• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat kecerdasan emosional remaja panti asuhan : studi deskriptif tingkat kecerdasan emosional pada reemaja Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen dan implikasinya terhadap usulan topi-topik bimbingan pribadi sosial - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Tingkat kecerdasan emosional remaja panti asuhan : studi deskriptif tingkat kecerdasan emosional pada reemaja Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen dan implikasinya terhadap usulan topi-topik bimbingan pribadi sosial - USD Repository"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

i

TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL REMAJA PANTI ASUHAN

(Studi Deskriptif Tingkat Kecerdasan Emosional pada Remaja Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen dan Implikasinya Terhadap Usulan

Topik-topik Bimbingan Pribadi Sosial)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memproleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh :

Mika Botti Br Ginting 101114028

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Mudah sekali bagi siapa pun untuk bersabar ketika semuanya berjalan baik, tapi dibutuhkan hati yang baik dan pikiran yang utuh untuk membuat diri Anda tetap berada dalam kesabaran yang baik saat keadaan menjadi buruk (Mario Teguh).

Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah,

maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan

dibukakan bagimu (Matius 7:7).

Kita bahagia karena kasih sayang, kita matang karena

masalah, kita lemah karena putus asa, kita maju

karena usaha, dan kita kuat karena doa.

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Tuhan Yesus Kristus yang setia mendampingiku

dalam suka dan duka saat mengerjakan skripsi.

Keluarga tercinta: Bapak dan Mamak, keadua

adek ku (Heppy Ester Br Ginting dan David

Remonda Ginting)

Almamaterku tercinta: Program Studi Bimbingan

dan Konseling Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta yang telah mendidik dan

(5)
(6)

vi

(7)

vii

ABSTRAK

TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL REMAJA PANTI ASUHAN

(Studi Deskriptif Tingkat Kecerdasan Emosional pada Remaja Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen dan Implikasinya Terhadap Usulan

Topik-topik Bimbingan Pribadi Sosial)

Mika Botti Br Ginting

2014

Penelitian ini bertujuan untuk memproleh gambaran tingkat kecerdasan emosional siswa-siswi remaja Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen. Hasil dari penelitian ini akan digunakan untuk mengusulkan topik-topik bimbingan pribadi sosial.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Subjek penelitian adalah 32 Siswa remaja Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner yang disusun oleh penulis berdasarkan buku Emotional Intellegence (Goleman, 2002). Kuesioner terdiri dari 56 pernyataan yang mencakup kelima aspek kecerdasan emosional yaitu: (1) kesadaran diri (2) pengaturan diri (3) memotivasi diri sendiri (4) mengenali emosi orang lain (5) membina hubungan. Teknik analisis data yang digunakan adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel, jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah. Tingkat kecerdasan emosional remaja Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen digolongkan menjadi rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi.

(8)

viii

ABSTRACT

EMOTIONAL INTELLEGENCE LEVEL OF ADOLESCENT ORPHANAGE

(A Descriptive Study on Emotional Intellegence Level it in Adolescent Orphanage Pondok Harapan Diakonia Bawen and Implications to the

Sugested Topic of Personal and Social Guidance)

Mika Botti Br Ginting

101114028

This research aims to obtain a description of the level emotional intellegence adolescent orphanage at Pondok Harapan Diakonia Bawen. The research of this study will be used to suggest topics of personal social guidance.

This research is descriptive study. The subject of the research is 34 adolescent orphanage at Pondok Harapan Diakonia Bawen. The research istrument used is a questionnaire prepared by the research based th book in Emotional Intellegence (Golemen, 2002). The questionnarire cosists of 56 statements that include the five aspects of emotional intellegence, namely: (1) self-awareness (2) self-regulation (3) motivating yourself (4) recognizing emotions in others (5) relationship. The data analysis technique used is groping data based on a variabele, type of respondent, tabulating the data based on the variabeles of all respondents, presents the data for each variabele studied, performing calculations to answar the problem formulation. The level of emotional intellegence adolescent orphanage at Pondok Harapan Diakonia Bawen

is classified „low‟ „medium‟ „high‟ „very high‟.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat,

anugrah, kasih karunia dan penyertaanNya yang tidak pernah berhenti mengalir

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi disusun untuk memenuhi salah

satu syarat untuk memproleh gelar Sarjana Pendidikan di Program Studi

Bimbingan dan Konseling. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini dapat tersusun

berkat bantuan, perhatian, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh

karena itu diucapkan banyak terimaksih kepada:

1. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si, selaku Ketua Program Studi Bimbingan

dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah

membantu dan memberikan kelancaran dalam proses penyelesaian skripsi

ini, sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu

dengan penuh kesabaran dan ketekunan serta ketulusan hati dalam

membimbing, memberikan motivasi dan mendampingi penulis pada setiap

tahap dan seluruh proses penyusunan skripsi ini.

2. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah

mencurahkan ilmunya sepenuh hati selama penulis menuntut ilmu di

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Marthen Ngguso sebagai pimpinan di Panti Asuhan Pondok

(10)

x

untuk melaksanakan penelitian di Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia

Bawen.

4. Para siswa-siswi remaja SMP dan SMA Panti Asuhan Pondok Harapan

Diakonia Bawen atas waktu dan kesediannya sebagai responden dalam

melaksanakan penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan

baik.

5. Orangtuaku tercinta Bapak Japen Ginting dan Ibu Asnita Purba atas doa

yang tidak henti-hentinya selalu dipanjatkan, dukungan, perhatian, biaya

yang telah diberikan kepada penulis.

6. Adek- adekku tercinta Heppy Ester Br Ginting dan David Remonda

Ginting yang telah banyak mendukung dan mendoakan sehingga penulis

selalu semangat menyelesaikan skripsi ini.

7. Adekku Kezia Gaviota yang selalu memotivasi, mendukung, mendoakan

dan mendengarkan curhatan penulis saat mengerjakan skripsi.

8. Semua saudaraku Pak Tengah, Mak Tengah, Bibik, Bengkila, Abang,

Kakak, Adek, yang telah mendoakan penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

9. Saudara sepupuku Wanda Harianto Ginting, Devi Riana Ginting, Rut Lina

Uli Simajuntak, Wandi Jupiter Ginting, Lita Khariani, Dewi Sartika yang

telah memberikan semangat dan mendoakan penulis.

10.Keluarga besar Lima Serangkai yang telah memberikan ide-ide kepada

(11)

xi

11.Teman- teman di Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2010

untuk kebersamaan dan kerjasamanya selama penulis menyelesaikan studi.

12.Perpustakaan USD sebagai gudang ilmu beserta karyawan perpustakaan

atas pelayanan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Sahabatku Krista Br Ginting dan teman- temanku Wina Charlina, Marieta,

Eva Christi yang telah memberi semangat, masukan untuk penulis

sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

14.Teman-temanku di Kost Wila, Nina, Tata, Ian, Ririn yang telah ikut serta

memberikan semangat dan doa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

berjalan dengan baik.

Akhirnya peneliti berharap, semoga skripsi ini bermanfaat bagi

pembaca khusunya bagi pemerhati bidang pengembangan bimbingan di

luar sekolah khususnya di panti asuhan.

