• Tidak ada hasil yang ditemukan

21,74% Air Sumur 4,61% Air Hujan

Beberapa Desa tertentu seperti Desa Waimital, Desa Waihatu, dan Desa Kairatu kadangkala ada terjadi sedikit kesulitan dalam perolehan pakan (hijauan) bagi sapi pada saat musim hujan kerena padang penggembalaan tergenang air hujan; di samping itu, sudah terjadi pergeseran lahan untuk tanaman perkebunan dan pembangunan fisik. Kalau di Desa Kairatu kesulitan dalam penggembalaan saat musim penghujan karena kebanyakan padang penggembalaan tergenang air hujan. Namun hal ini sangat mudah diatasi karena peternak dapat mengambil hijauan pada daerah pinggiran jalan, pada sela-sela lahan atau pada tepi-tepi

lahan, di samping itu dapat diambil hijauan makanan ternak (HMT) pada Desa tetangga. Sistem pemeliharaan ekstensif pada sapi menyebabkan peternak

sulit melakukan pengontrolan terhadap ternak terutama dalam hal perkawinan dan pengontrolan penyakit. Dari hasil survai Tim Peneliti Jurusan Peternakan FAPERTA Unpatti (2007) menunjukkan bahwa adanya ternak sapi yang sakit tanpa ada usaha pengobatan oleh peternak. Di samping itu dampak negatif lain dari sistem ini adalah sering kali ternak sapi merusak kebun petani yang lain, sehingga ada anggapan sebagian masyarakat bahwa ternak sapi di beberapa desa pada Kabupaten Seram Bagian Barat dianggap sebagai hama.

Menurut Santoso (2007), sistem pemeliharaan secara ekstensif perlu dipertimbangkan dari beberapa segi, yakni: (1) penggunaannya berdasarkan daya tampung, dan (2) tata laksana padang penggembalaan.

Bila dibandingkan dengan sistem pemeliharaan ekstensif yang dilakukan peternak di Kabupaten Seram Bagian Barat, maka unsur-unsur ini belum dilakukan sepenuhnya. Dari segi ketersediaan padang penggembalaan dapat dipenuhi karena ketersediaan sumber pakan hijauan yang melimpah, tetapi tata laksana padang penggembalaan belum dipahami oleh peternak, sehingga pelaksanaannya sederhana. Namun terlihat bahwa peternak juga menggunakan lahan peggembalaan secara bergantian maupun dilakukan berpindah-pindah. Artinya peternak melakukan rotasi dalam proses penggembalan di padang rumput, sedangkan pembagian tingkatan tidak dibedakan oleh peternak ke dalam beberapa cara, misalnya; padang rumput permanen, padang rumput jangka pendek, padang rumput rotasi jangka panjang, dan padang rumput sementara.

Untuk padang rumput rotasi jangka panjang, perlu dilakukan beberapa hal, yakni: (1) lahan perlu penggarapan dan pengolahan kembali pada waktu-waktu tertentu, (2) lahan perlu diisi dengan tanaman dalam satu atau dua tahun saja. Kemudian dilakukan kembali sebagai padang penggembalaan, hal ini belum dilakukan peternak. Seperti yang dikemukakan oleh Santoso (2007) bahwa tata laksana padang penggembalaan dibagi menjadi dua variabel, yakni: (1) tata laksana padang rumput atau hijauan, dan (2) tata laksana penggembalaan ternak. Dari berbagai uraian di atas terlihat bahwa sistem pemelihraan secara intensif dan semi intensif sangat menguntungkan dari segi teknis, berdasarkan Tabel 11 memperlihatkan bahwa tingkat kompetensi teknis peternak melalui sistem pemeliharaan intensif dan semi intensif lebih tinggi dibandingkan sistem pemeliharaan secara ekstensif.

