• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor penyebab perilaku kenakalan remaja santri dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi sosial - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Faktor-faktor penyebab perilaku kenakalan remaja santri dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi sosial - USD Repository"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v

N

A

H

A

B

M

E

S

R

E

P

: k u t n u n a k h a b m e s r e p u k i n i a n a h r e d e s a y r a K

AllahSWT

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)

v i x .

1 PengeritanRemaja ... 10

.

2 C -iircri iRemaja... 12

.

3 Tuga sPerkembanganRemaja………. 1 4

.

B KenakalanRemaja... 17

.

1 PengeritanKenakalanRemaja... 17

.

2 C -iircri iKenakalanRemaja... 1 9

.

3 Bentuk-bentukKenakalanRemaja ... 1 9

.

4 Faktor-fakto ryangMempengaruh iKenakalanRemaja .. 20

.

5 DampakKenakalanRemaja ... 25

.

C Pendidikand iAsramaSunanGunungDjat i

k o d n o

P PesanrtenKrapyakYogyakatra ... 2 7

.

1 PengeritanPondokPesanrten ... 2 8

.

2 TujuanPondokPesanrten... 2 9

.

3 Mater iPelajarand iPondokPesanrten... 2 9

.

4 SistemPengajarand iPondokPesanrten ... 30

.

5 Santir ... 31

.

D Layananbimbingan ... 3 2

.

1 PengeritanBimbinganP irbad iSosial……….. 3 2

.

2 TujuanBimbinganP irbad iSosial………... 3 3

.

3 Fungs iBimbinganP irbad iSosial………... 3 4

.

E LayananBimbinganP irbad iSosialUntukMenanggulangi

a j a m e R n a l a k a n e

K Sant irAsramaSunanGunungDjat i

a tr a k a y g o Y k a y p a r K n e rt n a s e P k o d n o

(16)
(17)

i v x

n e rt n a s e P k o d n o P i t a j D g n u n u G n a n u S a m a r s A i rt n a S

4 1 0 2 / 3 1 0 2 n a r a j A n u h a T a tr a k a y g o Y k a y p a r

K ... 69

.

D Topik- ot pikBimbinganPirbad iSosial………. 7 0

P U T U N E P V B A B

.

A Kesimpulan ... 7 9

.

B Saran ... 8 0

.

C KelemahanPeneilitan……… 8 0

A K A T S U P R A T F A

D ... 81 N

A R I P M A

(18)
(19)

ii i v x

a tr a k a y g o Y k a y p a r K n e rt n a s e P k o d n o P

4 1 0 2 / 3 1 0 2 n a r a j A n u h a

T ………... 61

0 1 l e b a

T :UsulanTopik-topikBimbinganP irbad iSosial

i t a j D g n u n u G n a n u S a m a r s A i d

a tr a k a y g o Y k a y p a r K n e rt n a s e P k o d n o

(20)
(21)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan latar

belakang masalah, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman sekarang ini, kemajuan dan perkembangan melaju di

berbagai bidang, informasi saat ini dapat dengan mudah menyebar ke

seluruh penjuru dunia dengan cepat. Termasuk juga penyebaran nilai-nilai

budaya juga dapat menjangkau setiap ruang di dunia ini dengan

mudahnya. Hal ini karena kemajuan dalam bidang teknologi informasi.

Oleh karena itu, jarak dan waktu tidak menjadi masalah lagi dalam dunia

sekarang ini, semua terasa begitu dekat dan cepat. Masa dunia seperti

sekarang ini biasa disebut era globalisasi.

Di era globalisasi ini, pertukaran ataupun adopsi budaya sangat

mudah terjadi, baik secara utuh maupun selektif. Akibatnya benturan

dengan nilai-nilai yang bersifat antagonis juga tak terelakkan. Pendidikan,

terutama pendidikan agama berperan penting dalam menyeleksi budaya

yang masuk yang sekirannya dapat merusak citra moral bangsa dan tidak

sesuai dengan kepribadian bangsa.

Masyarakat Indonesia dikenal religius dan sangat menjiwai dalam

beragama, berbangsa dan bernegara meskipun bukan negara yang berdasar

agama. Akan tetapi, saat ini telah terjadi dualisme pendidikan di Indonesia,

(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)

.

2 Bimbingan p irbad i sosia l pada hakekatnya merupakan usaha

h a l a s a m n a k h a c e m e m n a d i p a d a h g n e m m a l a d n a g n i b m i

b yangbersfia t

b ir

p ad idansosia.l.

.

3 Sanrt ipada hakekatnya adalah orang yang selalu mengikut iseorang

t a p a d n a u j u t n a g n e d a y n u t n e t , p a t e n e m i g r e p i n i u r u g n u p a n a m e k u r u g

(30)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan pengertian remaja, tugas perkembangan remaja,

kenakalan remaja, ciri-ciri kenakalan remaja, bentuk-bentuk kenakalan remaja,

faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja remaja, dampak kenakalan

remaja, upaya mengatasi kenakalan remaja, pendidikan di Asrama Sunan Gunung

Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, pengertian Pondok Pesantren,

tujuan Pondok Pesantren, Santri, bimbingan pribadi sosial, tujuan bimbingan

pribadi sosial, fungsi bimbingan pribadi sosial.

A. Remaja Santri

Pengertian Remaja

Para ahli mengemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian

remaja. Hurlock (1994) mengatakan bahwa remaja dalam bahasa aslinya

disebut adoslescence, berasal dari Bahasa Latin yaitu adoslescere yang

artinya tumbuh. Istilah adoslescence sebenarnya memiliki istilah yang

cukup luas, mencakup kematangan mental, emosional, dan fisik.

Sedangkan menurut Darajat (1997) usia remaja merupakan masa

bergejolaknya berbagai macam perasaan yang kadang-kadang

bertentangan satu sama lain. Masa tersebut merupakan masa peralihan dari

masa kanak-kanak menjelang dewasa yang merupakan perkembangan

terakhir bagi pembinaan kepribadian, atau masa persiapan untuk

memasuki umur dewasa. Pada masa ini, problem yang dihadapi remaja

(31)

Pengaruh-pengaruh dari luar dirinya, baik itu bersifat negatif maupun

positif.

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa.

Peralihan bukan sekedar peralihan psikologis saja, tapi juga fisik.

Gejala primer dalam masa pertumbuhan seorang remaja adalah adanya

perubahan-perubahan pada fisiknya. Sedangkan perubahan psikologis

muncul antara lain karena perubahan-perubahan fisik tersebut.

Perubahan-perubahan fisik yang paling besar pengaruhnya dalam

perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh. Misalnya,

badan menjadi besar dan bertambah tinggi serta mulai berfungsinya

alat reproduksi ditandai haid pada perempuan dan mimpi basah pada

laki-laki.

Hurlock (1994) menyebutkan bahwa pada fase remaja, anak berada

dalam masa puber. Pada masa ini remaja mempunyai beberapa tugas

perkembangan, yaitu:

a. Mencari hubungan baru dengan teman sebaya.

b. Mencapai peran sosialnya.

c. Menerima dan menggunakan fisiknya secara efektif

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial dan

bertanggungjawab.

e. Mencapai kemandirian sosial.

f. Mempersiapkan perkawinan.

(32)

Mujib (2001) dalam Psikologi Islam, mengemukakan fase remaja

termasuk dalam fase baligh. Fase baligh adalah fase dimana usia anak

telah sampai dewasa. Usia ini anak telah memiliki kesadaran penuh

akan dirinya, sehingga dia diberi beban tanggung jawab (taklif),

terutama tanggung jawab sosial dan agama. Para ahli mengemukakan

bahwa secara teoritis dan empiris dari segi psikologi, masa remaja

dibagi menjadi dua yaitu masa remaja awal dan masa remaja akhir.

