IV-1
4.1 RENCANA PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN (PKP) 4.1.1 Petunjuk Umum
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dan pasal 28 H
Amandemen UUD 1945, bahwa rumah adalah salah satu hak dasar rakyat dan oleh karena itu
setiap warga negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan
sehat. Selain itu, rumah juga merupakan kebutuhan dasar manusia dalam meningkatkan harkat,
martabat, mutu kehidupan dan penghidupan, serta sebagai pencerminan diri pribadi dalam upaya
peningkatan taraf hidup, serta pembentukan watak, karakter dan kepribadian bangsa.
Rumah selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembina keluarga
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan juga mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan
keluarga, persemaian budaya, dan penyiapan generasi muda. Oleh karena itu, pengembangan
perumahan dengan lingkungannya yang layak dan sehat merupakan wadah untuk pengembangan
sumber daya bangsa Indonesia di masa depan.
Tetapi kenyataannya hak dasar rakyat tersebut pada saat ini masih belum sepenuhnya
terpenuhi. Salah satu penyebabnya adalah adanya kesenjangan pemenuhan kebutuhan perumahan
(backlog) yang relatif masih besar. Hal tersebut terjadi antara lain karena masih kurangnya
kemampuan daya beli masyarakat khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam
memenuhi kebutuhan akan rumahnya.
Pembangunan perumahan dan permukiman jika dilakukan secara benar akan memberikan
kontribusi langsung terhadap peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan. Hal tersebut
disebabkan karena pembangunan perumahan dapat mendorong pertumbuhan wilayah dan ekonomi
daerah, mendukung pembangunan sosial budaya dan memberikan efek multiplier terhadap sektor
lain seperti penciptaan lapangan kerja baik yang langsung maupun yang tidak langsung.
Sementara itu, dalam upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan menciptakan
keserasian lingkungan maka pembangunan perumahan dan permukiman harus dilakukan melalui
suatu proses alih fungsi lahan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan tata ruang. Oleh karena
itu, pembangunan perumahan dan permukiman serta oenyedian prasaran dan sarana dasar
IV-2
terpadu sehingga selain mampu memenuhi hak dasar rakyat juga akan menghasilkan suatu
lingkungan perumahan dan permukiman yang sehat, serasi, harmonis, aman dan nyaman.
Penyusunan RPIJM Kabupaten Jepara lebih diarahkan kepada program Pengembangan
Perumahan dan Permukiman serta penyedian PSD. Hal tersebut dikarenakan perumahan dan
permukiman selain merupakan kebutuhan dasar manusia juga mempunyai fungsi yang strategis
dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan kualitas
generasi yang akan datang serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya kesejahteraan
rakyat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta
memberikan perhatian utama pada terpenuhinya kebutuhan papan sebagai salah satu kebutuhan
dasar manusia.
Pengembangan permukiman diyakini mampu mendorong lebih dari seratus macam kegiatan
industri yang berkaitan dengan bidang perumahan dan permukiman, sehingga penyelenggaraan
perumahan dan permukiman sangat berpotensi dalam menggerakkan roda ekonomi dan upaya
penciptaan lapangan kerja produktif. Bagi banyak masyarakat Indonesia terutama golongan
menengah kebawah, rumah juga merupakan barang modal (capital goods), karena dengan asset
rumah ini mereka dapat melakukan kegiatan ekonomi dalam mendukung kehidupan dan
penghidupannya. Karenanya, permasalahan perumahan dan permukiman tidak dapat dipandang
sebagai permasalahan fungsional dan fisik semata, tetapi lebih kompleks lagi sebagai persoalan
yang berkaitan dengan semua dimensi kehidupan di dalam masyarakat.
Upaya pemenuhan kebutuhan penyediaan perumahan yang layak huni bagi masyarakat di
Kabupaten Jepara masih dihadapkan pada beberapa permasalahan, antara lain:
Masih terdapat sebagian masyarakat yang belum mampu menghuni rumah yang layak
Kualitas lingkungan permukiman yang masih rendah
Penyelenggaraan perumahan dan permukiman oleh masyarakat yang didukung fasilitasi
pemerintah dan dukungan dunia usaha masih belum melembaga, termasuk khususnya dari segi
pembiayaan perumahan.
Berangkat dari latar belakang kondisi permasalahan dan kebutuhan akan perumahan dan
PSD permukiman yang ada, diperlukan suatu skenario umum yang akan mengakomodasikan
berbagai kepentingan, rencana sektor terkait, aturan dan peraturan serta berbagai hal yang perlu
diketahui, dipedomani dan disepakati bersama.
Diharapkan dengan dorongan pemerintah pusat yang diwujudkan dalam bantuan dana untuk
kegiatan program pengembangan perumahan dan permukiman serta PSD yang disertai
IV-3
mengisi kegiatan pembangunan perumahan dan permukiman serta mengembangkannya hingga
mencapai kondisi yang diharapkan.
Pembangunan perumahan dan permukiman di Kabupaten Jepara yang berkembang tanpa
adanya perencanaan yang baik dari pemerintah menyebabkan banyak ditemui ketidaksesuaian
dengan tata ruang.
Selain itu kekurangan prasarana dan sarana lingkungan perumahan dan permukiman
menyebabkan adanya lingkungan permukiman yang tidak layak huni. Oleh karena itu untuk skenario
rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman di Kabupaten Jepara
membutuhkan adanya suatu database.
4.1.2 Tinjauan Kebijakan
4.1.2.1 Kebijakan Pembangunan Infrastruktur dan Permukiman Menurut Rencana Umum Tata Ruang
(RUTRK) Kota Jepara
1. Konsep Rencana Struktur Ruang Kota Jepara
Konsep struktur ruang kota merupakan dasar pemikiran penataan ruang kota berdasarkan prinsip optimalisasi pemanfaatan ruang dan fungsi pelayanan kota.
Alternatif rencana struktur ruang Kota Jepara adalah pengembangan dua pusat utama pelayanan kota, yaitu pada kawasan pusat kota (BWK I) di Kecamatan Jepara dan kawasan pusat kota baru di Kecamatan Tahunan (BWK V).
2. Pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK) Jepara
Pembagian wilayah Kota Jepara dilakukan ke dalam 5 (lima) Bagian Wilayah Kota, yaitu: 1) Bagian Wilayah Kota I (Pusat Kota)
2) Bagian Wilayah Kota II (Bagian Utara Timur) 3) Bagian Wilayah Kota III (Bagian Barat-Selatan) 4) Bagian Wilayah Kota IV (Bagian Timur-Selatan) 5) Bagian Wilayah Kota V (Kota Kecamatan Tahunan)
3. Arahan Penggunaan Lahan Kota Jepara
1) Pola Penggunaan Tanah
IV-4 b. Daerah Perkantoran. Berpusat disekitar pusat kota, di Kelurahan Panggang. Lainnya tersebar
disepanjang jalur utama.
c. Daerah Perumahan dikembangkan di semua daerah yang nilai ekonomisnya kurang
d. Daerah Pendidikan tersebar di Kelurahan Pengkol, Panggang, Demaan, Kelurahan Bulu dan Desa Tahunan
e. Daerah Industri. Industri mebel tersebar merata di semua BWK. Industri skala menengah ke atas diarahkan ke Mulyoharjo bagian barat
f. Fasilitas Sosial tersebar di semua BWK
g. Fasilitas Olah Raga dan Open Space, fasilitas olah raga berada di Demaan, Ujung Batu, Mulyoharjo, senenan, Tahunan, Ngabul. Sedangkan open space berada di Bulu, Kauman, Ujung Batu dan lahan perhutani (Pengkol) serta sepanjang lambiran sungai.
2) Pola Jaringan Jalan
a. Pola linier, membujur dari utara ke selatan (Mulyoharjo-Shima-A Yani), dari timur ke barat (Ngabul-Senenan-Pemuda-Kartini) sebagai jalan induk linier
b. Pola morfologi konsentrik dengan pusat kota dibentuk dari semua jalan yang ada di dalam kota yang berkembang linier dari semua arah.