Beberapa alasan yang dikemukakan peternak sesuai hasil wawancara maupun pengamatan langsung di lapangan bahwa ada beberapa faktor penyebab, sehingga peternak menggunakan sistem pemeliharaan ekstensif berada pada persentase terbesar dibandingkan dengan sistem pemeliharaan secara intensif dan semi intensif. Beberapa faktor penyebabnya adalah:

(1) Peternak sebagian besar tidak memiliki kandang

(2) Ketersediaan hijauan makanan ternak (HMT) melimpah (3) Sudah merupakan kebiasan

(4) Dianggap lebih mudah

(5) Pengetahuan terhadap sistem pemeliharaan masih terbatas Solusi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

(1) Dinas pertanian dan peternakan harus memperketat persyaratan bila ada bantuan bibit ternak, maka setiap kelompok yang menerima bantuan terlebih dulu menyiapkan kandang atau perlunya anjuran khusus bagi peternak untuk memiliki kandang, karena dengan memiliki kandang besar manfaat yang diperoleh dalam pengembangan usahanya.

(2) Penyuluh perlu berperan aktif untuk memberikan penyuluhan tentang manfaat kandang melalui sistem pemeliharaan secara intensif dan semi intensif maupun sistem ekstensif.

(3) Untuk meningkatkan kompetensi teknis peternak melalui sistem pemeliharaan yang baik, maka peran penyuluh sebagai mediator dan motivator perlu digalakan demi meningkatkan pengetahuan dan wawasan peternak, perlu proses pembelajaran bagi peternak.

(4) Dalam proses pembelajaran perlu penyesuaian materi dan motode yang berhubungan dengan sistem pemeliharaan secara intensif, semi intensif dan ekstensif.

Perkandangan

Kandang merupakan tempat untuk melindungi ternak sapi dari berbagai gangguan yang dapat merugikan, seperti gangguan cuaca, sebagai tempat beristirahat dengan nyaman, aman dari pencurian, tempat pengumpulan kotoran, memudahkan pengawasan terhadap ternaknya (Tabel 12).

Menurut Santoso (2007), kandang diperlukan untuk melindungi ternak sapi dari keadaan lingkungan yang merugikan sehingga dengan adanya kandang ternak sapi memperoleh kenyamanan.

Alasan yang sama dikemukakan oleh peternak yang memiliki kandang, bahwa dengan adanya kandang, mempermudah dalam proses pengawasan dan pemeliharaan ternak sapi, terutama pemberian makan dan minum, serta pengawasan terhadap kesehatan ternak, memudahkan dalam perkawinan, ternak tidak mudah berkeliaran dan dapat terhindar dari pencurian, tidak memasuki lahan milik orang lain sehingga dapat merusak tanaman perkebunan, pengumpulan kotorannya dapat dilakukan dengan mudah, serta memudahkan dalam proses penjualan.

Alasan di atas diperkuat dengan pendapat Abidin dan Soeprapto (2006) yang menyatakan bahwa kandang memiliki banyak fungsi, yakni: (1) melindungi

ternak sapi dari gangguan cuaca, (2) tempat beristirahat dengan nyaman, (3) tempat pengumpulan kotoran, (4) melindungi sapi dari ganguan luar, dan (5) memudahkan pelaksanaan pemeliharaan , terutama pemberian makan, minum

dan pengawasan kesehatan.

Tabel 12. Pemilikan dan Kondisi Kandang Peternak Sapi Potong per Kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Barat

dan Kondisi Kandang Barat (1) Pemilikan Kandang (n= 92) % (n = 87) % (n = 81) % (n=260) % Tidak Memiliki Kandang 62 67,7 74 85,1 76 93, 8 212 81, 5 Memiliki Kandang 30 32,6 13 14,9 5 6,2 48 18, 5 Total 92 100 87 100 81 100 260 100 (2) Kondisi Kandang (n = 30) % (n = 13) % (n = 5) % (n=48 ) % Permanen 2 6,6 1 7,7 1 20 4 8,3 Semi Permanen 14 46,7 5 38,5 2 40 21 43, 8 Tidak Permanen 14 46,7 7 53,8 2 40 23 47, 9 Total 30 100 13 100 5 100 48 100

Peternak yang memiliki kandang dalam proses pengelolaan usaha ternak sapi potong adalah sebesar 32,6 persen berada di Kecamatan Kairatu, berikutnya Kecamatan Seram Barat 14,9 persen, dan sebesar 6,2 persen di Kecamatan Taniwel. Peternak yang tidak menggunakan kandang dalam proses pengelolaan usahanya, masing-masing di Kecamatan Kairatu sebesar 67,4 persen, Kecamatan Seram Barat sebesar 85,1 persen, dan Kecamatan Taniwel 93,8 persen. Dilihat dani kondisi bangunan kandang yang ada dibagi menjadi tipe permanen, semi permanen dan tidak permanen. Tipe permanen atapnya dari zeng, lantainya semen, tipe semi permanen atap rumbia dan lantai semen, sedangkan todak permanen atap rubia dan lantainya tanah. Untuk Kecamatan Kairatu sebesar 6,6 persen adalah tipe permanen, sebesar

