• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh/By : Key words : Rizophora wood, carbonization, wood vinegar, charcoal.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh/By : Key words : Rizophora wood, carbonization, wood vinegar, charcoal."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 19, September 2006

RENDEMEN DAN KANDUNGAN KIMIA CUKA KAYU (Wood Vinegar) SERTA RENDEMEN ARANG DARI KAYU BAKAU (Rhizophora mucronata Lamck)

Recovery and Chemical Compounds of Wood Vinegar Of Rhizophora (Rhizophora Mucronata Lamck)

Oleh/By :

SUNARDI1; WIKA YULIANSYAH2

Aims of this research is to know the recovery of charcoal, chemical compound and its recovery of wood vinegar produce during the carbonization process of Rhizophora wood in three diameter classes, ≤10 cm, 11 – 19 cm and ≥20 cm.

Complete Randomized Design (CRD) 3 x 3 was applied to analysis data, treatments are diameter class (D1 = ≤10 cm, D2= 11 – 19 cm and D3 = ≥20 cm) and three replications.

The result shows, average charcoal recovery of Rhizophora with ≤10 cm in diameter is 20 % and wood vinegar recovery is 3,07 % ; 11 cm to 19 cm in diameter produce 43, 33 % of charcoal and 3,47 of wood vinegar and ≥20 cm. in diameter produce 40 % of charcoal and 3,27 % of wood vinegar.

There are 24 chemical compounds found in wood vinegar of Rhizophora, mostly classified as alcoholic, Phenol, Ether, Ketene, carbocillate acid, Ester and Benzene. Five chemical compounds dominate in wood vinegar are Phenol, 2,4-Trimethoxybenzene, Mequinol, Phenol, 2-methyl, 2- furancarboxaldehyde and Phenol.

Qualitative analysis of those chemical compounds shows that wood vinegar of Rhizophora is good in quality, because its has 1,0168 gr/ml in density, acidity is 10,37 %, yellow red brown in color and the smell is good and this product accepted by Japanese Standard (JAS).

Key words : Rizophora wood, carbonization, wood vinegar, charcoal.

I. PENDAHULUAN

Hutan Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Pengaruh laut dan daratan menyebabkan di kawasan mangrove terjadi interaksi kompleks antara sifat fisik dan sifat kimia. Sifat fisik mangrove mampu berperan sebagai penahan ombak serta penahan intrusi dan abrasi air laut Proses dekomposisi serasah bakau mampu menunjang kehidupan makhluk hidup di dalamnya. Keunikan lainnya adalah fungsi serbaguna hutan mangrove sebagai sumber penghasilan masyarakat desa di daerah pesisir pantai, tempat berkembangnya biota laut tertentu dan flora fauna pesisir serta dapat dikembangkan sebagai wana wisata untuk kepentingan pendidikan dan penelitian (Arief, 2003).

1Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Unlam

(2)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 19, September 2006 110 Bakau merupakan salah satu vegetasi penyusun terbesar di hutan mangrove. Bakau selama ini digunakan sebagai bahan bakar dengan nilai mutu dan nilai ekonomi rendah dan juga digunakan sebagai bahan pondasi bahan bangunan. Pemanfaatan bakau secara ekonomis dapat ditingkatkan secara lestari, salah satunya dengan pembuatan bahan bakar arang yang terus dikembangkan nilai mutunya. Kebutuhan pasar dunia atas produk industri pengolahan arang sebagian besar dipenuhi oleh Indonesia, terbukti hingga saat ini Indonesia menjadi negara pengekspor terbesar dari 34 negara produsen arang. Industri arang Indonesia secara umum memiliki keunggulan komparatif diantaranya adalah bahan baku tersebut terdapat dalam jumlah banyak dan dapat diambil dari berbagai dimensi dan jenis kayu seperti potongan kayu diameter kecil dari limbah industri.

Pembuatan arang secara terpadu tidak hanya menghasilkan arang dengan mutu tinggi tapi juga dapat menghasilkan produk lain berupa cuka kayu. Perkembangan teknologi karbonisasi kayu sejak 10 tahun terakhir menjadi pesat pada kegiatan produksi dan pemanfaatan limbah karbonisasi. Uap atau gas yang dihasilkan

selama proses karbonisasi dikondensasikan menjadi cairan destilat atau Wood

vinegar. Dibeberapa negara lain misalnya Jepang telah memanfaatkan Wood vinegar ini sebagai pupuk alami pada tanaman sayuran, bunga, buah dan tanaman pohon.

Menurut FAO (2002) Wood vinegar banyak pemanfaatannya antara lain bila

disemprotkan pada daun pertumbuhannya akan lebih sehat, dapat mereduksi sejumlah insektisida dan parasit, bila dicampurkan pada tanaman jenis buah atau makanan maka pertumbuhannya akan lebih baik. Harian Umum Suara Merdeka (2002)

menuliskan manfaat menakjubkan dari Wood vinegar yang dapat digunakan mulai dari

untuk anti bakteri, insektisida pertanian hingga obat penghilang bau serta bahan tambahan untuk produk untuk mandi dan produk-produk yang dapat mempertinggi

tingkat kecantikan. Hal ini menjadikan Cuka kayu atau Wood vinegar merupakan

produk yang memiliki masa depan cerah untuk dikembangkan.