3) Kawasan Perumahan/ Permukiman
a. Pengembangan Perumahan dan Permukiman pada BWK I
Diarahkan sebagai tempat pengembangan perumahan dan permukiman menengah atas yang modern. Terutama pada kawasan yang berada di dalam pusat kota. Pembangunan perumahan dan permukiman diarahkan pada pemanfaatan lahan yang optimal (lahan terbangun 80%), memiliki multi fungsi dengan memperhatikan aspek lingkungan. Untuk bangunan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya (lambiran pantai dan sungai) diarahkan untuk direlokasi dan ditertibkan sesuai ketentuan yaitu sepanjang pantai Demaan, Bulu, Karangkebagusan, Kauman, Jobokuto, dan Ujung Batu; serta sepanjang sungai Gandu, Kanal, Wiso, dan Cumbring
b. Pengembangan Perumahan dan Permukiman pada BWK II
BWK II merupakan kawasan utama yang diarahkan pada peningkatan kualitas perumahan dengan lahan terbangun antara 60%-80% yang memeperhatikan aspek lingkungan dan pengembangan pemukiman baru (Mulyoharjo)
c. Pengembangan Perumahan dan Permukiman pada BWK III
IV-5 d. Pengembangan Perumahan dan Permukiman pada BWK IV
BWK VI merupakan tempat yang diarahkan untuk pengembangan industri yang bercampur dengan permukiman, perdagangan dan jasa. Kegiatan perumahan dan permukiman yang diperbolehkan berkembang pada BWK ini terutama adalah pengembangan perumahan secara individual (lahan terbangun 80%) yang dilakukan oleh masyarakat kota dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan.
e. Pengembangan Perumahan dan Permukiman pada BWK V
BWK V merupakan kawasan utama untuk pengembangan kegiatan perumahan dan permukiman campuran, sebagai pendukung kegiatan industri, serta perdagangan dan jasa. BWK ini diprioritaskan sebagai tempat pengembangan kegiatan perumahan dan permukiman campuran, sebagai pendukung kegiatan industri, perdagangan dan jasa. Kegiatan perumahan permukiman yang diperbolehkan berkembang pada BWK ini terutama adalah pengembangan perumahan secara individual (lahan terbangun 80%).
4) Kawasan Perdagangan dan Jasa
a. Kawasan Perdagangan Utama
Pengembangan kawasan perdagangan dan komersial ini ditujukan untuk memiliki wilayah pelayanan regional yang meliputi wilayah kecamatan hingga SWP I (Kecamatan Tahunan, Jepara, Kedung, dan Batealit).
b. Kawasan Perdagangan Tahunan
Pengembangan kawasan perdagangan yang merupakan pendukung kegiatan industri kerajinan mebel ukir diarahkan di sepanjang Jalan Raya Senenan-Ngabul dan Tahunan-Bawu.
c. Pengembangan fasilitas perdagangan lingkungan
Pangembangan fasilitas perdagangan lingkungan (warung/toko dan pertokoan lingkungan) berada di pusat-pusat lingkungan yaitu BWK II di perbatasan Kuwasen dan Mulyoharjo, BWK III di Tegal sambi-Karangkebagusan, BWK V di Ngabul.
5) Kawasan Campuran
Kawasan campuran terdiri atas kawasan yang memiliki beberapa jenis tata ruang yang saling mendukung yang terdiri atas perkantoran, perdagangan dan jasa. Kawasan ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan akan kegiatan perkantoran, perdagangan dan jasa.
IV-6 6) Kawasan Industri
Industri menengah kebawah masih diberbolehkan berada pada lingkungan pemukiman dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan. Industri sklala besar yang telah ada masih diperbolehkan berada pada lingkungan pemukiman dengan memperhatikan aspek lingkungan. Industri baru skala besar yang memiliki dampak lingkungan yang cukup tinggi diarahkan pengembangannya di lokasi Desa mulyoharjo bagian barat.
4.1.2.2 Kebijakan Infrastruktur dan Permukiman Kabupaten Jepara Menurut RPJP Kabupaten Jepara
Kebijakan yang berkaitan dengan infrastruktur di Kabupaten Jepara menurut RPJPD adalah
Peningkatan prasarana dan sarana yang menunjang pengembangan kawasan (wilayah) berbasis
pada kemampuan dan potensi lokal. Strategi dan program kebijakan dalam RPJP Kabupaten Jepara
adalah sebagai berikut:
Kebijakan
Peningkatan prasarana dan sarana yang menunjang pengembangan kawasan (wilayah) berbasis
pada kemampuan dan potensi lokal
Muatan Strategi
1. Penyehatan lingkungan
2. Perumahan dan permukiman
3. Air Bersih
4. Pertamanan dan Penerangan Jalan
Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2005 - 2025
4.1.2.3 Kebijakan Pembangunan Infrastruktur dan Permukiman Menurut Rencana Pengembangan
Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D) Kabupaten Jepara
Kebijakan yang tertuang dalam RP4D Kabupaten Jepara meliputi kebijakan yang berkaitan
dengan perumahan dan permukiman beserta sarana dan prasarana yang harus tersedia dalam
kawasan perumahan dan permukiman tersebut. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:
Kebijakan 1
Pembangunan dan pengembangan kawasan perumahan dan permukiman
Muatan Strategi
1. Pembangunan rumah secara vertikal atau Rumah Susun untuk permukiman penduduk di lokasi
yang padat
IV-7
3. Pembangunan RSH, RSS, menengah, dan mewah, lebih diutamakan RSHdan RSS yang
diprioritaskan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
4. Pembangunan sarana dan prasarana dasar perumahan dan permukiman, seperti jalan,
sanitasi, drainase, air bersih, telepon, listrik, dan fasilitas pendukung seperti pendidikan,
kesehatan, peribadatan, ruang publik, dll.
Kebijakan 2
Peningkatan kualitas perumahan dan permukiman
Muatan Strategi
1. Pengendalian dan perbaikan kualitas perumahan di kawasan konservasi dan lindung
2. Redevelopment dan renewal Permukiman di Sempandan Sungai
3. Pembuatan sarana penanggulangan bencana abrasi
4. Pembuatan sarana penanggulangan bencana tanah longsor
5. Rehabilitasi Permukiman di kawasan banjir
6. Pembuatan sarana penanggulangan bahaya SUTET/ SUTT
7. Land-Readjustment dan peremajaan kawasan kumuh
Kebijakan 3
Peningkatan kualitas perumahan dan permukiman di wilayah perdesaan
Muatan Strategi
1. KTP2D-DPP pada lahan-lahan yang mempunyai embrio untuk peningkatan perekonomian
masyarakat perdesaan
2. Pengembangan adomerasi usaha, sehingga mendapatkan keuntungan kolektif
3. Pembangunan prasarana dan sarana pendukung perkembangan masyarakat perdesaan yang
memiliki ciri khusus
Sumber : RP4D Kabupaten Jepara 2008
4.1.2.4 Kebijakan Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Menurut Rencana Program Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jepara
Strategi dan program dalam RPJMD yang dapat menggambarkan misi yang ingin di capai,
dalam kaitannya dengan pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan adalah sebagai
IV-8
Kebijakan
Fungsi perumahan dan fasilitas umum
1. Urusan pekerjaan umum, kebijakannya:
a) Meningkatkan keseimbangan pertumbuhan dan pelayanan wilayah dengan pelayanan jalan interkoneksi antar bagian wilayah serta peningkatan kapasitas jalan
b) Meningkatkan pengelolaan dan pemenuhan kebutuhan air irigasi bagi kegiatan pertanian serta optimalisasi pemanfaatan air irigasi bagi pertanian
c) Meningkatkan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk pencegahan banjir
d) Meningkatkan kapasitas penaggulangan kebakaran.
e) Mewujudkan bertambahanya ruang publik.
Muatan Strategi
a) Terwujudnya kualitas jalan bagi jalan-jalan yang strategis dan mempunyai road demand yang tinggi.
b) Meningkatnya kapasitas jaringan irigasi dan pemanfaatan air irigasi.
c) Meningkatnya kapasitas daerah aliran sungai.
d) Tersedianya penanganan kebakaran yang berkualitas, termasuk pengamanan bangunan publik.
e) Terwujudnya ruang publik yang representatif.
Program
a) Program pembangunan jalan dan jembatan.
b) Program rehabilitasi pemeliharaan jalan dan jembatan.
c) Program pembangunan saluran drainase dan gorong-gorong.
d) Program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya.
e) Program penyediaan dan pengelolaan air baku.
f) Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah.
g) Program peningkatan kualitas air bersih pedesaan.
h) Program pembangunan infrastruktur kelurahan dan pedesaan.
2. Urusan perumahan, kebijakannya:
IV-9 b) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelayanan masyarakat, seperti:
rumah sakit, sekolah, pasar, olah raga, dan lain-lain.
c) Meningkatkan fungsi prasarana dan sarana permukiman yang layak, termasuk persamapahan.
d) Meningkatkan kebersihan, keindahan, keteduhan dan kenyamanan kota.
e) Meningkatkan pemakaian listrik PJU sesuai dengan fungsinya.
f) Pembangunan lampu jalan secara merata pada jalan umum dengan efisien dan hemat energi listrik.
