• Tidak ada hasil yang ditemukan

33  Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota,

Dalam dokumen DOCRPIJM 1504183804RPIJM BAB IV (Halaman 33-37)

A. Sistem infrastruktur permukiman yang diusulkan

IV- 33  Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota,

kawasan lama bersejarah serta heritage, yang perlu ditingkatkan kondisinya;

Penyalahgunaan peruntukan bangunan gedung dan alih fungsi rumah menjadi tempat usaha masih banyak terjadi. Banyak berdiri bangunan gedung yang tidak layak dan sering menjadi masalah bagi lingkungan, keselamatan, kesehatan dan kenyamanan masyarakat sekitar. Selain itu, banyak bangunan gedung yang tidak tertib dan tidak memiliki izin. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UU-BG) yang mulai berlaku sejak tanggal 16 Desember 2002, belum mampu menertibkan permasalahan tersebut dan menjadi alat ukur bagi bangunan gedung agar sesuai dengan fungsi dan lingkungan.

Setelah diterbitkannya UU-BG itu, diperlukan adanya aturan lain. Pada 10 September 2005 telah disahkan Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU N0.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Bangunan Gedung lainnya, sebagai salah satu tindak lanjut kepada para penyelenggara bangunan gedung di Indonesia. PP 36 Tahun 2005 merupakan satu-satunya Peraturan Pemerintah di bidang bangunan gedung yang cukup lengkap dan komprehensif dalam upaya sosialisasi semua pihak yang berkepentingan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang bangunan gedung.

Ruang lingkup UU No. 28 tahun 2002 menyangkut pengaturan mengenai fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. UU tersebut diharapkan dapat mendukung pencapaian bangunan gedung yang berfungsi, andal dan efisien sesuai dengan kondisi sosial budaya Indonesia; kejelasan status kepemilikan bangunan gedung; kesempatan bagi daerah dan masyarakat mengatur secara bertahap persyaratan bangunan gedung sesuai dengan kondisi sosial budaya daerah dan masyarakat masing-masing; mengendalikan penyelenggaraan bangunan gedung melalui mekanisme perijinan, pengawasan dan penertiban yang bernasis tata pemerintahan yang baik; menumbuhkembangkan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan bangunan gedung; melakukan pembinaan yaitu pengaturan pengawasan, sosialisasi dan pemberdayaan bersama-sama Pemda dan masyarakat; serta menerapkan sanksi secara tegas dan konsisten bagi pelanggar ketentuan undang-undang.

IV-34

PP No.36/2005 yang mengatur fungsi, persyaratan dari administrasi hingga teknis, serta penyelenggaraaan dan bagaimana meningkatkan peran serta masyarakat dan pembinaannya, juga belum tersosialisasi dengan baik.

Sosialisasi peraturan tersebut sangat penting untuk memberikan arahan dan pemahaman kepada aparat pemerintah/pemerintah daerah, asosiasi profesi, asosiasi perusahaan dan stakeholder penyelenggaraan bangunan gedung. Sosialisasi ini akan menjelaskan pentingnya Peraturan Perundang-Undangan Bidang Bangunan Gedung dalam setiap penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia dengan menyesuaikan peraturan pelaksanaanya yang spesifik untuk masing-masing daerah. Melalui Sosialisasi itu, masyarakat dapat memahami bahwa Peraturan Perundang-undangan Bidang Bangunan Gedung dalam setiap penyelenggaraan Bangunan Gedung sebagai norma yang digunakan disetiap penyelenggaraan bangunan sehingga tercipta bangunan gedung yang andal, serasi, selaras, serta harmoni dengan lingkungannya. Selain itu, diharapkan stakeholder dapat mengerti dan memahami untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri.

Demikian pula perda tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten Jepara belum dibuat, sehingga arahan-arahan dalam undang-undang Bangunan Gedung belum dapat dijalankan dengan baik.

Diharapkan dengan bantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah diharapkan dapat segera menyiapkan tindak lanjutnya serta penyesuaian peraturan pelaksanaannya bagi kabupaten Jepara dalam bentuk Peraturan Daerah.

Secara umum permasalahan penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut :

 Masih kurang ditegakkannya aturan keselamatan bangunan gedung;

 Masih lemahnya pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung di daerah; Masih rendahnya kualitas pelayanan publik dalam pelayanan perizinan bangunan gedung;

 Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien;

 Belum optimalnya peran penyedia jasa konstruksi dalam menerapkan profesionalisme;

 Masih rendahnya apresiasi masyarakat terhadap peraturan bangunan gedung.

