v
N
A
H
A
B
M
E
S
R
E
P
: k u t n u n a k h a b m e s r e p u k i n i a n a h r e d e s a y r a K
AllahSWT
v i x .
1 PengeritanRemaja ... 10
.
2 C -iircri iRemaja... 12
.
3 Tuga sPerkembanganRemaja………. 1 4
.
B KenakalanRemaja... 17
.
1 PengeritanKenakalanRemaja... 17
.
2 C -iircri iKenakalanRemaja... 1 9
.
3 Bentuk-bentukKenakalanRemaja ... 1 9
.
4 Faktor-fakto ryangMempengaruh iKenakalanRemaja .. 20
.
5 DampakKenakalanRemaja ... 25
.
C Pendidikand iAsramaSunanGunungDjat i
k o d n o
P PesanrtenKrapyakYogyakatra ... 2 7
.
1 PengeritanPondokPesanrten ... 2 8
.
2 TujuanPondokPesanrten... 2 9
.
3 Mater iPelajarand iPondokPesanrten... 2 9
.
4 SistemPengajarand iPondokPesanrten ... 30
.
5 Santir ... 31
.
D Layananbimbingan ... 3 2
.
1 PengeritanBimbinganP irbad iSosial……….. 3 2
.
2 TujuanBimbinganP irbad iSosial………... 3 3
.
3 Fungs iBimbinganP irbad iSosial………... 3 4
.
E LayananBimbinganP irbad iSosialUntukMenanggulangi
a j a m e R n a l a k a n e
K Sant irAsramaSunanGunungDjat i
a tr a k a y g o Y k a y p a r K n e rt n a s e P k o d n o
i v x
n e rt n a s e P k o d n o P i t a j D g n u n u G n a n u S a m a r s A i rt n a S
4 1 0 2 / 3 1 0 2 n a r a j A n u h a T a tr a k a y g o Y k a y p a r
K ... 69
.
D Topik- ot pikBimbinganPirbad iSosial………. 7 0
P U T U N E P V B A B
.
A Kesimpulan ... 7 9
.
B Saran ... 8 0
.
C KelemahanPeneilitan……… 8 0
A K A T S U P R A T F A
D ... 81 N
A R I P M A
ii i v x
a tr a k a y g o Y k a y p a r K n e rt n a s e P k o d n o P
4 1 0 2 / 3 1 0 2 n a r a j A n u h a
T ………... 61
0 1 l e b a
T :UsulanTopik-topikBimbinganP irbad iSosial
i t a j D g n u n u G n a n u S a m a r s A i d
a tr a k a y g o Y k a y p a r K n e rt n a s e P k o d n o
1 BAB 1 PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan latar
belakang masalah, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Pada zaman sekarang ini, kemajuan dan perkembangan melaju di
berbagai bidang, informasi saat ini dapat dengan mudah menyebar ke
seluruh penjuru dunia dengan cepat. Termasuk juga penyebaran nilai-nilai
budaya juga dapat menjangkau setiap ruang di dunia ini dengan
mudahnya. Hal ini karena kemajuan dalam bidang teknologi informasi.
Oleh karena itu, jarak dan waktu tidak menjadi masalah lagi dalam dunia
sekarang ini, semua terasa begitu dekat dan cepat. Masa dunia seperti
sekarang ini biasa disebut era globalisasi.
Di era globalisasi ini, pertukaran ataupun adopsi budaya sangat
mudah terjadi, baik secara utuh maupun selektif. Akibatnya benturan
dengan nilai-nilai yang bersifat antagonis juga tak terelakkan. Pendidikan,
terutama pendidikan agama berperan penting dalam menyeleksi budaya
yang masuk yang sekirannya dapat merusak citra moral bangsa dan tidak
sesuai dengan kepribadian bangsa.
Masyarakat Indonesia dikenal religius dan sangat menjiwai dalam
beragama, berbangsa dan bernegara meskipun bukan negara yang berdasar
agama. Akan tetapi, saat ini telah terjadi dualisme pendidikan di Indonesia,
.
2 Bimbingan p irbad i sosia l pada hakekatnya merupakan usaha
h a l a s a m n a k h a c e m e m n a d i p a d a h g n e m m a l a d n a g n i b m i
b yangbersfia t
b ir
p ad idansosia.l.
.
3 Sanrt ipada hakekatnya adalah orang yang selalu mengikut iseorang
t a p a d n a u j u t n a g n e d a y n u t n e t , p a t e n e m i g r e p i n i u r u g n u p a n a m e k u r u g
10 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan pengertian remaja, tugas perkembangan remaja,
kenakalan remaja, ciri-ciri kenakalan remaja, bentuk-bentuk kenakalan remaja,
faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja remaja, dampak kenakalan
remaja, upaya mengatasi kenakalan remaja, pendidikan di Asrama Sunan Gunung
Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, pengertian Pondok Pesantren,
tujuan Pondok Pesantren, Santri, bimbingan pribadi sosial, tujuan bimbingan
pribadi sosial, fungsi bimbingan pribadi sosial.
A. Remaja Santri
Pengertian Remaja
Para ahli mengemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian
remaja. Hurlock (1994) mengatakan bahwa remaja dalam bahasa aslinya
disebut adoslescence, berasal dari Bahasa Latin yaitu adoslescere yang
artinya tumbuh. Istilah adoslescence sebenarnya memiliki istilah yang
cukup luas, mencakup kematangan mental, emosional, dan fisik.
Sedangkan menurut Darajat (1997) usia remaja merupakan masa
bergejolaknya berbagai macam perasaan yang kadang-kadang
bertentangan satu sama lain. Masa tersebut merupakan masa peralihan dari
masa kanak-kanak menjelang dewasa yang merupakan perkembangan
terakhir bagi pembinaan kepribadian, atau masa persiapan untuk
memasuki umur dewasa. Pada masa ini, problem yang dihadapi remaja
Pengaruh-pengaruh dari luar dirinya, baik itu bersifat negatif maupun
positif.
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa.
Peralihan bukan sekedar peralihan psikologis saja, tapi juga fisik.
Gejala primer dalam masa pertumbuhan seorang remaja adalah adanya
perubahan-perubahan pada fisiknya. Sedangkan perubahan psikologis
muncul antara lain karena perubahan-perubahan fisik tersebut.
Perubahan-perubahan fisik yang paling besar pengaruhnya dalam
perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh. Misalnya,
badan menjadi besar dan bertambah tinggi serta mulai berfungsinya
alat reproduksi ditandai haid pada perempuan dan mimpi basah pada
laki-laki.
Hurlock (1994) menyebutkan bahwa pada fase remaja, anak berada
dalam masa puber. Pada masa ini remaja mempunyai beberapa tugas
perkembangan, yaitu:
a. Mencari hubungan baru dengan teman sebaya.
b. Mencapai peran sosialnya.
c. Menerima dan menggunakan fisiknya secara efektif
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial dan
bertanggungjawab.
e. Mencapai kemandirian sosial.
f. Mempersiapkan perkawinan.
Mujib (2001) dalam Psikologi Islam, mengemukakan fase remaja
termasuk dalam fase baligh. Fase baligh adalah fase dimana usia anak
telah sampai dewasa. Usia ini anak telah memiliki kesadaran penuh
akan dirinya, sehingga dia diberi beban tanggung jawab (taklif),
terutama tanggung jawab sosial dan agama. Para ahli mengemukakan
bahwa secara teoritis dan empiris dari segi psikologi, masa remaja
dibagi menjadi dua yaitu masa remaja awal dan masa remaja akhir.