2. Ciri-ciri Remaja

Masa remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan

periode sebelumnya. Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (1994), adalah

sebagai berikut:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan

yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada

individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan

selanjutnya.

b. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan

masa kanak-kanak belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status

remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba

gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat

(33)

c. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi

perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri),

perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri, yang dicari remaja

berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya

dalam masyarakat.

e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan

demikian karena remaja sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang

baik.

f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung

memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat

dirinya sendiridan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan

sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.

g. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan

atau kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia

sebelumnya dan didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau

sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras,

menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka

menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra.

Adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, kecenderungan

(34)

lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas

perkembangan dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab

3. Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Garrison (dalam Al-Mighwar, 2006) ada 6 kelompok

pembagian tugas perkembangan remaja yaitu :

a. Menerima Keadaan Jasmani.

Pada periode pra-remaja (periode pubertas), anak tumbuh cepat yang

mengarahkannya pada bentuk orang dewasa. Pertumbuhan ini diiringi

juga oleh perkembangan sikap dan citra diri. Mereka memiliki

gambaran diri seolah-olah sebagai model pujaannya. Remaja wanita

biasanya sering mendambakan wajahnya secantik bintang film

pujaannya, sementara remaja laki-laki sering berkhayal menjadi

seorang pahlawan pujaannya. Mereka sering membandingkan dirinya

dengan teman-teman sebayanya, sehingga akan cemas bila kondisinya

tidak seperti model pujaannya atau teman-teman sebayanya. Pada masa

remaja, hal itu semakin berkurang, dan mereka mulai menerima

kondisi jasmaninya, serta memelihara dan memanfaatkannya seoptimal

mungkin.

b. Memperoleh Hubungan Baru dan Lebih Matang dengan Teman

Sebaya Antara Dua Jenis Kelamin.

Kematangan seksual yang dicapai sejak awal masa remaja mendorong

(35)

Remaja diharapkan bisa mencari dan mendapatkan teman baru yang

berlainan jenis. Mereka ingin mendapat penerimaan dari kelompok

teman sebaya lawan jenis ataupun sesama jenis agar merasa

dibutuhkan dan dihargai.kematangan fisik dan psikis banyak

mempengaruhi penerimaan teman-teman sekelompok remaja dalam

pergaulannya. Tanpa penerimaan teman sebaya, dia akan mengalami

berbagai gangguan perkembangan psikis dan social, seperti

membentuk geng sendiri yang berperilaku mengganggu orang lain.

c. Menerima kondisi dan belajar hidup sesuai jenis kelaminnya.

Sejak masa puber, perbedaan fisik antara laki-laki dan wanita tampak

jelas lalu berembang matang pada masa dewasa. Apabila bentuk

tubuhnya tidak memuaskan, mereka menyesali diri sebagai laki-laki

atau wanita. Padahal, mereka seharusnya menerima kondisinya dengan

penuh tanggung jawab. Remaja laki-laki harus bersifat maskulin, lebih

banyak memikirkan soal pekerjaan sedangkan remaja wanita harus

bersifat feminine, memikirkan pekerjaan yang berkaitan dengan urusan

rumah tangga dan pola asuh anak.

d. Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa

lainnya.

Bebas dari kebergantungan emosional merupakan tugas perkembangan

penting yang dihadapi remaja. Apabila tidak memiliki kebebasan

(36)

dewasa, tidak bisa membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab

atas pilihan yang ditempuhnya.

e. Mendapatkan kesanggupan berdiri sendiri dalam hal-hal yang

berkaitan dengan masalah ekonomi.

Tugas lainnya adalah kesanggupan berdiri sendiri dalam masalah

ekonomi karena kelak mereka akan hidup sebagai orang dewasa.

f. Memperoleh nilai-nilai dan falsafah hidup.

Sejumlah penelitian membuktikan bahwa masalah yang berkaitan

dengan kehidupan dan falsafah hidup seperti tujuan hidup, perilaku

dirinya, keluarganya dan orang lain, serta soal keagamaan menjadi

daya tarik tersendiri bagi remaja. Para remaja memang diharapkan

memiliki pola pikir, sikap perasaan, dan perilaku yang menuntun dan

mewarnai berbagai aspek kehidupannya dalam masa dewasa kelak.

Dengan demikian mereka memiliki kepastian diri, tidak mudah

bingung, tidak mudah terbawa arus kehidupan yang terus berubah yang

pada akhirnya tidak mendapatkan kebahagiaan.

Garisson (2006) membagi masa remaja menjadi remaja awal dan

akhir. Menurutnya, tugas-tugas perkembangan remaja awal adalah:

a. Mampu mengotrol diri sendiri seperti orang dewasa.

Remaja awal diharapkan mampu mengontrol segala perbuatannya.

Timbulnya tugas perkembangan ini akibat bertambahnya pekerjaan

(37)

b. Mendapat kebebasan.

Tugas perkembangan lainnya bagi remaja awal adalah mendapatkan

kebebasan. Maksudnya, remaja awal diharapkan belajar dan berlatih

untuk menentukan pilihan, membuat keputusan dan bertanggung jawab

dengan kebebasan ini remaja awal diharapkan tidak lagi bergantung

pada orang tua dan orang dewasa lainnya.

c. Bergaul dengan teman-teman lawan jenis.

Rasa simpati, rasa tertarik untuk selalu bersama-sama dengan lawan

jenisnya mulai di dasari oleh remaja awal, meskipun mereka masih

meragukan apakah lawan jenisnya tertarik kepadanya, merasa malu

untuk saling mendekat dan saling bergaul, merasa bimbang pada daya

tarik dirinya sendiri bagi lawan jenisnya, sehingga tidak sedikit remaja

yang tidak mau berpacaran.

d. Memiliki citra diri yang nyata.

Remaja awal juga diharapkan mampu menilai kondisi dirinya secara

apa adanya. Maksudnya, mampu mengukur kelebihan dan

kekurangannya serta dapat menerima, memelihara dan

memanfaatkannya semaksimal mungkin, dan mampu mengukur apa

saja yang disenangi atau tidak disenangi oleh teman-teman sebayanya.

B. Kenakalan Remaja

1. Pengertian Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah juvenile delinquent

(38)

anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat

khas pada periode remaja. Sedangkan delinquent berarti terabaikan,

mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal,

anti sosial, kriminal, pelanggaran aturan, pembuat ribut, pengacau,

peneror, dan sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja

adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, merupakan

gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang

disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka

mengembangkan bentuk perilaku menyimpang (Kartono, 2008).

Sedangkan menurut Basri (1996) etimologi kenakalan remaja

berarti suatu penyimpangan tingkah laku yang dilakukan oleh remaja

sehingga mengganggu ketentraman diri sendiri dan orang lain.

Menurut Kartono (2008) kenakalan remaja juga merupakan bagian dari

sosiopatik atau penyakit sosial. Sosiopatik yaitu semua tingkah laku

yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola

kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun

bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal.

Gejala sosiopatik itu sendiri dapat berupa penyimpangan tingkah

laku dari kebiasaan dan norma yang berlaku, struktur sosial yang

menyimpang, peranan-peranan sosial, status dan interaksi sosial yang

keliru, penyimpangan tingkah laku tersebut pada suatu tempat dapat

sangat ditolak, meskipun di tempat lain dan waktu yang berbeda dapat

(39)

Melalui beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

kenakalan remaja ialah tindakan perbuatan remaja yang bertentangan

dengan hukum, agama, norma-norma masyarakat sehingga akibatnya

dapat merugikan orang lain, mengganggu ketentraman umum dan juga

merusak diri sendiri.