Muatan Strategi
a) Meningkatnya kesesuaian letak perumahan dengan peruntukan lahan.
b) Menurunnya jumlah rumah yang tidak layak huni.
c) Meningkatnya kualitas dan kuantitas fasilitas perumahan.
d) Meratanya pemenuhan kebutuhan air bersih pedesaan.
e) Terbangunnya sarana dan prasarana air bersih/air minum pedesaan dengan kuantitas dan kualitas yang baik.
f) Tersedianya sarana dan prasarana pelayanan publik yang memadai, seperti: rumah sakit, sekolah, pasar, olah raga, dan lain-lain.
g) Tersedianya prasarana dan sarana pengelolaan sampah yang memadai.
h) Terbangunnya taman baru sejalan dengan meningkat jumlah penduduk.
i) Tercapainya penyediaan PJU secara memadai.
Program
a) Program penyehatan lingkungan permukiman dan perbaikan lingkungan.
b) Program pengembangan dan pengelolaan lampu jalan.
c) Program peningkatan sistem pengelolaan taman.
d) Program peningkatan kesiagaan dan pencegahan bahaya kebakaran.
e) Program pengembangan kinerja pengelolaan persampahan.
4.1.3 Profil Pembangunan Permukiman Kondisi Umum
A. Gambaran Umum
Permasalahan yang dihadapi di Kabupaten Jepara saat ini adalah adanya perumahan dan
IV-10
dan permukiman. Atau apabila dibangun rumah atau bangunan lain di atasnya harus memenuhi
ketentuan atau standar-standar teknis tertentu. Kawasan-kawasan tersebut antara lain adalah
kawasan di sepanjang sungai atau sempadan sungai, kawasan di daerah konservasi atau
kawasan lindung serta daerah rawan bencana. Selain itu, permasalahan lain adalah adanya
permukiman yang tidak memiliki sarana dan prasarana dasar permukiman yang memadai
khususnya sarana dan prasarana lingkungan khususnya drainase, sanitasi dan persampahan.
Selain itu kondisi fisik bangunan yang meliputi bahan bangunan dan tingkat permanensi
bangunan juga mengindikasikan suatu rumah dikatakan kumuh atau tidak.
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi dan setelah dilakukan analisis dengan
menggunakan parameter-parameter penilaian yang telah ditentukan sebelumnya, perumahan
dan permukiman yang memerlukan peningkatan kualitas antara lain adalah perumahan dan
permukiman yang terletak di kawasan sempadan sungai, perumahan dan permukiman yang
terletak di kawasan sempadan mata air, kawasan permukiman kumuh (slums dan squatter),
permukiman yang terletak di daerah rawan bencana dan kawasan permukiman di wilayah yang
bercirikan perdesaan yang sudah tidak layak huni. Perumahan dan permukiman tersebut
memerlukan penanganan-penanganan dalam upaya meningkatkan keamanan, kenyamanan
dan keindahan dalam kawasan tersebut.
B. Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman
Kondisi prasarana dan sarana dasar permukiman di Kabupaten Jepara khususnya di kawasan
yang masyarakatnya berpenghasilan rendah masih sangat terbatas. Terutama di
daerah-daerah miskin dan di pulau-pulai di kecamatan Karimunjawa.
Pembangunan prasarana dan sarana permukiman yang meliputi air bersih dan penyehatan
lingkungan (air limbah, persampahan dan drainase) banyak kemajuan yang telah dicapai,
namun demikian cakupan pelayanan air bersih dan penyehatan lingkungan masih jauh dari
memadai. Tingkat pelayanan air bersih perpipaan di kawasan perkotaan baru mencapai 11,29
persen, sedangkan di kawasan perdesaan baru mencapai 31,31 persen. Akses penduduk ke
prasarana dan sarana pengolahan air limbah dasar (tidak diolah) masih rendah. Demikian pula
tingkat pengelolaan persampahan masih sangat rendah. Mengingat sifatnya sebagai kebutuhan
dasar manusia yang pada umumnya tidak cost-recovery maka keterlibatan badan usaha milik
swasta dan masyarakat dalam penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana dasar
IV-11 C. Parameter Teknis Wilayah
Parameter teknis wilayah untuk pengembangan perumahan permukiman di Kabupaten Jepara
adalah :
1) Tidak berada pada lokasi yang rawan bencana rutin maupun dapat diprediksi terjadi
(longsor, banjir, genangan menetap atau rawan kerusuhan sosial).
2) Mempunyai sumber air baku yang memadai (kualitas dan kuantitas) atau terhubungkan
dengan layanan jaringan air bersih, pematusan dan sanitasi berskala kota.
3) Terletak pada hamparan dengan luasan yang memadai, sebagaimana tertuang dalam
Intruksi MENEG AGRARIA No.5/ Tahun 1998 tentang pemberian izin lokasi dalam rangka
penataan/ penguasaan tanah skala besar, yang antara lain memuat penguasaan lahan
maksimum oleh perusahaan pengembang sebagai berikut:
Antara 200-400 Ha per propinsi untuk satu pengembang atau konsorsium.
4000 Ha untuk seluruh Indonesia (bila terletak dalam satu hamparan).
4) Untuk pengembangan kawasan permukiman di daerah pedesaan, harus terkait dengan:
Upaya antisipasi tumbuh dan bekembangnya kota-kota kecil yang berada pada lokasi
geografis dan strategis.
Mendukung pengembangan ibu kota kecamatan sebagai pusat pelayanan primer.
Upaya menggulirkan kegiatan berkehidupan dan penghidupan pada desa-desa terisolasi,
kawasan permukiman perbatasan atau desa potensial yang belum tergarap.
Selain itu untuk pengembangan dan pembangunan perumahan telah memenuhi kriteria-kriteria
sebagai berikut:
Lokasi perumahan berada pada daerah yang peruntukannya dapat dikembangkan sebagai
lingkungan perumahan sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku atau di daerah yang
ditunjuk dengan sah oleh pemerintah setempat bila belum ada rencana tata ruang yang
diberlakukan.
Tersedianya lahan yang cukup bagi pembangunan lingkungan perumahan dan dilengkapi
dengan prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial perumahan.
Bebas dari pencemaran air, udara dan gangguan suara atau gangguan lainnya, baik yang
ditimbulkan dari sumber daya buatan manusia maupun sumber daya alam.
Dapat menjamin tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi pembinaan
IV-12 Mempunyai kondisi yang bebas dari banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15%, sehingga
dapat dibuat sistem saluran pembuangan air hujan dan fungsi jalan setempat yang baik
serta memiliki daya dukung yang cukup untuk memungkinkan dibangun perumahan.
Menjamin adanya kepastian hukum atas status penguasaan tanah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam penentuan lokasi pengembangan perumahan permukiman telah dipertimbangkan
kemampuan ekonomi, keuntungan lokasi dan kualitas lingkungan fisik.
Kemampuan biaya, dapat dilihat dari pengeluaran yang diperuntukkan bagi penyediaan
tempat tinggal.
Keuntungan lokasi, dilihat dari faktor aksesibilitas dan jarak dari pusat kota. Aksesibilitas
terutama faktor angkutan umum menyebabkan pergerakan penduduk lebih mudah. Bagi
golongan berpendapatan rendah maka faktor kedekatan jarak dengan pusat kota menjadi
preferensi utama, sedangkan bagi golongan masyarakat menengah ke atas jarak kedekatan
lokasi tidak menjadi permasalahan.
Kualitas lingkungan, setiap hunian dalam suatu perumahan merupakan tempat kita
melepaskan diri dari luar, dari tekanan dan ketegangan dan dari kegiatan rutin. Oleh karena
itu diperlukan suatu hunian yang nyaman dan damai sebagai elemen pendukung terhadap
konsep ini. Dari pengertian ini diturunkan faktor ketersediaan sarana prasarana dan bebas
banjir.
Dalam dalam perencanaan guna lahan kawasan perumahan, lokasi pembangunan perumahan
telah memiliki beberapa kriteria, antara lain:
Kawasan perumahan harus didukung dengan kelengkapan sarana prasarana, utilitas, dan
fasilitas umum bagi penghuni.
Kawasan permukiman dan perumahan harus dialokasikan sehingga memiliki kemudahan
pencapaian ke pusat-pusat kegiatan.
Kawasan perumahan dialokasikan di kawasan yang memiliki kapasitas fasilitas pelayanan
lingkungan yang memadai agar pembangunan lebih efisien yaitu dengan memperluas
fasilitas pelayanan yang sudah ada.