46,7 persen tipe semi permanen, dan tidak permanen sebesar 46,7 persen. Kecamatan Seram Barat sebesar 7,7 persen tipe permanen, sebesar 38,5 persen tipe semi permanen, dan sebesar 53,8 persen tidak peremanen. Kecamatan Taniwel sebesar 20 persen tipe permanen, sebesar 40 persen tipe semi permanen, dan sebesar 40 persen tidak permanen.

Berdasarkan Tabel 12 dapat diprediksikan bahwa minat peternak untuk menggunakan kandang dalam proses pengelolaan usahanya walaupun rendah, tetapi sudah tercipta upaya dari dalam diri peternak betapa pentingnya dan bermanfaatnya kandang untuk mengelola ternaknya. Bila hal ini terus dikembangkan, ternak sapi tidak mudah mengalami gangguan atau ancaman dari luar yang dapat merugikan peternak.

Pakan Ternak Sapi Potong

Sumber pakan ternak sapi potong dapat terdiri dari tiga yakni: (1) hijauan makanan ternak (HMT) berupa rumput dan leguminosa, (2) pakan penguat atau konsentrat, dan (3) limbah pertanian.

Makanan ternak sapi potong dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Makanan sangat esensial bagi ternak sapi. Makanan yang baik menjadikan ternak sanggup menjalankan fungsi proses dalam tubuh secara normal. Dalam batas normal, makanan bagi ternak sapi potong berguna untuk menjaga keseimbangan jaringan tubuh dan membuat energi sehingga mampu melakukan peran dalam proses metabolisme.

Pemberian makanan secara ekonomis dan teknis memenuhi persyaratan dapat digunakan sebagai kebutuhan hidup pokok, kebutuhan untuk pertumbuhan dan kebutuhan untuk reproduksi.

Jenis Hijauan

Jenis hijauan yang dapat diberikan bagi ternak sapi potong dalam bentuk hijauan segar, hijauan kering (hay), hijauan olahan atau hasil fermentasi yang disebut silase. Jenis-jenis hijauan makanan ternak dapat berupa rumput dan

leguminose yang terdapat di areal padang penggembalaan dan di sekitar areal padang penggembalaan biasanya dikonsumsi oleh ternak sapi potong. Di Kabupaten Seram Bagian Barat hijauan makanan ternak tersebar pada berbagai areal, yakni areal padang penggembalaan, lahan perkebunan dan lahan tanaman pertanian pangan di pinggiran jalan sepanjang jalan umum.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan diperoleh jenis hijauan yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat terdiri dari jenis rumput antara lain rumput lapangan (Natural grass), rumput ruzi (Brachiaria ruziziensis), rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput teki (Killinga monochepala), sapu-sapu ternate (nama lokal) dan kuda bunga (Paspalum notatum), rumput setaria (Setaria ancepts), rumput pangola (Digitaria decumbens), rumput pahit (Ceseonopus compressus), rumput merayap atau sukest grinting (Cynodon dactylon), putri malu (Mimosa pudica), rumput buffel (Cenchrus ciliaris), rumput berunda (Ccynodon dectylon), rumput sudan (Sudan grass), rumput beludru (Brachiaria holotricha), rumput rhodes (Cloris gayana), alang-alang (Imperata cylindrica), rumput gergaji (nama lokal), rumput kuda (nama lokal), siratro (Macroptiliun atropurpeum), calopo (Calopogonium mucunoides), centro (Centrosema pubencens), lamtoro/petai cina (Leucaena glauca), daun gamal (Gliricidia maculate). Rumput gajah (Pennisetum purpureum) telah ditanam sebagai bibit hijauan makanan ternak oleh pemerintah (Dinas Pertanian dan Peternakan Seram Bagian Barat) dan pihak swasta, yakni di Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Taniwel telah ditanam pada areal khusus sebagai bibit hijauan makanan ternak yang cukup berkualitas kandungan nilai gizinya. Bahkan rumput gajah (Pennisetum purpureum) juga ditemui hampir di sepanjang jalan umum/utama (tumbuh secara liar) memasuki Ibu Kota Kabupaten Seram Bagian Barat. Sedangkan tanaman gamal sudah dijadikan sebagai tanaman pagar atau pelindung yang dapat dikonsumsikan oleh ternak sapi. Jenis tanaman ini ditanam hampir sepanjang jalan pada desa-desa di Kecamatan Seram Barat, Kecamatan Taniwel dan Kecamatan Kairatu.

