• Tidak ada hasil yang ditemukan

AIR MINUM (AM) 1 Kebijakan

Dalam dokumen DOCRPIJM 1504183804RPIJM BAB IV (Halaman 75-79)

N NO KEND LOKASI NO KEND LOKAS

IV- 70 (6)Drainase Sekunder Dr Sutomo

4.4 AIR MINUM (AM) 1 Kebijakan

Pelayanan penyediaan air minum di Kabupaten Jepara dilakukan oleh PDAM. Secara Historis, Pengelolaan Air Minum Di Kabupaten Jepara Mulai Dikembangkan Sejak Tahun 1987 Dengan Membangun 8 Unit Sumur Dalam Dari Dana APBN Dengan Kapasitas Seluruhnya Sebesar 40 Liter Per Detik, Dikelola Oleh Badan Pengelola Air Minum (BPAM) Kabupaten Jepara Yang Dibentuk Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 550/Kpts/Ck/X/1987

IV-76

Tanggal 28 Oktober 1987, Yang Mulai Dioperasikan Pada Tahun 1989. Pada Waktu Itu BPAM Kabupaten Jepara Hanya Melayani Daerah Di Sekitar Ibukota Kabupaten Jepara. Pada Tahun 1989 Dibangun 3 Unit Sumur Dalam Dari Dana APBN Di Ibukota Kecamatan, Yaitu Di Bangsri, Mlonggo, Dan Pecangaan. Selanjutnya Tahun 1991 Dibangun 2 Unit Sumur Dalam Di Desa Panggung Dan Lebak, Serta 1 Unit Sumur Dalam Di Kecamatan Tahunan Yang Dibangun Pada Tahun 1992.

Peralihan dari BPAM kepada pemerintah provinsi jawa tengah didasarkan pada surat keputusan menteri pekerjaan umum nomor 69/kpts/199 tanggal 17 februari 1993, yang selanjutnya diserahkan kepada pemerintah kabupaten jepara, serta diubah statusnya menjadi perusahaan daerah air minum (PDAM) sesuai dengan peraturan daerah (perda) nomor 3 tahun 1993.ketika pertumbuhan kota semakin berkembang, perusahaan daerah air minum kabupaten jepara membangun beberapa sumur dalam, sehingga sampai dengan akhir tahun 2005 secara keselurahan terdapat 38 sumur dalam dengan total debit terpasang mencapai 288 ltr/dt. Debit produksi dari sumur dalam yang dapat dimanfaatkan adalah sebesar 261,9 ltr/dt atau 90,95 %. Untuk menampung produksi air dari sumur dalam dan untuk menstabilkan tekanan air, PDAM Kabupaten Jepara memiliki 4 buah reservoir yang menampung +/- 10 buah sumur dalam dengan kapasitas 1.100 m3, terletak di beberapa kecamatan sebagai berikut :

 Kecamatan Pecangaan, desa Gerdu, kapasitas 50 m3

 Kecamatan Tahunan, kapasitas 300 m3

 Kecamatan Jepara, kapasitas 500 m3

 Desa Kecapi, kapasitas 250 m3

Untuk melakukan distribusi air kepada pelanggan, PDAM Kabupaten Jepara telah memiliki jaringan pipa transmisi dan distribusi yang terus berkembang, seiring dengan bertambahnya jumlah pelanggan yang harus dilayani.

4.4.2 Petunjuk Umum

Air minum merupakan kebutuhan dasar bagi manusia, yang harus tersedia dalam kuantitas yang cukup dan kualitas yang memenuhi syarat. Meskipun alam telah menyediakan air dalam jumlah yang cukup, tetapi pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitasnya telah mengubah tatanan dan keseimbangan air di alam. Sebagian besar air yang tersedia tidak lagi layak dikonsumsi secara langsung dan memerlukan pengolahan supaya air dari alam layak dan sehat untuk dikonsumsi.

Pembangunan sektor air minum secara umum berhadapan dengan aspek-aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam aspek ekonomi, sektor air bersih dituntut menyesuaikan diri dengan

IV-77

kaidah-kaidah ekonomi dalam rangka memandu alokasi sumberdaya air dan mendorong terselenggaranya sektor usaha selayaknya corporate yang profesional, berperilaku efisien, dan menghasilkan manfaat bagi sektor ekonomi lainnya. Dalam aspek sosial, sektor air bersih berhadapan dengan nilai-nilai sosial yang harus diaspirasikan di dalam pembangunan serta kedudukannya sebagai sektor publik yang paling mendasar. Muncul kesadaran yang sama yakni sasaran menyediakan sarana dan air bersih/air minum bagi sebanyak-banyaknya penduduk. Sedangkan dalam aspek lingkungan, sektor air /air minum berhadapan dengan implikasi yang bernuansa sosial dan mempengaruhi alokasi sumberdaya air. Sinergi antara aspek lingkungan dan sosial dapat menentukan perilaku pengelolaan sumberdaya air dan permintaan air minum.