4.2.5 Program yang diusulkan

Program ini diusulkan merupakan kegiatan untuk mewujudkan tata bangunan dan lingkungan yang terkendali sebagai bagian wujud struktural pemanfaatan ruang perkotaan, tertib

IV-35

dan keselamatan bangunan, serta terpeliharanya fungsi dan keserasian bangunan dan lingkungan yang mempunyai nilai, tradisi, dan sejarah bangsa yang luhur. Program ini terdiri atas kegiatan: (a) penyusunan rencana, pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaan tata bangunan dan

lingkungan (RTBL) di Kabupaten Jepara serta penyusunan pedoman rencana teknik bangunan (RTB) yang merupakan arahan tiga dimensi bangunan dan lingkungan sebagai wujud struktural pemanfaatan ruang kota mengacu pada kondisi fisik, sosial, dan budaya guna membentuk jati diri kota;

(b) pengendalian tertib dan keselamatan bangunan melalui penyusunan peraturan daerah penataan bangunan di tingkat kabupaten, pedoman teknis dan prosedur pembangunan, serta standar bangunan dan lingkungan;

(c) pemasyarakatan dan penyuluhan produk teknis yang telah dibuat;

(d) peningkatan pengelolaan pembangunan dan pemanfaatan gedung negara, melalui peningkatan pengelolaan teknis, pengendalian pelaksanaan yang lebih efisien dan efektif, pembinaan teknis aparat dan mitra pembangunan, inventarisasi gedung-gedung negara, dan pemeliharaan kualitas bangunan;

(e) peningkatan kualitas lingkungan dan dukungan Sarana dan Prasarana Penataan Lingkungan Permukiman Nelayan, permukiman kumuh, dan tradisional;

(f) penanggulangan kemiskinan di perkotaan melalui bantuan langsung untuk rehabilitasi rumah penduduk berpenghasilan rendah;

(g) penataan dan revitaslisasi penataan bangunan gedung/bersejarah dan lingkungannya.

4.3 PENYEHATAN LINGKUNGAN DAN PERMUKAIMAN (PLP) 4.3.1 Pengelolaan Air Limbah

4.3.1.1 Petunjuk Umum

Sebagaimana kita ketahui bahwa saat ini masalah sanitasi bukan lagi urusan individu atau bersifat sektoral, tapi telah menjadi urusan bersama yang harus melibatkan seluruh pihak, baik pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya sebagai mitra pembangunan. Masalah penyelenggaraan prasarana dan sarana sanitasi yang ada di Indonesia meliputi masalah kepedulian, peraturan perundang-undangan, kelembagaan, prioritas pendanaan pembangunan dan kesadaran masyarakat.

Kepedulian akan pentingnya prasarana dan sarana sanitasi masih rendah, terutama di masyarakat. Lembaga-lembaga pemerintah di kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang sanitasi yang masih tumpang tindih bahkan ada kabupaten/kota yang tidak mempunyai lembaga

IV-36

yang bertanggung jawab di bidang sanitasi. Terbatasnya dana, baik dari APBN maupun APBD mengakibatkan terbatasnya alokasi dana untuk penyelenggaraan prasarana dan sarana sanitasi disebagian besar pemerintah Kabupaten/Kota karena ternyata prioritas pembangunan prasarana dan sarana sanitasi masih rendah. Peraturan dan perundang-undangan di bidang sanitasi yang ada, sering kali tidak segera dijabarkan menjadi peraturan daerah dan belum tersosialisasikan secara luas kepada masyarakat.

Di sisi lain memang peraturan dan perundang-undangan dibidang sanitasi belum tersosialisasi dengan baik, akibatnya terus penyelenggaraan prasarana dan sarana sanitasi tertinggal, tidak seperti penyelenggaraan prasarana dan sarana permukiman yang lain seperti : transportasi, air minum dan lain-lainnya. Kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi juga masih rendah. Dalam hal ini pemerintah daerah dengan atau tanpa pemerintah pusat perlu memfasilitasi upaya masyarakat dan menyediakan pelayanan sanitasi yang berskala kota. Semua masalah tersebut harus dijawab oleh semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana sanitasi.

4.3.1.2 Kebijakan Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Jepara

Upaya penyelenggaraan prasarana dan sarana sanitasi telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jepara, namun karena pertumbuhan penduduk dan permukiman yang pesat mengakibatkan pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana sanitasi menjadi tertinggal.

Hal ini terlihat masih adanya wabah penyakit dan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) dibeberapa waktu lalu, terutama di kawasan kumuh dan miskin seperti Demam Berdarah. Wabah penyakit yang muncul di kawasan kumuh dan miskin tersebut bukan tidak mungkin menjalar ke kawasan permukiman yang tertata dengan baik.

Untuk itu telah dilakukan suatu upaya guna membangun komitmen bersama di antara penyelenggara prasarana dan sarana sanitasi. Komitmen bersama ini harus dilakukan agar segala upaya yang telah dilakukan dapat berjalan lebih terkoordinasi, efektif, dan sinergis.

Penyelenggaraan prasarana dan sarana sanitasi skala kota bisa merupakan dorongan kepada masyarakat agar lebih baik lagi dalam memfasilitasi dirinya dengan prasarana dan sarana sanitasi. Hal ini disebabkan karena biaya pembangunan yang diperlukan cukup besar. Pengelolaan sampah dan air limbah secara profesional memang tidak murah. Pembuangan sampah secara terbuka atau open dumping dan pengelolaan air limbah yang sebagian besar menggunakan tangki septik tanpa resapan yang benar yang selama ini masih sering terjadi dan perlu segera diperbaiki sehingga dapat meningkatkan kesehatan lingkungan serta kesehatan masyarakat.

IV-37

Dalam dokumen DOCRPIJM 1504183804RPIJM BAB IV (Halaman 33-37)

Dokumen terkait