Penulis

(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GRAFIK... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 5

(13)

xiii

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

A. Kecerdasan Emosional... 8

1. Pengertian Emosi... 8

2. Pengertian Kecerdasan Emosional... 12

3. Aspek- Aspek Kecerdasan Emosional... 15

4. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional.. 25

5. Langkah- langkah Meningkatkan Kecerdasan Emosional... 29

B. Siswa- Siswi Remaja Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen ………. 30

1. Ciri- ciri Masa Remaja... 30

2. Tugas Perkembangan Masa Remaja... 30

3. Pengertian Panti Asuhan... 32

C. Bimbingan Pribadi Sosial... ... 33

(14)

xiv

B. Pembahasan Hasil Penelitian... 52

C. Usulan Topik- topik Bimbingan Pribadi Sosial... 56

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 63

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Subjek Penelitian...36

Tabel 2 : Kisi- kisi Kuesioner...39

Tabel 3 : Rincian Item yang Valid dan yang Gugur...43

Tabel 4 : Kriteria Goilford...44

Tabel 5 : Norma Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Emosional...46

Tabel 6 : Norma Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Emosional Siswa- siswi Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen...48

Tabel 7 : Norma Kategorisasi Skor Butir Instrumen Kecerdasan Emosional………...48

Tabel 8 :Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Emosional pada Siswa- Siswi SMP dan SMA Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen...49

Tabel 9 :Kategorisasi Skor Item Kecerdasan Emosional pada Siswa- Siswi SMP dan SMA Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen...51

(16)

xvi

DAFTAR GRAFIK

Halaman

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1: Kuesioner Kecerdasan Emosional...63

Lampiran 2: Tabulasi Skor Penelitian...67

Lampiran 4: Rincian item yang valid dan yang gugur...68

(18)
(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat peneltian, dan defenisi oprasional.

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era

globalisasi seperti saat ini membutuhkan sumber daya manusia yang

berkualitas baik dan tinggi. Peningkatan kualitas sumber daya manusia

adalah sebagai salah satu syarat yang mutlak agar mencapai tujuan

perkembangan tersebut. Salah satu cara untuk mencapai kualitas sumber

daya manusia yang berkualitas baik dan tinggi adalah kecerdasan

emosional kita.

Kecerdasan emosional merupakan hal penting dalam kehidupan

setiap individu karena setiap individu memang memiliki tingkat emosi

yang berbeda-beda sehingga tingkat kecerdasan emosionalnya juga

berbeda-beda. Tergantung bagaimana setiap individu mengolah,

mengelola dan mengendalikan emosinya agar menjadi lebih baik lagi di

setiap tahapnya sehingga menjadi suatu yang bermanfaat atau bisa disebut

menjadi kecerdasan emosional dalam diri setiap individu. Jika seorang

individu dapat mengelola dan mengolah emosinya menjadi suatu

kecerdasan yang disebut kecerdasan emosional maka individu tersebut

semakin dapat meningkatkan kualitas hidupnya menjadi lebih baik lagi

(20)

Tidak terkecuali bagi anak-anak remaja sekarang ini harus bisa dan

mampu melatih emosi mereka masing-masing menjadi suatu yang lebih

bermanfaat bagi kecerdasan emosional mereka.

Anak dan remaja, baik yang mengikuti pendidikan di sekolah

maupun yang tidak, semua berada dalam proses perkembangan.

Perkembangan mencakup seluruh kepribadian individu anak dan remaja.

Kepribadian individu sangat kompleks, terdiri atas banyak aspek yang

saling berintraksi, bukan saja antar aspek, tetapi juga antara aspek-aspek

tersebut dengan faktor –faktor lingkungan. Baik aspek kepribadian

individu maupun aspek lingkungan selalu berubah dan perubahannya

sangat dinamis.

Menurut Goleman (2000: 14) remaja sekarang lebih banyak

mengalami kesulitan emosional daripada generasi sebelumnya. Mereka

lebih kesepian dan pemurung, kurang menghargai sopan santun, lebih

gugup dan mudah cemas, lebih komfulsif dan agresif. Kecerdasan

emosional sangat berpengaruh bagi perkembangan individu. Menurut

konsep Goleman, orang yang memiliki kecerdasan emosional adalah orang

yang matang dalam pengaturan kondisi diri dan emosinya. Begitu juga

dengan Remaja SMP dan SMA Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia

Bawen harus bisa melatih emosi mereka menjadi lebih baik lagi untuk

kecerdasan emosional mereka.

Orang yang memiliki kecerdasan emosional, diharapkan mampu

(21)

kecerdasan emosionalnya rendah akan kurang berhasil, karena cepat

merasa gagal, mudah menyerah jika menghadapi kesukaran. Kecerdasan

emosional yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam

prestasi belajar, meningkatkan kualitas belajar, mengembangkan hubungan

yang baik dengan teman sebaya dan orang-orang di sekitar, khususnya

dalam kalangan remaja (Goleman, 2002: 17).

Dengan memiliki kecerdasan emosional, siswa-siswi mampu

melatih kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk

memotivasi dirinya sendiri, kemampuan untuk tegar dalam menghadapi

masalah, mengatur suasana hati yang reaktif, dan mampu bekerjasama

dengan orang lain. Kecerdasan inilah yang dapat mendorong siswa-siswi

untuk meningkatkan kualitas belajarnya untuk mendapatkan nilai yang

lebih bagus dan mencapai cita-citanya.

Dengan memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan membuat

seseorang menjadi percaya diri, mampu mengelola perasaan, tidak mudah

marah dan berempati dengan sesama. Namun ketika peneliti KKN selama

30 hari di Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen, peneliti

melihat banyak Siswa Remaja yang kurang mampu mengelola emosinya,

ketika mereka tidak suka terhadap sesuatu hal maka mereka akan

marah-marah dengan membanting pintu, mengeluarkan kata-kata kotor, dan

ngomong secara keras, dan lain-lain..

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi

(22)

Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen datang dari berbagai latar

belakang yang berbeda-beda. Hidup bersama tentu tidaklah mudah, sering

timbul permasalahan-permasalahan dalam hidup bersama di Panti Asuhan.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah menyusun materi

pelayanan bimbingan yang sesuai dengan taraf perkembangannya,

kebutuhan dan permasalahan yang dialami oleh siswa-siswi Remaja Panti

Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen. Dengan memberi topik

bimbingan yang relevan, para siswa-siswi remaja yang tinggal di Panti

Asuhan Harapan Diakonia Bawen dibantu menjadi pribadi yang mampu

mengatur hidupnya, dapat bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri,

memiliki kemampuan memotivasi diri sendiri, dan akhirnya mampu

mengambil keputusan secara tepat. Berdasarkan uraian diatas, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL REMAJA PANTI ASUHAN (Studi

Deskriptif Tingkat Kecerdasan Emosional Pada Remaja Panti Asuhan

Pondok Harapan Diakonia Bawen dan Implikasinya Terhadap Usulan

Topik-topik Bimbingan Pribadi Sosial)”.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang

tingkat kecerdasan emosional siswa-siswi Remaja Panti Asuhan Pondok

Harapan Diakonia Bawen dan implikasinya terhadap topik-topik imbingan

(23)

1. Seberapa tinggikah kecerdasan emosional siswa-siswi remaja Panti

Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen?

2. Berdasarkan pencapaian butirpengukuran kecerdasan emosional yang

terindikasi rendah, topik bimbingan apa yang sesuai untuk

meningkatkan kecerdasan emosional siswa-siswi remaja Panti Asuhan

Pondok Harapan Diakonia Bawen?