Kawasan perumahan perlu dibangun dengan tingkat kepadatan ruang yang direncanakan
sehingga dapat mencegah timbulnya pergerakan yang berlebihan dan mengurangi
kemacetan.
IV-13
lahan permukiman Pertimbangan tersebut ditekankan pada faktor-faktor sebagai berikut:
Kondisi akses lokasi permukiman ke lokasi kegiatan lain.
Besarnya biaya untuk perjalanan aktivitas harian.
Harga lahan yang lebih murah atau menjangkau kemampuan masyarakat.
Kondisi dan kelengkapan fasilitas umum.
Arsitektur rumah yang baik dan modern
Kondisi sosial lingkungan yang dapat diterima.
Jarak permukiman ke lokasi tempat kerja.
Jarak permukiman ke pusat kota atau pusat aktivitas.
Selain itu ada beberapa hal yang telah diperhatikan dalam pemilihan lokasi pengembangan
perumahan permukiman dibagi menjadi empat segi antara lain:
1) Segi teknis pelaksanaanya:
Mudah mengerjakannya, tidak banyak pekerjaan cut and fill
Bukan daerah banjir, daerah gempa, daerah angin ribut dan daerah rayap
Mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti
Tanahnya baik sehingga baik untuk konstruksi bangunan
Mudah mendapatkan sumber air bersih, listrik, pembuangan air limbah/kotor/hujan dan
lain-lain
Mudah mendapatkan bahan-bahan bangunan
Mudah mendapatkan tenaga-tenaga pekerja dan lain-lain
2) Segi tata guna tanah
Tanah yang secara ekonomis sudah susah untuk dikembangkan secara produktif
Tidak merusak lingkungan
Mempertahankan tanah yang berfungsi sebagai reservoir air tanah, penampung air hujan
dan penahan air laut
3) Segi kesehatan
Lokasi jauh dari lokasi pabrik-pabrik yang dapat mendatangkan polusi misalnya debu
pabrik, buangan sampah-sampah dan limbah pabrik.
Lokasi tidak terganggu oleh kebisingan
Lokasi mudah untuk mendapatkan air minum, listrik, sekolah, puskesmas, dan lain-lain
IV-14 Lokasi mudah dicapai dari tempat kerja para penghuni
4) Segi politis dan ekonomis
Menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekelilingnya
Menjadi contoh bagi masyarakat sekeliling untuk membangun rumah dan lingkungan
yang sehat
Mudah penjualannya karena lokasi disukai calon pembeli dan menguntungkan
pengembang
Dari kriteria di atas dapat disederhanakan menjadi 3 faktor berikut ini:
Kemampuan fisik lahan, meliputi kemiringan, erosi, keefektifan tanah dan ada tidaknya
genangan.
Penggunaan lahan yang ada, meliputi ketersediaan lahan, fungsi lahan eksisting dan harga
lahan.
Potensi lokasi, meliputi kelengkapan sarana/fasilitas dan jaringan utilitas, kemudahan
aksesibilitas atau rute angkutan umum, kedekatan dengan pusat kegiatan/aktivitas atau
jarak ke pusat kota/kecamatan.
Lokasi pengembangan perumahan permukiman juga memiliki sistem jalan yang sesuai dengan
persyaratan sirkulasi dari rencana tata ruang kota. Hal ini memberikan pencapaian maksimum
dan menjamin koordinasi yang baik dengan rencana perubahan sirkulasi di kemudian hari.
Persyaratan dasar tersebut meliputi:
Aksesibilitas, yaitu kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan perumahan yang
terwujud dalam bentuk jalan dan transportasi;
Kompabilitas, merupakan keserasian dan keterpaduan antar kawasan yang menjadi
lingkungannya;
Fleksibilitas, yaitu kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan perumahan
dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana;
Ekologi, adalah keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang mewadahinya
D. Aspek Pendanaan
Aspek pendanaan pengembangan permukiman selama ini belum dikembangkan secara baik.
Selama ini aspek pendanaan lebih banyak dilakukan dengan subsidi pemerintah Kabupaten
IV-15
tergantung hanya kepada anggaran subsidi pemerintah.
Selain itu perlu adanya kontribusi pemerintah pusat dan pemerintah propinsi dan masyarakat
dalam pembangunan perumahan, khususnya perumahan untuk masyarakat berpendapatan
rendah.
Aspek pendanaan dengan mekanisme dana bergulir merupakan salah satu upaya pembiayaan
perumahan permukiman adalah hal yang paling layak yang dapat diterapkan, baik untuk rumah
milik maupun rumah sewa. Fasilitasi pembiayaan lain yang dapat diberikan kepada kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap, adalah melalui dukungan PSD perumahan
dan permukiman, kemudahan sertifikasi tanah dan IMB, asuransi kredit, peningkatan kualita
lingkungan maupun bantuan bahan bangunan. Bagi masyarakat yang berpenghasilan sangat
rendah, bantuan dana bergulir dapat diberikan sebagai bagian dari program peningkatan
kualitas lingkungan terpadu, mencakup pembangunan prasarana dan sarana dasar (hibah) dan
perbaikan/ pembangunan rumah (dana bergulir) yang secara keseluruhan manjadi bagian dari
program pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Ada 2 (dua) pola pembiayaan perumahan melalui dana bergulir, yaitu:
a. Pinjaman/ kredit dana bergulir melalui mekanisme bunga pasar (non subsidi);
b. Bantuan dana bergulir, melalui penerapan model arisan, sebagai modal awal bagi kelompok
masyarakat, dengan angsuran tanpa bunga.
Mekanisme pembiayaan dana bergulir dengan bunga pasar, diperuntukkan bagi masyarakat
informal berpenghasilan menengah ke bawah (350.000 < P < 1.500.000). Masyarakat pada
segmen ini diharapkan mampu untuk membayar angsuran pinjaman dana bergulir dengan nilai
suku bunga sesuai pasar (18 - 24%). Sedangkan bagi masyarakat informal yang
berpenghasilan sangat rendah (P< 350.000), pola pembiayaan yang diterapkan adalah berupa
pemberian bantuan dana bergulir dan bunga sebagal modal awal dengan model arisan, dimana
pengembalian angsuran adalah pokok pinjaman saja.
E. Aspek Kelembagaan
Institusi di Kabupaten Jepara yang menangani kegiatan pengembangan prasarana dan sarana
permukiman adalah DCKTRK (Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Kebersihan) bidang Cipta
Karya. Kewenangan yang dimiliki masih terbatas kepada kegiatan pembangunan prasarana
dan sarana permukiman (PSD). Di Kabupaten Jepara belum terdapat suatu lembaga khusus
IV-16
Regulatory Body For Public Housing sebagai institusi yang melakukan check and balances
terhadap pengembangan perumahan.
F. Sasaran
Sasaran rencana pengembangan permukiman adalah :
Terciptanya peningkatan kualitas sumber daya manusia masyarakat setempat yang mampu
menata lingkungan perumahan mereka
Terciptanya pertumbuhan usaha ekomomi produktif dan keswadayaan masyarakat dalam
mengembangkan lingkungan permukiman.
Terbangunnya perumahan dan permukiman yang layak huni
Terpenuhinya kebutuhan perumahan bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan
permukiman kumuh
Tertatanya lingkungan permukiman kumuh menjadi lingkungan yang sehat, indah, aman dan
nyaman
Tercapainya peningkatan derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat
Tujuan penanganan kegiatan ini adalah dalam rangka meningkatkan mutu kehidupan dan
penghidupan, harkat, derajat, dan martabat masyarakat penghuni permukiman kumuh terutama
golongan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah melalui fasilitasi penyediaan
perumahan layak dan terjangkau dalam lingkungan permukiman yang sehat dan teratur; serta
mewujudkan kawasan permukiman yang ditata secara lebih baik sesuai dengan peruntukan
dan fungsi sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang kota.
Tabel 4.1.
Program Peningkatan Kualitas Perumahan dan Permukiman
NO KELOMPOK KELUARGA
Program Perbaikan Masyarakat
Squatter
Program Pemberdayaan
Masyarakat Kumuh
Bantuan PSD Permukiman
1 Miskin √ √ √
2 Berpenghasilan Rendah √ √ √
IV-17 4.1.4 Permasalahan Pembangunan Permukiman
Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi
Secara umum perkembangan permukiman di kawasan perkotaan atau pesisir yang
berlangsung selama ini memperlihatkan semakin perlunya pembangunan permukiman dan
prasarananya. Sedangkan pengelolaan pembangunan prasarana permukiman tersebut
yang bertumpu prakarsa membangun dari masyarakat sendiri belum dapat berjalan
dengan baik, karena kebanyakan kawasan kumuh yang ada merupakan daerah miskin.