2. Ciri-ciri Kenakalan Remaja

Agar bisa membedakan kenakalan remaja dengan aktivitas yang

menunjukkan ciri khas remaja perlu diketahui ciri-ciri kenakalan

remaja yaitu:

a. Harus terlihat adanya perbuatan atau tingkah laku yang bersifat

pelanggaran hukum yang berlaku dan pelanggaran nilai-nilai

moral.

b. Kenakalan tersebut mempunyai tujuan yang asosial yakni

dengan perbuatan atau tingkah laku tersebut bertentangan

dengan nilai atau norma sosial yang ada di lingkungan

hidupnya.

c. Kenakalan remaja dapat dilakukan oleh seorang remaja atau

dapat juga dilakukan bersama-sama dalam suatu kelompok

remaja.

3. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja

Bentuk-bentuk dan tingkat kenakalan remaja secara kualitatif dapat

(40)

a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain,

misalnya: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan

dan lain-lain.

b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, misalnya:

perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, perampokan dan

lain-lain.

c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak lain,

misalnya: pelacuran, penyalahgunaan obat.

d. Kenakalan yang melawan status, misalnya: membolos, minggat

dari rumah.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku

kenakalan remaja, yaitu faktor keluarga, sekolah dan masyarakat

Kartono (2003).

a. Faktor Keluarga

Keluarga merupakan kesatuan terkecil dalam masyarakat namun

menempati kedudukan yang primer dan fundamental. Keluarga

pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan

masing-masing anggotanya terutama remaja yang masih dalam

bimbingan tanggungjawab orangtuanya. Pengaruh keluarga

(41)

1) Keluarga tidak harmonis

Dikatakan tidak harmonis apabila struktur keluarga tidak

utuh lagi dan interaksi diantara keluarga tidak berjalan

dengan baik. Masa remaja adalah masa dimana seseorang

mengalami saat kritis sebab ia akan menginjak ke masa

dewasa. Proses perkembangan yang serba sulit membuat

remaja membutuhkan bantuan dan perhatian dari

orang-orang terdekatnya terutama keluarganya. Masalah keluarga

broken home bukanlah hal baru tetapi merupakan masalah

utama dalam akar-akar kehidupan remaja.

2) Pendidikan yang salah

Pendidikan yang baik akan mengembangkan pribadi yang

dewasa bagi anak namun pendidikan yang salah dapat

membawa akibat tidak baik bagi perkembangan anak .

3) Komunikasi antar keluarga yang tidak baik

Hal ini ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog

yang baik antar anggota keluarga, keadaan ini akan

memunculkan rasa frustasi dan jengkel pada anak-anak.

Bila orangtua tidak memberikan kesempatan dialog dan

komunikasi dalam arti yang sungguh-sungguh yaitu bukan

basa-basi atau sekedar bicara pada hal-hal yang penting

saja, anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan

(42)

dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa

kanak-kanak dan masa berikutnya karena orangtua selalu

menyibukkan diri sehingga kebutuhan cinta kasih

terabaikan pada akhirnya membuat anak menjadi terlantar

dalam kesendirian.

b. Faktor sekolah

Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua setelah keluarga.

Terkadang tidak menutup kemungkinan sekolah menjadi

penyebab dari timbulnya perilaku kenakalan remaja, hal ini bisa

bersumber dari guru, fasilitas pendidikan dan lain-lain.

1) Faktor guru

Kemampuan guru juga menentukan dalam usaha membina

murid. Guru tidak hanya sekedar menguasai materi tapi

bagaimana dia mampu menggunakan metode mengajar yang

tepat sehingga akan memunculkan ketertarikan murid pada

pelajaran tersebut. Guru yang baik tahu bagaimana caranya

menghargai usaha khusus yang telah dilakukan murid.

Mereka juga tahu bagaimana menciptakan keadaan dimana

remaja merasa nyaman terhadap dirinya sendiri dan tahu

bagaimana menghadapi remaja yang tidak menganggap

pergi ke sekolah sebagai suatu hal yang penting untuk

dilakukan, berbeda dengan guru yang bekerja tanpa dedikasi

(43)

tanggungjawab biasanya bersikap tidak peduli dengan

masalah murid. Akibatnya murid menjadi korban, kelas

kacau, murid menjadi terlantar, disiplin murid menjadi

menurun dan inilah yang bisa menjadi sumber kenakalan

sebab guru tidak memberikan perhatian penuh pada

tugasnya.

2) Faktor Fasilitas Pendidikan

Fasilitas pendidikan dalam hal ini adalah gedung, alat-alat

sekolah, fasilitas belajar dan lingkungan sosial lainya

dimana lingkungan sekolah yang tidak teratur, kotor, tidak

ada tanam-tanaman akan menimbulkan kebosanan.

Kurangnya fasilitas atau alat-alat yang membantu kelancaran

pendidikan membuat murid kesulitan dalam belajar dan

tugas guru akan menjadi lebih berat. Selain itu,

ketidaklengkapan fasilitas pendidikan dapat menyebabkan

penyaluran bakat serta keinginan murid-murid menjadi

terhalang sehingga ketika semuanya tidak dapat tersalur

pada masa sekolah, mungkin akan mencari penyaluran pada

hal-hal yang negatif.

c. Faktor Masyarakat

1) Kurangnya pelaksanaan ajaran agama

Masyarakat dapat pula menjadi penyebab munculnya

(44)

masyarakat yang kurang sekali dalam melaksanakan ajaran

agama yang dianutnya, padahal dalam ajaran agama banyak

sekali hal-hal yang dapat membantu pembinaan remaja.

Masyarakat yang kurang beragama tersebut merupakan

sumber munculnya perilaku kejahatan dimana tingkah laku

tersebut akan mudah mempengaruhi remaja yang sedang

berada dalam masa perkembangan.

2) Masyarakatnya yang kurang memperoleh pendidikan

Keterbelakangan pendidikan banyak terjadi dalam

masyarakat dan hal ini berpengaruh pada bagaimana cara

orangtua mendidik anak-anaknya dimana kurang memahami

perkembangan jiwa anak, bagaimana membantu kea rah

pendewasaan anak dan bagaimana membantu usaha sekolah

dalam meningkatkan kecerdasan anak sehingga sering

membiarkan saja keinginan anak-anaknya.

Lingkungan dengan tingkat pendidikan yang rendah,

sehingga banyak pengangguran dan kemiskinan akan

berpengaruh pada kehidupan remaja, asumsinya adalah

seseorang belajar menjadi kriminal karena interaksi. Apabila

lingkunganya cenderung tidak baik, maka seseorang akan

mempunyai kemungkinan besar untuk belajar tentang teknik

dan nilai-nilai yang ada dan memungkinkan untuk

(45)

3) Pengaruh norma-norma baru dari luar

Kebanyakan anggota masyarakat beranggapan bahwa setiap

norma yang datang dari luar itulah yang benar, melalui

sarana televisi atau media massa, pergaulan sosial, model

dan sebagainya. Remaja biasanya dengan mudah menelan

apapun yang dilihatnya namun terkadang bertentangan

dengan masyarakat yang masih berpegang pada

norma-norma asli yang bersumber pada agama dan adat istiadat.

Pertentangan juga dapat timbul dari dalam diri remaja

sendiri, yakni ketika norma-norma yang dianut dari rumah

(keluarga) bertolak belakang dengan norma masyarakat yang

menyimpang dari norma keluarga.

Apabila secara terus-menerus terjadi konflik pada remaja

yakni antara keinginannya dengan tuntutan masyarakatnya,

maka akan timbul perilaku salah suai yang nantinya

menimbulkan tingkah laku negative seperti menentang atau

bermusuhan dengan dapat merugikan orang lain,

mengganggu ketentraman umum dan juga merusak diri

sendiri.

