• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompetensi dan keberdayaan peternak dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong (kasus Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kompetensi dan keberdayaan peternak dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong (kasus Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku)"

Copied!
258
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPETENSI DAN KEBERDAYAAN PETERNAK DALAM

PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG

(KASUS KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PROVINSI MALUKU)

GEORGE SEMUEL JOHNY TOMATALA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Kompetensi dan Keberdayaan Peternak dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong (Kasus Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku) adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada Perguruan Tinggi manapun. Bahan rujukan atau sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2008

(3)

ABSTRACTS

GEORGE S. J. TOMATALA, 2008. The Competence and Powerness of the Cattle farmers to improving beef business (Case on West Seram, Mollucas). Under supervision by BASITA GINTING SUGIHEN as a chief; DJOKO SUSANTO and PANG S. ASNGARI as members.

The research objectives are: (1) To find out and describe the factors related to the competencies and capabilities of farmers due to manage and improving beef business, (2) To find out the level of cattle farmer competencies and develop the product, and (3) To formulate or to design a strategy how to improve cattle farmer powerness in West Seram. Structural Equation Model (SEM) was used to analyze quantitative data. From the five variable used to measure the cattle farmer competencies, it can be showed that only three of the variables significantly effect the farmer’s competencies. Those variable were human capital, physical capital and natural capital. The competencies level of the farmers on semi intensive and intensive care system were higher than extensive care system. The farmer entrepreneur competencies were higher than technical competencies. There’re significant effects of the human capital, social capital, physical capital and local government support to the powerness or capabilities of the farmers.

Two aspects of the cattle farmer competencies, witch was surveyed, where the level of cattle farmer technical competencies which they has mastered and, such as: (1) The used of breed in open area has a high level category, (2) The use of feed has a high level competencies, and (3) Marketing system has resulted middle category. The entrepreneur competencies have been also achieved by the

farmers includes: (1) The ability to maintain purpose, (2) Self motivation, (3) Taking risk, (4) Responsibility to the business, (5) Self management and

making commitment, (6) Making decision by using authority, and (7) Saving. The condition of natural resources extremely supporte the farmers in increasing farm business, especially cattle production. The management of natural resources as a source to feed the cattle such as green grass or HMT has a high level category, the affordable to manage for the business has a low level category.

The strategy design to empower the farmers in West Seram are: Improving the technical competencies through human capital and natural capital, also supported by physical capital. From the research results, it can be promoted that cattle farmer empowerment in West Seram can be focused on technical competencies as well as enhancing human and physical capitals. To do so, government policy should focus on development program supported by farmer’s behavior transformation trough achievement of motivation program training based on the farmer’s needs.

(4)

RINGKASAN

GEORGE S.J. TOMATALA, 2008. Kompetensi dan Keberdayaan Peternak dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong (Kasus Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku). Komisi Pembimbing: BASITA GINTING SUGIHEN (Ketua), DJOKO SUSANTO dan PANG S. ASNGARI (Anggota).

Tujuan pembangunan peternakan, yakni: (1) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak, (2) terpenuhinya konsumsi pangan asal ternak, (3) tercukupinya bahan baku industri dan ekspor, (4) tersedianya kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, (5) meningkatnya kelembagaan peternak, dan (6) tercapainya keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam (SDA) peternakan.

Berbagai cara telah dilakukan dalam pengembangan produksi ternak sapi potong, namun masih belum optimal, disebabkan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) peternak, peternak lebih banyak mengandalkan kemampuannya secara tradisional dalam proses pengelolaan usahanya.

Tingkat kompetensi peternak perlu mendapat perhatian dalam implementasi pengembangan usaha, karena dengan kompetensi yang tinggi dapat mempengaruhi usaha peternakan tersebut. Rendahnya kompetensi peternak menyebabkan ketidakberdayaan peternak dalam pengelolaan usaha peternakannya.

Tujuan penelitian: (1) mengkaji dan menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kompetensi dan keberdayaan peternak dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong, (2) mengungkap kompetensi peternak sapi potong dalam pengembangan usaha peternakan dan menjelaskan pengembangan usaha peternakan dengan kondisi sumberdaya alam setempat guna peningkatan produksi ternak sapi potong, dan (3) menghasilkan desain strategis pemberdayaan peternak yang relevan guna pengembangan usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Seram Bagian Barat.

Hasil penelitian adalah: (1) terdapat pengaruh yang nyata antara modal manusia, modal fisikal dan modal alami terhadap kompetensi peternak dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong: (2) tidak terdapat pengaruh yang nyata antara kompetensi peternak terhadap keberdayaan peternak; (3) terdapat pengaruh yang nyata modal manusia, modal sosial, modal fisikal dan pemberdayaan melalui program pemerintah terhadap keberdayaan peternak dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong.