Perkembangan perumahan dan permukiman yang sangat pesat terutama di kawasan
pesisir di Kabupaten Jepara sering kurang terkendali, mengakibatkan banyak
kawasan-kawasan tersebut yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air (retarding pond) dan
kawasan terbuka hijau telah berubah menjadi daerah permukiman yang dihuni penduduk.
Hal-hal tersebut diatas membawa dampak di satu pihak mengurangi kemampuan daya
serap lahan atas air hujan yang turun, di lain pihak berdampak rendahnya kemampuan
drainase mengeringkan kawasan terbangun. Apalagi pada kawasan tersebut tidak
tersedianya prasarana permukiman seperti jalan dan drainage yang baik, menjadikan
daerah permukiman tersebut menjadi kawasan kumuh dan tidak layak huni.
Permasalahan permukiman tersebut, selain di wilayah daratan, juga terjadi di pulau-pulau
karimunjawa. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar masyarakat di kepulauan
karimunjawa memiliki tingkat pendapatan dan derajat kesejahteraan yang rendah.
Kemiskinan dan ketidak-berdayaan tersebut akan merupakan ancaman utama bagi
mereka untuk turut serta dalam pengelolaan wilayah kepulauan secara berkelanjutan.
Dengan demikian penataan perumahan permukiman juga diarahkan kepada masyarakat di
Pulau Karimunjawa tersebut.
Bertambahnya kawasan-kawasan kumuh di beberapa wilayah Kabupaten Jepara serta
kelangkaan prasarana dasar dan ketidakmampuan masyarakat membangunan prasarana
permukiman merupakan masalah utama dari perumahan dan permukiman yang ada di
Kabupaten Jepara. Dikhawatirkan kondisi seperti ini, akan menurunkan kualitas hidup
masyarakat.
Secara umum permasalahan pokok yang dihadapi dalam pengembangan permukiman di
Kabupaten Jepara adalah:
IV-18
Permasalahan tersebut disebabkan oleh :
belum mantapnya kelembagaan penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
terbatasnya lahan murah untuk pembangunan perumahan.
belum mantapnya sistem pembiayaan perumahan.
terbatasnya akses Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam memenuhi
perumahan yang layak.
masih lemahnya komitmen pemerintah dalam pembangunan perumahan.
masih rendahnya efisiensi dalam pembangunan perumahan.
b.Menurunnya kualitas lingkungan permukiman. Permasalahan tersebut disebabkan oleh :
belum memadainya prasarana dan sarana dasar lingkungan perumahan dan
permukiman.
menurunnya daya dukung lingkungan perumahan dan permukiman.
belum terintegrasinya pengembangan kawasan perumahan dengan pembangunan
prasarana dan sarana kawasan.
lemahnya pengawasan dan pengendalian alih fungsi lahan untuk pembangunan
perumahan dan permukiman.
Arah kebijakan untuk mengatasi permasalahan permukiman adalah melalui pemenuhan
kebutuhan rumah yang layak huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah
III-19 Tabel. 4.2
Strategi dan Program Peningatan Kualitas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Jepara
KLASIFIKASI KAWASAN
DEFINISI, KRITERIA DAN TUJUAN
PERLINDUNGAN STRATEGI PROGRAM
Kawasan Permukiman Kumuh
Kawasan hunian masyarakat dengan ketersediaan sarana umum buruk atau tidak ada sama sekali dan kepadatan bangunan netto yang tinggi
Kategori : slums dan squatters Slums : permukiman yang legal, namun secara fisik, sosial budaya dan sosial politik mengalami degradari, sehingga daya dukung lahan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Squatters : lingkungan permukiman liar yang menempati lahan illegal, kondisi fisik lingkungan dan tertata dan lebih sehat.
Penataan dan peremajaan kawasan lingkungan perumahan dan permukiman dengan kepadatan tinggi
Merencanakan secara optimal penggunaan lahan
Pembangunan Rumah Susun untuk kawasan pusat kota dengan kepadatan tinggi/kumuh berat
Mengoptimalkan implementasi rencana, pengawasan, dan perijinan pembangunan perumahan
Land re-adjustment (penataan
permukiman) dan peremajaan permukiman di kawasan perkotaan
Pengembangan perumahan dengan batas-batas tertentu untuk kawasan yang termasuk dalam kategori kumuh ringan.
Pemberian status kepemilikan lahan bagi para pemukim yang menempati lahan yang sesuai dengan peruntukannya
Melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses perencanaan dan penataan (participatory planning) sejak awal
Perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan untuk kawasan kumuh
Strategi penanganan permukiman di wilayah kawasan perdesaan di Kabupaten Jepara akan diarahkan pada program pengadaan prasarana dasar permukiman
III-20 KLASIFIKASI
KAWASAN
DEFINISI, KRITERIA DAN TUJUAN
PERLINDUNGAN STRATEGI PROGRAM
Wilayah yang
- Karakteristik wilayah yang bercirikan perdesaan masih dipertahankan dan melindungi kawasan menjadi daerah resapan air
- Pengembangan wilayah yang bercirikan perdesaan dengan memilih desa-desa berpotensi untuk menjadi desa pusat pertumbuhan.
- Mempertahankan potensi kawasan yang ada, seperti kawasan kebun durian.
perdesaan.
Pengaturan jarak lokasi industri dengan perumahan dan permukiman serta dengan melakukan pembangunan penghalang yang berupa jalur atau jalur terbuka hijau
Kegiatan Penyehatan Lingkungan perdesaan yang memiliki ciri khusus
Sosialisasi dan pembinaan tentang rumah sehat kepada masyarakat yang tinggal di wilayah yang bercirikan perdesaan.
IV-21 4.1.5 Program yang diusulkan
A. Sistem infrastruktur permukiman yang diusulkan
Sistem infrastruktur permukiman permukiman yang ingin diwujudkan dibagi menjadi 2
(dua), yaitu pengembangan permukiman perkotaan dan pengembangan permukiman
perdesaan.
1. Pengembangan Permukiman Perkotaan
Perkembangan perumahan dan permukiman di Kabupaten Jepara secara umum
mengikuti kondisi prasarana khususnya kondisi jalur jalan dan kondisi fisik alam yang
ada atau mengikuti arah dan pola jalur jalan regional. Arah perkembangan yang
mengikuti jalur jalan tersebut didorong oleh intensitas dan pola aktivitas yang sangat
tinggi di sepanjang jalur jalan tersebut.
Meskipun demikian, sesuai dengan perkembangan penduduk yang terjadi tetap
membutuhkan alokasi rumah dalam kawasan perumahan dan permukiman di wilayah
tersebut. Hal tersebut harus tetap dilakukan meskipun kondisi dan ketersediaan lahan
di wilayah tersebut kurang mendukung untuk aktivitas pembangunan dan
pengembangan kawasan permukiman baru. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
pengoptimalan pembangunan kawasan permukiman dan pengembangan di wilayah
tersebut. Pengoptimalan pembangunan dan pengembangan di atas keterbatasan
lahan tersebut juga disertai dengan pengaturan-pengaturan dalam rencana
pengembangan kawasan permukiman tersebut dan dituangkan dalam beberapa
strategi. Strategi yang dapat diterapkan antara lain adalah: mencegah dan mengatur
pembangunan rumah yang memiliki tipe kapling besar, mengoptimalkan
pembangunan di atas lahan di wilayah dengan kepadatan sedang dan rendah, tetap
mempertahankan kawasan resapan air, mengkaitkan antara pusat-pusat kota dengan
pusat-pusat pertumbuhan baru serta mengatur investasi berbentuk rumah di
Kabupaten Jepara.
Mencegah dan mengatur pembangunan rumah yang memiliki tipe kapling besar yang
dimaksud adalah kapling dengan luas >400 m2. Apabila dilakukan pembangunan
rumah dengan tipe kapling tersebut, maka perlu menerapkan KDB dan KLB secara
optimal, sempadan bangunan dan sempadan jalan sesuai dengan kebijakan daerah
IV-22
Untuk daerah-daerah dengan kepadatan tinggi, rumah-rumah yang ada perlu
dibangun secara vertikal. Pembangunan secara vertikal yang dimaksud adalah
pembangunan rumah susun yang ditujukan bagi masyarakat dan para pendatang
khususnya yang memilikipenghasilan rendah di daerah-daerah padat huni, yang
biasanya di daerah pusat kota. Disisi lain, dilakukan pembangunan kawasan
perumahan dan permukiman secara lebih optimal di atas lahan yang berada di
daerah-daerah yang memiliki tingkat kepadatan huni sedang sampai rendah.