2. Ciri-ciri Remaja
Masa remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan
periode sebelumnya. Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (1994), adalah
sebagai berikut:
a. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan
yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada
individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan
selanjutnya.
b. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan
masa kanak-kanak belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status
remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba
gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat
c. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi
perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri),
perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri, yang dicari remaja
berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya
dalam masyarakat.
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan
demikian karena remaja sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang
baik.
f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung
memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat
dirinya sendiridan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan
sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
g. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan
atau kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia
sebelumnya dan didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau
sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras,
menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka
menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra.
Adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, kecenderungan
lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas
perkembangan dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab
3. Tugas Perkembangan Remaja
Menurut Garrison (dalam Al-Mighwar, 2006) ada 6 kelompok
pembagian tugas perkembangan remaja yaitu :
a. Menerima Keadaan Jasmani.
Pada periode pra-remaja (periode pubertas), anak tumbuh cepat yang
mengarahkannya pada bentuk orang dewasa. Pertumbuhan ini diiringi
juga oleh perkembangan sikap dan citra diri. Mereka memiliki
gambaran diri seolah-olah sebagai model pujaannya. Remaja wanita
biasanya sering mendambakan wajahnya secantik bintang film
pujaannya, sementara remaja laki-laki sering berkhayal menjadi
seorang pahlawan pujaannya. Mereka sering membandingkan dirinya
dengan teman-teman sebayanya, sehingga akan cemas bila kondisinya
tidak seperti model pujaannya atau teman-teman sebayanya. Pada masa
remaja, hal itu semakin berkurang, dan mereka mulai menerima
kondisi jasmaninya, serta memelihara dan memanfaatkannya seoptimal
mungkin.
b. Memperoleh Hubungan Baru dan Lebih Matang dengan Teman
Sebaya Antara Dua Jenis Kelamin.
Kematangan seksual yang dicapai sejak awal masa remaja mendorong
Remaja diharapkan bisa mencari dan mendapatkan teman baru yang
berlainan jenis. Mereka ingin mendapat penerimaan dari kelompok
teman sebaya lawan jenis ataupun sesama jenis agar merasa
dibutuhkan dan dihargai.kematangan fisik dan psikis banyak
mempengaruhi penerimaan teman-teman sekelompok remaja dalam
pergaulannya. Tanpa penerimaan teman sebaya, dia akan mengalami
berbagai gangguan perkembangan psikis dan social, seperti
membentuk geng sendiri yang berperilaku mengganggu orang lain.
c. Menerima kondisi dan belajar hidup sesuai jenis kelaminnya.
Sejak masa puber, perbedaan fisik antara laki-laki dan wanita tampak
jelas lalu berembang matang pada masa dewasa. Apabila bentuk
tubuhnya tidak memuaskan, mereka menyesali diri sebagai laki-laki
atau wanita. Padahal, mereka seharusnya menerima kondisinya dengan
penuh tanggung jawab. Remaja laki-laki harus bersifat maskulin, lebih
banyak memikirkan soal pekerjaan sedangkan remaja wanita harus
bersifat feminine, memikirkan pekerjaan yang berkaitan dengan urusan
rumah tangga dan pola asuh anak.
d. Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya.
Bebas dari kebergantungan emosional merupakan tugas perkembangan
penting yang dihadapi remaja. Apabila tidak memiliki kebebasan
dewasa, tidak bisa membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab
atas pilihan yang ditempuhnya.
e. Mendapatkan kesanggupan berdiri sendiri dalam hal-hal yang
berkaitan dengan masalah ekonomi.
Tugas lainnya adalah kesanggupan berdiri sendiri dalam masalah
ekonomi karena kelak mereka akan hidup sebagai orang dewasa.
f. Memperoleh nilai-nilai dan falsafah hidup.
Sejumlah penelitian membuktikan bahwa masalah yang berkaitan
dengan kehidupan dan falsafah hidup seperti tujuan hidup, perilaku
dirinya, keluarganya dan orang lain, serta soal keagamaan menjadi
daya tarik tersendiri bagi remaja. Para remaja memang diharapkan
memiliki pola pikir, sikap perasaan, dan perilaku yang menuntun dan
mewarnai berbagai aspek kehidupannya dalam masa dewasa kelak.
Dengan demikian mereka memiliki kepastian diri, tidak mudah
bingung, tidak mudah terbawa arus kehidupan yang terus berubah yang
pada akhirnya tidak mendapatkan kebahagiaan.
Garisson (2006) membagi masa remaja menjadi remaja awal dan
akhir. Menurutnya, tugas-tugas perkembangan remaja awal adalah:
a. Mampu mengotrol diri sendiri seperti orang dewasa.
Remaja awal diharapkan mampu mengontrol segala perbuatannya.
Timbulnya tugas perkembangan ini akibat bertambahnya pekerjaan
b. Mendapat kebebasan.
Tugas perkembangan lainnya bagi remaja awal adalah mendapatkan
kebebasan. Maksudnya, remaja awal diharapkan belajar dan berlatih
untuk menentukan pilihan, membuat keputusan dan bertanggung jawab
dengan kebebasan ini remaja awal diharapkan tidak lagi bergantung
pada orang tua dan orang dewasa lainnya.
c. Bergaul dengan teman-teman lawan jenis.
Rasa simpati, rasa tertarik untuk selalu bersama-sama dengan lawan
jenisnya mulai di dasari oleh remaja awal, meskipun mereka masih
meragukan apakah lawan jenisnya tertarik kepadanya, merasa malu
untuk saling mendekat dan saling bergaul, merasa bimbang pada daya
tarik dirinya sendiri bagi lawan jenisnya, sehingga tidak sedikit remaja
yang tidak mau berpacaran.
d. Memiliki citra diri yang nyata.
Remaja awal juga diharapkan mampu menilai kondisi dirinya secara
apa adanya. Maksudnya, mampu mengukur kelebihan dan
kekurangannya serta dapat menerima, memelihara dan
memanfaatkannya semaksimal mungkin, dan mampu mengukur apa
saja yang disenangi atau tidak disenangi oleh teman-teman sebayanya.
B. Kenakalan Remaja
1. Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah juvenile delinquent
anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat
khas pada periode remaja. Sedangkan delinquent berarti terabaikan,
mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal,
anti sosial, kriminal, pelanggaran aturan, pembuat ribut, pengacau,
peneror, dan sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja
adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, merupakan
gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang
disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka
mengembangkan bentuk perilaku menyimpang (Kartono, 2008).
Sedangkan menurut Basri (1996) etimologi kenakalan remaja
berarti suatu penyimpangan tingkah laku yang dilakukan oleh remaja
sehingga mengganggu ketentraman diri sendiri dan orang lain.
Menurut Kartono (2008) kenakalan remaja juga merupakan bagian dari
sosiopatik atau penyakit sosial. Sosiopatik yaitu semua tingkah laku
yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola
kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun
bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal.
Gejala sosiopatik itu sendiri dapat berupa penyimpangan tingkah
laku dari kebiasaan dan norma yang berlaku, struktur sosial yang
menyimpang, peranan-peranan sosial, status dan interaksi sosial yang
keliru, penyimpangan tingkah laku tersebut pada suatu tempat dapat
sangat ditolak, meskipun di tempat lain dan waktu yang berbeda dapat
Melalui beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kenakalan remaja ialah tindakan perbuatan remaja yang bertentangan
dengan hukum, agama, norma-norma masyarakat sehingga akibatnya
dapat merugikan orang lain, mengganggu ketentraman umum dan juga
merusak diri sendiri.