5. Dampak Kenakalan Remaja

Remaja yang labil umumnya rawan sekali melakukan hal-hal yang

negatif, di sinilah peran orang tua. Orang tua harus mengontrol dan

(46)

tertentu.Namun, bagi sebagian anak remaja, larangan-larangan tersebut

malah dianggap hal yang buruk dan mengekang mereka. Akibatnya,

mereka akan memberontak dengan banyak cara. Tidak menghormati,

berbicara kasar pada orang tua, atau mengabaikan perkataan orang tua

adalah contoh kenakalan remaja dalam keluarga.

Dampak kenakalan remaja yang paling nampak adalah dalam hal

pergaulan. Sampai saat ini, masih banyak para remaja yang terjebak

dalam pergaulan yang tidak baik. Mulai dari pemakaian obat-obatan

terlarang sampai seks bebas. Menyeret remaja pada sebuah pergaulan

buruk memang relatif mudah, dimana remaja sangat mudah

dipengaruhi oleh hal-hal negatif yang menawarkan kenyamanan semu.

Akibat pergaulan bebas inilah remaja, bahkan keluarganya, harus

menanggung beban yang cukup berat.

Kenakalan dalam bidang pendidikan memang sudah umum terjadi,

namun tidak semua remaja yang nakal dalam hal pendidikan akan

menjadi sosok yang berkepribadian buruk, karena mereka masih cukup

mudah untuk diarahkan pada hal yang benar. Kenakalan dalam hal

pendidikan misalnya, membolos sekolah, tidak mau mendengarkan

guru, tidur dalam kelas dan lain-lain.

Kriminalitas bisa menjadi salah satu dampak kenakalan remaja.

Remaja yang terjebak hal-hal negatif bukan tidak mungkin akan

memiliki keberanian untuk melakukan tindak kriminal. Mencuri demi

(47)

C. Pendidikan di Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren

Krapyak Yogyakarta

Pesantren atau pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan

Islam yang cukup unik keren memiliki elemen dan karakteristik yang

berbeda dengan lembaga pendidikan Islam lainnya. Elemen-elemen Islam

yang paling pokok, yaitu: pondok atau tempat tinggal para santri, masjid,

kitab-kitab klasik, kyai dan santri. Kelima elemen inilah yang menjadi

persyaratan terbentuknya sebuah pcsantren, dan masing-masing elemen

tersebut saling terkait satu sama dengan lain untuk tercapainya tujuan

pesantren, khususnya, dan tujuan pendidikan Islam, pada umumnya, yaitu

membentuk pribadi muslim seutuhnya (insan kamil).

Adapun yang dimaksud dengan pribadi muslim seutuhnya adalah

pribadi ideal meliputi aspek individual dan sosial, aspek intelektual dan

moral, serta aspek material dan spiritual. Sementara, karakteristik

pesantren muncul sebagai implikasi dari penyelenggaraan pendidikan yang

berlandaskan pada keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian (menolong diri

sendiri dan sesama), ukhuwwah diniyyah dan islamiyyah dan kebebasan.

Dalam pendidikan yang seperti itulah terjalin jiwa yang kuat, yang sangat

menentukan falsafah hidup para santri.

Penyelenggaraan pendidikan pesantren berbentuk asrama yang

merupakan komunitas tersendiri dibawah pimpinan kyai atau ulama,

dibantu seorang atau beberapa ustadz (pengajar) yang hidup

(48)

gedung-gedung sekolah atau ruang-ruang belajar sebagai pusat kegiatan

belajar-mengajar serta pondok-pondok sebagai tempat tinggal para santri.

Kegiatan pendidikannya pun diselenggarakan menurut aturan pesantren itu

sendiri dan didasarkan atas prinsip keagamaaan. Selain itu, pendidikan dan

pengajaran agaman Islam tersebut diberikan dengan metode khas yang

hanya dimiliki oleh pesantren.

1. Pengertian Pondok Pesantren

Daradjat (1997) mengemukakan bahwa Pondok Pesantren adalah

asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal dan

belajar bersama di bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang

biasa disebut “Kyai”. Dalam sebuah pesantren sekurang-kurangnya

biasanya terdiri dari tiga unsur, yaitu:

a. Kyai, yaitu sebagai guru yang mengajarkan ilmu kepada para

murid, biasanya kedudukanya sebagai pengasuh atau pemegang

kendali pesantren.

b. Santri, yaitu para murid yang belajar di pesantren, baik dia

tinggal menetap di pesantren tersebut maupun tidak.

c. Masjid, selain sebagai tempat ibadah, di pesantren masjid

biasanya sekaligus berfungsi sebagai sentral kegiatan belajar

(49)

2. Tujuan Pondok Pesantren.

Menurut Daradjat (1997), tujuan pondok pesantren dapat dibagi

menjadi dua, yaitu:

a. Tujuan umum, yakni mempersiapkan para santri untuk menjadi

orang yang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai

serta mengamalkannya dalam masyarakat.

b. Tujuan khusus, yakni membimbing anak didik untuk menjadi

manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu

agamanya menjadi muballigh Islam dalam masyarakat sekitar

dengan ilmu dan amalannya.

Dari tujuan di atas, dapat disimpulkan bahwa pesantren

sebagai salah satu sub sistem pendidikan nasional, maka

tujuannya pun harus bersifat integral, yaitu dapat menampung

cita-cita ulama sekaligus negara.

3. Materi Pelajaran di Pondok Pesantren

Daradjat (1997) mengemukakan bahwa sebagian besar mata

pelajaran pondok pesantren terbatas pada kajian ilmu yang secara

langsung membahas masalah aqidah, syari’ah, dan bahasa arab, antara

lain Al Qur’an dengan tajwid dan tafsirnya, aqidah, fiqh dan ushul

fiqhnya, hadist dengan musthola’ah hadistnya, bahasa Arab dengan

alatnya seperti nahwu, shorf, bayan, ma’anii, badi’, tarikh, manthiq,

(50)

Namun demikian, pada masa sekarang ini kebanyakan pondok

pesantren telah memiliki sistem pendidikan yang lebih modern, yaitu

dengan mendirikan madrasah sebagai lembaga pendidikan formal yang

berada dibawah naungan pondok pesantren. Mengenai kurikulum yang

dipakai biasanya perpaduan antara kurikulum dari pemerintah dan

pondok pesantren. Jadi bagi santri selain mengaji, mereka juga bisa

mendapatkan pendidikan secara formal di madrasah.

4. Sistem Pengajaran di Pondok Pesantren

Secara garis besar, pengajaran di Pondok Pesantren ada dua macam

cara, yaitu:

a. Sorogan

Berasal dari kata Bahasa Jawa yang berarti sodoran atau

yang disodorkan. Maksudnya suatu sistem belajar secara individu,

dimana santri menyetorkan hasil belajarnya, baik berupa membaca

Al Qur’an, kitab, atau telaahnya kepada kyai secara berhadapan

langsung. Dengan begitu akan terjadi saling mengenal yang lebih

akrab antara kyai dan santri, selain itu juga dapat menciptakan

hubungan kyai-santri yang dekat karena kyai dapat mengenal

santrinya secara lebih mendalam baik kemampuannya maupun

pribadinya secara satu persatu.

Kyai senantiasa berorientasi pada satu tujuan, yaitu selalu

berusaha santri tidak hanya bisa membaca kitab saja, tetapi juga

(51)

b. Bandongan

Hasbullah (1999) menyatakan bandongan sering disebut

juga halaqoh, dimana dalam pengajian, seorang Kyai membaca

sebuah kitab, sedang para santri membawa kitab yang sama

kemudian mendengarkan dan menyimak bacaan atau dari Kyai.

Kitab-kitab yang di pelajari adalah kitab kuning, taqrib dan La

tahzan.

5. Santri

Menurut Madjid (1997) asal-usul kata santri, ada dua pendapat

yang bisa dijadikan acuan. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa

santri berasal dari kata Sastri, sebuah kata dari bahasa sansekerta yang

berarti melek huruf. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa kata

santri berasal dari kata bahasa Jawa Cantrik yang artinya orang yang

selalu mengikuti seorang guru kemanapun guru ini pergi menetap,

tentunya dengan tujuan dapat belajar mengenai suatu keahlian darinya.