Selanjutnya untuk dapat meratakan penyebaran penduduk, supaya mereka tidak
selalu memilih untuk tinggal di pusat-pusat kota, maka perlu dilakukan pembangunan
dan pengembangan sarana dan prasarana wilayah, terutama jalan. Hal tersebut untuk
mendukung aksesibilitas masing-masing wilayah. Dengan mulai dibukanya suatu
wilayah baru karena adanya jaringan jalan yang melewati wilayah tersebut, maka
menjadi nilai tambah bagi wilayah tersebut. Pada akhirnya, aktivitas di wilayah
tersebut mulai berkembang begitu pula dengan kebutuhan pembangunan dan
pengembangan perumahan dan permukiman. Dari kesemua usaha untuk
mengoptimalkan pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman di atas
lahan yang berada di wilayah yang memiliki tingkat kepadatan dari rendah sampai
tinggi, tetap harus memperhatikan keseimbangan alam dan ekosistem dari lingkungan
yang ada. Untuk itu perlu dilakukan penetapan kawasan resapan air yang tidak boleh
diubah menjadi kawasan perumahan dan permukiman. Salah satu cara yang
dilakukan adalah dengan membuat sumur-sumur resapan.
Tujuan, sasaran dan program Pengembangan Permukiman di Perkotaan adalah
sebagai berikut :
- Tujuan : Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat permukiman di perkotaan terutama di kawasan kumuh;
- Sasaran : Dukungan penyediaan prasarana dan sarana permukiman di kawasan perkotaan serta peningkatan kualitas permukiman kumuh;
- Program :
1. Pengembangan perumahan, dengan kegiatan :
PSD perumahan dan permukiman;
IV-23
2. Program Pemberayaan Komunitas Perumahan,dengan kegiatan:
Penyediaan perumahan dan PSD Perkimuman yang bertumpu pada
pemberdayaan masyarakat, penataan dan rehabilitasi lingkungan kumuh;
Penanggulangan Kemiskinan di perkotaan (P2KP).
2. Pengembangan Permukiman Perdesaan
Wilayah Perdesaan yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki kegiatan utama di
bidang pertanian dengan pengelolaan sumber daya alam masih mendominasi
aktivitas masyarakat yang ada di wilayah tersebut sebagai upaya pengembangan dan
peningkatan perekonomian mereka
Sebaran kawasan permukiman di wilayah yang bercirikan perdesaan adalah
Kecamatan Batealit (desa: Bantrung, Geneng dan Ragukplampitan) dan Kecamatan
Kedung (desa: Sowan Lor, Surodadi, Panggung dan Sukosono).
Untuk daerah pinggiran atau daerah yang masih bercirikan perdesaan, sebaiknya
tidak semuanya dapat dibangun untuk perumahan dan permukiman. Dalam upaya
pengembangan kawasan permukiman di wilayah ini juga perlu memperhatikan
syarat-syarat lokasi yang telah ditetapkan. Lokasi untuk pembangunan baru diprioritaskan
untuk desa yang memiliki tegalan. Hal ini disebabkan karena salah satu syarat dari
lahan yang dapat digunakan sebagai lahan yang difungsikan sebagai kawasan
perumahan dan permukiman adalah lahan tegalan. Selain merupakan lahan tegalan,
syarat lain yang harus dipenuhi adalah bukanlah merupakan daerah rawan bencana,
memiliki kelerengan 0%-15%, telah memiliki kelengkapan sarana dan prasarana
dasar yang dibutuhkan dalam pengembangan kawasan perumahan dan permukiman
seperti jaringan jalan, listrik dan memiliki sumber air yang dapat mencukupi aktivitas
penduduk yang akan menempati wilayah tersebut serta lokasi tersebut memiliki
kesesuaian fungsi seperti dengan apa yang telah ditetapkan oleh RTRW Kabupaten
Jepara. Pendekatan pembangunan permukiman tersebut salah satunya dapat
dilakukan dengan pendekatan Kasiba / Lisiba. Selain itu juga perlu memperhatikan
kawasan konservasi atau kawasan lindung. Hal tersebut dimaksudkan supaya fungsi
lindung dari konservasi tersebut tidak terganggu akibat aktivitas permukiman yang
IV-24
Selain itu, untuk mengendalikan pembangunan di kawasan permukiman di wilayah
yang bercirikan perdesaan tersebut adalah dengan memberikan peraturan mengenai
pembangunan kawasan permukiman di wilayah tersebut. Hal tersebut dimaksudkan
supaya lahan yang tersedia dipergunakan seefektif mungkin, kemungkinan
perkembangan dan pertumbuhan penduduk alami dan pendatang di Kabupaten
Jepara sangat mempengaruhi perkembangan kebutuhan perumahan dan
permukiman. Perkembangan tersebut, meskipun pada awalnya terjadi di wilayah
perkotaan, maka sangat tidak menutup kemungkinan perkembangan tersebut akan
merembet di wilayah yang bercirikan perdesaan. Itulah mengapa lahan-lahan
potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan permukiman di wilayah yang
bercirikan perdesaan ini perlu dipergunakan seefektif mungkin. Selain itu, juga perlu
diperhatikan pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana, khususnya
sarana dan prasarana dasar permukiman. Hal tersebut dilakukan untuk menunjang
aktivitas permukiman yang ada. Disamping itu, pembuatan atau penetapan kawasan
resapan air juga masih perlu dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi
berkurangnya daerah resapan di wilayah tersebut akibat adanya perkembangan
perumahan dan permukiman yang ada. Salah satu cara untuk mempertahankan
kawasan resapan air tersebut dilakukan dengan pembangunan sumur-sumur resapan
air
Adapun tujuan, sasaran dan program pengembangan permukiman perdesaan adalah
sebagai berikut :
- Tujuan : Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat permukiman di perdesaan
terutama di desa tertinggal;
- Sasaran : Dukungan penyediaan prasarana dan sarana permukiman peredsaan
serta peningkatan infrastruktur desa;
- Program :
Program Pengembangan Permukiman Perdesaan akan memprioritaskan
pengembangan permukiman dengan bantuan Rumah Sehat Huni (RSH) melalui
bantuan rehabilitasi rumah bagi masyarakat miskin serta Peningkatan Infrastruktur
IV-25
Lokasi pengembangan permukiman di wilayah perdesaan adalah sebagai berikut:
1. Kecamatan Kedung, desa: Kedungmalang, Karangaji, Sowan Kidul, Sukosono,
Surodadi dan Kerso
2. Kecamatan Kalinyamatan, desa: Bandungrejo, Damarjati, Banyuputih dan
Pendosawalan
3. Kecamatan Mayong, desa: Mayong Kidul, Bauran, Ngroto, Rajekwesi dan Pancur
4. Kecamatan Batealit, desa: Ngasem dan Ragukplampitan
5. Kecamatan Pecangaan, desa: Krasak, Karangrandu dan Gemulung
6. Kecamatan Nalumsari, desa: Dorang, Blimbingrejo, Tanggul Pandean, Ngetuk dan
Bategede
7. Kecamatan Welahan, desa: Ujungpandan, Bugo dan Sidigede
Strategi yang diterapkan untuk peningkatan kualitas permukiman kawasan
permukiman di wilayah yang bercirikan perdesaan di Kabupaten Jepara antara lain:
- Memaksimumkan pertumbuhan ekonomi sesuai dengan potensi yang dimiliki yang bertumpu pada kemampuan dasar masyarakat (self economic development).
Upaya yang dapat dilakukan dalam menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk
dapat meningkatkan kemampuan perekonomiannya secara mandiri salah satunya
adalah dengan peningkatan ekonomi lokal (LED). Upaya peningkatan ekonomi
lokal tersebut masih memerlukan campur tangan dari pihak pemerintah dan
swasta sebagai fasilitatornya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh kedua
pihak tersebut adalah dengan memberikan beberapa fasilitas-fasilitas pendukung,
baik fasilitas yang berbentuk fisik maupun non fisik. Fasilitas fisik dapat berupa
sarana dan prasarana pendukung. Sedangkan untuk fasilitas non fisik dapat
berupa pelatihan untuk menumbuhkan semangat dan etos kerja mandiri.