Cuka kayu dan arang yang dapat dihasilkan dari kayu yang tumbuh di hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam yang menghasilkan secara ekonomis. Hal ini menunjukan hutan mangrove tidak hanya bermanfaat secara ekologis saja tapi juga secara ekonomis. Berdasarkan hal ini Penulis berkeinginan untuk meneliti kandungan kimia dan rendemen cuka kayu dari pohon Bakau (Rhizophora mucronata Lamck).

II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan cuka kayu dan rendemen produksi cuka kayu serta untuk mengetahui rendemen arang yang dihasilkan berdasarkan 3 kelas diameter ≤ 10 cm, 11 - 19 cm dan ≥ 20 cm batang kayu bakau (Rhizophora mucronata Lamck).

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan tentang kemungkinan cara pembuatan cuka kayu dan arang kayu dari kayu bakau (Rhizophora mucronata Lamck).

II. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Dasar Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru, Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Banjarbaru. Waktu penelitian selama 3 bulan, dari bulan Oktober 2005 sampai dengan Desember 2005.

(3)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 19, September 2006 111 B. Bahan dan Peralatan Yang Digunakan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu bakau dengan variasi diameter pohon yaitu ≤ 10 cm, 11 - 19 cm dan ≥ 20 cm. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini: Tungku Pembakaran dilengkapi alat Destilasi, parang dan gergaji, Timbangan, Botol, Gelas ukur, GPS (Global Positioning System), Alat GC-MS (Gas Cromatografi-Massa Spektrometer)

C. Prosedur Penelitian

1. Tahap Pengambilan Bahan dan Perlakuan

Mengambil batang kayu, 20 cm dari bagian atas akar tunjang sampai ujung batang sepanjang 4 meter dan memotong dengan panjang 50 cm, da dipotong lagi menjadi 5 cm, yang selanjutnya dikeringkan dengan dijemur.

2. Tahap Proses Pembakaran

a. Pengarangan dilakukan dengan tungku pembakaran sampai terbentuk

arang, suhu atau temperatur yang digunakan berkisar antara 250

°

C

sampai 450

°

C menurut Seki (2004). Waktu pengarangan dicatat mulai

dari awal pembakaran sampai dimulai proses pendinginan,

±

1 x 24 jam b. Cuka kayu, diambil dari hasil mendinginkan partikel air dari asap tempat

pembakaran yang melalui saluran pendingin

c. Arang sisa proses pembakaran dihitung beratnya setelah keadaan dingin d. Menampung dan mengendapkan cuka kayu sampai terbentuk lapisan ter

diatas dan di bawah cuka kayu selama kurang lebih 1 minggu, kemudian melakukan penyaringan dengan kertas saring, ditimbang dan disimpan dalam botol.

e. Hasil pengukuran berat cuka kayu akan diperoleh nilai rendemen cuka kayu dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Output

Rendemen = --- x 100 % Input

Keterangan:

- Output = Berat cuka atau arang kayu yang dihasilkan (gr) - Input = Berat kayu bakau sebelum dilakukan pembakaran (gr)

f. Cuka kayu hasil pengarangan atau karbonisasi di uji kandungan kimianya, pengujian kandungan cuka kayu dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Analisis kandungan cuka kayu bakau dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Banjarbaru.

D. Analisis Data

Penelitian ini disusun menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola 3 perlakuan dan 3 ulangan. Faktor yang diteliti adalah diameter (D) yang terdiri dari:

D1 = ≤ 10 cm; D2 = 11 – 19 cm; dan D3 = ≥ 20 cm. Data rendemen cuka kayu dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam, dan selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan Uji Beda Harga Rata-rata

(4)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 19, September 2006 112 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Rendemen

1. Rendemen Cuka Kayu Bakau (Rhizophora mucronata Lamck)

Hasil penelitian yang dilakukan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Rendemen Cuka Kayu Bakau (Rhizophora mucronata Lamck)

Ulangan Perlakuan Diameter Total (%) Rata-rata (%) B1 (%) B2 (%) B3 (%) 1 2 3 1.98 3.69 3.53 3.79 2.73 3.88 2.93 3.95 2.94 8.70 10.37 10.35 2.9000 3.4567 3.4500 Yi 9.20 10.40 9.82 29.42 9.8067 Rata-rata 3.07 3,47 3.27 9.87 3.2689 Si2 0.8920 0.4090 0.3434 1.6445 0.5482 LOG Si2 -0.0496 -0.3882 -0.4642 -0.9020 Keterangan : B1 = Diameter ≤ 10 Cm B2 = Diameter 11 Cm – 19 Cm B3 = Diameter ≥ 20 Cm

Data hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan berupa diameter yang berbeda menghasilkan cuka kayu yang tidak jauh berbeda banyaknya pada masing-masing diameter. Diamater ≤ 10 cm (B1) menghasilkan rendemen cuka kayu 3,07 %, diameter 10 – 20 Cm (B2) menghasilkan rendemen cuka kayu 3,47 % sedangkan diameter ≥ 20 Cm (B3) menghasilkan rendemen cuka kayu sebesar 3,27 %.

Nilai rendemen cuka kayu Bakau selanjutnya dilakukan analisis Sidik

Ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Yang disajian pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis Sidik Ragam Rendemen Cuka Kayu Bakau (Rhizophora

mucronata Lamck) Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel 5 % 1 % Perlakuan 2 0.240097 0.120049 0.219ns 5.14 10.9 Galat 6 3.289001 0.548167 Total 8 3.529099 ns = Tidak Signifikan KOEF. KERAGAMAN = 22.65 %

Hasil analisis keragaman rendemen cuka kayu menunjukan bahwa perlakuan yang diberikan tidak berbeda nyata. Hal ini berarti perlakuan besar diameter pohon yang diberikan tidak akan mempengaruhi rendemen yang dihasilkan.

