• Tidak ada hasil yang ditemukan

Air Sisa Minum ( as Su’r )

Dalam dokumen MENJADI MUSLIM PARIPURNA (Halaman 120-125)

SESUAI TUNTUNAN SYARI’AH

D. Air Sebagai Sarana Bersuc

5. Air Sisa Minum ( as Su’r )

As-Su’r ialah air sisa minum yang masih terdapat dalam

gelas atau tempat minum lainnya. Air sisa minum ini ada beberapa macam:

a. Air sisa minum manusia. Air sisa minum jenis ini suci, baik sisa minuman orang muslim, kafir, junub, maupun sedang haid. Sedangkan firman Allah Swt.:

ٌسَجَن َنوُكِرْشُمْلا اَمَّنِإ

“Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis”. (QS. At-

Taubah: 28).

Maksudnya adalah najis dalam pengertian maknawi (konotatif) karena keyakinan mereka yang keliru dan tidak perhatian terhadap kotoran dan najis. Jadi bukan karena fisik atau badan mereka yang sejatinya najis, sebab kenyataannya mereka juga bergaul dengan orang-orang muslim. Selain itu, para utusan mereka juga mendatangi Nabi Saw., masuk ke dalam masjid beliau, dan beliau tidak menyuruh untuk membersihkan tempat maupun benda yang pernah tersentuh maupun ditempati mereka. Aisyah Ra. berkata:

،َمّلسَو ِهْيلَع ُهللا ىَّلَص َّيِبّنلا ُهُلِواَنُأَف ، ٌضِئاَح اَنأَو ُبَرْشَأ ُتْنُك

َّيِف ٍعِضْوَم َىلَع ُهاَف ُعَضَيَف

menilai hadis ini sahih, dalam kitab Irwâ’u’l-Ghalîl (1/ 60) dan Shahîhu’l- Jâmi’ (758)

“Suatu ketika aku pernah minum. Saat itu aku sedang haid. Setelah minum, aku berikan sisa minumku kepada Nabi Saw.. Beliau kemudian minum dengan meletakkan mulut beliau tepat di bagian bekas mulutku.”33 (HR.Muslim).34

b. Air sisa minum binatang yang dagingnya boleh dimakan. Sisa air seperti ini juga suci, karena air liur binatang jenis tersebut berasal dari daging yang suci pula. Sebab itu hukumnya sama dengan daging tersebut. Abu Bakar bin Mundzir berkata, “Para ulama sepakat bahwa air sisa minum binatang yang dagingnya halal dimakan boleh diminum maupun dipakai berwudhu”.

c. Air sisa minum kuda kecil, keledai, binatang buas dan burung. Air sisa minum binatang-binatang ini suci. Jabir Ra meriwayatkan hadis berikut:

لاَق ؟ُرُمُحْلا ِتَل َضْفَأ اَمِب ُأَّضَوَتَنَأ :َلِئُس َمّلسَو ِهْيلَع ُهللا ىَّلَص ُّيِبَّنلا

اَهُّلُك ُعاَبِّسلا ِتَل َضْفَأ اَمِبَو .ْمَعَن

“Rasulullah Saw. pernah ditanya: ”Bolehkah kami berwudhu dengan air bekas minum keledai?” Nabi Saw. menjawab: «Boleh,

bahkan air sisa minum semua binatang buas sekalipun.””35

33 Maksudnya: Nabi Saw.. minum dari tempat minum yang sama de- ngan Aisyah.

34 Muslim, Kitâbu ath-Thahârah, Bab pelayanan istri yang haid terhadap

suaminya (3/ 210); Nasa’i, Kitâbu ath-Thahârah, Bab memanfaatkan kelebi-

han atau sisa perempuan haid (1/ 149); Musnad Ahmad, (6/ 210); Syarhu as-Sunnah karangan al-Baghawi (2/ 134) dengan beberapa perbedaan lafal.

35 Musnad Syafii hal. (8) Bab hadis-hadis yang diseleksi dari pemba- hasan wudhu; Daruquthni, Kitâbu ath-Thahârah, Bab air-air sisa (1/ 62) no.