Menurut Dhofier (1998) santri dapat digolongkan menjadi dua

kelompok menurut statusnya, yaitu:

a. Santri Mukim, yakni santri yang menetap di pondok pesantren,

biasanya berasal dari daerah yang jauh.

b. Santri Kalong, yakni santri yang tidak menetap di pondok

pesantren, mereka nglaju, atau pulang-pergi untuk mengikuti

pelajaran di pesantren. Biasanya berasal dari desa atau

(52)

Santri memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan dan juga hak

yang dapat dituntut bila tidak sesuai dengan peraturan. Sedangkan

yang paling berkaitan erat dengan kenakalan remaja disini adalah

mengenai santri sebagai remaja yang tinggal dalam Pondok Pesantren.

Selain kewajiban yang tetuang dalam undang-undang tersebut, pada

umumnya setiap sekolah atau lembaga pendidikan lainnya juga

memiliki peraturan tertentu yang khusus berlaku di sekolah itu saja.

Begitu juga dengan asrama sunan gunung djati, disini juga memiliki

peraturan-peraturan yang khusus diterapkan pada para santri

penghuninya. Maka apabila dengan sengaja melanggar ketentuan atau

peraturan tersebut maka dapat disebut sebagai tindakan menyimpang

atau kenakalan dan anak atau siswa pelakunya disebut anak nakal.

D. Layanan Bimbingan Pribadi Sosial

1. Pengertian bimbingan Pribadi Sosial

Ahmadi (1991) mengemukakan bahwa bimbingan pribadi sosial

adalah seperangkat usaha bantuan kepada peserta didik agar dapat

menghadapi sendiri masalah-masalah pribadi dan sosial yang

dialaminya, mengadakan penyesuaian pribadi dan sosial, memilih

kelompok sosial serta berdaya upaya sendiri dalam memecahkan

masalah-masalah pribadi dan sosial yang dialaminya.

Yusuf (2005) mengemukakan bahwa bimbingan pribadi sosial

adalah bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan

(53)

2. Tujuan Bimbingan Pribadi Sosial

Yusuf (2005) mengemukakan tujuan yang ingin dicapai dari

bimbingan pribadi sosial antara lain:

a. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai

keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik

dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman

sebaya, sekolah, tempat kerja maupun masyarakat pada umumnya.

b. Memiliki sikap toleran terhadap umat beragama lain dengan saling

menghormati dan memelihara hak dan kewajibanya

masing-masing..

c. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan

oranglain.

3. Fungsi Bimbingan Pribadi Sosial

Rima ( 2007) mengemukakan berbagai fungsi bimbingan pribadi sosial

yaitu

a. Belajar berkomunikasi yang lebih sehat sebagai media pelatihan

bagi individu untuk berkomunikasi secara lebih sehat dengan

lingkunganya.

b. Belajar untuk mengungkapkan diri secara penuh dan utuh melalui

bimbingan pribadi sosial diharapkan individu dapat dengan

spontan, kreatif, inovatif dalam mengungkapkan perasaan,

(54)

c. Berubah menuju pertumbuhan pada bimbingan pribadi sosial

konselor secara berkesinambungan memfasilitasi individu agar

mampu menjadi agen perubahan bagi dirinya dan lingkunganya.

Konselor juga berusaha membantu individu sedemikian rupa

sehingga individu mampu menggunakan segala sumber daya yang

dimilikinya untuk berubah.

d. Menghilangkan gejala-gejala yang disfungsional. Konselor

membantu individu dalam menghilangkan atau menyembuhkan

gejala yang mengganggu sebagai akibat dari krisis.

e. Pemahaman diri secara penuh dan utuh. Individu memahami

kelemahan dan kekuatan yang ada dalam dirinya, serta kesempatan

dan tantangan yang ada diluar dirinya. Pada dasarnya melalui

bimbingan pribadi sosial diharapkan individu mampu mencapai

tingkat kedewasaan dan kepribadian yang utuh dan penuh seperti

yang diharapkan, sehingga individu tidak memiliki kepribadian

yang terpecah lagi dan mampu mengintegrasi diri dalam segala

aspek kehidupan secara utuh, selaras, serasi dan seimbang.

f. Berlatih tingkah laku baru yang lebih sehat. Bimbingan pribadi

sosial digunakan sebagai media untuk menciptakan dan berlatih

perilaku baru yang lebih sehat.

g. Individu mampu bertahan melalui bimbingan pribadi sosial

(55)

dapat menerima keadaan dengan lapang dada dan mengatur

kembali kehidupanya dengan kondisi yang baru

E. Layanan Bimbingan pribadi sosial untuk Menanggulangi Kenakalan

Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren

Krapyak Yogyakarta

Upaya untuk mencegah dan mengatasi kenakalan remaja ada tiga tindakan,

yaitu:

a. Tindakan Preventif yaitu segala tindakan yang bertujuan mencegah

timbulnya kenakalan. Upaya ini bisa dilakukan dengan beberapa

pendekatan, misalnya pendekatan psikologis dan keagamaan. Ini

adalah usaha yang paling mudah dan efektif untuk dilakukan, karena

bersifat pencegahan, karena jika kenakalan sudah meluas akan lebih

sulit untuk menanggulanginya. Namun demikian, upaya ini tidak bisa

dilakukan secara sepihak, tetap harus melibatkan orang lain. Upaya ini

menurut ruang lingkupnya terbagi menjadi tiga, yaitu: 1)Dalam

keluarga 2) Dalam sekolah 3) Dalam masyarakat.

b. Tindakan Represif yaitu tindakan untuk memberikan tekanan dan

menahan kenakalan yang lebih parah. Adapun jenis dan proses

pelaksanaan dari upaya ini antara lain: 1) Anak dikembalikan kepada

orang tuanya atau walinya 2) Dijatuhi hukuman.

Dalam hal pelaksanaanya hendaknya usaha yang dilakukan, baik

berupa pengusutan, penahanan, penuntutan, maupun hukuman yang

(56)

Sebaiknya menghindari anggapan bahwa mereka jahat dan pantas

dihukum atau dibenci, tapi anggaplah mereka orang baik yang terlanjur

berbuat kesalahan karena suatu sebab. Jika pelaksanaan upaya tersebut

dapat dilaksanakan dengan penuh pengertian dan kasih sayang maka

tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.

c. Tindakan Kuratif dan rehabilitasi adalah revisi akibat perbuatan nakal

terutama individu yang telah melakukan kenakalan tersebut. Menurut

Kartono (2008) diantara bentuk-bentuk pelaksanaan dari upaya ini

adalah:

1) Menghilangkan semua sebab-sebab kenakalan remaja.

2) Melakukan perubahan lingkungan.

3) Memberi latihan pada remaja untuk hidup tertib.

4) Memanfaatkan waktu senggang untuk kegiatan positif.

5) Memperbanyak lembaga pelatihan kerja bagi remaja.

6) Menggiatkan organisasi pemuda atau remaja dengan

program-program latihan voksional untuk mempersiapkan remaja dalam

pasaran kerja.

Tindakan ini tidak hanya ditujukan pada anak atau remaja yang

bersangkutan saja, tetapi juga pada orang tua maupun pengasuh juga,

agar supaya mereka memperoleh pengetahuan tentang cara yang lebih

(57)

37 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan

metodologi penelitian, yaitu jenis penelitian, variabel penelitian, subyek

penelitian, instrumen penelitian/alat ukur dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei.