C. Tujuan Penelitan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan tingkat kecerdasan emosional siswa-siswi remaja

Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen.

2. Mengidentifikasi butir pengukuran kecerdasan emosional yang

terindikasi rendah untuk memberikan topik-topik bimbingan yang

sesuai untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa-siswi remaja

Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menambah pengetahuan

(24)

1. Manfaat praktis

a. Pendamping Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia

Bawen memproleh informasi yang dapat digunakan dalam

mengembangkan kecerdasan emosional remaja Panti

Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen.

b. Para remaja Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia

Bawen memproleh informasi mengenai kecerdasan

emosionalnya dan diharapkan agar termotivasi untuk

meningkatkan kecerdasan emosionalnya.

c. Peneliti sendiri dapat memproleh pengalaman dalam

mengungkapkan tingkat kecerdasan emosional dan untuk

menyusun topik-topik bimbingan mengenai kecerdasan

emosional.

d. Peneliti lain dapat mengembangkan penelitian ini lebih

mendalam lagi.

E. Definisi Oprasional

Berikut dijelaskan definisi oprasional yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali emosi kita

sendiri dan emosi orang lain, kemampuan memotivasi diri dan

kemampuan mengelola emosi serta kemampuan membina hubungan

(25)

2. Panti Asuhan

Panti asuhan adalah lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai

tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial

kepada anak terlantar serta melaksanakan penyantunan dan

pengentasan anak terlantar melalui pelayanan pengganti atau perwalian

anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak

asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai

bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan

sebagai bagian generasi cita-cita bangsa dan sebagai insan yang turut

serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional (Departemen Sosial

RI, 1995).

3. Bimbingan Pribadi Sosial

Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada siswa agar dapat

memahami dirinya, mengenal lingkungan dan merencanakan masa

depan. Bimbingan pribadi sosial adalah bimbingan dalam menghadapi

keadaan batinya sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam

batinnya sendiri; dalam mengatur diri sendiri di bidang kerohanian,

perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyauran nafsu seksual

dan sebagainya; serta bimbingan dalam membina hubungan

kemanusiaan dengan sesama di bidang lingkungan atau pergaulan

(26)

8

BAB II KAJIAN TEORI

Pada bab ini diuraikan kecerdasan emosional, siswa- siswi remaja panti

asuhan pondok harapan diakonia bawen, bimbingan kelompok, pelayanan

bimbingan di panti asuhan harapan diakonia bawen.

A. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Emosi

Emosi adalah perasaan apa yang sedang kita alami. Kita sering

menyebut berbagai emosi yang muncul dalam diri kita dengan

berbagai nama seperti sedih, gembira, kecewa, semangat, marah,

benci, cinta, dll. Sebutan yang kita berikan kepada perasaan tertentu,

mempengaruhi bagaiman kita berpikir mengenai perasaan itu, dan

bagaimana kita bertindak. Menurut Goleman (2002: 411) emosi

merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan

biologis dan psikologis serta serangkaian kecendrungan untuk

bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.

Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan

dari dalam individu. Sebagai contoh, emosi gembira mendorong

perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat

tertawa, sedangkan emosi sedih mendorong seseorang untuk berprilaku

menangis.

Chaplin (dalam Safaria, 2009) merumuskan emosi sebagai suatu

(27)

perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan-perubahan

perilaku. Emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku

yang mengarah (approach) atau menyingkir (avoidance) terhadap

sesuatu. Perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi

kejasmanian sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang

sedang mengalami emosi. Jika seseorang mengalami ketakutan

mukanya menjadi pucat, jantungnya berdebar-debar, jadi adanya

perubahan-perubahan kejasmanian sebagai rangkaian dari emosi yang

dialami oleh individu yang bersangkutan Walgito (dalam Safaria,

2009).

Maurus (2007: 16) mendefinisikan emosi sebagai keadaan jiwa

yang sangat mempengaruhi mahluk hidup, yang disulut oleh kesadaran

atas suatu benda atau pristiwa, yang ditandai dengan perasaan yang

dalam, hasrat untuk bertindak, dan perubahan fisiologis pada fungsi

tubuh. Dalam buku Emotion and Personality, Arnold memaparkan

defenisi emosi sebagai kecenderungan untuk mendekat pada apapun

yang dirasakan baik (menguntungkan) atau menjauh dari apapun yang

dirasa buruk (berbahaya). The Dictionary of Psychology mengartikan

emosi keadaan kompleks dari suatu organisme, termasuk perubahan

dalam banyak hal misalnya pernafasan, denyut nadi, kelenjar dan lain-

lain yang secara kejiwaan ditandai dengan perasaan mendalam serta

(28)

Devenisi lain menyatakan bahwa emosi adalah suatu respon

terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis

disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan

untuk meletus. Respon demikian terjadi baik terhadap

perangsang-perangsang eksternal maupun internal. Menurut Daniel Goleman

(2000), sesungguhnya ada ratusan emosi bersama dengan variasi,

campuran, mutasi, dan nuansanya sehingga makna yang dikandungnya

lebih bayak, lebih kompleks, dan lebih halus daripada kata dan defenisi

yang digunakan untuk menjelaskan emosi.

2. Jenis-jenis Emosi

Daniel Goleman (2002: 411) mengemukakan beberapa macam

emosi yaitu:

a. Amarah:

Beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati,

terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak

kekerasan dan kebencian patologis.

b. Kesedihan:

Pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus

asa, kesepian, ditolak, depresi berat.

c. Rasa Takut:

Cemas, gugup, khawatir, was- was, perasaan takut sekali,

waspada, tidak tenang, ngeri, fobia, dan panik.

(29)

Bahagia, gembira, riang, puas, senang, terhibur, bangga, takjub

dan terpesona.

e. Cinta:

Penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa

dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.

f. Terkejut:

Terkesiap, terkejut, takjub, terpana.

g. Jengkel:

Hina, jijik, muak, mual, tidak suka, benci, mau muntah.

h. Malu:

Rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati

hancur lebur.

Seperti yang telah diuraikan di atas, semua emosi pada dasarnya

adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu

mendorong individu untuk memberi respon atau bertingkahlaku

terhadap stimulus yang ada. Menurut Mayer (Goleman, 2002: 65)

orang cenderung menganut gaya- gaya khas dalam menangani dan

mengatasi emosi mereka, yaitu: (1) Sadar diri: peka akan suasana hati

mereka ketika mengalaminya, dapat dimengerti bila orang-orang

memiliki kepintaran tersendiri dalam kehidupan emosional mereka. (2)

tenggelam dalam permasalahan: mereka adalah orang- orang yang

seringkali merasa dikuasai oleh emosi dan tak berdaya untuk

(30)

alih kekuasaan. (3) pasrah: ada dua cabang jenis pasrah yaitu mereka

yang terbiasa dalam suasana hati yang menyenangkan, dan dengan

demikian motivasi untuk mengubahnya rendah, dan orang yang

kendati peka akan perasaannya, rawan terhadap suasana hati yang jelek

tetapi menerimanya dengan sikap yang tidak hirau, tidak melakukan

apapun untuk mengubahnya meskipun tertekan pola yang ditemukan ,

misalnya pada orang-orang yang menderita depresi dan yang

tenggelam dalam keputusan.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi

adalah perasaan yang mendorong setiap individu untuk merespon atau

bertingkahlaku terhadap stimulus- stimulus yang berasal dari dalam

diri maupun dari luar diri setiap individu.

3. Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun

1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John

Meyer dari University of New Hampshire (Shapiro, 2001: 5).

Beberapa bentuk kualitas emosional yang dinilai penting bagi

keberhasilan, yaitu:

a. Empati

b. Mengungkapkan dan memahami perasaan

c. Kemandirian

d. Kemampuan menyesuaikan diri

(31)

f. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi

g. Ketekunan

h. Kesetiakawanan

i. Keramahan

j. Sikap hormat

Untuk memberikan pemahaman dasar tentang kecerdasan

emosional, Daniel Goleman, menjelaskan dua pengertian kecerdasan

emosional. Pertama, kecerdasan emosional tidak hanya berarti

“bersikap ramah”. Pada saat- saat tertentu yang diperlukan mungkin

bukan “sikap ramah” melainkan, mungkin sikap tegas yang barangkali

memang tidak menyenangkan, tetapi mengungkapkan kebenaran yang

selama ini dihindari. Kedua, kecerdasan emosional bukan berarti

memberi kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa, memanjakan

perasaan, melainkan mengelola perasaan- perasaan sedemikian rupa

sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif yang memungkinkan

orang bekerjasama dengan lancar menuju sasaran bersama. Kecerdasan

emosional sangat dipengaruhi oleh orang- orang di sekitar, lingkungan,

pergaulan, dan lain-lain. Untuk itu peranan lingkungan sekitar dan

tempat tinggal kita dan orang- orang di sekitar kita sangat

mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.

Kecerdasan emosional adalah himpunan bagian dari kecerdasan

sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang

(32)

dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan

tindakan Shapiro (2001: 8).

Gardner yang dalam bukunya berjudul Frame of Mind (Goleman,

2002: 50-53) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan

yang monolitik yang penting untuk meraih sukses dalam kehidupan,

melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas

utama yaitu linguistic, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik,

interpersonal, dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh

Gardner (Goleman, 2002: 50-53) sebagai kecerdasan pribadi yang oleh

Daniel Goleman disebut kecerdasan emosional.

Menurut Gardner (Goleman, 2002: 50-53), kecerdasan pribadi

terdiri dari ”kecerdasan antar pribadi yaitu kemampuan untuk

memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana

mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan

kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan

yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut

adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan

mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi

sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif Goleman(2002

: 52).

Dalam rumusan lain, Gardner (Goleman, 2002: 50-53),

(33)

“kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat

suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain”. Dalam

kecerdasan pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia

mencantumkan “akses menuju perasaan-perasaan tersebut serta

memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku (Goleman 2002: 53).

Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut,

Salovey (Goleman, 2002: 57) memilih kecerdasan interpersonal dan

kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagi dasar untuk

mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu. Menurutnya

kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali

emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi

orang lain dan kemampuan untuk membina hubungan kerjasama

dengan orang lain.

Menurut Goleman (2002: 512) kecerdasan emosional adalah

kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan

intelegensi (to manage our emotional life with intelegence) melalui

keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati

dan keterampilan sosial.

Berdasarkan devenisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan

mosional adalah kemampuan untuk menyadari emosi diri sendiri,

mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi diri sendiri, memotivasi

(34)

4. Aspek- aspek Kecerdasan Emosional

Goleman (2000: 58-59) menempatkan kecerdasan pribadi Gardner

dalam defenisi dasar tentang kecerdasan emosional yang

dicetuskannya dan memperluas kemampuan tersebut menjadi lima

kemampuan utama, yaitu:

a. Mengenali Emosi Sendiri (Self-Awareness)

Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan

untuk menggenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Orang

dikatakan berhasil mengenali emosinya apabila ia memiliki

kepekaan yang tinggi atas emosinya. Kemampuan ini merupakan

dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan

kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan

emosinya sendiri. Menurut Mayer (Goleman, 2000: 64) kesadaran

diri adalah waspada terhadap suasana hati, bila kurang waspada

maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan

dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin

penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting

untuk mengendalikan emosi.

Menurut konsep Goleman orang yang memiliki kesadaran

diri akan lebih peka dan cermat menghadapi suasana hati orang

lain. Kesadaran emosi sangat penting untuk memandu pengambilan

keputusan, memiliki kemampuan diri dan kepercayaan diri yang

(35)

Menurut Goleman (2002: 404) aspek mengenali emosi diri sendiri

terdiri dari:

1) Kesadaran Emosi

Orang yang memiliki kesadaran emosi yang tinggi mampu:

a) Mengetahui emosi mana yang sedang dirasakan dan

mengapa.

b) Menyadari ketertarikan antara perasaan, pikiran, perbuatan,

dan apa yang dikatakannya.

c) Mempengaruhi bagaimana perasaannya mempengaruhi cara

kerjanya.

d) Mempunyai kesadaran yang menjadi pedoman untuk

mencapai nila- nilai tujuannya.

2) Penilaian Diri

Orang memiliki penilaian diri secara teliti dan tinggi mampu:

a) Menyadari kekuatan dan kelemahannya.

b) Memiliki kemampuan untuk mengadakan refleksi diri.

c) Terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia

menerima pandangan yang baru, mau terus belajar dan

mengembangkan diri.

d) Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang

dirinya sendiri dengan persfektif yang luas.

(36)

Orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi memiliki

kecendrungan:

a) Berani tampil dengan keyakinan diri dan berani

menyatakan kebenarannya.

b) Berani mengungkapkan pendapat dan bersedia berkorban

demi kebenaran.

c) Bersikap tegas, mampu membuat keputusan yang baik

kendati dalam keadaan tidak pasti dan tertekan.

b. Mengelola Emosi

Mengelola emosi adalah kemampuan setiap individu dalam

menangani setiap perasaan agar dapat terungkap dengan tepat dan

selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri idividu.

Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan

kunci menuju kesejahtraan emosi. Emosi berlebihan, yang

meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak

kestabilan kita (Goleman, 2002: 77-78). Kemampuan ini mencakup

kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,

kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang

ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari

perasaan-perasaan yang menekan. Orang yang buruk pengelolaan emosinya

akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau

(37)

Menurut Goleman (2002: 404) orang yang memiliki

kemampuan mengelola emosi memiliki ciri/tanda sebagai berikut:

1) Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan

amarah

2) Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan di

ruang kelas

3) Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat, tanpa

berkelahi

4) Berkurangnya larangan masuk sementara dan skorsing

5) Berkurangnya perilaku agresif atau merusak diri sendiri

6) Perasaan yang lebih positif tentang diri sendiri, sekolah, dan

keluarga

7) Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa

8) Berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan

Orang yang kemampuan mengelola emosinya rendah,

menerima keritik sebagai serangan pribadi, bukan sebagai keluhan

yang harus diatasi, kurang memiliki kendali diri, mudah

mencemooh atau menghina, bersikap menutup diri atau sikap

bertahan yang pasif, mudah patah semangat (Goleman, 2002:

214-215).