2. Ciri-ciri Kenakalan Remaja
Agar bisa membedakan kenakalan remaja dengan aktivitas yang
menunjukkan ciri khas remaja perlu diketahui ciri-ciri kenakalan
remaja yaitu:
a. Harus terlihat adanya perbuatan atau tingkah laku yang bersifat
pelanggaran hukum yang berlaku dan pelanggaran nilai-nilai
moral.
b. Kenakalan tersebut mempunyai tujuan yang asosial yakni
dengan perbuatan atau tingkah laku tersebut bertentangan
dengan nilai atau norma sosial yang ada di lingkungan
hidupnya.
c. Kenakalan remaja dapat dilakukan oleh seorang remaja atau
dapat juga dilakukan bersama-sama dalam suatu kelompok
remaja.
3. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja
Bentuk-bentuk dan tingkat kenakalan remaja secara kualitatif dapat
a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain,
misalnya: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan
dan lain-lain.
b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, misalnya:
perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, perampokan dan
lain-lain.
c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak lain,
misalnya: pelacuran, penyalahgunaan obat.
d. Kenakalan yang melawan status, misalnya: membolos, minggat
dari rumah.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kenakalan remaja, yaitu faktor keluarga, sekolah dan masyarakat
Kartono (2003).
a. Faktor Keluarga
Keluarga merupakan kesatuan terkecil dalam masyarakat namun
menempati kedudukan yang primer dan fundamental. Keluarga
pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan
masing-masing anggotanya terutama remaja yang masih dalam
bimbingan tanggungjawab orangtuanya. Pengaruh keluarga
1) Keluarga tidak harmonis
Dikatakan tidak harmonis apabila struktur keluarga tidak
utuh lagi dan interaksi diantara keluarga tidak berjalan
dengan baik. Masa remaja adalah masa dimana seseorang
mengalami saat kritis sebab ia akan menginjak ke masa
dewasa. Proses perkembangan yang serba sulit membuat
remaja membutuhkan bantuan dan perhatian dari
orang-orang terdekatnya terutama keluarganya. Masalah keluarga
broken home bukanlah hal baru tetapi merupakan masalah
utama dalam akar-akar kehidupan remaja.
2) Pendidikan yang salah
Pendidikan yang baik akan mengembangkan pribadi yang
dewasa bagi anak namun pendidikan yang salah dapat
membawa akibat tidak baik bagi perkembangan anak .
3) Komunikasi antar keluarga yang tidak baik
Hal ini ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog
yang baik antar anggota keluarga, keadaan ini akan
memunculkan rasa frustasi dan jengkel pada anak-anak.
Bila orangtua tidak memberikan kesempatan dialog dan
komunikasi dalam arti yang sungguh-sungguh yaitu bukan
basa-basi atau sekedar bicara pada hal-hal yang penting
saja, anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan
dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa
kanak-kanak dan masa berikutnya karena orangtua selalu
menyibukkan diri sehingga kebutuhan cinta kasih
terabaikan pada akhirnya membuat anak menjadi terlantar
dalam kesendirian.
b. Faktor sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua setelah keluarga.
Terkadang tidak menutup kemungkinan sekolah menjadi
penyebab dari timbulnya perilaku kenakalan remaja, hal ini bisa
bersumber dari guru, fasilitas pendidikan dan lain-lain.
1) Faktor guru
Kemampuan guru juga menentukan dalam usaha membina
murid. Guru tidak hanya sekedar menguasai materi tapi
bagaimana dia mampu menggunakan metode mengajar yang
tepat sehingga akan memunculkan ketertarikan murid pada
pelajaran tersebut. Guru yang baik tahu bagaimana caranya
menghargai usaha khusus yang telah dilakukan murid.
Mereka juga tahu bagaimana menciptakan keadaan dimana
remaja merasa nyaman terhadap dirinya sendiri dan tahu
bagaimana menghadapi remaja yang tidak menganggap
pergi ke sekolah sebagai suatu hal yang penting untuk
dilakukan, berbeda dengan guru yang bekerja tanpa dedikasi
tanggungjawab biasanya bersikap tidak peduli dengan
masalah murid. Akibatnya murid menjadi korban, kelas
kacau, murid menjadi terlantar, disiplin murid menjadi
menurun dan inilah yang bisa menjadi sumber kenakalan
sebab guru tidak memberikan perhatian penuh pada
tugasnya.
2) Faktor Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan dalam hal ini adalah gedung, alat-alat
sekolah, fasilitas belajar dan lingkungan sosial lainya
dimana lingkungan sekolah yang tidak teratur, kotor, tidak
ada tanam-tanaman akan menimbulkan kebosanan.
Kurangnya fasilitas atau alat-alat yang membantu kelancaran
pendidikan membuat murid kesulitan dalam belajar dan
tugas guru akan menjadi lebih berat. Selain itu,
ketidaklengkapan fasilitas pendidikan dapat menyebabkan
penyaluran bakat serta keinginan murid-murid menjadi
terhalang sehingga ketika semuanya tidak dapat tersalur
pada masa sekolah, mungkin akan mencari penyaluran pada
hal-hal yang negatif.
c. Faktor Masyarakat
1) Kurangnya pelaksanaan ajaran agama
Masyarakat dapat pula menjadi penyebab munculnya
masyarakat yang kurang sekali dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, padahal dalam ajaran agama banyak
sekali hal-hal yang dapat membantu pembinaan remaja.
Masyarakat yang kurang beragama tersebut merupakan
sumber munculnya perilaku kejahatan dimana tingkah laku
tersebut akan mudah mempengaruhi remaja yang sedang
berada dalam masa perkembangan.
2) Masyarakatnya yang kurang memperoleh pendidikan
Keterbelakangan pendidikan banyak terjadi dalam
masyarakat dan hal ini berpengaruh pada bagaimana cara
orangtua mendidik anak-anaknya dimana kurang memahami
perkembangan jiwa anak, bagaimana membantu kea rah
pendewasaan anak dan bagaimana membantu usaha sekolah
dalam meningkatkan kecerdasan anak sehingga sering
membiarkan saja keinginan anak-anaknya.
Lingkungan dengan tingkat pendidikan yang rendah,
sehingga banyak pengangguran dan kemiskinan akan
berpengaruh pada kehidupan remaja, asumsinya adalah
seseorang belajar menjadi kriminal karena interaksi. Apabila
lingkunganya cenderung tidak baik, maka seseorang akan
mempunyai kemungkinan besar untuk belajar tentang teknik
dan nilai-nilai yang ada dan memungkinkan untuk
3) Pengaruh norma-norma baru dari luar
Kebanyakan anggota masyarakat beranggapan bahwa setiap
norma yang datang dari luar itulah yang benar, melalui
sarana televisi atau media massa, pergaulan sosial, model
dan sebagainya. Remaja biasanya dengan mudah menelan
apapun yang dilihatnya namun terkadang bertentangan
dengan masyarakat yang masih berpegang pada
norma-norma asli yang bersumber pada agama dan adat istiadat.
Pertentangan juga dapat timbul dari dalam diri remaja
sendiri, yakni ketika norma-norma yang dianut dari rumah
(keluarga) bertolak belakang dengan norma masyarakat yang
menyimpang dari norma keluarga.