Berbagai persenyawaan kimia yang merupakan produk penguraian dari karbohidrat dan gula termasuk lemak, lilin, minyak resin, gum, tanin, dan material

(5)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 19, September 2006 113 pewarna serta aromatis yang secara umum terdapat dalam kayu teras disebut zat ekstraktif. Kayu teras tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan diameter, tetapi setiap tahun kira-kira sama dengan tambahan volume karena pertumbuhan baru pada kayu gubal (Rafi’ie, 1991). Pendapat ini menunjukkan bahwa semakin besar diameter maka seharusnya semakin banyak juga kandungan persenyawaan kimia di dalamnya, baik yang terdapat dalam kayu gubal maupun yang terdapat pada kayu teras. Hal ini berarti seharusnya dengan bertambahnya diameter maka akan bertambah pula rendemen cuka kayu yang dihasilkan.

Hasil cuka kayu Bakau dari penelitian ini jauh jumlahnya dengan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan tungku kubah oleh Nurhayati (2002). Rendemen cuka kayu sebelumnya berkisar 16–20 %, sangat jauh bila dibandingkan rendemen cuka kayu pada penelitian ini yang hanya 3,2689 %. Ini disebabkan perbedaan besar pada peralatan yang digunakan, terutama penangkapan asap yang lebih banyak pada alat tungku kubah.

2. Rendemen Arang Kayu Bakau (Rhizophora mucronata Lamck)

Rendemen Arang Akayu Bakau disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rendemen Arang Kayu Bakau (Rhizophora mucronata Lamck)

Ulangan Perlakuan Diameter Total (%) Rata-rata (%) B1 (%) B2 (%) B3 (%) 1 2 3 20 20 20 40 40 50 40 40 40 100 100 110 33.3333 33.3333 36.6667 Yi 60.00 130.00 120.00 310.00 103.3333 Rata-rata 20.00 43.33 40.00 103.33 34.4444 Si2 0.0000 33.3333 0.0000 33.3333 103.3333 LOG Si2 0.0000 1.5229 0.0000 1.5229 11.1111 Keterangan :

B1 = Diameter ≤ 10 Cm; B2 = Diameter 11 Cm – 19 Cm; B3 = Diameter ≥ 20 Cm Hasil Penelitian menunjukan bahwa Diamater ≤ 10 cm (B1) menghasilkan rendemen arang kayu 20 %, diameter 10 – 20 Cm menghasilkan rendemen arang kayu 43,33 % sedangkan diameter ≥ 20 Cm menghasilkan rendemen arang kayu 40 %. Hipotesisnya mengalami sedikit penyimpangan pada hasil penelitian. Ternyata B2 menghasilkan rendemen arang kayu yang lebih tinggi dari pada B3, walaupun diameternya lebih kecil.

Nilai rendemen arang Bakau yang dihasilkan dari hasil penelitian perlu

diketahui apakah mempunyai pengaruh terhadap perlakuan. Untuk mengetahui hal tersebut maka perlu dilakukannya analisis keragaman seperti pada Tabel 4.

(6)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 19, September 2006 114

Tabel 4. Analisis Sidik Ragam Rendemen Arang Kayu Bakau (Rhizophora

mucronata Lamck) Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel 5 % 1 % Perlakuan 2 7.909261 3.954631 63.865** 5.14 10.9 Galat 6 0.371531 0.061922 Total 8 8.280792 ** = significant at 1% level KOEF. KERAGAMAN = 4.30 %

Hasil analisis keragaman rendemen arang kayu menunjukan bahwa perlakuan yang diberikan berbeda nyata atau memberikan pengaruh yang sangat nyata. Hal ini berarti perlakuan yang diberikan akan mempengaruhi jumlah yang dihasilkan.

Hasil penelitian ini selanjutnya dilakukan uji lanjutan yaitu uji Beda Nyata Jujur sesuai dengan koefisien keragaman yaitu 4,30 % untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan. Uji Beda Nyata Jujur dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Uji Beda Nyata Jujur Harga Rata-rata Rendemen Arang Kayu Bakau

Perlakuan Nilai Tengah

B2 6.5734 B3 6.3246 0.2488ns B1 4.4721 2.1013** 1.8525** P 5% 3.46 4.84 1% 5.24 6.33 BNJ 5% 0.4971 0.6954 1% 0.7528 0.9094

Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Hasil Uji Beda Nyata Jujur menunjukan selisih nilai tengah pada masing-masing perlakuan terlihat jelas pada tabel 8. Perlakuan B2 mempunyai nilai tengah yang tidak jauh berbeda dengan nilai tengah B3. Artinya perlakuan B2 dan B3 mempunyai nilai output yang tidak jauh berbeda. Sedang perlakuan B1 mempunyai nilai output yang sedikit berbeda dengan perlakuan B2 dan B3.

Hasil penelitian rendemen arang kayu ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sesuai dengan pendapat Kasmudjo (1992) yang mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi rendemen arang kayu yang dihasilkan, yaitu : umur tanaman, keadaan bahan baku dan cara pembakaran. Faktor-faktor ini mempengaruhi jumlah yang dihasilkan dalam proses produksi sehingga mempengaruhi rendemen dari arang kayu Bakau yang dihasilkan.