Menurut Goleman (2002) aspek kemampuan mengelola emosi

(38)

1) Mengendalikan emosinya sendiri

Orang yang mampu mengendalikan emosinya sendiri secara

tepat mampu:

a) Mengelola dengan baik emosi-emosi yang menekan

b) Tetap teguh, bersikap positif, dan tidak goyah sekalipun

dalam situasi yang paling berat

c) Berpikir dengan jernih dan tetap terfokus kendati dalam

keadaan tertekan

2) Dapat dipercaya

a) Bertindak seturut etika dan tidk pernah mempermalukan

orang lain

b) Membangun kepercayaan dengan sikap apa adanya dan

jujur

c) Mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur perbuatan

yang tidak dapat diterimanya

d) Berpegang pada prinsip secara teguh walaupun akibatnya

adalah menjadi tidak disukai

c. Mengenali Emosi Orang lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga

empati. Menurut Goleman (2002: 57) kemampuan seseorang untuk

mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan

(39)

lebih mampu manangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi

yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga

ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap

perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang

lain.

Menurut Robert Rosenthal (Goleman, 2002: 136) dalam

penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu

membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu

menyesuaikan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah

bergaul, dan lebih peka. Anak-anak yang tidak mampu membaca

atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus menerus

merasa frustasi (Goleman, 2002: 172). Seseorang yang mampu

membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang

tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu

mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut

mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.

d. Memotivasi Diri Sendiri

Kemampuan memotivasi diri adalah kemampuan memberikan

semangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik

dan bermanfaat. Kemampuan ini diperlukan lebih-lebih pada waktu

motivasi kita negatif, yaitu saat kita patah semangat, kehilangan

(40)

dan kita menjadi bersemangat dalam hidup. Orang yang mampu

memotivasi dirinya akan lebih berhasil dalam kehidupannya

dibandingkan orang yang menunggu orang lain untuk

memperhatikan dirinya. Salah satu ciri dari kemampuan untuk

memotivasi diri adalah kepercayaan diri (self confidence).Individu

yang memiliki motivasi tinggi akan memiliki self confidenceyang

tinggi pula. Ciri utama kepercayaan diri adalah optimis dalam

menghadapi berbagai tantangan. Orang yang memiliki kecakapan

ini tidak mudah jatuh dalam suatu kegagalan dan tidak mudah puas

terhadap apa yang dihasilkan, melainkan mempunyai kemampuan

untuk terus berusaha untuk memperbaiki diri. Kemampuan

memotivasi diri sendiri menurut Goleman (2000) meliputi aspek:

1) Dorongan untuk berprestasi

Orang yang memiliki dorongan berprestasi memiliki

kemampuan:

a) Berorientasi pada tujuan dengan semangat juang yang

tinggi untuk meraihnya

b) Menetapkan tujuan yang menantang dan berani mengambil

resiko

c) Mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk mengurangi

ketidakpastian dan mencari cara yang lebih tepat

(41)

2) Memiliki komitmen

Orang yang memiliiki komitmen tinggi mamapu:

a) Berkorban demi tercapainya tujuan

b) Merasakan dorongan semangat dalam mencapai tujuan

yang utama dalam hidupnya

c) Mempertimbangkan nilai-nilai yang diterima dalam

masyarakat untuk mengambil keputusan

d) Mencari peluang untuk memenuhi kebutuhannya

3) Memiliki inisiatif

Orang yang memiliki inisiatif mampu:

a) Mamanfaatkan peluang untuk memajukan dirinya

b) Mengejar saran lebih daripada dipersyaratkan atau

diharapkan

c) Berani melanggar batas-batar dan aturan yang tidak prinsip

apabila perlu, agar tugas dapat dilaksanakan

d) Berani mengajak orang lain bekerkasama untuk

menghasilkan sesuatu yang lebih baik

4) Optimis

Orang yang memiliki sifat optimis mampu:

a) Bersikap tekun dalam mengejar cita-citanya meskipun

banyak hambatan

b) Bekerja atau belajar dengan harapan untuk sukses dan tidak

(42)

e. Membina Hubungan

Kemampauan dalam membina hubungan merupakan suatu

keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan

keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002: 59). Keterampilan

dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam

keberhasilan membina hubungan dengan orang lain.

Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina

hubungan ini akan sukses dalam bidang-bidang apapun. Orang

berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan

lancar pada orang lain. Orang- orang ini populer dalam

lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena

kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2002: 59). Ramah

tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan

petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina hubungan

dengan orang lain. Sejauh mana keribadian siswa-siswi

berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang

dilakukannya.

Menurut Goleman (2002: 404 - 405) orang yang memiliki

kemampuan membina hubungan yang tinggi cenderung atau

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Lebih baik dalam menyelesaikan pertikaian dan merundingkan

(43)

2) Lebih baik dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam

hubungan

3) Lebih tegas dan tampil dalam berkomunikasi

4) Lebih populer dan mudah bergaul, bersahabat dan terlibat

dengan teman sebaya

5) Lebih dibutuhkan oleh teman sebaya

6) Lebih menuruh perhatian dan bertenggang rasa

7) Lebih memikirkan kepentingan sosial dan selaras dalam

kelompok

8) Lebih suka berbagi rasa, bekerjasama, dan suka menolong

9) Lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain

5. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (2002: 57) faktor-faktor yang mempengaruhi

kecerdasan emosional adalah sebagai berikut:

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari indvidu sendiri.

Faktor internal dipengaruhi oleh keadaan otak emosional

seseorang. Mula-mula pesan yang diterima melalui indra, seperti

pengelihatan, pendengaran, penciuman, dan lain-lain dicatat oleh

bagian struktur otak yang disebut amygdala, bagian struktur otak

yang paling banyak berurusan dengan pengolahan dan

(44)

masuk dan diolah oleh bagian struktur otak yang disebut neocortex,

bagian struktur otak yang berurusan dengan proses kegiatan

rasional. Karena itu ketika menghadapi sesuatu terlebih dahulu

bereaksi secara emosional, sebelum disadari sepenuhnya oleh

rasio. Kecerdasan emosional yang tinggi akan membantu untuk

menjaga hubungan komunikasi terbuka. Ini akan membuat orang

mampu menguasai diri, memahami emosi orang lain secara

empatik, dan menyesuaikan diri dengan emosi orang lain atau

lingkungan yang dihadapi (Goleman, 2000: 23-25).

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri individu

dan memepengaruhi individu untuk mengubah sikap. Gottman dan

De Claire, (2003) berpendapat bahwa faktor eksternal yang

mempengaruhi kecerdasan emosional adalah:

1) Keluarga

Keluarga merupakan sekolah yang pertama mempelajari untuk

mempelajari emosi. Orang tua merupakan pelatih emosi anak

pertama kali. Orang tua sebagai pelatih emosi, tidak cukup

hanya bersikap hangat dan positif saja, karena sikap demikian

belum berarti mengajarkan kecerdasan emosional, mengingat

biasanya orangtua tidak mampu secara efektif mengatasi

perasaan-perasaan negative anak mereka. Gottman dan De

(45)

gagal mengajarkan kecerdasan emosional kepada anak-anak

mereka, yaitu:

a) Orangtua yang mengabaikan, yang tidak menghiraukan,

menganggap sepi, atau meremehkan emosi-emosi negative

anak mereka.

b) Orangtua yang tidak menyetujui, yang bersifat kritis

terhadap ungkapan perasan-perasaan negative anak mereka,

dan baranggkali memarahi atau menghukum mereka,

karena mengungkapkan emosinya.

c) Orangtua Laisse-Faire, menerima emosi anak mereka dan

berempati dengan mereka, tetapi tidak memberikan

bimbingan atau menentukan batas-batas pada tingkah laku

anak mereka. Orangtua sebagai pelatih emosi, seharusnya

menerima kesedihan anaknya, menolong memberi nama

emosi itu, membiarkan mengalami perasaan-perasaannya,

dan mendampingi sewaktu menangis, tidak memarahi

apabila anaknya sedih.