Menurut Furchan (2005) penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh

informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan. Menurut Rahmat

(2000) penelitian deskriptif bertujuan mengidentifikasikan masalah atau

memeriksa kondisi dan praktek yang berlaku. Tujuan penelitian deskriptif adalah

melukiskan variabel atau kondisi “apa yang ada” dalam suatu situasi (Furchan,

2005). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor yang paling

dominan tinggi penyebab kenakalan remaja santri putra Asrama Sunan Gunung

Djati Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta Tahun Ajaran

2013/2014.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah para santri yang bermukim di Asrama Sunan

Gunung Djati tahun ajaran 2013/2014. Peneliti memilih asrama Sunan Gunung

Djati sebagai tempat penelitian karena (1) asrama Sunan Gunung Djati mudah

dijangkau oleh peneliti. (2) Santri asrama Sunan Gunung Djati tergolong remaja

dengan usia rata-rata 12-16 tahun. Sampel penelitian ini sebanyak 35 santri, dari

350 santri. Sampel penelitian ini diambil dengan teknik Sampling Purposive.

(58)

sampel dengan pertimbangan tertentu yaitu pertimbangan dengan berdasarkan

usia remaja antara 12 sampai 16 tahun dan domisili subjek dari berbagai daerah di

pulau Jawa.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner faktor penyebab

kenakalan remaja. Menurut Arikunto, (2002) angket atau kuesioner adalah

sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari

responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya.

Kuesioner ini menggunakan 3 variabel yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan

faktor masyarakat. Kuesioner dirancang untuk mengetahui faktor-faktor yang

dominan menyebabkan kenakalan remaja santri asrama Sunan Gunung Djati

Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.

1. Format Pernyataan

Kuesioner ini berbentuk pernyataan tertutup dengan menyediakan empat

jawaban pada setiap itemnya. Pernyataan yang disajikan dibedakan

menjadi pernyataan favorable dan unfavorable yaitu:

a. Untuk pernyataan yang mendukung (favorable) mencerminkan aspek

penyebab kenakalan remaja santri asrama Sunan Gunung Djati.

b. Untuk pernyataan yang tidak mendukung (unfavorable) atau yang

tidak mengarah terhadap aspek penyebab kenakalan remaja santri

(59)

2. Penentuan Skor (scoring)

Penentuan skor untuk setiap jawaban dari item-item pernyataan adalah

sebagai berikut:

a. Untuk pernyataan yang tidak mendukung (unfavorable) atau yang

tidak mengarah terhadap aspek penyebab kenakalan remaja, jawaban

“Sangat Setuju” (SS) diberi skor 1, “Setuju” (S) diberi skor 2, “Tidak

Setuju” (TS) diberi skor 3dan “Sangat Tidak Setuju” (STS) diberi skor

4.

b. Untuk pernyataan yang mendukung (favorable) atau yang

mencerminkan aspek penyebab kenakalan remaja, jawaban “Sangat

Setuju” (SS) diberi skor 4, “Setuju” (S) diberi skor 3, “Tidak Setuju”

(TS) diberi skor 2 dan “Sangat Tidak Setuju” (STS) diberi skor 1.

Subyek diminta untuk memilih satu dari empat alternatif jawaban yang

disediakan peneliti pada setiap pernyataan, dengan memberikan tanda

centang (√) pada alternatif jawaban. Guna mengungkap penyebab

kenakalan responden, keseluruhan jawaban diakumulasi. Semakin tinggi

skor total pada item-item yang tidak mendukung (unfavorable), maka

semakin rendah penyebab kenakalan para santri. Demikian pula

sebaliknya, semakin tinggi skor total pada item-item yang mendukung

(favorable), maka semakin tinggi penyebab kenakalan para santri. Tingkat

kemampuan tersebut nampak konsistensi munculnya/tampilnya perilaku

tersebut. Indikator-indikator untuk menyusun kuesioner dibuat

(60)

3. Kisi-kisi Instrument

Kisi-kisi instrument disusun berdasarkan faktor-faktor penyebab

kenakalan remaja. Kisi-kisi item kenakalan remaja pada Santri Asrama

Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta Tahun ajaran

2013/2014 sebelum uji coba dapat dilihat pada tabel di halaman

selanjutnya.

Tabel 1

Kisi-kisi Instrumen Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati

(sebelum uji coba)

Aspek Indikator No Item Jumlah Favorable Unfavorable

Keluarga Kurangnya pendidikan agama dalam keluarga

2, 3 1, 4, 5 5

Pendidikan yang salah dari orangtua 6, 7, 9, 10 8 5 Kondisi rumah tangga yang tidak

harmonis

13, 14 11,12, 15, 16

6

Komunikasi yang kurang baik antara orangtua dan anak

17,19, 20, 25

18, 21, 22, 23, 24

9

Sekolah Pendidik tidak bias menciptakan suasana proses belajar yang baik

26 27, 28, 29, 30, 31, 32

7

Pengaruh pergaulan dari teman sebaya di sekolah

35, 36, 37, 38

33, 34 6

Kurangnya organisasi dalam sekolah

41, 44, 45 39, 40, 42, 43, 43

8

Fasilitas sarana dan prasarana kurang memadai

46 47, 48, 49 4

Masyara kat

Pengaruh teman sebaya dirumah 52, 55, 56 50,51, 53, 54

6

Kurangnya sarana pemanfaatan waktu dengan kegiatan positif bagi remaja

59, 60, 61 57, 58 5

Pengaruh media massa 69, 70 66, 67, 68 5 Kurangnya pendidikan keagamaan

dalam masyarakat

64 62, 63, 65 4

(61)

D. Validitas dan Reliabilitas

Instrumen penelitian digunakan untuk memperoleh hasil olah data

tentang variabel. Alat ukur tersebut harus valid dan reliabel.

1. Validitas

Validitas merupakan taraf kemampuan sejauh mana ketepatan dan

kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Saifudin,

2001). Dari cara estimasinya yang disesuaikan dengan sifat dan fungsi

setiap test, validitas pada umumnya digolongkan dalam tiga kategori, yaitu

validitas isi, validitas konstrak, dan validitas berdasarkan kriteria.

Validitas kuesioner ini adalah validitas isi. Sebagaimana namanya,

validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap

isi test dengan analisis rasional atau lewat professional judgement

(Saifudin, 2001).

Dalam penelitian ini validitas isi diperiksa oleh Juster Donal

Sinaga, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi di Program Studi

Bimbingan dan Konseling, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Juster

Donal Sinaga, M.Pd., memberi koreksi dan masukan untuk lebih

memperhatikan pernyataan dalam item. Pertama, membuat pernyataan

item yang favorable dan unfavorabel. Kedua, menghilangkan kata yang

bernuansa frekuensi pada pernyataan, misalnya “teman-teman sering

mengajak saya berkelahi dengan sekolah lain”. Kata “sering” sebaiknya

dihilangkan saja sehingga menjadi “teman-teman mengajak saya berkelahi

(62)

tentang kenakalan remaja. Selain itu, validitas isi juga diperiksa oleh Drs.

Margono, Beliau adalah guru BK SMP Negeri 1 Yogyakarta memberi

koreksi dan masukan mengenai penulisan item dan tanda baca. Kata

“mempukul” yang benar memukul. Pemeriksaan ini dilakukan guna

menelaah kualitas konstruk secara logis dari setiap butir item pernyataan

kuisioner kenakalan remaja santri yang disusun oleh peneliti.