Umur Tanaman adalah salah satu faktor yang mempengaruhi rendemen arang kayu. Umur tanaman yang lebih tua pada sebagian besar pohon akan menghasilkan diameter yang lebih besar, karena pertumbuhan yang semakin besar pada kayu gubal dan telah terbentuknya kayu teras menambah lebar dari diameter pohon. Diharapkan maka hasil arang kayunya juga akan lebih banyak.

(7)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 19, September 2006 115 Walaupun pada penelitian kali ini justru pada diameter sedang arang kayu yang dihasilkan lebih banyak.

Cara pembakaran juga dapat mempengaruhi rendemen. Cara pembakaran yang tidak sempurna proses karbonisasinya juga mempengaruhi rendemen dari arang kayu. Hal ini disebabkan karena alat pembakaran yang tidak dapat secara maksimal menjaga proses karbonisasi karena jumlah oksigen yang masih banyak terdapat dalam drum pembakaran. Cara pembakaran yang tidak dapat dilakukan secara seragam juga menyebabakan jumlah arang kayu yang dihasilkan tidak maksimal untuk diameter yang besar.

Hasil arang kayu Bakau pada penelitian ini memiliki jumlah produksi yang cukup bagus, dengan nilai rendemen 34.4444 %. Nilai ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian produksi arang terpadu dengan produksi wood vinegar Nurhayati (2002) yang terdahulu sebesar 30,66%, maka hasil arang kayu pada penelitian ini mengalami sedikit peningkatan.

Rendemen cuka kayu yang dihasilkan tidak berbanding lurus dengan rendemen arang kayu yang dihasilkan. Rendemen cuka kayu yang terkecil 1,98 % pada diameter ≤ 10 Cm menghasilkan rendemen arang kayu 4,4721 %, sedang rendemen cuka kayu 3,69 % pada diameter yang sama juga menghasilkan rendemen arang kayu Bakau 4,4721 %. Rendemen cuka kayu yang tertinggi 3,95 % pada diameter ≥ 20 Cm hanya menghasilkan rendemen arang kayu sebanyak 6,3246 %, sedangkan rendemen cuka kayu 3,88 % pada diameter 10 – 20 Cm dapat menghasilkan rendemen arang kayu 7,0711 %. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis “rendemen arang tinggi akan menghasilkan rendemen cuka kayu tinggi” tidak dapat diterima.

B. Analisis Kandungan Cuka Kayu Bakau (Rhizophora mucronata Lamck)

Analisis kandungan cuka kayu yang dilakukan dengan alat GC-MS menghasilkan grafik pemunculan senyawa yang terdeteksi, data nama senyawa, rumus bangun, struktur dan jumlahnya dalam persen. Terdapat senyawa kimia yang terdeteksi masing-masing 23 senyawa pada cuka kayu dari

diameter ≤ 10 Cm, 33 senyawa pada cuka kayu diameter 10 - 20 Cm dan 30

senyawa pada cuka kayu diameter ≤ 20 Cm. Hasil analisis sepenuhnya dioperasikan oleh komputer, sehingga ada beberapa senyawa kimia yang mirip atau hampir sama tidak dikeluarkan datanya. Sepuluh senyawa kimia dengan kandungan cuka kayu terbanyak dapat dilihat pada Tabel 6.

(8)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 19, September 2006 116

Tabel 6. Kandungan Kimia Cuka Kayu Bakau (Rhizophora mucronata Lacmk)

No Nama Senyawa Rumus

Bangun Pemunculan Senyawa (Menit) Jumlah (%) Kayu Bakau Diameter 10 Cm

1 2-Furancarboxaldehyde C5H4O2 2,700 11,61

2 Furfuryl alcohol C5H6O2 3,042 3,64

3 2-Cyclopenten-1-one, 2-methyl C6H8O 3,625 1,64

4 2-Furancarboxaldehyde, 5-methyl- C6H6O2 4,800 1,90

5 Phenol C6H6O 5,858 6,82

6 Carbamic acid, phenyl ester C7H7NO2 5,975 1,67

7 Mequinol C7H8O2 8,125 17,13

8 Phenol, 2, 6-dimethoxy- C8H10O3 12,817 18,62

9 1, 2, 4-Trimethoxybenzene C9H12O3 14,192 7,55

10 Benzene, 1, 2, 3-trimethoxy-5-methyl- C10H14O3 15,233 4,80

Kayu Bakau Diameter 10 Cm–20 cm

1 4-Cyclopentene-1, 3-dione C5H4O2 2,700 4,89

2 Furfuryl Alcohol C5H6O2 3,058 5,17

3 2-Furancarboxaldehyde, 5-methyl- C6H6O2 4,792 1,90

4 Phenol C6H6O 5,942 6,33

5 Carbamic acid, phenyl ester C7H7NO2 6,042 3,98

6 Phenol, 2-methyl- C7H8O 8,183 13,31

7 Phenol, 2-methoxy-4-methyl C8H10O2 10,242 4,07

8 Phenol, 2, 6-dimethoxy- C8H10O3 12,917 18,62

9 1, 2, 4-Trimethoxybenzene C9H12O3 14,283 6,70

10 Benzene, 1, 2, 3-trimethoxy-5-methyl- C10H14O3 15,300 4,63

Kayu Bakau Diameter 20 Cm

1 Propanoic acid C3H6O2 2,208 2,89 2 2-Furancarboxaldehyde C5H4O2 2,742 9,86 3 3-Furanmethanol C5H6O2 3,100 6,09 4 Phenol C6H6O 6,000 8,30 5 Allyl Butyrate C7H12O2 6,192 2,63 6 Phenol, 2-methyl- C7H8O 7,642 2,73 7 Mequinol C7H8O2 8,133 9,91 8 Phenol, 2, 6-dimethoxy C8H10O3 12,892 19,49 9 1, 2, 4-Trimethoxybenzene C9H12O3 14,217 5,55 10 Benzene, 1, 2, 3-trimethoxy-5-methyl C10H14O3 15,258 3,63