Di Kabupaten Seram Bagian Barat: hijauan makanan ternak bagi ternak sapi potong diperoleh atau diberikan oleh peternak dengan cara menggembalakan ternaknya di areal perkebunan kelapa, padang rumput dan di pinggir-pinggir jalan.

Bagi peternak yang memiliki kandang, hijauan makanan ternak dipotong atau diambil pada areal padang rumput atau di lahan perkebunan maupun di pinggir jalan kemudian di gunakan kendaraan roda dua (sepeda dan sepeda motor) dan mobil khusus untuk membawa hijauan makanan ternak.

Menurut pengamatan di lapangan, hijauan yang paling banyak dikonsumsi ternak adalah rumput-rumput yang tumbuh di areal padang rumput dan areal pohon kelapa. Hal ini disebabkan hijauan-hijauan tersebut memiliki palatabilitas yang tinggi dan ketersediaannya tersedia sepanjang waktu.

Hal ini sesuai dengan pendapat Reksohadiprodjo, (1985) bahwa vegetasi rumput dan pepohonan tidak hanya dilihat sebagai sumber makanan ternak saja tetapi juga bermanfaat sebagai tanaman penutup tanah yang dapat mencegah terjadinya erosi tanah agar unsur-unsur hara yang ada dipermukaan tanah tidak terkikis.

Makanan Penguat atau Konsentrat

Jenis makanan penguat atau konsentrat yang diberikan bagi ternak sapi terdiri dari dedak padi, bungkil kelapa, ampas tahu, sebagian besar peternak yang menggunakan kandang sering memberikan pakan penguat atau konsentrat bagi ternaknya.

Limbah Pertanian

Salah satu produk sampingan dari tanaman perkebunan dan tanaman pertanian adalah limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan bagi ternak sapi sebagai salah satu alternatif bahan makanan ternak pada musim panas yang berkepanjangan atau musim paceklik. Limbah pertanian juga dapat dikombinasi secara bersamaan dengan hijauan makanan ternak.

Beberapa jenis jerami yang biasa diberikan untuk makanan ternak sapi antara lain adalah jerami padi (Oriza sativa L), jagung (Zea mays), kacang tanah (Arachis hipogeae), kacang kedelai (Glycinen max) dan ketela pohon (Manihot utilisima).

Potensi limbah pertanian tanaman pangan di Kabupaten Seram Bagian

Barat tersedia dengan melimpah saat musim panen. Misalnya potensi limbah di Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Kairatu dengan hasil limbah produk

jerami padi sebesar 4. 207,66 ton/tahun, limbah ketela rambat 83,52 ton/tahun, jerami jagung 64,8 ton/tahun dan ketela pohon 493,2 ton/tahun dan jerami kacang tanah 250,8 ton/tahun, jerami kacang kedelai 3,23 ton/tahun. Limbah ini merupakan potensi yang dimiliki petani peternak di Kabupaten Seram Bagian Barat untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan ternak selingan ataupun tambahan. Kenyataannya limbah-limbah pertanian yang dihasilkan jarang bahkan hampir tidak diberikan untuk ternak peliharaannya, karena ketersediaan rumput di areal padang rumput, seperti rumput lapangan, rumput yang tumbuh secara alami di pinggir-pinggir jalan dan lahan-lahan kosong masih memenuhi kebutuhan makan ternak sapi.