Validitas isi mencari sejauh mana isi test mencerminkan ciri atribut

yang hendak diukur. Dikarenakan estimasi validitas ini tidak melibatkan

perhitungan statistik apapun melainkan hanya analisis rasional, maka bisa

terjadi perbedaan pendapat mengenai sejauh mana validitas isi suatu tes

tercapai, maka diperlukan untuk mengetahui koefisien korelasi untuk

menguji daya beda. Teknik yang digunakan adalah korelasi product

momen dari Pearson, dengan rumus sebagai berikut (Azwar, 2007)

=

Keterangan :

= Koefisien korelasi skor item ganjil/genap

N = Jumlah subyek

∑X = Skor belahan item ganjil

∑Y = Skor belahan item genap

Sebagai kriteria penilaian item berdasarkan korelasi skor tiap item

dan skor total, digunakan batas minimal 0,30. Jadi item yang memiliki

XY

r

2 2

2 2

Y Y

N X X

N

Y X XY

N

XY

(63)

≥0,30 dianggap valid. Setelah dianalisis dengan program Analisis

Kesahihan Butir Seri Program Statistik (SPSS versi 15.00), maka

diperoleh 58 item valid dan 12 item yang gugur. Hasil analisis tersebut

kemudian ditata dan diurutkan kembali penomoranya agar mudah dalam

perhitungan.

Berdasarkan kriteria penilaian di atas ada, 12 item pernyataan kuesioner

yang dinyatakan tidak valid yaitu item 5, 8, 11, 13, 29, 30, 32, 49, 50, 53,

54, 67.

Tabel 2

Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi Instrumen

Aspek No Item Valid Tidak Valid

Favorable Unfavorable

Keluarga 2, 3 1, 4, 5 2, 3, 1, 4 5

6, 7, 9, 10 8 6,7,9,10 8 13, 14 11,12, 15, 16 14, 12,15,

16

11, 13

17 ,19, 20, 25

18, 21, 22, 23, 24

17,19,20, 25,18,21, 22,23,24 Sekolah 26 27, 28, 29,

30, 31, 32

26,27,28, 31,32

29, 30, 32

35, 36, 37, 38

33, 34 35,36,37, 38,33,34 41, 44, 45 39, 40, 42, 43 41,44,45, 39,40,42,

43

46 47, 48, 49 46,47,48 49 Masyarakat 52, 55, 56 50,51, 53, 54 55,56,51,52 50, 53, 54

59, 60, 61 57, 58 59,60,61, 57,58 69, 70 66, 67, 68 69,70,66,

68

67

64 62, 63, 65 64,62,63, 65

(64)

2. Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada pengertian apakah sebuah instrumen

dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu

(Saifudin, 2001). Jadi kata kunci untuk syarat kualifikasi suatu instrumen

pengukuran adalah konsisten, keajegan atau tidak berubah-ubah.

Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan pendekatan

koefisien Alpha Cronbach (α). Penggunaan teknik analisis Alpha

Cronbach ini didasarkan atas pertimbangan penghitungan reliabilitas skala

diperoleh lewat penyajian satu bentuk skala yang dikenakan hanya sekali

saja pada sekelompok responden atau single trial administration (Azwar

:2011). Rumus koefisien reliabilitas alpha adalah sebagai berikut:

α =

2[1-

S 2 2 S + 2 S

x i x

]

Keterangan rumus :

S12 dan S22 : varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2

Sx2 : varians skor skala

Berdasarkan hasil data penelitian yang telah dihitung melalui

program komputer Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.0

for Window, diperoleh perhitungan reliabilitas seluruh instrumen dengan

menggunakan rumus koefisien alpha (α), yaitu 0,921. Hasil perhitungan

dikonsultasikan ke kriteria Guilford. Kriteria Guilford dapat dilihat pada

(65)

Tabel 3 Kriteria Guilford

Koefisien Korelasi Kualifikasi

0,91 -1,00 Sangat Tinggi

0,71 – 0,90 Tinggi

0,41 – 0,70 Cukup Tinggi

0,21 – 0,40 Rendah

Negatif -0,20 Sangat Rendah (Azwar, 2011)

Berdasarkan kriteria Guilford dapat disimpulkan bahwa koefisien

reliabilitas kuesioner termasuk sangat tinggi artinya, instrumen penelitian

terpercaya atau reliabel.

Kisi-kisi penelitian disusun berdasarkan faktor-faktor penyebab

kenakalan remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren

Krapyak Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Setelah uji coba kisi-kisi

ditata kembali, seperti tampak pada Tabel 4.

Tabel 4

Kisi-kisi Instrumen Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta

(setelah uji coba)

Aspek Indikator No Item Jumlah

Favorable Unfavorable

Keluarga Kurangnya

pendidikan agama dalam keluarga

2, 3 1, 4,

18 Pendidikan yang

salah dari orangtua

5, 6, 7, 8 9

Kondisi rumah tangga yang tidak harmonis

10, 12, 14 11, 13, 16

Komunikasi yang kurang baik antara orangtua dan anak

15 17, 18

Sekolah Pendidik tidak bisa menciptakan

(66)

suasana proses belajar yang baik Pengaruh pergaulan dari teman sebaya di sekolah

25, 26, 27 23, 24

20 Kurangnya

organisasi dalam sekolah

28, 31, 34 29, 30, 32, 33

Fasilitas sarana dan prasarana kurang memadai

35, 36 37, 38

Masyarakat Pengaruh teman sebaya dirumah

40, 43 39, 41, 42

20 Kurangnya sarana

pemanfaatan waktu dengan kegiatan positif bagi remaja

44, 47, 48 45, 46

Pengaruh media massa

57, 58 53, 54, 55, 56

Kurangnya pendidikan

keagamaan dalam masyarakat

52, 49 51, 50

Total 29 29 58

E.Proses Penelitian

1. Persiapan dan pelaksanaan

a. Mempelajari buku-buku tentang kenakalan remaja dan pondok

pesantren

b. Menyusun kuesioner tentang kenakalan remaja

c. Menetapkan dan mendefinisikan variabel penelitian, yaitu faktor

penyebab kenakalan remaja santri Asrama Sunan Gunung Djati

Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013.

d. Menjabarkan variabel penelitian ke dalam aspek-aspek dan

(67)

e. Menyusun item-item pernyataan sesuai dengan aspek dan indikator

yang sudah dibuat.

f. Melakukan expert judgment alat penelitian kepada dosen ahli dan

guru BK SMP N 1 Yogyakarta.

g. Menguhubungi dan bertemu dengan Kepala Pondok asrama Sunan

Gunung Djati dan pembimbing asrama Sunan Gunung Djati dan

meminta ijin untuk mengadakan uji coba alat penelitian.

h. Melaksanakan uji coba penelitian di Asrama Sunan Gunung Djati

dengan responden 30 orang santri.

i. Pengumpulan data uji empirik terhadap validitas dan reliabilitas

kuesioner uji coba.

j. Merevisi kuesioner dan mengkonsultasikan kepada dosen

pembimbing.

k. Melaksanakan penelitian di Asrama Sunan Gunung Djati Pondok

Pesantren Krapyak Yogyakarta dengan responden 35.

2. Teknik Analisis Data

Kuesioner yang telah diujicobakan dan telah direvisi kemudian

dipergunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Pengumpulan data

dilaksanakan pada santri Asrama Sunan Gunung Pondok Pesantren

Krapyak Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014 pada tanggal 8 November

2013. Jumlah santri yang menjadi subjek penelitian sebanyak 35 peserta

(68)

peneliti dan dibantu oleh teman. Langkah-langkah yang ditempuh dalam

melakukan analisis data, yaitu:

a. Memberi skor pada setiap alternatif jawaban yang dipilih. Norma

skoring untuk pernyataan positif adalah: Sangat Setuju = 4, Setuju =

3, Tidak Setuju = 2, Sangat Tidak Setuju = 1.

b. Mentabulasi data, menghitung skor total masing-masing responden

maupun item kuesioner dan skor rata-rata responden maupun rata-rata

butir.

c. Kategorisasi faktor-faktor penyebab kenakalan remaja santri asrama

Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta

Kategorisasi faktor-faktor penyebab kenakalan remaja santri asrama

Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta tahun

ajaran 2013/2014 mengungkap faktor-faktor manakah yang paling

tinggi menyebabkan kenakalan remaja. Kategorisasi disusun

berdasarkan distribusi normal dengan model kategorisasi jenjang

ordinal. Menurut Azwar (2011: 106), kategorisasi jenjang (ordinal)

bertujuan menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang

posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang

diukur. Norma kategorisasi yang digunakan berpedoman pada norma

kategorisasi Azwar (2011: 147-148) dengan lima jenjang kategori

diagnosis yaitu, sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat

(69)

Tabel 5

Norma Kategorisasi Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak

Yogyakarta

Perhitungan Skor Keterangan

µ+ 1.5σ < X Sangat Dominan

µ + 0.5 σ < X ≤ µ+ 1.5σ Dominan µ - 0.5 σ < X ≤ µ + 0.5 σ Sedang µ- 1.5σ < X ≤ µ - 0.5 σ Kurang Dominan

X ≤ µ- 1.5σ Tidak Dominan Keterangan:

X maksimum teoritik : Hasil perkalian skor tertinggi item dengan

jumlah subjek penelitian

X minimum teoritik : Hasil perkalian skor terendah item dengan

jumlah subjek penelitian

σ (standar deviasi) : Luas jarak rentang yang dibagi dalam 6

satuan deviasi sebaran.