Apabila secara terus-menerus terjadi konflik pada remaja
yakni antara keinginannya dengan tuntutan masyarakatnya,
maka akan timbul perilaku salah suai yang nantinya
menimbulkan tingkah laku negative seperti menentang atau
bermusuhan dengan dapat merugikan orang lain,
mengganggu ketentraman umum dan juga merusak diri
sendiri.
5. Dampak Kenakalan Remaja
Remaja yang labil umumnya rawan sekali melakukan hal-hal yang
negatif, di sinilah peran orang tua. Orang tua harus mengontrol dan
tertentu.Namun, bagi sebagian anak remaja, larangan-larangan tersebut
malah dianggap hal yang buruk dan mengekang mereka. Akibatnya,
mereka akan memberontak dengan banyak cara. Tidak menghormati,
berbicara kasar pada orang tua, atau mengabaikan perkataan orang tua
adalah contoh kenakalan remaja dalam keluarga.
Dampak kenakalan remaja yang paling nampak adalah dalam hal
pergaulan. Sampai saat ini, masih banyak para remaja yang terjebak
dalam pergaulan yang tidak baik. Mulai dari pemakaian obat-obatan
terlarang sampai seks bebas. Menyeret remaja pada sebuah pergaulan
buruk memang relatif mudah, dimana remaja sangat mudah
dipengaruhi oleh hal-hal negatif yang menawarkan kenyamanan semu.
Akibat pergaulan bebas inilah remaja, bahkan keluarganya, harus
menanggung beban yang cukup berat.
Kenakalan dalam bidang pendidikan memang sudah umum terjadi,
namun tidak semua remaja yang nakal dalam hal pendidikan akan
menjadi sosok yang berkepribadian buruk, karena mereka masih cukup
mudah untuk diarahkan pada hal yang benar. Kenakalan dalam hal
pendidikan misalnya, membolos sekolah, tidak mau mendengarkan
guru, tidur dalam kelas dan lain-lain.
Kriminalitas bisa menjadi salah satu dampak kenakalan remaja.
Remaja yang terjebak hal-hal negatif bukan tidak mungkin akan
memiliki keberanian untuk melakukan tindak kriminal. Mencuri demi
C. Pendidikan di Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren
Krapyak Yogyakarta
Pesantren atau pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan
Islam yang cukup unik keren memiliki elemen dan karakteristik yang
berbeda dengan lembaga pendidikan Islam lainnya. Elemen-elemen Islam
yang paling pokok, yaitu: pondok atau tempat tinggal para santri, masjid,
kitab-kitab klasik, kyai dan santri. Kelima elemen inilah yang menjadi
persyaratan terbentuknya sebuah pcsantren, dan masing-masing elemen
tersebut saling terkait satu sama dengan lain untuk tercapainya tujuan
pesantren, khususnya, dan tujuan pendidikan Islam, pada umumnya, yaitu
membentuk pribadi muslim seutuhnya (insan kamil).
Adapun yang dimaksud dengan pribadi muslim seutuhnya adalah
pribadi ideal meliputi aspek individual dan sosial, aspek intelektual dan
moral, serta aspek material dan spiritual. Sementara, karakteristik
pesantren muncul sebagai implikasi dari penyelenggaraan pendidikan yang
berlandaskan pada keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian (menolong diri
sendiri dan sesama), ukhuwwah diniyyah dan islamiyyah dan kebebasan.
Dalam pendidikan yang seperti itulah terjalin jiwa yang kuat, yang sangat
menentukan falsafah hidup para santri.
Penyelenggaraan pendidikan pesantren berbentuk asrama yang
merupakan komunitas tersendiri dibawah pimpinan kyai atau ulama,
dibantu seorang atau beberapa ustadz (pengajar) yang hidup
gedung-gedung sekolah atau ruang-ruang belajar sebagai pusat kegiatan
belajar-mengajar serta pondok-pondok sebagai tempat tinggal para santri.
Kegiatan pendidikannya pun diselenggarakan menurut aturan pesantren itu
sendiri dan didasarkan atas prinsip keagamaaan. Selain itu, pendidikan dan
pengajaran agaman Islam tersebut diberikan dengan metode khas yang
hanya dimiliki oleh pesantren.
1. Pengertian Pondok Pesantren
Daradjat (1997) mengemukakan bahwa Pondok Pesantren adalah
asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal dan
belajar bersama di bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang
biasa disebut “Kyai”. Dalam sebuah pesantren sekurang-kurangnya
biasanya terdiri dari tiga unsur, yaitu:
a. Kyai, yaitu sebagai guru yang mengajarkan ilmu kepada para
murid, biasanya kedudukanya sebagai pengasuh atau pemegang
kendali pesantren.
b. Santri, yaitu para murid yang belajar di pesantren, baik dia
tinggal menetap di pesantren tersebut maupun tidak.
c. Masjid, selain sebagai tempat ibadah, di pesantren masjid
biasanya sekaligus berfungsi sebagai sentral kegiatan belajar
2. Tujuan Pondok Pesantren.
Menurut Daradjat (1997), tujuan pondok pesantren dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:
a. Tujuan umum, yakni mempersiapkan para santri untuk menjadi
orang yang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai
serta mengamalkannya dalam masyarakat.
b. Tujuan khusus, yakni membimbing anak didik untuk menjadi
manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu
agamanya menjadi muballigh Islam dalam masyarakat sekitar
dengan ilmu dan amalannya.
Dari tujuan di atas, dapat disimpulkan bahwa pesantren
sebagai salah satu sub sistem pendidikan nasional, maka
tujuannya pun harus bersifat integral, yaitu dapat menampung
cita-cita ulama sekaligus negara.
3. Materi Pelajaran di Pondok Pesantren
Daradjat (1997) mengemukakan bahwa sebagian besar mata
pelajaran pondok pesantren terbatas pada kajian ilmu yang secara
langsung membahas masalah aqidah, syari’ah, dan bahasa arab, antara
lain Al Qur’an dengan tajwid dan tafsirnya, aqidah, fiqh dan ushul
fiqhnya, hadist dengan musthola’ah hadistnya, bahasa Arab dengan
alatnya seperti nahwu, shorf, bayan, ma’anii, badi’, tarikh, manthiq,
Namun demikian, pada masa sekarang ini kebanyakan pondok
pesantren telah memiliki sistem pendidikan yang lebih modern, yaitu
dengan mendirikan madrasah sebagai lembaga pendidikan formal yang
berada dibawah naungan pondok pesantren. Mengenai kurikulum yang
dipakai biasanya perpaduan antara kurikulum dari pemerintah dan
pondok pesantren. Jadi bagi santri selain mengaji, mereka juga bisa
mendapatkan pendidikan secara formal di madrasah.
4. Sistem Pengajaran di Pondok Pesantren
Secara garis besar, pengajaran di Pondok Pesantren ada dua macam
cara, yaitu:
a. Sorogan
Berasal dari kata Bahasa Jawa yang berarti sodoran atau
yang disodorkan. Maksudnya suatu sistem belajar secara individu,
dimana santri menyetorkan hasil belajarnya, baik berupa membaca
Al Qur’an, kitab, atau telaahnya kepada kyai secara berhadapan
langsung. Dengan begitu akan terjadi saling mengenal yang lebih
akrab antara kyai dan santri, selain itu juga dapat menciptakan
hubungan kyai-santri yang dekat karena kyai dapat mengenal
santrinya secara lebih mendalam baik kemampuannya maupun
pribadinya secara satu persatu.
