang unggul di sekolah, bidang olah raga, dan lain-lain merupakan pengganti ketidakmampuan saudaranya. Keadaan ini dipicu oleh keinginan mendapatkan perhatian lebih dari orang tua.

c. Kemarahan (Anger)

Marah merupakan emosi individu yang muncul karena adanya perilaku seseorang yang buruk terhadap individu itu seperti menyerang atau melawan individu (Jenkins et al., 2002:1). Marah meliputi beberapa kategori, yaitu :

1). Kemarahan (Anger)

(62)

39

Hamilton, Ontorio, SKAA menunjukkan berbagai respon marah karena perilaku AA (Adam, Tanpa Tahun).

Kemarahan adalah respon natural di semua hubungan yang dekat. SKAA dapat merasakan dan menerima rasa marah mereka sewaktu-waktu (Smeardon dalam Buys, 2003:2). Smeardon (dalam Buys, 2003:42) menjelaskan bahwa kemarahan adalah suatu hal yang wajar dalam setiap hubungan dekat dan menyarankan untuk memberi pengertian kepada SKAA bahwa mereka dapat merasakan marah kepada AA di waktu tertentu AA.

2). Kecemburuan (Jealously)

(63)

Misalnya, SKAA diminta untuk membereskan semua mainan yang sebelumnya dimainankan AA.

Perasaan tidak suka ketika AA menjadi fokus perhatian keluarga atau ketika kehendak AA dituruti, terlalu dilindungi, atau diijinkan untuk berperilaku yang tidak diperbolehkan (Podeanu-Czehotsky; Bendor dalam Meyer, 2003).

E. Dinamika Afek Sadar pada Remaja SKAA

Adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan autis menimbulkan berbagai tantangan pada seluruh keluarga. Anak yang mengalami gangguan autis memiliki beberapa bentuk gangguan dalam berkomunikasi sosial, berinteraksi sosial, dan berperilaku dan berimajinasi. Bentuk gangguan komunikasi sosial digambarkan dengan adanya kesulitan atau bahkan tidak adanya bahasa. Ada AA yang hanya menerima pendekatan orang lain saja. Ada juga yang menolak adanya orang lain dan ada yang tidak peduli dengan situasi. Berbagai perilaku juga muncul seperti adanya perilaku repetitif, idiosinkratik, dan streotip.

(64)

41

fasilitator untuk menyediakan fasilitas penyesuaian diri bagi remaja SKAA seperti membicarakan tentang keadaan saudaranya yang mengalami autis dan menjelaskan bahwa saudaranya membutuhkan perhatian dan dukungan emosi. Orang tua juga berperan dalam memberikan segala bentuk dukungan seperti kasih sayang, pendidikan, penerimaan diri, perhatian, dan spiritual kepada anak-anaknya (baik AA maupun SKAA). Kesehatan emosi dan penyediaan emosi oleh orang tua akan berpengaruh pada anak. Adanya bentuk komunikasi terbuka dari orang tua akan membantu remaja SKAA dalam menghadapi masalah yang ditimbulkan karena AA. Keadaan ini membuat remaja SKAA semakin banyak merasakan afek positif.

Bagaimana orang tua menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah AA akan dijadikan sumber inspirasi bagi remaja SKAA. Orang tua dapat mempengaruhi remaja SKAA untuk dapat menyelesaikan masalah yang akan berhubungan dengan AA karena orang tua mampu mengatasi tekanan-tekanan yang muncul secara baik ketika mengasuh AA. Keberadaan AA memang merubah keadaan normal. Apabila orang tua kesulitan berkomunikasi atau menderita misalnya karena depresi, keadaan ini akan sangat kuat membuat SKAA memiliki tipe penyesuaian tidak baik (McHale et al. dalam Feiges dan Harris, 2007:5).

(65)

menimbulkan banyak pertanyaan pada diri remaja SKAA. Orang tua dapat membantu menyediakan informasi kepada remaja SKAA tentang keadaan saudaranya. Mathew et al. (2002:4) menjelaskan bahwa remaja SKAA membutuhkan informasi tentang penyebab gangguan autis dan keadaan AA. ada kemungkinan juga seorang remaja SKAA takut tertular gangguan autis. Orang tua perlu meluruskan konsep pemikiran yang keliru tersebut. Orang tua yang tidak mencukupi kebutuhan informasi remaja SKAA akan menyebabkan remaja SKAA miskin informasi. Mereka akan kebingungan dengan keadaan saudaranya tanpa mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Remaja SKAA akan merasa terasingkan dari keluarganya karena tidak mengetahui perkembangan keadaan AA (Buys, 2003:44).

(66)

43

semakin meningkat. Mereka akan belajar bagaimana berbicara dengan orang lain untuk menjelaskan suatu hal.