Menurut Prasetyo (2003: 27) pola pengasuhan yang

demokratis diterapkan oleh orangtua yang menerima kehadiran

anak dengan sepenuh hati serta memiliki pandangan atau

wawasan kehidupan masa depan dengan jelas. Mereka tidak

hanya memikirkan masa kini, tetapi memahami bahwa masa

(46)

Menurut Prasetyo orangtua yang demokratis tidak ragu-ragu

dalam mengendalikan anak, berani menegur anak bila

berprilaku buruk. Mereka mengarahkan perilaku anak sesuai

dengan kebutuhan anak agar memiliki sikap, pengethauan, dan

keterampilan yang dibutuhkan anak untuk mengarungi hidup

dan kehidupan dimasa mendatang.

2) Pengalaman

Pengalaman hidup juga mempengaruhi emosi (Albin, 1986: 90)

pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman

mengungkapkan emosi, misalnya anak perempuan boleh

mengungkapkan rasa takut, tetapi anak laki-laki diharapkan

tidak menyatakan perasaan tersebut, sebaliknya rasa marah dan

perlawanan boleh dinyatakan oleh anak laki-laki. Pengalaman

dengan orangtua, teman-teman, guru-guru mempengaruhi

watak asli kita dan mejadikan kita orang yang unik dalam

mengalami emosi, dalam mengungkapkannya dan dalam

keterbukaan terhadap orang lain.

3) Lingkungan

Mangunhardjana (1986: 13) mengungkapkan bahwa

perkembangan emosi Nampak pada gairah remaja yang

meledak-ledak, munculnya reaksi adaptis, keras kepala dan

perbuatan yang kurang sopan. Dengan adanya keadaan emosi

(47)

dari lingkungan terhadap remaja itu sendiri. Lingkungan

(khususnya lingkungan sosial) mempunyai pengaruh cukup

besar bagi perkembangan kepribadian orang. Pencapaian

kematangan emosi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan

dimana remaja berada, baik lingkungan sekolah, maupun

masyarakat. Lingkungan yang harmonis akan mendukung

remaja dalam pencapaian kematangan emosi, sebaliknya

lingkungan yang kurang mendukung akan membuat remaja

mengalami kegelisahan, kecemasan, sikap apatis, sehingga sulit

untuk mencapai kematangan.

6. Langkah- langkah Meningkatkan Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional dapat ditingkatkan melalui berbagai usaha,

langkah-langkah yang ditempuh menurut Gottman dan De Claire

(2003: 102-105) adalah sebagai berikut:

a. Menyadari emosi-emosi remaja

b. Mengakui emosi sebagai peluang untuk kedekatan dan

mengajar

c. Mendengarkan dengan empatik

d. Menyebutkan nama emosi

e. Membantu menemukan solusi

B. Siswa- Siswi Remaja Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen

(48)

Hurlock (1997) berpendapat bahwa masa remaja dibagi menjadi

dua bagian yaitu masa remaja awal (dimulai dari usia 13 tahun sampai

dengan 16 atau 17 tahun), dan masa remaja akhir (di mulai dari usia 17

tahun sampai 18 tahun). Sejalan dengan pembagian tahap-tahap masa

remaja seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (1997). Siswa-siswi

remaja Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen termasuk

remaja awal yang berumur 13-16 tahun, dan remaja akhir yaitu

berumur 17-18 tahun. Remaja Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia

Bawen memiliki cirri-ciri yang Nampak dalam sikap dan prilakunya.

Ciri-ciri remaja menurut Mangunhardjana (986: 12) adalah sebagai

berikut:

a. Pertumbuhan fisik

b. Perkembangan emosional

c. Perkembangan intelektual

d. Perkembangan sosial

e. perkembangan agama

Masa remaja merupakan salah satu masa dalam rentang kehidupan

manusia yang memberikan kesempatan kepada orang untuk mencoba

gaya hidup baru. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak

ke masa dewasa (Sarwono, 1988: 51). Masa remaja merupakan masa

yang paling penting karena individu harus mempersiapkan diri menjadi

(49)

orang tua, dan berani bertanggung jawab sebagai anggota keluarga

(Gunarsa, 1990).

2. Tugas Perkembangan Masa Remaja

Setiap fase perkembangan manusia, memiliki tugas-tugas

perkembangan yang harus diselesaikan. Hurlock (1994: 10)

mengemukakan bahwa tugas-tugas perkembangan remaja meliputi:

a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman

sebaya baik pria maupun wanita. Adanya kemampuan dalam

menjalin relasi membuat remaja maupun bekerjasama dengan

yang lain

b. Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita. Ini berarti

bahwa remaja perlu belajar agar mampu memegang tanggung

jawab sebagai pria dan wanita sesuai dengan jenis kelamin.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara

efektif, artinya remaja diharapkan mempu mengenal dirinya,

baik kelebihan aupun kekurangan yang dimilikinya,sekaligus

mampu menerima keberadaannya.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung

jawab, artinya remaja mampu mengembangkan tugas-tugas

dalam keluarga dan sekaligus dalam masyarakat.

e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan

orang-orang dewasa lainnya, artinya remaja diharapkan mampu

(50)

Kemandirian remaja dapat dilihat dari ketidak tergantungannya

pada orangtua dan orang dewasa lainnya, misalnya dalam

mengambil keputusan. Kemandirian emosional merupakan

salah satu perkembangan remaja.

f. Mempersiapkan karier, artinya remaja sudah mulai mengenal

kemampuan dan keterbatasan dirinya sebagai pribadi dan mulai

memikirkan serta merencanakan kerir yang sesuai bagi dirinya.

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga, artinya remaja

belajar untuk mengetahui seluk beluk berkeluarga, memikirkan,

merencanakan masa depan, dan mampu memutuskan pilihan

hidupnya.

h. Memproleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan

untuk berprilaku dalam hidupnya, artinya remaja belajar agar

mampu memilih mana yang penting dan mana yang tidak

penting.

3. Pengertian Panti Asuhan

Panti Asuhan adalah lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai

tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial

kepada anak terlantar serta melaksanakan penyantunan dan

pengentasan anak terlantar melalui pelayanan pengganti atau perwalian

anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak

asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai

(51)

sebagai bagian generasi cita-cita bangsa dan sebagai insan yang turut

serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional (Departemen Sosial

RI, 1995).

C. Bimbingan Pribadi Sosial

Bimbingan mengandung arti bantuan atau pelayanan, artinya

bimbingan itu terjadi karena adanya kesukarelaan dari pembimbing dan

yang dibimbing. (Winkel, 2010: 66) mengatakan bahwa bimbingan adalah

proses membantu orang-orang untuk memahami dirinya dan dunianya.