Kyai senantiasa berorientasi pada satu tujuan, yaitu selalu
berusaha santri tidak hanya bisa membaca kitab saja, tetapi juga
b. Bandongan
Hasbullah (1999) menyatakan bandongan sering disebut
juga halaqoh, dimana dalam pengajian, seorang Kyai membaca
sebuah kitab, sedang para santri membawa kitab yang sama
kemudian mendengarkan dan menyimak bacaan atau dari Kyai.
Kitab-kitab yang di pelajari adalah kitab kuning, taqrib dan La
tahzan.
5. Santri
Menurut Madjid (1997) asal-usul kata santri, ada dua pendapat
yang bisa dijadikan acuan. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa
santri berasal dari kata Sastri, sebuah kata dari bahasa sansekerta yang
berarti melek huruf. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa kata
santri berasal dari kata bahasa Jawa Cantrik yang artinya orang yang
selalu mengikuti seorang guru kemanapun guru ini pergi menetap,
tentunya dengan tujuan dapat belajar mengenai suatu keahlian darinya.
Menurut Dhofier (1998) santri dapat digolongkan menjadi dua
kelompok menurut statusnya, yaitu:
a. Santri Mukim, yakni santri yang menetap di pondok pesantren,
biasanya berasal dari daerah yang jauh.
b. Santri Kalong, yakni santri yang tidak menetap di pondok
pesantren, mereka nglaju, atau pulang-pergi untuk mengikuti
pelajaran di pesantren. Biasanya berasal dari desa atau
Santri memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan dan juga hak
yang dapat dituntut bila tidak sesuai dengan peraturan. Sedangkan
yang paling berkaitan erat dengan kenakalan remaja disini adalah
mengenai santri sebagai remaja yang tinggal dalam Pondok Pesantren.
Selain kewajiban yang tetuang dalam undang-undang tersebut, pada
umumnya setiap sekolah atau lembaga pendidikan lainnya juga
memiliki peraturan tertentu yang khusus berlaku di sekolah itu saja.
Begitu juga dengan asrama sunan gunung djati, disini juga memiliki
peraturan-peraturan yang khusus diterapkan pada para santri
penghuninya. Maka apabila dengan sengaja melanggar ketentuan atau
peraturan tersebut maka dapat disebut sebagai tindakan menyimpang
atau kenakalan dan anak atau siswa pelakunya disebut anak nakal.
D. Layanan Bimbingan Pribadi Sosial
1. Pengertian bimbingan Pribadi Sosial
Ahmadi (1991) mengemukakan bahwa bimbingan pribadi sosial
adalah seperangkat usaha bantuan kepada peserta didik agar dapat
menghadapi sendiri masalah-masalah pribadi dan sosial yang
dialaminya, mengadakan penyesuaian pribadi dan sosial, memilih
kelompok sosial serta berdaya upaya sendiri dalam memecahkan
masalah-masalah pribadi dan sosial yang dialaminya.
Yusuf (2005) mengemukakan bahwa bimbingan pribadi sosial
adalah bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan
2. Tujuan Bimbingan Pribadi Sosial
Yusuf (2005) mengemukakan tujuan yang ingin dicapai dari
bimbingan pribadi sosial antara lain:
a. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai
keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik
dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman
sebaya, sekolah, tempat kerja maupun masyarakat pada umumnya.
b. Memiliki sikap toleran terhadap umat beragama lain dengan saling
menghormati dan memelihara hak dan kewajibanya
masing-masing..
c. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan
oranglain.
3. Fungsi Bimbingan Pribadi Sosial
Rima ( 2007) mengemukakan berbagai fungsi bimbingan pribadi sosial
yaitu
a. Belajar berkomunikasi yang lebih sehat sebagai media pelatihan
bagi individu untuk berkomunikasi secara lebih sehat dengan
lingkunganya.
b. Belajar untuk mengungkapkan diri secara penuh dan utuh melalui
bimbingan pribadi sosial diharapkan individu dapat dengan
spontan, kreatif, inovatif dalam mengungkapkan perasaan,
c. Berubah menuju pertumbuhan pada bimbingan pribadi sosial
konselor secara berkesinambungan memfasilitasi individu agar
mampu menjadi agen perubahan bagi dirinya dan lingkunganya.
Konselor juga berusaha membantu individu sedemikian rupa
sehingga individu mampu menggunakan segala sumber daya yang
dimilikinya untuk berubah.
d. Menghilangkan gejala-gejala yang disfungsional. Konselor
membantu individu dalam menghilangkan atau menyembuhkan
gejala yang mengganggu sebagai akibat dari krisis.
e. Pemahaman diri secara penuh dan utuh. Individu memahami
kelemahan dan kekuatan yang ada dalam dirinya, serta kesempatan
dan tantangan yang ada diluar dirinya. Pada dasarnya melalui
bimbingan pribadi sosial diharapkan individu mampu mencapai
tingkat kedewasaan dan kepribadian yang utuh dan penuh seperti
yang diharapkan, sehingga individu tidak memiliki kepribadian
yang terpecah lagi dan mampu mengintegrasi diri dalam segala
aspek kehidupan secara utuh, selaras, serasi dan seimbang.
f. Berlatih tingkah laku baru yang lebih sehat. Bimbingan pribadi
sosial digunakan sebagai media untuk menciptakan dan berlatih
perilaku baru yang lebih sehat.
g. Individu mampu bertahan melalui bimbingan pribadi sosial
dapat menerima keadaan dengan lapang dada dan mengatur
kembali kehidupanya dengan kondisi yang baru
E. Layanan Bimbingan pribadi sosial untuk Menanggulangi Kenakalan
Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren
Krapyak Yogyakarta
Upaya untuk mencegah dan mengatasi kenakalan remaja ada tiga tindakan,
yaitu:
a. Tindakan Preventif yaitu segala tindakan yang bertujuan mencegah
timbulnya kenakalan. Upaya ini bisa dilakukan dengan beberapa
pendekatan, misalnya pendekatan psikologis dan keagamaan. Ini
adalah usaha yang paling mudah dan efektif untuk dilakukan, karena
bersifat pencegahan, karena jika kenakalan sudah meluas akan lebih
sulit untuk menanggulanginya. Namun demikian, upaya ini tidak bisa
dilakukan secara sepihak, tetap harus melibatkan orang lain. Upaya ini
menurut ruang lingkupnya terbagi menjadi tiga, yaitu: 1)Dalam
keluarga 2) Dalam sekolah 3) Dalam masyarakat.
b. Tindakan Represif yaitu tindakan untuk memberikan tekanan dan
menahan kenakalan yang lebih parah. Adapun jenis dan proses
pelaksanaan dari upaya ini antara lain: 1) Anak dikembalikan kepada
orang tuanya atau walinya 2) Dijatuhi hukuman.
Dalam hal pelaksanaanya hendaknya usaha yang dilakukan, baik
berupa pengusutan, penahanan, penuntutan, maupun hukuman yang
Sebaiknya menghindari anggapan bahwa mereka jahat dan pantas
dihukum atau dibenci, tapi anggaplah mereka orang baik yang terlanjur
berbuat kesalahan karena suatu sebab. Jika pelaksanaan upaya tersebut
dapat dilaksanakan dengan penuh pengertian dan kasih sayang maka
tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.
c. Tindakan Kuratif dan rehabilitasi adalah revisi akibat perbuatan nakal
terutama individu yang telah melakukan kenakalan tersebut. Menurut
Kartono (2008) diantara bentuk-bentuk pelaksanaan dari upaya ini
adalah:
1) Menghilangkan semua sebab-sebab kenakalan remaja.
2) Melakukan perubahan lingkungan.