Remaja SKAA berhubungan dengan AA setiap hari. Setiap hari itu pula, AA mengalami berbagai gangguan. Keadaan ini cukup menyulitkan remaja SKAA ketika harus menghadapi AA. Orang tua perlu segera mengatasi keadaan ini dengan memberikan pelatihan khusus tentang bagaimana cara berhubungan dengan AA. Remaja SKAA juga dapat diajari oleh ahli tertentu apabila orang tua merasa tidak mampu. Keadaan yang kurang segera diatasi oleh orang tua akan membuat remaja SKAA merasa bingung bahkan marah ketika bentuk gangguan autis saudaranya muncul. Kemarahan yang berkepanjangan akan menimbulkan berbagai konflik antara remaja SKAA dan AA.

(67)

Orang tua dapat membantu remaja SKAA untuk membayangkan gambaran perannya di masa depan. Sering kali, remaja SKAA yang sudah semakin beranjak dewasa akan memiliki kekhawatiran akan masa depan mereka dan AA. Ada konflik internal yang muncul seperti ingin menjalin hubungan tetapi ingin mandiri sesuai dengan tahapan usianya.

Harris (dalam Buys, 2003:47) mengilustrasikan bahwa beberapa ketidakmampuan AA sebagai penyebab tekanan dalam keluarga. Orang tua yang tertekan karena gangguan autis akan mengurangi aktivitas sosial atau bepergian keluar rumah bahkan meniadakan aktivitas tersebut. Keadaan ini membuat baik remaja SKAA dan AA semakin terisolasi dari dunia sosial. Remaja SKAA yang sudah memiliki ketertarikan dalam dunia sosial dengan teman-teman sebayanya. Mereka akan senang bepergian keluar bersama teman-temannya. Keadaan ini memunculkan kekhawatiran orang tua bahwa remaja SKAA akan meninggalkan tanggung jawab menjaga AA.

Permasalahan kedekatan hubungan antara orang tua dan anak-anak akan terancam karena berbagai tantangan AA yang membuat orang tua tertekan. Orang tua kurang dapat membangun hubungan yang dekat dengan anggota lain karena merasa bahwa keluarganya tidak normal. Sering muncul konflik yang bersumber dari adanya gangguan-gangguan autis. Remaja SKAA menjadi kekurangan dukungan emosi dari orang tua dan berakibat pada renggangnya hubungan dengan AA.

(68)

45

membutuhkan teman berbagi cerita tentang pengalamannya yang unik dan perasaannya yang bercampu aduk. Terkadang mereka merasa sendirian karena tidak ada seorang pun yang memiliki perngalaman sama seperti remaja SKAA. Orang tua dapat memberikan kesempatan kepada remaja SKAA untuk menceritakan segala hal baik itu tentang AA maupun hal lain. Remaja SKAA dapat menceritakan rasa marah, bingung, tertekan, dan lain-lain karena adanya AA. Sebaliknya, remaja SKAA juga dapat mendengarkan pengalaman dan perasaan orang tua tentang AA maupun hal lain. Orang tua dapat menggunakan kesempatan ini untuk mengetahui keadaan remaja SKAA. Orang tua dapat segera mengatasi masalah remaja SKAA yang mungkin timbul karena selama ini orang tua terlalu memperhatikan AA. Tentu saja, remaja SKAA adalah seorang manusia biasa seperti manusia lainnya. Mereka membutuhkan ruang pribadi dan ingin kebutuhannya ini dihargai. Ada waktu tertentu yang khusus diberikan agar mereka dapat melakukan aktivitas pribadi tanpa ada gangguan autis dari saudaranya. Remaja SKAA yang kebutuhannya banyak terpenuhi akan semakin bisa menerima AA.

(69)

kepada orang lain. Harapan akan masa depan AA yang lebih baik akan muncul pada diri remaja SKAA yang tadinya merasa bersedih hati dengan ketidaknormalan AA. Mereka akan semakin bisa menerima keadaan AA dan menerima perbedaan AA.

Adanya berbagai gangguan autis membuat remaja SKAA mengalami pengalaman emosi yang tidak menyenangkan. Pengalaman yang tidak menyenangkan akan membuat remaja SKAA memiliki afek negatif yaitu ketakutan, kesedihan, dan kemarahan. Tidak hanya kepada remaja SKAA, AA juga memberi berbagai pengalaman afek kepada seluruh anggota keluarga. Afek negatif juga menunjukkan bahwa remaja SKAA tidak dapat mengatasi masalah yang berhubungan dengan ganguan autis saudaranya dan masalah lain. Orang tua dan keluarga lain dapat membantu memunculkan berbagai pengalaman emosi yang menyenangkan pada diri remaja SKAA. Apalagi relasinya dengan AA dapat 20 tahun lebih lama daripada orang tua (Powell dan Ogle dalam Berkell, 1992:203). Pengalaman emosi yang menyenangkan akan membuat remaja SKAA memiliki afek positif (cinta, kegembiraan, kedewasaan, loyal, toleran, kompetansi sosial, dan pencerahan). Afek positif juga menunjukkan bahwa remaja SKAA dapat mengatasi masalah yang berhubungan dengan ganguan autis saudaranya dan masalah lain.