- Mengupayakan pengembangan pertanian dengan peningkatan produktifitas dan penerapan program-program yang dapat menjangkau masyarakat miskin. Hal
tersebut dimaksudkan untuk mendukung aktivitas masyarakat yang tinggal di
wilayah yang bercirikan perdesaan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan
masyarakat di kawasan yang bercirikan perdesaan untuk dapat meningkatkan
kesejahteraan hidupnya.
IV-26 B. Usulan dan Prioritas Program Pembangunan Prasarana dan Sarana Permukiman
1. Pengembangan Permukiman Perkotaan
a. Pembangunan Rusunawa di Kota Jepara
Sesuai dengan kebijakan program bantuan perumahan diberikan kepada masyarakat
berpenghasilan rendah dan mengurangi permukiman kumuh dan liar. Untuk lokasi
rencana pembangunan Rusunawa di Kabupaten Jepara adalah di Kelurahan Ujung
Batu Kecamatan Jepara. Rusunawa tersebut diperuntukkan bagi masyarakat miskin
kota yang tinggal di permukiman kumuh dan liar di kota Jepara, terutama di Kauman,
Ujung Batu dan Jobokuto.
Adapun rincian kegiatan Pembangunan Rusunawa:
Penyiapan lahan
Bangunan Rusunawa
Operasional dan Pemeliharaan
Drainase
Pemberdayaan komunitas
PSD Air Minum
PSD Persampahan
PSD Air Limbah
b. Pembangunan sehat Huni (RSH) di Kota Jepara
Program bantuan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dilaksanakan
melalui penyediaan rumah sederhana sehat yang diatur dengan Kepmen Kimpraswil
No. 403/kpts/m/2002 tentang pedoman teknis pembangunan rumah sederhana sehat
dan Kepmen Kimpraswil No. 24/kpts/m/2003 tentang pengadaan rumah sehat
sederhana dengan fasilitas subsidi perumahan.
Adapun pembangunan RSH terdiri dari :
Pembangunan RSH
Pembangunan Jalan Poros
Pembangunan PSD Drainase
Pembangunan PSD Air Minum
Pembangunan PSD Persampahan
IV-27
c. Pembangunan PSD di Permukiman Kumuh di Kota Jepara
Pembangunan PSD di permukiman kumuh bertujuan untuk menata lingkungan di
kawasan permukiman kumuh agar tercipta lingkungan yang bersih dan sehat dengan
rincian kegiatan :
Pembangunan Jalan Lingkungan
Pembangunan PSD Drainase
Pemberdayaan komunitas
Pembangunan PSD Air Minum
2. Pengembangan Permukiman Perdesaan
Upaya memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman masyarakat miskin dilakukan
melalui bantuan rehabilitasi rumah dan bantuan prasarana dan sarana dasar
permukiman bagi masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah, penyediaan sarana air
bersih pada permukiman rawan air, penataan dan rehabilitasi permukiman kumuh.
Pendekatan yang ditempuh dalam kebijakan tersebut adalah penguatan kapasitas
masyarakat dan penguatan kelembagaan komunitas. Salah satu langkah strategis yang
dilakukan adalah pembangunan perumahan untuk orang miskin, penataan lingkungan
permukiman, dan rehabilitasi prasarana permukiman dengan rincian kegiatan sebagai
berikut :
Bantuan Rehabilitasi Rumah Masyarakat miskin
Pembangunan Jalan Lingkungan
Pembangunan PSD Drainase
Pembangunan PSD Air Minum
Dalam upaya menggapai kelompok sasaran masyarakat berpenghasilan rendah,
diperlukan dukungan fasilitasi dari pemerintah pusat, melalui pola-pola investasi dan
kebijakan penerapan subsidi yang tepat. Salah satu kunci keberhasilan penyelenggaraan
program rumah susun sederhana sewa adalah melalui kerjasama, keterlibatan serta
partisipasi semua pihak, terutama Pemerintah Pusat melalui APBN.
Adapun kategori masyarakat yang dapat menerima bantuan tersebut secara garis besar
dibagi menjadi :
Bagi masyarakat yang berpenghasilan lebih rendah (Rp 500.000 – Rp 850.000) dan (Rp 850.000 – Rp 1.300.000) Pemerintah merencanakan tidak membebani untuk
pengembalian lahan, namun demikian sebagian segmen pasar ini masih menarik
IV-28
kemitraan dengan pemilik lahan sehingga biaya investasinya dapat ditekan, pada
akhir masa usia ekonomis, aset tersebut menjadi aset pemilik lahan. Lahan yang
dipergunakan dapat milik Pemerintah, maupun masyarakat (kelompok atau
individual).
Pada kelompok miskin, yang berpenghasilan sampai dengan Rp 350.000 dan (Rp 350.000 – Rp 500.000) setiap bulannya, diterapkan tarif sewa yang relatif sangat
murah dengan bantuan subsidi dari Pemerintah atau subsidi silang. Pada kelompok
ini, Pemerintah hanya mengharapkan penghuni untuk membayar tarif sewa untuk
keperluan biaya operasi dan administrasi saja. Dengan demikian kelompok
masyarakat ini yang biasanya tinggal di kawasan-kawasan miskin dapat memperoleh
hunian yang layak.
4.2 PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (PBL) 4.2.1 Petunjuk Umum
Rencana tata bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran dari rencana detail tata
ruang kawasan perkotaan berupa rencana geometrik pemanfaatan ruang kawasan perkotaan
yang disusun untuk perwujudan ruang kawasan perkotaan dalam rangka pelaksanaan pembangunan
kota. Dalam hal detail tata ruang kawasan perkotaan belum ada, maka rencana tata bangunan dan
lingkungan ini dapat diturunkan dari rencana tata ruang wilayah kota melalui proses penentuan
kawasan perencanaan.
Rencana tata bangunan dan lingkungan berisikan rumusan tentang rencana tapak
pemanfaatan ruang kawasan, pra rencana tehnik jaringan utilitas yang berisikan arahan letak dan
penampung air bersih, air hujan, air limbah, gas, listrik, telpon dan sampah; pra rencana tehnik
jaringan jalan berisikan arahan letak dan penampang jalan; pra rencana tehnik bangunan gedung
berisikan arahan letak, penampang dan arsitektur lingkungan bangunan dan gedung; pra rencana
tehnik bukan bangunan gedung.
Rencana tata bangunan dan lingkungan dilakukan bagi lingkungan yang mempunyai sifat
khusus sehingga diperluukan pengaturan khusus dan bersifat final (misainya kawasan konservensi,
kawasan tepi air / waterfront city, permukiman di atas air, lingkungan bersejarah / urban haritage ).
Dalam hal pengembangan yang bersifat individual dan tidak mempunyai hal yang spesifik untuk
ditangani secara khusus, maka dapat digunakan rencana umum atau rencana detail dengan
IV-29
Rencana tata bangunan dan lingkungan berfungsi untuk mewujudkan keselarasan den
keserasian bangunan dengan bangunan, bangunan dengan prasarana dan lingkungannya , serta
menjaga keselamatan bangunan den lingkungannya.
4.2.2 Tinjauan Kebijakan
Landasan hukum penataan bangunan dan lingkungan adalah sebagai berikut :
1. Undang – Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria.
2. Undang – Undang No.4 Tahun 1982 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 3. Undang – Undang No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
4. Undang – Undang No.01 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman. 5. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UU-BG).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Pembinaan dan Peran Masyarakat.
7. Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU N0.28 tahun
2002 tentang Bangunan Gedung.
8. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 441/KPTS/1998 Tentang Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung.
9. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 468/KPTS/1998 Tentang Persyaratan Teknis
Aksesbilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan.
10. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 640/691/PUOD tanggal 15 Februari 1985 tentang
Tertib Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Bangunan.
Kebijakan Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di Kabupaten Jepara dilakukan
melalui :
a. Penguatan kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan
bangunan dan lingkungan;
b. Pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung kepada para pemangku kepentingan
penyelenggara bangunan gedung;
c. Pemberian bantuan teknis pembangunan bangunan gedung negara dan pelayanan pengelolaan
rumah negara;
d. Penataan lingkungan permukiman kumuh, nelayan dan tradisional melalui pemberdayaan
masyarakat;
e. Penataan dan revitalisasi bangunan gedung bersejarah dan lingkungannya yang mempunyai nilai
IV-30
f. Penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat berbasis konsep tridaya
(pemberdayaan ekonomi, sosial, lingkungan).
4.2.3 Profil Pembangunan Penataan Bangunan
Penataan bangunan di Kota Jepara selama ini belum menimbulkan banyak permasalahan.