3) Memberi latihan pada remaja untuk hidup tertib.
4) Memanfaatkan waktu senggang untuk kegiatan positif.
5) Memperbanyak lembaga pelatihan kerja bagi remaja.
6) Menggiatkan organisasi pemuda atau remaja dengan
program-program latihan voksional untuk mempersiapkan remaja dalam
pasaran kerja.
Tindakan ini tidak hanya ditujukan pada anak atau remaja yang
bersangkutan saja, tetapi juga pada orang tua maupun pengasuh juga,
agar supaya mereka memperoleh pengetahuan tentang cara yang lebih
37 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan
metodologi penelitian, yaitu jenis penelitian, variabel penelitian, subyek
penelitian, instrumen penelitian/alat ukur dan teknik analisis data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei.
Menurut Furchan (2005) penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh
informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan. Menurut Rahmat
(2000) penelitian deskriptif bertujuan mengidentifikasikan masalah atau
memeriksa kondisi dan praktek yang berlaku. Tujuan penelitian deskriptif adalah
melukiskan variabel atau kondisi “apa yang ada” dalam suatu situasi (Furchan,
2005). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor yang paling
dominan tinggi penyebab kenakalan remaja santri putra Asrama Sunan Gunung
Djati Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta Tahun Ajaran
2013/2014.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah para santri yang bermukim di Asrama Sunan
Gunung Djati tahun ajaran 2013/2014. Peneliti memilih asrama Sunan Gunung
Djati sebagai tempat penelitian karena (1) asrama Sunan Gunung Djati mudah
dijangkau oleh peneliti. (2) Santri asrama Sunan Gunung Djati tergolong remaja
dengan usia rata-rata 12-16 tahun. Sampel penelitian ini sebanyak 35 santri, dari
350 santri. Sampel penelitian ini diambil dengan teknik Sampling Purposive.
sampel dengan pertimbangan tertentu yaitu pertimbangan dengan berdasarkan
usia remaja antara 12 sampai 16 tahun dan domisili subjek dari berbagai daerah di
pulau Jawa.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner faktor penyebab
kenakalan remaja. Menurut Arikunto, (2002) angket atau kuesioner adalah
sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya.
Kuesioner ini menggunakan 3 variabel yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan
faktor masyarakat. Kuesioner dirancang untuk mengetahui faktor-faktor yang
dominan menyebabkan kenakalan remaja santri asrama Sunan Gunung Djati
Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.
1. Format Pernyataan
Kuesioner ini berbentuk pernyataan tertutup dengan menyediakan empat
jawaban pada setiap itemnya. Pernyataan yang disajikan dibedakan
menjadi pernyataan favorable dan unfavorable yaitu:
a. Untuk pernyataan yang mendukung (favorable) mencerminkan aspek
penyebab kenakalan remaja santri asrama Sunan Gunung Djati.
b. Untuk pernyataan yang tidak mendukung (unfavorable) atau yang
tidak mengarah terhadap aspek penyebab kenakalan remaja santri
2. Penentuan Skor (scoring)
Penentuan skor untuk setiap jawaban dari item-item pernyataan adalah
sebagai berikut:
a. Untuk pernyataan yang tidak mendukung (unfavorable) atau yang
tidak mengarah terhadap aspek penyebab kenakalan remaja, jawaban
“Sangat Setuju” (SS) diberi skor 1, “Setuju” (S) diberi skor 2, “Tidak
Setuju” (TS) diberi skor 3dan “Sangat Tidak Setuju” (STS) diberi skor
4.
b. Untuk pernyataan yang mendukung (favorable) atau yang
mencerminkan aspek penyebab kenakalan remaja, jawaban “Sangat
Setuju” (SS) diberi skor 4, “Setuju” (S) diberi skor 3, “Tidak Setuju”
(TS) diberi skor 2 dan “Sangat Tidak Setuju” (STS) diberi skor 1.
Subyek diminta untuk memilih satu dari empat alternatif jawaban yang
disediakan peneliti pada setiap pernyataan, dengan memberikan tanda
centang (√) pada alternatif jawaban. Guna mengungkap penyebab
kenakalan responden, keseluruhan jawaban diakumulasi. Semakin tinggi
skor total pada item-item yang tidak mendukung (unfavorable), maka
semakin rendah penyebab kenakalan para santri. Demikian pula
sebaliknya, semakin tinggi skor total pada item-item yang mendukung
(favorable), maka semakin tinggi penyebab kenakalan para santri. Tingkat
kemampuan tersebut nampak konsistensi munculnya/tampilnya perilaku
tersebut. Indikator-indikator untuk menyusun kuesioner dibuat
3. Kisi-kisi Instrument
Kisi-kisi instrument disusun berdasarkan faktor-faktor penyebab
kenakalan remaja. Kisi-kisi item kenakalan remaja pada Santri Asrama
Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta Tahun ajaran
2013/2014 sebelum uji coba dapat dilihat pada tabel di halaman
selanjutnya.
Tabel 1
Kisi-kisi Instrumen Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati
(sebelum uji coba)
Aspek Indikator No Item Jumlah Favorable Unfavorable
Keluarga Kurangnya pendidikan agama dalam keluarga
2, 3 1, 4, 5 5
Pendidikan yang salah dari orangtua 6, 7, 9, 10 8 5 Kondisi rumah tangga yang tidak
harmonis
13, 14 11,12, 15, 16
6
Komunikasi yang kurang baik antara orangtua dan anak
17,19, 20, 25
18, 21, 22, 23, 24
9
Sekolah Pendidik tidak bias menciptakan suasana proses belajar yang baik
26 27, 28, 29, 30, 31, 32
7
Pengaruh pergaulan dari teman sebaya di sekolah
35, 36, 37, 38
33, 34 6
Kurangnya organisasi dalam sekolah
41, 44, 45 39, 40, 42, 43, 43
8
Fasilitas sarana dan prasarana kurang memadai
46 47, 48, 49 4
Masyara kat
Pengaruh teman sebaya dirumah 52, 55, 56 50,51, 53, 54
6
Kurangnya sarana pemanfaatan waktu dengan kegiatan positif bagi remaja
59, 60, 61 57, 58 5
Pengaruh media massa 69, 70 66, 67, 68 5 Kurangnya pendidikan keagamaan
dalam masyarakat
64 62, 63, 65 4
D. Validitas dan Reliabilitas
Instrumen penelitian digunakan untuk memperoleh hasil olah data
tentang variabel. Alat ukur tersebut harus valid dan reliabel.
1. Validitas
Validitas merupakan taraf kemampuan sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Saifudin,
2001). Dari cara estimasinya yang disesuaikan dengan sifat dan fungsi
setiap test, validitas pada umumnya digolongkan dalam tiga kategori, yaitu
validitas isi, validitas konstrak, dan validitas berdasarkan kriteria.
Validitas kuesioner ini adalah validitas isi. Sebagaimana namanya,
validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap
isi test dengan analisis rasional atau lewat professional judgement
(Saifudin, 2001).
Dalam penelitian ini validitas isi diperiksa oleh Juster Donal
Sinaga, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi di Program Studi
Bimbingan dan Konseling, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Juster
Donal Sinaga, M.Pd., memberi koreksi dan masukan untuk lebih
memperhatikan pernyataan dalam item. Pertama, membuat pernyataan
item yang favorable dan unfavorabel. Kedua, menghilangkan kata yang
bernuansa frekuensi pada pernyataan, misalnya “teman-teman sering
mengajak saya berkelahi dengan sekolah lain”. Kata “sering” sebaiknya
dihilangkan saja sehingga menjadi “teman-teman mengajak saya berkelahi
tentang kenakalan remaja. Selain itu, validitas isi juga diperiksa oleh Drs.