Pengelolaan Reproduksi

Pengelolaan reproduksi dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal yang meliputi; sumber bibit, sistem perkawinan, sumber pejantan dan rasio kelahiran. Sumber bibit yang berkualitas dapat meningkatkan keturunan ternak berikutnya, sumber bibit yang diperoleh dengan cara membeli oleh peternak secara ekonomis harus menjadi pertimbangan peternak agar dapat memilih bibit- bibit berkualitas dari keturunan tetua yang unggul atau baik, sehingga menguntungkan peternak di waktu mendatang. Sebelum membeli bibit ternak peternak harus memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang syarat-syarat bibit yang baik, artinya peternak perlu melakukan seleksi awal saat membeli bibit. Sumber bibit yang diperoleh peternak dilakukan dengan jalan membeli, warisan atau berupa bantuan.

Sistem perkawinan umumnya berlangsung secara alami, pejantan yang hendak digunakan sebagai bibit haruslah pejantan unggul atau baik, sehingga keturunan yang diperoleh baik. Kalau pejantan yang digunakan untuk bibit sudah menghasilkan lebih dari empat keturunan perlu menjadi pertimbangan, karena berpengaruh pada generasi berikutnya. Teknis terhadap sistem perkawinan perlu dikuasai oleh peternak. Biasanya pejantan yang digunakan bersumber dari milik peternak, milik tetangga atau milik kelompok, bila pejantan sudah tidak lagi memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bibit, maka perlu upaya dalam perolehan pejantan yang unggul. Namun perlu menjadi pertimbangan bahwa penjantan yang digunakan sebagai bibit adalah pejantan yang dusah diseleksi.

Rincian sumber bibit, sistem perkawinan, sumber pejantan dan rasio kelahiran disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Pengelolaan Reproduksi Ternak Sapi Potong per Kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Barat

No Uraian

Kairatu Seram

Barat Taniwel Total

Jumlah Jumlah Jumlah

(n=92) % (n=87) % (n=81) % (n=260) % 1. Sumber Bibit a. Beli b.Bantuan c. Warisan 58 27 7 92 63,1 29,3 7,6 100 52 25 10 87 59,8 28,7 11,5 100 57 18 6 81 70,4 22,2 7,4 100 167 70 23 260 64,2 26,9 8,8 100 2. Sistem Perkawinan - Alami 92 100 87 100 81 100 260 100 3. Sumber Pejantan a.Milik sendiri b.Tetangga c.Kelompok 70 3 19 92 76,1 3,3 20,6 100 69 - 18 87 79,3 - 20,7 100 68 4 9 81 84,0 4,9 11,1 100 207 7 46 260 79,6 2,7 17,7 100 4. Rasio Kelahiran a. Jantan b. Betina 38 54 92 41,3 58,7 100 41 46 87 47,1 52,9 100 39 42 81 48,1 51,8 100 118 142 260 45,4 54,6 100 Sumber bibit terbesar dari tiga Kecamatan adalah cara membeli dengan proporsi terbesar adalah Kecamatan Taniwel (70,4%), berikutnya Kecamatan Kairatu (63,1%), dan Kecamatan Seram Barat sebesar (59,8%).

Sistem perkawinan yang digunakan pada ketiga Kecamatan berlangsung secara alami. Sistem perkawinan ini dilakukan dengan sumber pejantan milik sendiri proporsi terbesar adalah Kecamatan Taniwel (84,0%), berikutnya Kecamatan Taniwel (79,3%), Kecamatan Kairatu (76,1%).

Rasio kelahiran pada seluruh Kecamatan persentase terbesar adalah betina, dengan proporsi terbesar pada Kecamatan Kairatu (58,7%).

Penyakit dan Penanganannya

Pengontrolan, pencegahan dan penanganan penyakit adalah merupakan salah satu kunci keberhasilan dari usaha peternakan sehingga kesehatan ternak

yang dipelihara tetap terjaga. Pencegahan dan penanganan penyakit memerlukan pertimbangan dari berbagai aspek seperti; jenis penyakitnya ringan, menular atau tidak menular maupun dari aspek ekonomisnya.