(200). Daruquthni mengomentari salah seorang periwayat hadis ini, Ibnu Abi Habibah: Dia sangat lemah. Dia adalah Ibrahim bin Ismail bin Abi Habibah; Sunanu’l-Kubrâ susunan Baihaqi (1/ 249). Penulis Talkhîshu’l-Habîr

berkata: Dalam pembahasan ini, riwayat Daruquthni dari Abu Sa’id, Abu Hurairah, dan Ibnu Umar semuanya lemah. Sedangkan hadis riwayat Abu Sa’id dalam Ibnu Majah dan hadis Ibnu Umar yang diriwayatkan Malik adalah mawqûf dari riwayat Ibnu Umar (1/ 41) Al-Albani juga menilainya lemah, dalam kitab Tamâmu’l-Minnah (47)

(HR. Asy-Syafii, Daruquthni dan Baihaqi. Baihaqi berkata, “Hadis ini memiliki beberapa jalur sanad yang bila digabungkan akan menguatkan kesahihannya”. Ibnu Umar Ra berkata:

اْوُّرَمَف اًلْيَل ِهِراَفْسَأ ِضْعَب يِف َمَّلسَو ِهْيَلَع ُهللا َىّلَص ِهللا ُلوُسَر َجَرَخ

ِتَغَلَوَأ ْ:ُهْنَع ُهللا َيِضَر ُرَمُع َلاَقَف ُهَل ٍةاَرْقَم َدنِع ٍسِلاَج ٍلُجَر َىلَع

ِهْيَلَع ًهللا ىَّلَص ُّيِبَّنلا ُهَل َلاَقَف ؟َكِتاَرْقَم ْيِف َةَلْيّللا َكْيلَع ُعاَبّسلا

ْتَلَمَح اَم اَهَل ،! ٌفِّلَكَتُم اَذَه ,ُهْرِبْخُت اَل ,ِةاَرْقَمْلا َبِحا َص اَي :َمَّلَس َو

ٌروُهَطَو ٌباَرَش َيِقَب اَم اَنلَو ،اَهِنوُطُب يِف

“Suatu malam, dalam sebuah perjalanan, Rasulullah bertemu dengan seseorang yang duduk di tepi kolam air miliknya. Umar bertanya padanya: «Apakah ada binatang buas yang minum dari kolam airmu malam ini?» Kemudian Rasulullah Saw. berkata: «Wahai pemilik kolam, pertanyaan itu tidak usah dijawab, karena itu menyulitkan. Air yang sudah diminum binatang buas itu adalah miliknya, sedangkan kita mendapatkan sisanya

yang boleh diminum dan suci serta menyucikan.”36 (HR.

Daruquthni).

Yahya bin Sa’id menceritakan:

َلاَقَف ا ًضْوَح اْوُدَرَو ىَّتَح ِصاَعلا ُنْب وُرْمَع ْمِهيِف ٍبْكَر ْيِف َجَرَخ َرَمُع ّنَأ

اَل :ُرَمُع َلاَقَف ؟ُعاَبّسلا َك َضْوَح ُدِرَت لَه ِضْوَحلا َبِحاَص اَي :وُرْمَع

اَنْيَلَع ُدِرَتَو ِعاَبّسلا ىَلَع ُدِرَن اّنِإَف ،اَنْرِبْخُت

“Umar pernah ikut menyertai sebuah rombongan yang di dalamnya turut pula ’Amr bin ‹Ash. Ketika sampai di sebuah

36 Daruquthni, Kitâbu ath-Thahârah, Bab hkum air yang terkena najis

(1/26), no. (30). Hadis ini lemah. Dalam kitab Talkhîsh, Ibnu Hajar menilain- ya lemah. Demikian pula Syaukani. Al-Albani juga menilai hadis tersebut lemah, dalam Tamâmu’l-Minnah (48)

telaga, ’Amr bertanya pada pemilik telaga itu: ”Wahai pemilik telaga, apakah telagamu ini biasa menjadi tempat minum binatang buas?” Umar lalu menyela: ”Tidak usah dijawab, karena kita boleh minum di tempat minum binatang buas, sebagaimana binatang buas juga boleh minum di tempat minum kita”.37 (HR. Malik dalam kitab Muwaththa’).

d. Air sisa minum kucing. Air jenis ini suci. Kabasyah binti Ka’ab, seorang perempuan yang berada dalam asuhan Abu Qatadah mengisahkan:

ُبَرْشَت ٌةّرِه ْتَءاَجَف.اًءْو ُضُو ُهَل ْتَبَكَسَف اَهْيَلَع َلَخَد َةَداَتَق َابَأ َّنَأ

ُرُظْنَأ ْيِنآرَف :ُةَشَبَك ْتَلاَق ،ُهْنِم ْتَبِرَش ىَّتَح َءاَناِلا اَهَل ىَغْصَأَف ُهْنِم

ِهللا َلوُسَر ّنِإ :َلاَقَف .مَعَن :ْتلاَقَف ؟يِخَأ َةَنْبا اَي َنيِبَجْعَتَأ :َلاَقَف