Margono, Beliau adalah guru BK SMP Negeri 1 Yogyakarta memberi
koreksi dan masukan mengenai penulisan item dan tanda baca. Kata
“mempukul” yang benar memukul. Pemeriksaan ini dilakukan guna
menelaah kualitas konstruk secara logis dari setiap butir item pernyataan
kuisioner kenakalan remaja santri yang disusun oleh peneliti.
Validitas isi mencari sejauh mana isi test mencerminkan ciri atribut
yang hendak diukur. Dikarenakan estimasi validitas ini tidak melibatkan
perhitungan statistik apapun melainkan hanya analisis rasional, maka bisa
terjadi perbedaan pendapat mengenai sejauh mana validitas isi suatu tes
tercapai, maka diperlukan untuk mengetahui koefisien korelasi untuk
menguji daya beda. Teknik yang digunakan adalah korelasi product
momen dari Pearson, dengan rumus sebagai berikut (Azwar, 2007)
=
Keterangan :
= Koefisien korelasi skor item ganjil/genap
N = Jumlah subyek
∑X = Skor belahan item ganjil
∑Y = Skor belahan item genap
Sebagai kriteria penilaian item berdasarkan korelasi skor tiap item
dan skor total, digunakan batas minimal 0,30. Jadi item yang memiliki
XY
r
2 2
2 2
Y Y
N X X
N
Y X XY
N
XY
≥0,30 dianggap valid. Setelah dianalisis dengan program Analisis
Kesahihan Butir Seri Program Statistik (SPSS versi 15.00), maka
diperoleh 58 item valid dan 12 item yang gugur. Hasil analisis tersebut
kemudian ditata dan diurutkan kembali penomoranya agar mudah dalam
perhitungan.
Berdasarkan kriteria penilaian di atas ada, 12 item pernyataan kuesioner
yang dinyatakan tidak valid yaitu item 5, 8, 11, 13, 29, 30, 32, 49, 50, 53,
54, 67.
Tabel 2
Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi Instrumen
Aspek No Item Valid Tidak Valid
Favorable Unfavorable
Keluarga 2, 3 1, 4, 5 2, 3, 1, 4 5
6, 7, 9, 10 8 6,7,9,10 8 13, 14 11,12, 15, 16 14, 12,15,
16
11, 13
17 ,19, 20, 25
18, 21, 22, 23, 24
17,19,20, 25,18,21, 22,23,24 Sekolah 26 27, 28, 29,
30, 31, 32
26,27,28, 31,32
29, 30, 32
35, 36, 37, 38
33, 34 35,36,37, 38,33,34 41, 44, 45 39, 40, 42, 43 41,44,45, 39,40,42,
43
46 47, 48, 49 46,47,48 49 Masyarakat 52, 55, 56 50,51, 53, 54 55,56,51,52 50, 53, 54
59, 60, 61 57, 58 59,60,61, 57,58 69, 70 66, 67, 68 69,70,66,
68
67
64 62, 63, 65 64,62,63, 65
2. Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada pengertian apakah sebuah instrumen
dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu
(Saifudin, 2001). Jadi kata kunci untuk syarat kualifikasi suatu instrumen
pengukuran adalah konsisten, keajegan atau tidak berubah-ubah.
Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan pendekatan
koefisien Alpha Cronbach (α). Penggunaan teknik analisis Alpha
Cronbach ini didasarkan atas pertimbangan penghitungan reliabilitas skala
diperoleh lewat penyajian satu bentuk skala yang dikenakan hanya sekali
saja pada sekelompok responden atau single trial administration (Azwar
:2011). Rumus koefisien reliabilitas alpha adalah sebagai berikut:
α =
2[1-
S 2 2 S + 2 Sx i x
]
Keterangan rumus :
S12 dan S22 : varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2
Sx2 : varians skor skala
Berdasarkan hasil data penelitian yang telah dihitung melalui
program komputer Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.0
for Window, diperoleh perhitungan reliabilitas seluruh instrumen dengan
menggunakan rumus koefisien alpha (α), yaitu 0,921. Hasil perhitungan
dikonsultasikan ke kriteria Guilford. Kriteria Guilford dapat dilihat pada
Tabel 3 Kriteria Guilford
Koefisien Korelasi Kualifikasi
0,91 -1,00 Sangat Tinggi
0,71 – 0,90 Tinggi
0,41 – 0,70 Cukup Tinggi
0,21 – 0,40 Rendah
Negatif -0,20 Sangat Rendah (Azwar, 2011)
Berdasarkan kriteria Guilford dapat disimpulkan bahwa koefisien
reliabilitas kuesioner termasuk sangat tinggi artinya, instrumen penelitian
terpercaya atau reliabel.
Kisi-kisi penelitian disusun berdasarkan faktor-faktor penyebab
kenakalan remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren
Krapyak Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Setelah uji coba kisi-kisi
ditata kembali, seperti tampak pada Tabel 4.
Tabel 4
Kisi-kisi Instrumen Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta
(setelah uji coba)
Aspek Indikator No Item Jumlah
Favorable Unfavorable
Keluarga Kurangnya
pendidikan agama dalam keluarga
2, 3 1, 4,
18 Pendidikan yang
salah dari orangtua
5, 6, 7, 8 9
Kondisi rumah tangga yang tidak harmonis
10, 12, 14 11, 13, 16
Komunikasi yang kurang baik antara orangtua dan anak
15 17, 18
Sekolah Pendidik tidak bisa menciptakan
suasana proses belajar yang baik Pengaruh pergaulan dari teman sebaya di sekolah
25, 26, 27 23, 24
20 Kurangnya
organisasi dalam sekolah
28, 31, 34 29, 30, 32, 33
Fasilitas sarana dan prasarana kurang memadai
35, 36 37, 38
Masyarakat Pengaruh teman sebaya dirumah
40, 43 39, 41, 42
20 Kurangnya sarana
pemanfaatan waktu dengan kegiatan positif bagi remaja
44, 47, 48 45, 46
Pengaruh media massa
57, 58 53, 54, 55, 56
Kurangnya pendidikan
keagamaan dalam masyarakat
52, 49 51, 50
Total 29 29 58
E.Proses Penelitian
1. Persiapan dan pelaksanaan
a. Mempelajari buku-buku tentang kenakalan remaja dan pondok
pesantren
b. Menyusun kuesioner tentang kenakalan remaja
c. Menetapkan dan mendefinisikan variabel penelitian, yaitu faktor
penyebab kenakalan remaja santri Asrama Sunan Gunung Djati
Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013.
d. Menjabarkan variabel penelitian ke dalam aspek-aspek dan
e. Menyusun item-item pernyataan sesuai dengan aspek dan indikator
yang sudah dibuat.
f. Melakukan expert judgment alat penelitian kepada dosen ahli dan
guru BK SMP N 1 Yogyakarta.
g. Menguhubungi dan bertemu dengan Kepala Pondok asrama Sunan
Gunung Djati dan pembimbing asrama Sunan Gunung Djati dan
meminta ijin untuk mengadakan uji coba alat penelitian.
h. Melaksanakan uji coba penelitian di Asrama Sunan Gunung Djati
dengan responden 30 orang santri.
i. Pengumpulan data uji empirik terhadap validitas dan reliabilitas
kuesioner uji coba.
j. Merevisi kuesioner dan mengkonsultasikan kepada dosen
pembimbing.
k. Melaksanakan penelitian di Asrama Sunan Gunung Djati Pondok
Pesantren Krapyak Yogyakarta dengan responden 35.