Berbagai jenis penyakit yang sering dijumpai oleh peternak, penangannya melalui pengobatan secara tradisional oleh peternak di samping ditangani oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) atau petugas kesehatan hewan. Beberapa jenis penyakit yang biasanya menyerang ternak sapi merupakan penyakit yang ringan dan tidak menular, sehingga pengobatannya dapat diatasi dengan menggunakan cara tradisional maupun cara modern. Berikut ini adalah rincian jenis penyakit dan proses pengobatannya secara tradisional dan modern, disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Jenis Penyakit dan Cara Pengobatan Pada Berbagai Jenis Ternak di Kabupaten Seram Bagian Barat

Jenis Penyakit (Ciri-Ciri)

Pengobatan

Tradisional Modern

Kurap Dioles dengan campuran

bensin, tembakau dan serbuk baterei. Juga dioles pakai oli cambur belerang.

-

Lumpuh, rematik Tidak diobati, minyak gosok

Disuntik.

Cacingan, radang usus Daun bambu muda. Teramicyn*, Sulfastrol, obat cacing, suntik. Caplak, Kutuk, kudis,

scabies

Mandi pakai ditergen, disemprot dengan racun serangga, digosok dengan bensin.

Gusanex

Perut Kembung - Antibiotika

Feces bercampur darah

- Antibiotika Luka Dioles dengan bensin atau

campuran bensin dan tembakau

Antibiotika

Keterangan : *) dilakukan peternak

Pertumbuhan Alami (Natural Increase)

Natural Increase (NI) atau pertumbuhan alami dihitung dari persentase kelahiran dikurangi persentase kematian, jadi tinggi rendahnya NI di suatu daerah

sangat tergantung dari jumlah kelahiran dan kematian. NI yang tinggi pada suatu daerah menunjukkan pertumbuhan alami sapi di daerah tersebut tinggi.

NI (Natural Increase) adalah sapi potong yang diperkirakan pada Kabupaten Seram Bagian Barat (24,74%) cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Sumadi, dkk (2004), pada Provinsi Nusa Tenggara Timur NI hanya sebesar (20,14%) dan Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar (18,92%).

Tingginya NI pada desa-desa sampel disebabkan terjadinya pertambahan sapi betina dewasa, bahkan terjadi pula kenaikan tingkat kelahiran dan turunnya tingkat kematian, sehingga dapat diidentifikasi bahwa potensi pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Seram Bagian Barat mempunyai peluang besar untuk terus dikembangkan. Kondisi ini didukung oleh potensi sumberdaya alam dan iklim yang turut mendukung dalam proses pengembangan ternak sapi potong. Sistem Tataniaga

Sistem tataniaga sangat penting dalan proses pemasaran hasil produksi, beberapa faktor penting dalam mendukung sistem tataniaga adalah saluran pemasaran, transportasi, informasi pasar dan fungsi-fungsi tataniaga yang efisien. Salah satu fungsi yang harus diperlukan dalam sistem tataniaga, yakni pengangkutan (Mosher, 1966).

Peternak mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi pasar. Minimnya informasi pasar yang diperoleh peternak, membuka kesempatan bagi pedagang untuk mempermainkan harga ternak. Cara negosiasi yang dilakukan pedagang secara spekulasi berdasarkan pertimbangan; biaya transportasi berupa biaya sewa mobil, biaya tenaga buruh dan biaya retribusi. Gambaran tentang saluran pemasaran di Kabupaten Seram Bagian Barat disajikan pada Gambar 8.

(II) (I)

(III)

Keterangan: Saluran (I) dan (II) Pasar Provinsi/Kota Ambon Saluran (III) Pasar Kabupaten/Kecamatan

Pedagang

Pengumpul Pengecer

Peternak Pedagang Konsumen

Pengumpul/Pengecer

Gambar 8. Saluran Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kabupaten Seram Bagian Barat

Gambar 8 memperlihatkan bahwa saluran pemasaran ternak sapi potong yang berlangsung di Kabupaten Seram Bagian Barat terbagi atas tiga saluran, yakni:

(1) Saluran Pemasaran I: peternak menjual ternaknya kepada pedagang pengumpul dan atau pengecer selanjutnya ke konsumen.

(2) Saluran Pemasaran II: peternak menjual ternaknya kepada pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul kepada pengecer, pengecer kepada konsumen.

(3) Saluran Pemasaran III: peternak menjual ternaknya kepada pengecer, kemudian dari pengecer kepada konsumen.