Senyawa yang terkandung dalam cuka kayu hasil proses karbonisasi melalui data yang diperoleh dari analisis yang dilakukan menunjukan beberapa jenis unsur yang mendominasi, diantaranya unsur C (Karbon), H (Hidrogen), O (Oksigen) dan N (nitrogen). Kenyataan ini sesuai dengan penelitian dari Hart (1983) yang menyatakan bahwa kebanyakan senyawa yang ada pada tanaman sebagai jasad hidup terdiri dari beberapa unsur yang sama, yaitu Karbon, Hidrogen, Oksigen dan Nitrogen dan kadang-kadang Belerang, Fosfor dan lain-lain dengan karbon selalu harus ada.

(9)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 19, September 2006 117 Kayu yang merupakan bahan yang dibentuk secara alamiah dan merupakan hasil metabolisme di alam mengandung unsure C, H, O, N, dan unsure lainnya dalam jumlah sedikit. Melalui unsur C, H, O ini terbentuk karbohidrat. C, H, O juga merupakan bahan dasar pembentuk selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang merupakan komponen utama struktur pembentuk kayu. Proses karbonisasi telah memisahkan unsur-unsur pembentuk kayu ini dan kemudian membentuk senyawa-senyawa baru penyusun cuka kayu Bakau seperti pada data-data yang terdapat pada tabel di atas.

Senyawa yang terdapat dalam cuka kayu sebagian besar masuk dalam golongan Alkohol, Phenol, Ether, Keton, asam karboksilat, Ester, Benzena. Senyawa ini saling berikatan dalam satu rantai baru sehingga membentuk suatu senyawa baru yang merupakan gabungan dari senyawa asalnya dengan sifat-sifat baru dan sifat

bawaan dari senyawa terdahulu. Dalam cuka kayu (Rhizophora mucronata Lamck)

terdapat 24 senyawa berbeda yang dapat terdeteksi.

Phenol adalah alkohol aromatik sederhana, yang merupakan contoh dari senyawa organik dengan karakteristik gugus hidroksil (-OH). Phenol mempunyai gugus yang sama dengan alkohol, tetapi gugus fungsinya melekat langsung pada cincin aromatik, sehingga mempunyai ikatan yang lebih kuat. Sinonim dari Phenol diantaranya adalah Phenyl alkohol, Phenyl hydrat, Fenolo, Carbolic acid, Hydroxybenzene, Monohydroxybenzene dan Phenyl hidroxyde. Mempunyai kadar racun akut oral LD50 : 317 mg/kg. Stabil dibawah kondisi normal, mencair pada suhu 40 – 43° C dan mendidih pada suhu 181° C. Mudah larut dalam alkohol (Petrochemicals, 2005).

Parameter yang digunakan untuk menilai efek peracunan pestisida terhadap mamalia dan manusia adalah nilai LD50 (lethal dose 50 %) yang menunjukan banyaknya pestisida dalam miligram (mg) untuk tiap kilogram (kg) berat seekor binatang uji, yang dapat membunuh 50 ekor binatang sejenis dari antara 100 ekor yang diberi dose tersebut. Perlu diketahui dalam praktek adalah LD50 akut oral (termakan) dan LD50 akut dermal (terserap kulit). Nilai-nilai LD50 diperoleh dari percobaan-percobaan dengan tikus putih. Nilai LD50 yang tinggi (di atas 1000) menunjukan bahwa pestisida yang bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia. LD50 yang rendah (di bawah 100) menunjukan hal sebaliknya (Tarumingkeng, 2001).

Phenol, 2, 6-dimethoxy merupakan senyawa terbesar yang terdapat pada setiap perlakuan baik itu B1, B2 dan B3. Phenol, 2, 6-dimethoxy merupakan desinfektan yang biasa digunakan di rumah-rumah demikian juga dengan Phenol, 4-ethyl-2-methoxy, Phenol, 2-ethyl, Phenol, 3-ethyl, Phenol, 2-methoxy-4-methyl. Cabang rantai yang membedakan senyawa ini berpengaruh kecil terhadap sifat dasar Phenol (Cherchemicals, 2005).

Furan adalah salah satu dari senyawa heterosiklik aromatik, dengan karakteristik lima anggota struktur cincin terdiri dari empat grup CH2 dan satu atom Oksigen. Senyawa Furan tersusun oleh Furan itu sendiri dengan cairan racun yang kekuatan sedang akut oral LD50 : 890 mg/kg. Mencair pada suhu -85° C dan mendidih pada suhu 32° C, tidak larut dalam air tapi larut dalam alkohol dan eter mempunyai bau busuk. 2-Furancarboxaldehyde dan 2-Furancarboxaldehyde, 5-methyl merupakan derivat dari Furan dengan warna coklat gelap sampai hitam. Mendidih pada suhu 160° C, larut dalam Ethanol, Ether dan kadang-kadang larut dalam air. Umumnya digunakan untuk memisahkan senyawa organik dari sumber-sumber alamnya (Solvent & Alkohol, 2005).