µ (mean teoritik) : Rata-rata teoritis dari skor maksimum dan

minimum.

Kategori di atas digunakan untuk mengelompokkan tinggi rendah faktor

penyebab kenakalan remaja santri asrama Sunan Gunung Djati.

Perhitungan dalam penggolongan norma kategorisasi adalah sebagai

berikut:

X maksimum teoritik : 4 x 35 = 140

X minimum teoritik : 1 x 35 = 35

Luas jarak : 140 – 35 = 105

σ (standar deviasi) : 105 / 6 = 17,5

(70)

Setelah dilakukan perhitungan maka didapatkan kategori skor. Kategori

skor dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6

Kategorisasi Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak

Yogyakarta

Tahun Ajaran 2013/2014

Perhitungan Skor Kategorisasi Keterangan

µ+ 1.5σ < X X > 114 Sangat Dominan

µ + 0.5 σ < X ≤ µ+ 1.5σ 96-114 Dominan µ - 0.5 σ < X ≤ µ + 0.5 σ 79-96 Sedang

µ- 1.5σ < X ≤ µ - 0.5 σ 61-79 Kurang Dominan

X ≤ µ- 1.5σ ≤ 61 Tidak Dominan Setelah perhitungan pada kategori skor didapatkan, maka dilakukan

perhitungan prosentase faktor-faktor penyebab kenakalan remaja Santri

Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta

dengan rumus dapat dilihat dibawah ini:

Prosentase Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama

Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta

Keterangan

1. Skor yang dicapai per aspek adalah hasil perkalian skor item yang

diperoleh dengan jumlah subjek penelitian dan jumlah item aspek

2. Hasil perkalian skor item maksimal dengan jumlah subjek penelitian dan

(71)

51 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian, pembahasan, dan penyusunan

program Bimbingan pribadi sosial yang relevan untuk membantu menangani

faktor kenakalan remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren

Krapyak Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014.

A. Hasil Penelitian

1. Kategorisasi Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri

Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak

Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014.

Berdasarkan hasil olahan data penelitian diketahui bahwa

Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati

Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta tampak pada tabel dibawah ini.

Tabel 7

Kategorisasi Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak

Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014

Skor f No Item Kategorisasi %

X> 114 0 0 Sangat

Dominan

0%

96-114 0 0 Dominan 0%

79-96 1 41 Sedang 1%

61-79 21 2, 9. 12, 13, 15, 18, 19, 20, 22, 26, 27, 30, 35, 38,

43, 44, 50, 54, 55, 56, 57

Kurang Dominan

36%

≤ 61 36 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 14, 16, 17, 21, 23, 24, 25, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 39, 40, 42, 45, 46, 47, 48, 49, 51, 52, 53, 58

Tidak Dominan

(72)

Tabel diatas menyatakan bahwa 1 dari 58 item penelitian masuk

dalam kategori sedang dan 21 dari 58 item penelitian masuk dalam

kategori kurang dominan dan 36 dari 58 item penelitian masuk dalam

kategori tidak dominan. Agar lebih jelas kategorisasinya dapat di lihat

pada diagram dibawah ini

Diagram 1

Kategorisasi Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapayk

Yogyakarta

Penelitian ini juga mempersentasekan faktor-faktor penyebab

kenakalan remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren

Krapyak Yogyakarta. Adapun persentase aspek tampak pada tabel berikut

(73)

Tabel 8

Persentase Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta

Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014

Aspek Frekuensi Persentase (%)

Aspek Keluarga 976 38,73 %

Aspek Sekolah 1250 42,51 %

Aspek Masyarakat 1180 44,36 %

Agar lebih jelas persentase Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja

Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak

Yogyakarta dapat dilihat pada diagram berikut ini:

38.73%

42.51%

44.36%

35.00% 36.00% 37.00% 38.00% 39.00% 40.00% 41.00% 42.00% 43.00% 44.00% 45.00%

keluarga sekolah masyarakat

Diagram 2

Diagram Persentase Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta Tahun

Ajaran 2013/2014

Berdasarkan tabel dan diagram persentase Faktor-Faktor Penyebab

Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren

Krapyak Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014 dapat diketahui bahwa skor

(74)

(44,36%) dibandingkan dengan Sekolah 1250 (42,51%) dan Keluarga 976

(38,73%). Artinya faktor masyarakat lebih berperan menyebabkan kenakalan

remaja santri asrama Sunan Gunung Djati dalam melakukan kenakalan di

bandingkan faktor sekolah dan keluarga.

2. Analisis Item Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri

Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak

Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014.

a. Aspek Masyarakat

Berdasarkan hasil perhitungan 19 item faktor-faktor penyebab

kenakalan remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok

Pesantren Krapyak Yogyakarta pada aspek masyarakat diurutkan dari

yang paling rendah sampai tertinggi hasil analisis tersebut tampak

pada gambar di bawah ini.

Diagram 2

Analisis Item Pada Aspek Masyarakat Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren

Gambar

Tabel 1 Kisi-kisi Instrumen Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan
Tabel 2 Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi Instrumen
tabel di halaman selanjutnya.
Tabel 3 Kriteria Guilford
+7

Referensi

Dokumen terkait

chosen probabilities.. The Battle of the Sexes Wrestling Opera Wrestling Joan 2,1 0,0 • Pure Strategy – Both watch wrestling – Both watch opera • Mixed Strategy – Jim chooses

Sehingga, tujuan dari penelitian ini adalah mengontrol temperatur sepanjang Γ w sedemikian hingga temperatur pada batas tersebut sesuai dengan kondisi temperatur yang

Untuk meringankan atau membantu menyelesaikan pekerjaan yang ada di MIN Demangan Kota Madiun dengan dibuatnya perancangan sistem peminjaman buku, yang kedepannya

Bahkan ketentuan tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual/HAKI (yang tersebar pada UU Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri, atau Rahasia Dagang) sudah lebih dari cukup

15.4 Calon yang masih belum menerima kelulusan perpindahan pusat peperiksaan dalam tempoh seminggu sebelum peperiksaan bertulis bagi sesuatu penggal bermula

Metode yang umumnya digunakan dalam pengamanan situs dari akses klien yang tidak terotentikasi adalah dengan sistem password, yaitu suatu cara dimana klien yang

Keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki oleh ABK tuna grahita antara lain rentang IQ yang dibawah rata-rata yang menjadikan ABK memiliki masalah dalam proses belajar, masalah

DAFTAR NAMA DOSEN PENASEHAT AKADEMIK MAHASISWA: - SOSIOLOGI - ILMU KOMUNIKASI - PISKOLOGI - ILMU POLITIK - HUBUNGAN INTERNASIONAL - ILMU PEMERINTAHAN SK PEMBIMBING.. AKADEMIK