2. Teknik Analisis Data
Kuesioner yang telah diujicobakan dan telah direvisi kemudian
dipergunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Pengumpulan data
dilaksanakan pada santri Asrama Sunan Gunung Pondok Pesantren
Krapyak Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014 pada tanggal 8 November
2013. Jumlah santri yang menjadi subjek penelitian sebanyak 35 peserta
peneliti dan dibantu oleh teman. Langkah-langkah yang ditempuh dalam
melakukan analisis data, yaitu:
a. Memberi skor pada setiap alternatif jawaban yang dipilih. Norma
skoring untuk pernyataan positif adalah: Sangat Setuju = 4, Setuju =
3, Tidak Setuju = 2, Sangat Tidak Setuju = 1.
b. Mentabulasi data, menghitung skor total masing-masing responden
maupun item kuesioner dan skor rata-rata responden maupun rata-rata
butir.
c. Kategorisasi faktor-faktor penyebab kenakalan remaja santri asrama
Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta
Kategorisasi faktor-faktor penyebab kenakalan remaja santri asrama
Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta tahun
ajaran 2013/2014 mengungkap faktor-faktor manakah yang paling
tinggi menyebabkan kenakalan remaja. Kategorisasi disusun
berdasarkan distribusi normal dengan model kategorisasi jenjang
ordinal. Menurut Azwar (2011: 106), kategorisasi jenjang (ordinal)
bertujuan menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang
posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang
diukur. Norma kategorisasi yang digunakan berpedoman pada norma
kategorisasi Azwar (2011: 147-148) dengan lima jenjang kategori
diagnosis yaitu, sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat
Tabel 5
Norma Kategorisasi Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak
Yogyakarta
Perhitungan Skor Keterangan
µ+ 1.5σ < X Sangat Dominan
µ + 0.5 σ < X ≤ µ+ 1.5σ Dominan µ - 0.5 σ < X ≤ µ + 0.5 σ Sedang µ- 1.5σ < X ≤ µ - 0.5 σ Kurang Dominan
X ≤ µ- 1.5σ Tidak Dominan Keterangan:
X maksimum teoritik : Hasil perkalian skor tertinggi item dengan
jumlah subjek penelitian
X minimum teoritik : Hasil perkalian skor terendah item dengan
jumlah subjek penelitian
σ (standar deviasi) : Luas jarak rentang yang dibagi dalam 6
satuan deviasi sebaran.
µ (mean teoritik) : Rata-rata teoritis dari skor maksimum dan
minimum.
Kategori di atas digunakan untuk mengelompokkan tinggi rendah faktor
penyebab kenakalan remaja santri asrama Sunan Gunung Djati.
Perhitungan dalam penggolongan norma kategorisasi adalah sebagai
berikut:
X maksimum teoritik : 4 x 35 = 140
X minimum teoritik : 1 x 35 = 35
Luas jarak : 140 – 35 = 105
σ (standar deviasi) : 105 / 6 = 17,5
Setelah dilakukan perhitungan maka didapatkan kategori skor. Kategori
skor dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6
Kategorisasi Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak
Yogyakarta
Tahun Ajaran 2013/2014
Perhitungan Skor Kategorisasi Keterangan
µ+ 1.5σ < X X > 114 Sangat Dominan
µ + 0.5 σ < X ≤ µ+ 1.5σ 96-114 Dominan µ - 0.5 σ < X ≤ µ + 0.5 σ 79-96 Sedang
µ- 1.5σ < X ≤ µ - 0.5 σ 61-79 Kurang Dominan
X ≤ µ- 1.5σ ≤ 61 Tidak Dominan Setelah perhitungan pada kategori skor didapatkan, maka dilakukan
perhitungan prosentase faktor-faktor penyebab kenakalan remaja Santri
Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta
dengan rumus dapat dilihat dibawah ini:
Prosentase Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama
Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta
Keterangan
1. Skor yang dicapai per aspek adalah hasil perkalian skor item yang
diperoleh dengan jumlah subjek penelitian dan jumlah item aspek
2. Hasil perkalian skor item maksimal dengan jumlah subjek penelitian dan
51 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian, pembahasan, dan penyusunan
program Bimbingan pribadi sosial yang relevan untuk membantu menangani
faktor kenakalan remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren
Krapyak Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014.
A. Hasil Penelitian
1. Kategorisasi Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri
Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak
Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014.
Berdasarkan hasil olahan data penelitian diketahui bahwa
Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati
Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta tampak pada tabel dibawah ini.
Tabel 7
Kategorisasi Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak
Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014
Skor f No Item Kategorisasi %
X> 114 0 0 Sangat
Dominan
0%
96-114 0 0 Dominan 0%
79-96 1 41 Sedang 1%
61-79 21 2, 9. 12, 13, 15, 18, 19, 20, 22, 26, 27, 30, 35, 38,
43, 44, 50, 54, 55, 56, 57
Kurang Dominan
36%
≤ 61 36 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 14, 16, 17, 21, 23, 24, 25, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 39, 40, 42, 45, 46, 47, 48, 49, 51, 52, 53, 58
Tidak Dominan
Tabel diatas menyatakan bahwa 1 dari 58 item penelitian masuk
dalam kategori sedang dan 21 dari 58 item penelitian masuk dalam
kategori kurang dominan dan 36 dari 58 item penelitian masuk dalam
kategori tidak dominan. Agar lebih jelas kategorisasinya dapat di lihat
pada diagram dibawah ini
Diagram 1
Kategorisasi Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapayk
Yogyakarta
Penelitian ini juga mempersentasekan faktor-faktor penyebab
kenakalan remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren
Krapyak Yogyakarta. Adapun persentase aspek tampak pada tabel berikut
Tabel 8
Persentase Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta
Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014
Aspek Frekuensi Persentase (%)
Aspek Keluarga 976 38,73 %
Aspek Sekolah 1250 42,51 %
Aspek Masyarakat 1180 44,36 %
Agar lebih jelas persentase Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja
Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak
Yogyakarta dapat dilihat pada diagram berikut ini:
38.73%
42.51%
44.36%
35.00% 36.00% 37.00% 38.00% 39.00% 40.00% 41.00% 42.00% 43.00% 44.00% 45.00%
keluarga sekolah masyarakat
Diagram 2
Diagram Persentase Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta Tahun
Ajaran 2013/2014
Berdasarkan tabel dan diagram persentase Faktor-Faktor Penyebab
Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren
Krapyak Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014 dapat diketahui bahwa skor
(44,36%) dibandingkan dengan Sekolah 1250 (42,51%) dan Keluarga 976
(38,73%). Artinya faktor masyarakat lebih berperan menyebabkan kenakalan
remaja santri asrama Sunan Gunung Djati dalam melakukan kenakalan di
bandingkan faktor sekolah dan keluarga.
2. Analisis Item Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri
Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren Krapyak
Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014.
a. Aspek Masyarakat
Berdasarkan hasil perhitungan 19 item faktor-faktor penyebab
kenakalan remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok
Pesantren Krapyak Yogyakarta pada aspek masyarakat diurutkan dari
yang paling rendah sampai tertinggi hasil analisis tersebut tampak
pada gambar di bawah ini.
Diagram 2
Analisis Item Pada Aspek Masyarakat Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Santri Asrama Sunan Gunung Djati Pondok Pesantren