Furan methanol digunakan sebagai desinfektan pada hewan dan tanaman dan bahan pembersih agar bebas dari kuman. Furan methanol ini juga mempunyai sifat yang mirip dengan Ethanone, 1-(2-Furanyl) dan Ethanone, 1-(4-hydroxy-3-methoxypenyl) yang merupakan nama lain dari ethyl keton dan mempunyai rantai

(10)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 19, September 2006 118 methanol dan logam yang dapat digunakan sebagai pelarut. Furfural adalah Aldehyde dari Pyromucic acid, yang sifatnya mirip dengan senyawa Benzaldehyde. Senyawa ini dipersiapkan untuk kepentingan komersial dengan menghidrasi gula pentosa yang dihasilkan dari jagung, kulit dari tanaman sejenis gandum dan kacang, juga limbah produk tanaman lainnya (Solvent & Alkohol, 2005)

Aplikasi utama dari Furfural yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah Furfuryl alkohol. Kadar racun akut oral LD50 : 177 mg/kg, mencair pada suhu -31° C dan mendidih pada suhu 171° C keadaannya stabil dibawah kondisi normal. Mempunyai warna kekuningan sampai agak kemerahan di dalam air, merupakan golongan alkohol menengah atau ether dengan bau busuk. Penggunaannya dalam pembuatan perekat dan semen, Urea-formaldehyde dan Phenolic resins, sebagai pemisah senyawa organik, pengecoran bagian tengah logam dan pemberi cita rasa. Jumlah Furfuryl alkohol yang paling banyak digunakan secara komersial adalah sebagai penghasil Furan resin dan furan semen, yang merupakan perekat yang sangat kuat. Senyawa ini juga digunakan untuk menghasilkan Tetrahydrofuran (THF), THF merupakan salah satu ether yang bersifat polar. THF biasanya digunakan dalam reaksi kimia lanjutan khususnya untuk bahan awal dalam pembuatan nilon (Solvent & Alkohol, 2005).

Keton merupakan senyawa dengan gugus fungsi karbonil yang dihubungkan dengan dua atom karbon lain. 2-Cyclopenten-1-one, 2-methyl, 4-Cyclopentene-1, 3-dione sinonim dengan Ketocyclopentane, Adipic ketone, Cyclopentenone, Ketopentamethylene 2, 3-Dimethyl-2-cyclopenten-1-one. Mencair pada suhu -51° C dan mendidih pada suhu 130 - 131° C, tidak larut dalam air. Stabil pada kondisi di bawah normal, sensitif pada cahaya. Umumnya dapat digunakan sebagai pemisah senyawa organik dan merupakan tiruan menengah untuk insektisida, perekat kimia, pemberi cita rasa dan memberikan bau harum. Senyawa ini juga digunakan dalam proses produksi manufacturing obat-obatan dan senyawa biologi (Finechemicals, 2005).

Asam karboksilat mengandung gugus fungsi karboksil yang jumlahnya satu atau lebih dari satu. 2, 4-Hexadienedioic acid dan Allyl butirat merupakan senyawa golongan asam karboksilat. Carbamic acid, phenyl ester merupakan turunan dari asam karboksilat dimana gugus OH diganti dengan gugus OR. Propionic acid yang juga sinonim dengan Hydroacrylic acid, Carboxyethane, Methylacetic acid, Metacetonic acid, Pseudoacetic acid, Ethylformic acid, Ethanecarboxylic acid, Acide Propionique dan Kyselina Provionova. Mempunyai kadar racun akut oral LD50 : 2600 mg/kg, mencair pada suhu -21 sampai -20° C dan mendidih pada suhu 140,7 – 141,7° C. Larut hampir dalam semua pelarut organik dan alkohol. Umumnya digunakan pada industri bahan makanan atau dalam pembuatan ammonium propionates, kalsium dan sodium propionates. Biasanya digunakan dalam produksi variasi propionates yang diperlukan dalam industri obat-obatan, anti cendawan, pupuk, plastik, bahan perekat kimia, pemberi cita rasa buatan dan sebagai bahan pembuatan parfum tiruan (Organicchemicals, 2005).

Benzena terdiri dari enam atom karbon yang terdapat pada sudut-sudut heksagon beraturan, dengan satu atom hidrogen melekat pada setiap atom karbon. Dengan ikatan tunggal dan ikatan ganda berseling disekeliling cincin (sistem konjugasi ikatan ganda dua). Lambang yang digunakan untuk menggambarkan benzena adalah struktur Kekule dengan ikatan rangkap berseling dan yang lain adalah heksagon dengan lingkaran di dalamnya. Benzene, 1, 2, 3-trimethoxy-5-methyl biasanya digunakan dalam produksi karpet, compact discs dan obat-obatan. Kadar racun akut oral LD50 : 930 mg/kg, mencair pada suhu 6° C dan mendidih pada suhu 80° C (Petrochemicals, 2005).

(11)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 19, September 2006 119 1, 3, 5-Trimethoxybenzene mencair pada suhu 51 – 53° C dan mendidih pada suhu 130 - 131° C. Tidak larut dalam air, stabil di bawah kondisi normal, sensitif terhadap cahaya dan air. Sinonim dengan Phloroglucinol trimethyl ether. Senyawa ini digunakan pada produksi menengah obat-obatan untuk memperbaiki gejala pengrusakan sirkulasi darah dan phloroglucinol digunakan untuk menjaga kalsium dalam tulang, memelihara tanaman, juga digunakan dalam berbagai industri obat-obatan lainnya (Pharmaceuticals & Intermediates, 2005).