Secara umum, kebijaksanaan sektor air bersih sejalan dengan pencapaian manfaat setinggi- tingginya untuk): (1) meningkatkan pendapatan daerah, (2) meredistribusikan pendapatan, (3) meredistribusikan pendapatan di antara berbagai kelompok masyarakat, (4) memperbaiki keadaan kesehatan masyarakat, dan (5) memperbaiki kualitas lingkungan.

Pendekatan kebijakan penyediaan air dapat dipisahkan menjadi dua, yakni sosial (worst first) dan ekonomi (growth point). Pendekatan sosial atau non ekonomi memfokuskan penyediaan air pada wilayah yang secara alami kekurangan air akibat pengaruh atau gangguan iklim. Penyediaan air ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan ternak didasari alasan kemanusiaan dan kesehatan masyarakat (humanitarian schemes). Di perdesaan, pendekatan ini sangat baik dan prioritas penyediaannya dianggap lebih penting dibanding kualitas airnya. Pendekatan ekonomi difokuskan kepada wilayah yang potensinya tinggi untuk dikembangkan secara ekonomi. Penyediaan air ditujukan untuk memancing aktifitas ekonomi ke arah pencapaian kualitas hidup yang tinggi dengan menerapkan fasilitas dan teknologi modern (economic schemes). Pendekatan ini menuntut investasi yang intensif untuk menghasilkan kualitas air yang memenuhi syarat kesehatan.

Kerangka kebijakan air bersih /air minum di Kabupaten Jepara mengacu pada pengembangan air bersih dengan bertumpu kepada investasi. Investasi tersebut akan meningkatkan tingkat pelayanan. Pendekatan investasi dalam pembangunan sektor air bersih dipengaruhi oleh tiga faktor: (a) karakteristik air baku, yang memperhatikan jenis sumber air, kuantitas dan kualitas, serta debit andalan; (b) kebijakan pemerintah, yang memfokuskan kepada penataan ruang, pertumbuhan ekonomi dan investasi, dan demografi; dan (c) teknologi produksi, yang mempertimbangkan efisiensi ekonomi, distribusi, dan cakupan pelayanan. Faktor-faktor tersebut merupakan kerangka (kebijakan) baku dalam implementasi pembangunan sektor air bersih. Secara teknis dan operasional, hal tersebut diimplementasikan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), sebagai lembaga ekonomi

IV-78

satu-satunya penyelenggara dan penyedia air bersih di Indonesia. Implikasinya, kinerja PDAM menjadi ukuran penting dan menjadi harapan bagi keberhasilan kebijakan sektor air bersih.

4.4.3 Profil Air Minum

4.4.3.1 Gambaran Umum Sistem Penyediaan dan Pengelolaan

Secara umum wilayah Kabupaten Jepara tidak termasuk dalam daerah rawan air bersih. Tetapi masih terdapat beberapa daerah pedesaan di Kecamatan Keling, Kecamatan Batealit yang masih kesulitan dalam mengakses air minum. Hal tersebut disebabkan terbatasnya sumber-sumber mata air dan sebagian besar wilayah tersebut penduduknya berpenghasilan rendah/miskin. Sehingga tidak mampu dalam penyediaan sarana dan prasarana air minum secara swadaya.

Selain itu, masih banyak daerah dimana Air bersih ketersediaannya cukup memenuhi kebutuhan penduduk namun pada musim kemarau penduduk mengalami kekurangan air bersih dan pada musim hujan kualitasnya tidak terjamin.

Dalam upaya menanggulangi kebutuhan air minum dikawasan tersebut, pemerintah kabupaten Jepara melaksanakan pembangunan penyediaan air bersih secara bertahap.

Potensi tata air yang terdapat di wilayah Kabupaten Jepara dapat berasal dari air permukaan, air hujan, dan air tanah. Air permukaan umum pada umumnya berupa sungaisungai,. Sedangkan sungai di Kabupaten Jepara termasuk dalam DAS Jratunseluna (Jragung, Tuntang, Serang, Lusi dan Juana) dan mempunyai jumlah sekitar 34 sungai yang sebagian merupakan bagian DAS Jratunseluna yaitu Sub DAS Serang serta 6 buah daerah irigasi.

Pada umumnya aliran sungai dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

 Aliran langsung, yaitu air hujan langsung dibuang kelaut tanpa ada yang meresap kedalam tanah

 Aliran dasar, yaitu air hujan sebagian meresap kedalam tanah hingga jenuh dan beberapa waktu kemudian keluar sebagaian aliran dasar yang mengalir kelaut bersamasama atau tidak bersama aliran langsung. Sungai-sungai jenis ini yang banyak terdapat di Kabupaten Jepara dengan panjang sungai umumnya kurang dad 40 km dan mengalir kearah utara dan barat menuju laut Jawa.

Untuk air hujan, keadaaan curah hujan di Kabupaten Jepara dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

 Daerah dataran tinggi (pegunungan Muria) dan sekitamya dengan rata-rata curah hujannya adalah 2500 s/d 3500 mm perbulan

 Daerah lereng/kaki Gunung Muria dan sekitamya, dimana daerah-daerah ini rata-rata curah hujannya adalah antara 2000-3000 mm per tahun.

IV-79

Dalam dokumen DOCRPIJM 1504183804RPIJM BAB IV (Halaman 75-79)

Dokumen terkait