Saluran Pemasaran I dan II ternaknya dijual di pasar Kota Ambon sebagai

pusat pemasaran Provinsi, sedangkan saluran pemasaran III berlangsung di Kabupaten Seram Bagian Barat, pada pasar lokal Kecamatan Kairatu,

Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Taniwel.

Umumnya proses pemasaran berlangsung pada saluran pemasaran I, di mana pedagang yang membeli ternak adalah pedagang dari Kota Ambon. Adapun alasannya bahwa peternak menghindari terhadap biaya pemasaran (biaya tunai) yang cukup tinggi, misalnya: (1) biaya transportasi darat maupun laut, (2) biaya retribusi, (3) rentang kendali yang panjang (pedagang harus ke lokasi peternak dengan menempuh perjalanan jauh), dan (4) pedagang langsung mendatangi peternak di lokasi peternak, sehingga pedagang membeli ternak dengan harga rendah, mengakibatkan pendapatan peternak rendah. Ternak yang dijual kepada pedagang dalam jumlah yang kecil, sehingga posisi tawarpun rendah. Di sini tergambar bahwa posisi pedagang sebagai price maker dan posisi peternak hanya sebagai price taker, artinya posisi peternak dalam proses negosiasi harga menjadi lemah.

Saluran Pemasaran II, peternak langsung menjual ternaknya di Kota Ambon, dan lebih banyak dilakukan oleh para peternak yang berada pada wilayah Kecamatan Kairatu, karena tingkat aksesbilitas lebih tinggi, jarak tempuh lebih pendek, di samping itu pelabuhan fery berada di Kecamatan Kairatu, sehingga

biaya transportasi Kairatu ke Ambon lebih rendah di bandingkan Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Taniwel.

Saluran pemasaran III, peternak menjual ternaknya lewat pengecer berlangsung di Kabupaten Seram Barat, beberapa perbedaan yang mengakibatkan saluran pemasaran III lebih rendah dibandingkan saluran pemasaran I dan II, adalah:

(1) Demand atau permintaan rendah.

(2)Fasilitas penunjang seperti Rumah Pemotongan Hewan (RPH) belum dimiliki secara permanen.

(3)Pasar ternak belum memadai. (4) Jumlah pengecer sedikit.

Berdasarkan uraian tersebut, beberapa solusi yang dapat ditawarkan, adalah sebagai berikut:

(1)Perlu adanya azas keadilan di antara pelaku pasar (lembaga pasar), hal ini dapat dilakukan dengan cara:

a. Peternak harus mengetahui informasi pasar

b. Mendekatkan pasar ke peternak, sehingga lebih efisien dengan jalan meningkatkan demand atau permintaan. Dapat dilakukan dengan cara: - Peningkatan sektor-sektor informal.

- Peningkatan daya beli masyarakat.

- Adanya variasi pola konsumsi masyarakat, misalnya; kebiasan mengkonsumsi ikan lebih tinggi secara bervariasi dapat disesuaikan dengan mengkonsumsi daging yang tinggi nilai gizi protein hewaninya. Artinya bahwa pada musim-musim tertentu, misalnya; musim penghujan yang tinggi atau musim gelombang, maka daging dapat dikonsumsi.

(2) Peningkatan kelembagaan peternak. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan penguatan terhadap para peternak dalam melakukan proses pemasaran hasil produksinya. Lembaga peternak ini dapat berfungsi untuk mencari dan menginformasikan harga pasar bagi para peternak, menetapkan titik pemasaran sebagai sentral pemasokan hasil produksi, mengkoordinir proses pemasaran hasil produksi, dan sebagai aliansi, maksudnya bahwa melalui

aliansi ini dapat meningkatkan posisi tawar dari peternak, misalnya; peternak menentukan harga standar berdasarkan umur, jenis kelamin dan bobot badan, sehingga pedagang tidak dengan mudah memainkan harga.

Sehubungan dengan hal di atas, maka perlu upaya pemerintah dalam mengambil kebijakan, yakni: (1) menyiapkan fasilitas berupa pasar lokal untuk mempermudah penyaluran hasil produksi peternak, (2) adanya transportasi (angkutan darat) khusus disiapkan pemerintah dengan biaya transportasi yang

dapat dijangkau oleh peternak, (3) penetapan standar harga ternak, dan (4) peningkatan peran kelembagaan peternak.

Dokumen terkait