Berikut ini adalah bagan dinamika afek remaja SKAA terkait dengan

adanya bentuk gangguan autis, potensi tekanan keluarga, dan pemenuhan

(70)

47

(71)

48 A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah proses menggali pemahaman tentang masalah-masalah sosial dan manusia berdasarkan suatu tradisi metodologi khusus (Creswell, 1997:15). Tradisi pendekatan kualitatif yang digunakan adalah studi kasus.

Studi kasus adalah metode khusus untuk mengeksplorasi suatu sistem yang terbatas (bounded system) atau kasus (atau berbagai kasus) dari waktu ke waktu secara lebih terperinci melalui pengumpulan data mendalam dari banyak sumber informasi (Merriam dalam Cresswell, 1997:61). Cresswell (1997:36) menegaskan bahwa pengumpulan data dapat melalui wawancara. Jadi, pendekatan kualitatif studi kasus adalah metode pengumpulan data suatu kasus khusus melalui wawancara sehingga didapatkan analisis perspektif atau arti masing-masing subyek penelitian tentang kasus tersebut. Hasilnya kemudian dapat digeneralisasikan karena ada beberapa subyek dengan tipologi latar yang sama (Widayana, 2003).

B. Fokus Penelitian

(72)

49

adalah berbagai perasaan yang dialami remaja SKAA selama tinggal bersama saudara yang mengalami gangguan autis dan keluarganya. Berbagai afek sadar remaja SKAA yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Afek positif adalah berbagai perasaan positif atau yang menyenangkan karena remaja SKAA mampu mengatasi permasalahan yang ditimbulkan karena bentuk gangguan autis dan masalah lain, meliputi :

a. Cinta adalah keinginan ikut serta dalam kasih sayang tanpa mengharapkan balasan.

1). Kasih sayang (remaja SKAA memberi perhatian seperti melindungi dan menjaga AA ketika AA sendirian, memperhatikan penerimaan orang lain, dan memahami keadaan seperti perasaan AA).

2). Menaruh belas kasihan dengan keadaan AA (ada keinginan untuk membantu dan menolong AA).

b. Kegembiraan adalah adanya suatu senyuman dan tawa ketika berinteraksi dengan AA.

1). Bahagia (ada tawa dan senyuman karena terhibur dengan AA, mau menggoda AA, dan memiliki cerita lucu tentang AA).

2). Harapan (kerinduan akan adanya keadaan yang lebih baik dari keadaan keluarganya terutama keadaan AA).

Gambar

Tabel 3.2 Pentranskripan Data Kasar
Tabel 3.4 Proses Pengkodingan dalam Analisis Induktif
Tabel 4.1 Data Demografis Subyek Penelitian
Tabel 4.3 Distribusi dan Prosentase Pernyataan Remaja SKAA tentang Bentuk-Bentuk Gangguan Autis yang Dialami Saudaranya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemeriksaan kadar hCG pasca evakuasi mola komplit dianjurkan setiap dua minggu pasca evakuasi,(1, 2, 5) hingga terjadi normalisasi (<5 mIU/ml) hingga tiga bulan, kemudian

Dengan adanya Wiki tentang legenda Indonesia ini diharapkan cerita rakyat dapat terjaga terkait mitos dan legenda suatu daerah dan sejarah di Indonesia sehingga menjadi menarik

PERNYATAAN TAPM yang berjudui"IMPLEMENTASI AKREDITASI SEKOLAH PADA SEKOLAH DASAR NEGERI Dl KECAMATAN NGABANG KABUPATEN LANDAK" adalah hasil karya saya sendiri, dan seluruh sumber

Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikatakan oleh Greenspoon & Saklofske (2001) yang menyatakan bawa meskipun kesejahteraan dan tekanan psikologis sering

Pemeriksaan radiologis pada penderita didapat- kan gambaran sesuai dengan PMM yakni in- fark serebri akut di subkortical fronto-parietal kiri akibat stenosis ICA

Firewall atau packet filtering yang digunakan untuk melindungi jaringan lokal dari serangan atau gangguan yang berasal dari jaringan internet bekerja pada layer

Apakah terbentuk polieugenol dari eugenol hasil isolasi dari minyak atsiri dengan katalis asam nitrat pekat tanpa media garam NaCl dan dalam media NaCl..