Mequinol merupakan bahan kosmetik yang berguna untuk mencerahkan kulit dan melindungi kulit dari sinar matahari. Mequinol dapat meningkatkan kesensitifan kulit pada matahari atau sinar Ultra Violet pada pemakaiannya, untuk itu diperlukan perlindungan untuk kulit. Mequinol hanya dapat digunakan untuk obat luar dan tidak dapat digunakan disekitar mata, bibir, hidung bagian dalam atau membran dalam lainnya. Mequinol juga tidak dapat dicampur penggunaannya dengan kosmetik lain, karena hal ini akan menyebabkan iritasi khususnya bagi kulit yang sensitif (Clinical Pharmacology, 2004).

Hexane, 1-nitro merupakan senyawa golongan n-Hexane, yang merupakan pemecah aliphatik khususnya untuk minyak tumbuhan. Mempunyai temperatur rendah, pengujian reaksi polimerisasi pada tahap menengah, mengurangi rasa nyeri, memiliki sifat mirip alkohol, menentukan index pembiasan dari mineral dan digunakan untuk obat-obatan juga untuk bahan perekat, kosmetik dan media polimerisasi. Senyawa ini merupakan komponen dari oktan tinggi pada motor dan bahan bakar penerbangan. Heptene dalam aplikasinya dapat digunakan sebagai pemecah aliphatik untuk obat-obatan, bahan perekat dan media polimerisasi (Petrochemicals, 2005).

C. Analisis Cuka Kayu Bakau (Rhizophora mucronata Lamck)

Analisis cuka kayu Bakau dilakukan untuk membandingkannya dengan standar

kualitas cuka kayu (Wood Vinegar) asal Jepang yang dikemukakan oleh Yatagai

(2004), yaitu :

Tabel 7. Analisis Cuka Kayu Bakau (Rhizophoramucronata Lamck)

Parameter Standarisasi Cuka Kayu *) Hasil Analisis Cuka Kayu Bakau

Keasaman, pH 1,5 – 3,7 4,60

Berat jenis, g/cm3 1,005 < 1,0168

Kadar asam, % 1 – 18 10,37

Warna Kuning – coklat kemerahan

pucat – coklat kemerahan

Coklat kekuningan/kemerahan

Transparansi Tidak keruh, tidak ada

suspensi

Tidak keruh, sedikit suspensi Keterangan : *) Sumber Yatagai (2002)

Keasaman atau pH pada cuka kayu Bakau menunjukan bahwa cuka kayu masih dalam keadaan asam yang lebih dari standar yang ditetapkan, yaitu lebih dari 3,7. Untuk pemanfaatan lebih lanjut sebaiknya cuka kayu ini dicuci dan disuling agar mencapai keasaman yang sesuai dengan standarisasi yang ada. Cuka kayu ini dapat digunakan tetapi harus disesuaikan dengan aplikasinya dan disesuaikan untuk jenis tertentu.

(12)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 19, September 2006 120 Berat jenis standar Jepang kurang dari 1,005 gr/cm3, tapi masih dapat diterima dalam kisaran 1,010 – 1,050 gr/cm3. Cuka kayu Bakau mempunyai berat jenis 1,0168 gr/cm3, yang berati dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Nilai berat jenis yang memenuhi standar berarti tidak terlalu banyak ter yang tercampur dalam cuka kayu.

Kadar keasaman dari cuka kayu Bakau memenuhi standar yang ditetapkan. Nilai kadar asam cuka kayu lebih dari 1 % dan kurang dari 18 %. Artinya cuka kayu ini aman untuk digunakan pada tanaman dan aplikasi untuk produk lainnya.

Warna Cuka kayu Bakau coklat kekuningan atau kemerahan, warna ini juga memenuhi standar dari cuka kayu. Artinya cuka kayu yang dihasilkan telah diproduksi dengan baik dan mempunyai mutu tinggi. Cuka kayu dengan mutu rendah berwarna gelap. Proses perubahan asap menjadi cuka kayu berjalan dengan sempurna.

Tranparansi dinilai secara visual, cuka kayu yang berkualitas bagus adalah cuka kayu dengan transparansi tanpa bahan yang tertahan. Cuka kayu yang tidak jelas bersih maka harus dilakukan penyaringan kembali. Cuka Kayu Bakau harus dilakukan penyaringan kembali karena masih ada tersisa sedikit endapan.

Kualitas yang bagus dari cuka kayu menurut Yatagai (2004) memiliki bau asap yang khas dari cuka kayu. Cuka kayu Bakau memiliki bau yang khas dari asap, tapi karena cuka kayu Bakau memiliki keasaman tinggi maka akan menghasilkan bau yang lebih menyengat. Untuk itu perlu diadakannya proses penyulingan agar keasamannya berkurang dan bau yang menyengat hilang.

Hasil dari analisis menunjukan bahwa cuka kayu Bakau yang dihasilkan masuk dalam kualitas yang cukup bagus, karena cuka kayu Bakau memiliki berat jenis, kadar keasaman, warna dan bau yang memenuhi standar Jepang. Walaupun keasamannya masih tinggi dan transparansinya masih kurang. Hal ini dapat diatasi dengan perbaikan mutu dari cuka kayu dengan melakukan lagi proses penyaringan dan penyulingan sehingga mutu dari cuka kayu yang dihasilkan dapat lebih ditingkatkan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian Rendemen dan Kandungan

Cuka Kayu ( Wood Vinegar) Serta Rendemen Arang Dari Kayu Bakau.