Senada dengan Prayitno dkk (1997: 23) mendefenisikan bimbingan di

sekolah sebagai bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya

menemukan diri pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa

depan.

Rachman Natawidjaja (Winkel, 2010: 67) mengartikan bimbingan

sebagai proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara

berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya,

sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai

dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Ini berarti bahwa

bimbingan itu dilaksanakan dalam rentang waktu yang relatif panjang,

tidak hanya sepintas, sewaktu-waktu, tetapi dilakukan secara sistematis,

(52)

Bimbingan pribadi-sosial yang diberikan di jenjang pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi sebagian disalurkan melalui bimbingan

kelompok dan sebagian lagi melalui bimbingan individual, serta

mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Informasi tentang fase atau tahap perkembangan yang sedang dilalui

oleh siswa remaja dan mahasiswa, antara lain tentang konflik batin

yang timbul dan tentang cara bergaul yang baik. Termasuk di sini apa

yang disebut sex education, yang tidak hanya mencakup penerangan

seksual, tetapi juga corak pergaulan antara jenis kelamin.

2. Penyadaran akan keadaan masyarakat dewasa ini yang semkin

berkembang ke arah masyarakat modern, antara lain ciri- ciri

kehidupan modern, dan apa makna ilmu pengetahuan serta teknologi

bagi kehidupan masyarakat.

3. Pengetahuan diskusi kelompok mengenai kesulitan yang dialami oleh

kebanyakan siswa dan mahasiswa, misalnya menghargai orang tua

yang taraf pendidikannya lebih rendah daripada anak-anaknya.

Khususnya siswa remaja dapat merasa lega bila dia menyadari bahwa

teman-temannya mengalami kesulitan yang sama; dia lalu tidak akan

memandang dirnya sebagai orang abnormal.

4. Pengumpulan data yang relevan untuk mengenal kepribadian siswa,

misalnya sifat kepribadian yang tampak dalam tingkah laku, latar

(53)

D. Pelayanan Bimbingan di Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia

Bawen

Pelayanan bimbingan di Panti Asuhan sangat penting untuk

membantu siswa-siswi menjadi pribadi yang lebih dewasa dan dapat

mengatur hidupnya sendiri. Pelayanan bimbingan di panti asuhan perlu

dikembangkan melihat bahwa banyak remaja yang masih

membutuhkan pendampingan dalam tahap perkembangannya. Seorang

pembimbing di panti asuhan dapat memanfaatkan setiap kesempatan

yang ada untuk memberikan layanan bimbingan. Misalnya untuk

mengembangkan kecerdasan emosional setiap individu.

Salah satu cara yang dapat mendukung terciptanya kerukunan,

keharmonisan di panti asuhan adalah bersikap empati. Empati adalah

kemampuan untuk menyadari, memahami, dan menghargai perasaan

dan pikiran orang lain (Stein dan Book, 2002). Orang yang empati

(54)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan jenis penelitian, subjek penelitian, instrumen

penelitian, prosedur pengumpulan data, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Menurut Furchan

(1982: 447) penelitian deskriptif dirancang untuk memproleh informasi

tentang status gejala saat penelitian dilakukan. Peneliti menggunakan

penelitian deskriptif karena peneliti ingin memproleh gambaran tentang

kecerdasan emosional siswa-siswi remaja Panti Asuhan Pondok Harapan

Diakonia Bawen.

B. Subjek Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian populasi karena semua anggota

menjadi subjek penelitian. Populasi penelitian ini adalah Siswa-siswi SMP

dan SMA Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen. Siswa SMP

berjumlah 18 dan SMA berjumlah 14. Berdasarkan data yang diproleh dari

pengasuh Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen, sebaran

anggota subjek penelitian adalah seperti yang disajikan dalam tabel 1.

(55)

Adapun alasan memilih Panti Asuhan Pondok Harapan Diakoni

Bawen sebagai subjek penelitian karena:

1) Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen mempunyai banyak

siswa-siswi remaja, di mana remaja sering menghadapi berbagai

permasalahan yang penyelesiannya membutuhkan kecerdasan

emosional.

2) Hasil dari penelitian ini dapat ditindaklanjuti sebagai acuan

memberikan layanan bimbingan kepada siswa-siswi remaja Panti

Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen.

3) Hasil dari penelitian ini dapat meningkatkan kualitas dan mutu

pembinaan Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen.

4) Lebih mudah mengurus surat ijin untuk penelitian karena peneliti

sudah pernah KKN di panti asuhan pondok harapan diakonia bawen

C. Alat Pengumpulan Data

1. Jenis alat ukur

Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data berupa

kuesioner kecerdasan emosional. Kuesioner adalah sekumpulan daftar

pertanyaan tertulis yang diberikan pada subjek penelitian. Kuesioner

ini disusun sendiri oleh peneliti. Bentuk kuesioner yang digunakan

yaitu kuesioner tertutup. Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang

disusun sedemikian rupa sehingga responden siap memilih jawaban

(56)

Adapun alternatif jawaban yang disediakan oleh peneliti yaitu,

selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. Alternatif jawaban

dibuat hanya empat dengan maksud untuk menghilangkan kelemahan

dalam tingkat tiga (alternatif tengah/ netral).

2. Penentuan skor

Penentuan skor untuk setiap jawaban dari item-item pernyataan

adalah sebagai berikut:

No

Pertanyaan bersifat positif Pertanyaan bersifat negatif Pilihan Skor pilihan Skor

1. Selalu 4 Selalu 1

2. Sering 3 Sering 2

3. Kadang-kadang 2 Kadang-kadang 3

4. Tidak pernah 1 Tidak pernah 4

Siswa diminta untuk memilih satu dari empat alternatif jawaban

yang disediakan peneliti pada setiap pernyataan dengan cara memberi

tanda centang (√) pada kolom alternatif jawaban. Semakin tinggi skor total item yang bersifat favorable, maka semakin tinggi pula kecerdasan

emosional siswa, sebaliknya semakin tinggi skor total item yang

bersifat unfavorable, maka semakin rendah kecerdasan emosional

siswa.

3. Kisi-kisi Kuesioner

Kisi-kisi yang mengungkapkan aspek keserdasan emosional

(57)

Tabel 2

Kisi-kisi Kuesioner Tingkat Kecerdasan Emosional

No

Aspek-a.Mengendalikan emosi sendiri 12, 13 14 3

b.Dapat dipercaya 15, 16 17 3

b.Mampu berempati dan peka terhadap perasaan orang lain 38, 39, 40 37 4

c.Mampu mendengarkan orang lain 43, 44 41, 42 4

5. Membina Hubungan

a.Mampu menyelesaikan persoalan yang timbul dalam hubungan dengan orang lain 46, 47 45 3

b.Mampu bergaul dengan siapa saja dengan bertenggang rasa 49, 50 48, 51 4

c.Mampu bekerjasama dengan suka menolong 52, 55, 56 53, 54 5

(58)

4. Uji coba alat

Sebelum kuesioner digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu

akan diuji cobakan untuk mendapatkan keterangan mengenai

kuesioner tersebut. Pengujian alat ukur dilakukan untuk mengetahui

tingkat validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan, sehingga

diperoleh kelayakan sebagai alat ukur dan dapat mengungkapkan hal

yang ingin diteliti.