Hal tersebut disebabkan Kota Jepara termasuk kategori kota sedang. Penataan bangunan di Kota
Jepara tertuang dalam RUTK Kota jepara yang dijadikan pedoman untuk:
1) Pemberian ijin mendirikan bangunan den pemanfaatan bangunan
2) Penertiban letak, ukuran bangunan gedung dan bukan gedung serta bukan bangunan
3) Penyusunan rancang bangunan gedung den bukan gedung
4) Jaminan kepastian hukum dalam pelaksanaan pembangunan, termasuk kepastian untuk
mendapatkan pelayanan, kondisi yang selaras dan serasi dalam melakukan kegiatannya.
Adapun muatan rencana muatan rencana tata bangunan dan lingkungan adalah :
1) Rencana tapak pemanfaatan ruang lingkungan perkotaan, meliputi;
a) Rencana perpetakan lahan lingkungan perkotaan (kavlIng)
b) Rencana tata letak bangunan den pemanfaatan bangunan
c) Rencana tata letak jaringan pergerakan lingkungan perkotaan hingga pedestrian den jalan
setapak , perparkiran, halte, den penyeberangan
d) Rencana tata letak jaringan utilitas lingkungan perkotaan
e) Rencana ruang hijau dan penghijauan
2) Arahan pelaksanaan pembangunan lingkungan perkotaan yang meliputi;
a) Ketentuan letak dan penampang (pra rencana tehnik) bangunan gedung dan bangunan
bukan gedung
b) Ketentuan letak dan penampang (pra rencana tehnik) jaringan pergerakan
c) Ketentuan letak dan penampang (pra rencana tehnik) jaringan utilitas lingkungan perkotaan
d) Ketentuan (pra rencana tehnik) sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien
lantai bangunan, ketinggian bangunan, pertandaan, bahan bangunan, dan ketentuan
bangunan lainnya.
3) Pedoman pengendalian pelaksanaan pembangunan lingkungan perkotaan yang meliputi:
a) Ketentuan administrasi pengendalian pelaksanaan rencana dan program, misalnya melalui
mekanisme perijinan mendirikan bangunan
IV-31
bangunan, hak bangunan di etas tanah / di bawah tanah
c) Arahan pengendalian pelaksanaan berupa ketentuan penata pelaksanaan /
manajemen pelaksanaan bangunan
d) Mekanisme pelaporan, pemantauan, dan evaluasi program (balk yang dilakukan oleh
instansi yang berwenang maupun keterlibatan masyarakat dalam pengawasan), serta
pengenaan sanksi (berupa teguran, pencabutan iiin, perdata maupun pidana).
Produk rencana tata bangunan dan lingkungan mencakup:
1) Tujuan pembangunan lingkungan dan bangunan
Tujuan pembangunan lingkungan dan bangunan dirumuskan sesuai dengan permasalahan
dan arahan kebijakan berdasarkan urgensi keterdesakan penanganan lingkungan tersebut
2) Rencana Tapak pemanfaatan Ruang lingkungan
a) Materi yang di atur
Tata letak bangunan gedung dan bukan gedung, tata letak bukan bangunan; serta tata
letak jaringan pergerakan serta utilitas yang terutama akan dibangun, sempadan bangunan,
koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, koefisien daerah hikau, koefisien
tapak basement, sempadan jalan, daerah pengawasan jalan, daerah milik jalan, daerah
manfaat jalan, daerah pengawasan jalan, daerah milik utilitas, daerah pengawasan utilitas,
b) Kedalaman materi yang di atur
Geometric tapak pemanfaatn ruang yang dirinci untuk tiap bangunan dan jaringan
pergerkan serta utilitas.
c) Pengelompokan materi yang diatur:
perpetakan bangunan
penggunaan dan mass bangunan
jaringan pergerakan dan jaringan utilitas menurut penggunaannya
4.2.4 Permasalahan Penataan Bangunan
Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi
Permasalahan utama penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten Jepara adalah masih
banyak dijumpai adanya suatu lingkungan permukiman yang pertumbuhan dan perkembangannya
tidak terkendali yang mengakibatkan degradasi lingkungan karena perkembangan lingkungan tidak
disertai dengan dukungan sarana dan prasarana yang memadai apabila ini terjadi maka
IV-32
permukiman tadi mempunyai potensi untuk dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu masih
rendahnya kepedulian penanganan kawasan kumuh termasuk sharing pendanaan dan
menumbuhkan gerakan masyarakat dalam penanganan kawasan kumuh. Kurang diperhatikannya
sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga, serta kurang ditegakkannya aturan keselamatan
bangunan.
Selain itu, masih banyak bangunan gedung yang dibangun tanpa dilengkapi dengan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB), atau sudah dilengkapi IMB namun masih belum memenuhi persyaratan
teknis seperti rawan kebakaran. Juga masih banyak bangunan gedung yang dibangun tanpa
memperhatikan daya dukung lingkungan sehingga rawan banjir, longsor, kumuh, rawan kriminalitas.
Terkait dengan dikeluarkannya UU bangunan gedung, Pemerintah Kabupaten Jepara belum
memiliki Perda tentang Tata Bangunan dan Lingkungan meskipun Pengendalian pembangunan
penataan bangunan gedung dan lingkungan merupakan urusan wajib yang menjadi urusan
pemerintah kabupaten dan merupakan pelayanan pemerintah kabupaten kepada masyarakat dalam
mewujudkan penyelenggaraan penataan bangunan gedung dan lingkungan yang tertib dan andal.
Penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten Jepara, juga belum berjalan dengan baik.
Pengaturan mengenai fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan
bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada
setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, belum berfungsi dengan baik. Pengendalian
penyelenggaraan bangunan gedung masih terbatas melalui mekanisme perijinan, dan belum mampu
menumbuhkembangkan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan
bangunan gedung dan belum diterapkan sanksi secara tegas dan konsisten bagi pelanggar
ketentuan undang-undang.
Permasalahan yang dihadapi :
Belum tersosialisasinya Undang-undang Bangunan Gedung kepada masyarakat dengan baik.
Masih banyaknya bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan aturan
keselamatan bangunan gedung;
Masih ada penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara yang kurang tertib dan tidak
efisien;
Masih banyaknya asset negara berupa tanah dan gedung yang belum teradministrasikan
dengan baik.
IV-33 Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota,
kawasan lama bersejarah serta heritage, yang perlu ditingkatkan kondisinya;
Penyalahgunaan peruntukan bangunan gedung dan alih fungsi rumah menjadi tempat usaha
masih banyak terjadi. Banyak berdiri bangunan gedung yang tidak layak dan sering menjadi
masalah bagi lingkungan, keselamatan, kesehatan dan kenyamanan masyarakat sekitar. Selain itu,
banyak bangunan gedung yang tidak tertib dan tidak memiliki izin. Undang-Undang No. 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung (UU-BG) yang mulai berlaku sejak tanggal 16 Desember 2002,
belum mampu menertibkan permasalahan tersebut dan menjadi alat ukur bagi bangunan gedung
agar sesuai dengan fungsi dan lingkungan.
Setelah diterbitkannya UU-BG itu, diperlukan adanya aturan lain. Pada 10 September 2005
telah disahkan Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU N0.28
tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Bangunan
Gedung lainnya, sebagai salah satu tindak lanjut kepada para penyelenggara bangunan gedung di
Indonesia. PP 36 Tahun 2005 merupakan satu-satunya Peraturan Pemerintah di bidang bangunan
gedung yang cukup lengkap dan komprehensif dalam upaya sosialisasi semua pihak yang
berkepentingan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang bangunan gedung.
Ruang lingkup UU No. 28 tahun 2002 menyangkut pengaturan mengenai fungsi bangunan
gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan
kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan
gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan
peralihan dan ketentuan penutup. UU tersebut diharapkan dapat mendukung pencapaian bangunan
gedung yang berfungsi, andal dan efisien sesuai dengan kondisi sosial budaya Indonesia; kejelasan
status kepemilikan bangunan gedung; kesempatan bagi daerah dan masyarakat mengatur secara
bertahap persyaratan bangunan gedung sesuai dengan kondisi sosial budaya daerah dan
masyarakat masing-masing; mengendalikan penyelenggaraan bangunan gedung melalui
mekanisme perijinan, pengawasan dan penertiban yang bernasis tata pemerintahan yang baik;
menumbuhkembangkan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan
bangunan gedung; melakukan pembinaan yaitu pengaturan pengawasan, sosialisasi dan
pemberdayaan bersama-sama Pemda dan masyarakat; serta menerapkan sanksi secara tegas dan