َنِم اَهَّنِإ ،ٍسَجَنِب ْتَسْيَل اَهّنِإ(

:َلاَق َمّلسَو ِهْيلَع ُهللا ىّل َص

ِتاَفاَّوّطلاَو ْمُكْيَلَع َنْيِفاَّوَّطلا

“Suatu saat Abu Qatadah mendatangi Kabasyah. Lalu Kabasyah menyiapkan air wudhu untuknya. Tiba-tiba datang seekor kucing hendak meminum air itu. Abu Qatadah lalu memiringkan tampat air tersebut agar sang kucing dapat meminum air di dalamnya. Kabasyah berkata: ”Ketika Abu Qatadah tahu bahwa aku memperhatikan tindakannya itu, dia berkata:» Apakah kamu heran, wahai keponakanku?” ”Ya”, aku menjawab. Kemudian dia berkata: ”Rasulullah Saw. telah bersabda: «Kucing itu tidak najis. Ia termasuk binatang yang biasa berkeliaran di sekitar

kalian”.38 (HR. Lima periwayat hadis. Tirmidzi berkata:

37 Muwaththa’ Malik, Kitâbu ath-Thahârah, Bab benda suci untuk

wudhu, hadis no. (14), (1/ 23, 24). Baihaqi juga meriwayatkannya dalam

Sunanu’l-Kubrâ (1/ 250); Daruquthni dalam kitab Sunan-nya (1/ 22). Tapi Al-Albani menilainya lemah, dalam Tamâmu’l-Minnah (48). Sebenarnya periwayat hadis ini adalah Yahya bin Abdul Rahman bin Hatib yang menceritakan tentang Umar, bukan Yahya bin Sa’id. Hendaklah hal ini di- perhatikan.

“Hadis ini berstatus hasan shahih, juga dinilai shahih oleh al-Bukhari dan lainnya).

e. Air sisa minum anjing dan babi. Air sisa minum dari kedua binatang ini najis, karenanya harus dijauhi. Dalil kenajisan air sisa minum anjing adalah hadis riwayat Bukhari dan Muslim, dari Abu Hiurairah Ra.:

ِءاَنِإ يِف ُبْلَكْلا َبِرَش اَذِإ( :َلاَق َمَّلسَو ِهْيلَع ُهللا ىَّل َص َّيِبَنلا َّنَأ

)اًعْبَس ُهْل ِسْغَيْلَف مُكِدَحَأ

“Rasulullah Saw. bersabda: «Jika anjing minum dari gelas

minum kalian, maka cucilah gelas itu tujuh kali”.39 Hadis

yang senada adalah riwayat Ahmad dan Muslim yang berbunyi:

َّنُهاَلْوُأ ٍتاَّرَم َعْبَس ُهَلِسْغَي ْنَأ ُبْلَكْلا ِهْيِف َغَلَو اَذِإ مُكِدَحَأ ِءاَنِإ ُروُهُط

ِباَرُّتلاِب

“Jika tempat makan atau minum kalian dijilati anjing, maka

untuk menyucikannya harus dicuci tujuh kali, salah satu di

antaranya dengan debu.40“ Sedangkan air sisa minum babi

dianggap najis karena kotor dan menjijikkan.

18); Nasa’i, Kitâbu ath-Thahârah, Bab air sisa minum kucing, (1/ 55); Tir- midzi, Abwâbu ath-Thahârah, Bab hadis-hadis tentang air sisa minum kuc-

ing, hadis no. (92), (1/ 53). Tirmidzi berkata: hadis ini hasan sshih; Ibnu

Majah, Kitâbu ath-Thahârah, Bab wudhu dengan air sisa minum kucing dan

keringanan untuk melakukannya (1/ 131); Musnad Ahmad, (5/ 296, 303, 309). Al-Albani menilainya sahih, dalam kitab Shahîhu an-Nasâ’î (1/ 16, 73),

Shahîh Ibnu Mâjah (367), Irwâ’u’l-Ghalîl (173), dan Shahîhu’l-Jâmi’ (2437)

39 Bukhari, Kitâbu’l-Wudhû’, (1/ 54), Bab air yang boleh dipakai untuk

mencuci rambut manusia; Muslim, Kitâbu ath-Thahârah, Bab hukum jilatan

anjing (3/ 182); Nasa’i, Kitâbu ath-Thahârah, Bab air bekas jilatan anjing (1/

52)(dengan berbagai redaksi); Musnad Ahmad (2/ 460); Sunanu’l-Baihâqî,

Kitâbu ath-Thahârah, Bab membasuh bejana bekas jilatan anjing sebanyak

tujuh kali (1/ 240), juga dapat dilihat di hal (256).

40 Muslim, Kitâbu ath-Thahârah, Bab Hukum jilatan anjing (1/ 234), no.

Dalam dokumen MENJADI MUSLIM PARIPURNA (Halaman 120-125)