Disini peneliti menggunakan uji coba terpakai. Adapun alasan

peneliti memakai uji coba terpakai karena keterbatasan waktu,

sehingga peneliti tidak dapat melakukan uji coba. Selain itu peneliti

kesulitan menemukan panti asuhan yang memiliki banyak anak

remaja. Jika melakukan penelitian di panti asuhan yang lain maka

hasilnya akan jauh berbeda karena pola asuh yang mereka terima

berbeda dengan panti asuhan yang lainnya. Uji coba dilaksanakan di

Panti Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen pada hari Senin 9 Juni

2014. Responden adalah semua siswa-siswi remaja yang berjumlah 33

orang.

Peneliti akan terlebih dahulu memberi salam pengantar dan

memberikan penjelasan petunjuk pengisian kuesioner dan setelah itu

peneliti membagikan kuesioner dan juga memberikan kesempatan

kepada responden serta menanyakan hal-hal yang belum jelas. Proses

(59)

5. Validitas

Validitas merupakan derajad ketepatan antara data yang terjadi

pada obyek penelitian dengan yang dapat dilaporkan oleh peneliti

(Sugiyono, 2010:363). Menurut Azwar (2009:5) validitas mempunyai

arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

melakukan fungsi ukurnya. Suatu instrumen dikatakan valid jika

instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur.

Validitas merupakan dukungan bukti dan teori terhadap penefsiran

skor tes sesuai dengan tujuan penggunaan tes. Oleh karena itu validitas

merupakan fundamen paling dasar dalam mengembangkan dan

mengevaluasi suatu tes. Validitas adalah penafsiran skor tes seperti

yang tercantum pada tujuan penggunaan tes, bukan tes itu sendiri.

Apabila skor tes digunakan ditafsirkan lebih dari satu makna, setiap

penafsiran atau pemaknaan harus valid.

Validitas yang diuji untuk instrumen penelitian ini adalah validitas

isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian

terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional dengan cara professional

judgement (Azwar 2011:45). Menurut Ary, Jacobs, dan Razavieh

(2007:296) validitas isi tidak dapat dinyatakan dengan angka namun

pengesahannya berdasarkan pertimbangan yang diberikan oleh ahli

(60)

dikonstruksi berdasarkan aspek-aspek yang akan diukur dan

selanjutnya dikonsultasikan pada ahli (dosen pembimbing).

Hasil konsultasi yang dilakukan oleh ahli dilengkapi dengan

pengujian empirik dengan cara mengkorelasikan skor-skor setiap item

instrumen terhadap skor-skor total aspek dengan teknik korelasi

Spearman's rho menggunakan aplikasi program komputer SPSS for

Window. Rumus korelasi Spearman's rhoadalah sebagai berikut :

Keterangan :

Keputusan ditetapkan dengan nilai koefisien validitas yang minimal

sama dengan 0,30 (Azwar, 2007:103). Apabila terdapat item yang

memiliki nilai koefisien dibawah 0,30 maka item tersebut dinyatakan

gugur. Adapun rincian item yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel

(61)
(62)

Tabel 3

Rincian Item yang Valid dan Gugur

No Aspek Indikator Favorable Unfavorable Item Valid Item Gugur

1. Mengenali

a.Mampu menerima sudut pandang orang lain

a.Mampu menyelesaikan persoalan yang timbul dalam hubungan dengan orang lain

46, 47 45 46, 47 45

(63)

6. Reliabilitas

Reliabilitas artinya adalah tingkat kepercayaan hasil

pengukuran (Azwar, 2007). Pengukuran yang mempunyai reliabilitas

tinggi yaitu yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya,

disebut sebagai reliabel (Azwar, 2007:176). Sukardi (2003: 127)

mengatakan bahwa pengukuran yang menggunakan instrumen

penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila

alat ukur yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam

mengukur apa yang hendak diukur.

Perhitungan indeks reliabilitas kuesioner penelitian ini

menggunakan pendekatan koefisien Alpha Cronbach (α). Adapun rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach (α) adalah sebagai

berikut:

α = 2[1- ]

Keterangan rumus :

S12 dan S22 : varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2

Sx2 : varians skor skala

Hasil perhitungan indeks reliabilitas dikonsultasikan dengan

kriteria Guilford (Masidjo, 1995: 209).

Tabel 4 Kriteria Guilford

No Koefisien Korelasi Kualifikasi

1 0,91 – 1,00 Sangat tinggi

2 0,71 – 0,90 Tinggi

3 0,41 – 0,70 Cukup

4 0,21 – 0,40 Rendah

(64)

Dari hasil uji coba empirik kepada siswa remaja Panti

Asuhan Pondok Harapan Diakonia Bawen pada tanggal 9 Juni

2014 dengan jumlah subjek 32 siswa, diperoleh perhitungan

koefisien reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0.853. Berdasarkan

peninjauan terhadap hasil perhitungan koefisien reliabilitas pada

kriteria Guilford, dapat disimpulkan bahwa koefisien reliabilitas

instrumen masuk dalam kriteria tinggi.

D. Pengumpulan Data

Berikut ini adalah tahap-tahap yang ditempuh dalam pengumpulan

dan analisis data:

1. Menyusun kuesioner kecerdasan emosional

2. Revisi kuesioner yang telah di koreksi oleh Dosen Pembimbing

3. Pengumpulan data penelitian yang dilakukan dengan menyebarkan

kuesioner kepada siswa SMP dan SMA Panti Asuhan Pondok

Harapan Diakonia Bawen.

4. Analisis data penelitian

E. Teknik Analisis Data

Sugiyono (2011: 207) mengatakan bahwa analisis data merupakan

kegiatan mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden,

mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan

data tiap variabel yang diteliti, serta melakukan perhitungan untuk menjawab

rumusan masalah. Berikut merupakan langkah-langkah teknik analisis data

Gambar

Grafik 1..............................................................................................................50
Tabel 1 Subjek Penelitian
Tabel 2 Kisi-kisi Kuesioner Tingkat Kecerdasan Emosional
Tabel 3 Rincian Item yang Valid dan Gugur
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2) Berdasarkan analisis butir-butir item pemahaman perkembangan seksualitas pada siswa-siswi kelas V SD Virgo Maria 2 Bawen Tahun Ajaran 2015/2016, terdapat 1 butir item pada

Yusup Sindanglaya yang berada pada kategori sangat tinggi dan tinggi mengindikasikan bahwa mereka telah memiliki kecerdasan emosi yang dapat diukur melalui

Masalah yang kedua adalah “Topik -topik bimbingan kelompok apakah yang tepat untuk meningkatkan atau mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa kelas XI..

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyusun usulan topik bimbingan untuk membantu siswa atau siswi kelas VII SMP Pangudi Luhur Bayat yang memiliki tingkat

remaja santri asrama Sunan Gunung Djati adalah faktor Masyarakat. Usulan topik-topik Bimbingan pribadi sosial yang relevan dalam. menangani kenakalan remaja Santri Asrama

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan emosional melalui bimbingan kelompok dengan metode role playing pada remaja panti asuhan Nurul Haq.. Penelitian ini

3 Frekuensi Kecerdasan Emosional Anak Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pada indikator mengenali perasaan diri dan orang lain berada pada kategori “sangat baik” yaitu

Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kelekatan dengan teman sebaya dan kecerdasan emosional pada remaja yang tinggal di panti