1. Rendemen rata-rata cuka kayu Bakau 3,07 % dan arang kayu 20 % untuk diamater ≤ 10 cm, rendemen rata-rata cuka kayu 3,47 % dan arang kayu 43,33 % untuk diameter 11-19 cm, sedangkan diameter ≥ 20 cm menghasilkan rendemen rata-rata cuka kayu 3,27 % dan arang kayu 40 %

2. Kandungan Kimia cuka kayu Bakau terdapat 24 jenis senyawa berbeda yang terdeteksi. Lima senyawa yang terbesar yang terkandung dalam cuka kayu bakau adalah Phenol, 2,4-Trimethoxybenzene, Mequinol, Phenol, methyl, 2-Furancarboxaldehyde dan Phenol.

3. Cuka kayu Bakau yang dihasilkan mempunyai kualitas yang cukup bagus, karena cuka kayu Bakau memiliki berat jenis 1,0168, kadar keasaman 10,37 %, warna Coklat kekuningan/kemerahan dan bau seperti asap yang memenuhi standar Jepang

B. Saran

Penelitian sebaiknya dilakukan dengan menggunakan alat pembakaran yang lebih baik lagi dari segi proses pembakaran ataupun dari kemampuan menangkap asap hasil pembakaran agar hasil produksi cuka kayu dan arang kayu dapat lebih banyak dan baik.

(13)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 19, September 2006 121 Penelitian lanjutan perlu untuk mengetahui pemanfaatan cuka untuk berbagai keperluan misalnya untuk pengawet ikan, pengasapan ikan, pupuk tanaman, penggumpalan getah karet, dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Aliansyah, Anang, Soeharto dan M. Masrie. 1984. Pembuatan dan Kegunaan Arang

Aktif. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Banjarbaru. Aliphatic Solvents. http//www.petrochemicals.com, (accesed 18 januari 2005). Arif, Arifin. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius, Yogyakarta. Benzene. http//www.petrochemicals.com, (accesed 18 januari 2005).

Cyclopentanone. http//www..specialitychemicalsfinechemicals. com, (accesed 18 Januari 2005).

Clinical Pharmatology. 2004. Mequinol. http//www.druglibrary.com, (accesed 20

Januari 2005).

FAO, 1994. Mangrove Forest Management Guidelines. FAO Forestry Paper 117,

Rome

FAO, 2002. Wood Vinegar. Forest Energy Forum. No 9.

Furan. http//www.industrialchemic alssolvents&alcohols .com, (accesed 19 Januari 2005).

Furfuryl Alcohol. http//www.industrialchemicalssolvents &alcohols.com, (accesed 19 Januari 2005).

Kusmana, Cecep. 2002. Ekologi Mangrove. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nurhayati, T. 2000. Produksi Arang dan Destilat Kayu Tusam dan Mangium Dari

Tungku Kubah. Buletin Penelitian Hasil Hutan (18)(3) ; 137-151, Bogor.

Nurhayati, T dan Han Roliadi. 2002. Penyempurnaan Teknik Produksi Arang Terpadu

Dengan Produksi Wood Vinegar. Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan, Bogor. Phenol. http//www.petrochemicals.com, (accesed 18 Januari 2005).

Propionic acid. http//www. Industrialchemicalsorganic chemicals.com, (accesed 19 Januari2005).

Shu Li. 1999. Wood Vinegar. Reform. http//www. sumiworld.com/vinegar.htm (accesed 19 Juni 2004).

Seki, Noriaki. 2004. Procedures Of Construction Of Japanese Traditional Chorcoal Kiln. RDCFPT in Cooperation Whit JCFA, Bogor.

Tarumingkeng, Rudi C. 2001. Pestisida Penggunaannya.

http//www.ukridapress.com, (accesed 20 Januari 2005).

Yatagai, Mitsoyushi. 2004. Utilization Of Chorcoal and Wood Vinegar in Japan.

Gambar

Tabel 1.  Hasil Rendemen Cuka Kayu Bakau (Rhizophora mucronata Lamck)
Tabel 3.    Rendemen Arang Kayu Bakau (Rhizophora   mucronata Lamck)
Tabel 5.  Uji  Beda Nyata Jujur Harga Rata-rata Rendemen Arang Kayu Bakau
Tabel 7.    Analisis Cuka Kayu Bakau (Rhizophora mucronata Lamck)

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan kompetensi social adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta

@2020, Direktorat SMA, Direktorat Jenderal PAUD, DIKDAS dan DIKMEN 2 KETELADANAN TOKOH DALAM TEKS BIOGRAFI.. BAHASA INDONESIA

Judul Skripsi : Naskah Drama Bengkel Ban Bakri karya Trisno Santoso (Kajian Strukturalisme Genetik dan Nilai Pendidikan Karakter serta Relevansinya sebagai Alternatif

&#34;Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Ukuran Perusahaan Dan Capital Intensity Terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di

2) Meningkatkan ketahanan kawasan dengan memajukan kerja sama politik, keamanan, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih luas; 3) Mempertahankan Asia Tenggara

Dalam hal ini penggunaan bahan bakar, sistem pemipaan, pemanfaatan energi, sampai semua yang berhubungan dengan sistem boiler sangat diperhatikan untuk memaksimalkan kerja boiler

Uji multikolinieritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan atau variabel independen dalam suatu model. Kemiripan

Astuti (2006) meneliti tentang pengaruh kinerja keuangan yang diproksikan dengan variabel Current Ratio (CR), Return On Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), price to