Bidang kompetensi peternak yang diteliti, tingkat kompetensi teknis dan kewirausahaan yang dikuasai peternak, dijelaskan sebagai berikut: (1) pemilihan bibit dan penggunaan lahan kategori tinggi, (2) pemanfaatan pakan berkategori tinggi, dan (3) sistem pemasaran hasil berkategori sedang, sedangkan kompetensi

wirausaha seperti kemampuan: (1) menetapkan dan mempertahankan tujuan, (2) memotivasi diri, (3) mengambil resiko, (4) bertanggung jawab dalam usaha,

(5)

berkategori sedang. Keberdayaan peternak dipengaruhi oleh aspek sikap mental peternak, dibandingkan aspek pengetahuan dan keterampilan peternak. Kondisi sumberdaya alam (SDA) sangatlah mendukung untuk pengembangan ternak sapi potong. Potensi SDA sudah dimanfaatkan dalam menunjang pengelolaan pengembangan usaha peternakan. Pemanfaatan SDA sebagai sumber pakan berupa hijauan makanan ternak (HMT) berkategori tinggi, kemampuan mengelola untuk usaha tergolong sedang.

(6)

@Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

(1)Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

(a)Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

(b)Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

KOMPETENSI DAN KEBERDAYAAN PETERNAK DALAM

PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG

(KASUS KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PROVINSI MALUKU)

GEORGE SEMUEL JOHNY TOMATALA

DISERTASI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi :

Penguji Ujian Tertutup : Dr. Ir. Amirudin Saleh, MS.

(Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB)

Penguji Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Kartiarso, MSc.

(Staf Pengajar Fakultas Peternakan IPB) 2. Prof (Ris) Dr. Ir. Kusuma Diwyanto, MS. (Staf PUSLITBANG PETERNAKAN

(9)

Judul Disertasi : Kompetensi dan Keberdayaan Peternak dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong (Sapi Bali)

(Kasus Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku) Nama Mahasiswa : George Semuel Johny Tomatala

NRP : P.061050061

Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Disetujui: Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen. MA. K e t u a

Prof (Ris). Dr. Djoko Susanto, SKM. Prof. Dr. Pang S. Asngari

Anggota Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi/Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Penyuluhan Pembangunan

(10)

DAFTAR ISI

Pengembangan Peternakan di Suatu Daerah ... 11

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS... 13

Kerangka Berpikir... 13

Hipotesis Penelitian ... 15

(11)

Kompetensi Peternak ... 33

Keberdayaan Peternak ... 36

Pengaruh Peubah Modal Manusia, Modal Sosial, Modal Fisikal, Modal Finansial, Modal Alami, Pemberdayaan Program Pemerintah Terhadap Kompetensi Peternak dan Keberdayaan Peternak serta Pengaruh Kopetensi Peternak Terhadap Keberdayaan Peternak ... 38

Pengaruh Peubah Modal Manusia Terhadap Kompetensi Peternak ... 38

Pengaruh Peubah Modal Fisikal Terhadap Kompetensi Peternak ... 38

Pengaruh Peubah Modal Alami Terhadap Kompetensi Peternak ... 39

Pengaruh Peubah Modal Manusia Terhadap Keberdayaan Peternak . 39

Pengaruh Peubah Modal Sosial Terhadap Keberdayaan Peternak ... 40

Pengaruh Peubah Modal Fisikal Terhadap Keberdayaan Peternak .... 40

Pengaruh Peubah Pemberdayaan Melalui Program Pemerintah Terhadap Keberdayaan Peternak ... 41

Model Peningkatan Kopetensi Peternak dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong Berdasarkan Peubah Pengaruh ... 41

Peningkatan Kompetensi Peternak Melalui Modal Manusia ... 42

Peningkatan Kompetensi Peternak Melalui Modal Fiskal ... 42

Peningkatan Kompetensi Peternak Melalui Modal Alami ... 43

Model Peningkatan Keberdayaan Peternak dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong Berdasarkan Peubah Pengaruh ... 43

Peningkatan Keberdayaan Peternak Melalui Modal Manusia ... 44

Peningkatan Keberdayaan Peternak Melalui Modal Sosial ... 44

Peningkatan Keberdayaan Peternak Melalui Modal Fisikal ... 45

Peningkatan Keberdayaan Peternak Melalui Pemberdayaan Program Pemerintah ... 46

Strategi Peningkatan Kompetensi dan Keberdayaan Peternak dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong ... 46

KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

Kesimpulan ... 50

Saran ... 50

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Ketersedian dan Kebutuhan Hijauan Rumput Lapangan dan

Limbah Pertanian Tanaman Pangan Berdasarkan Bahan Kering (BK) Protein Kasar (PK)

Total Digestible Nutrients (TDN) Pada Ternak Sapi Potong ... 21

2. Distribusi Karakteristik Sampel per Kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Barat ... 23

3. Distribusi Persentase Jumlah Ternak Sapi Sampel di Kabupaten SeramBagian Barat ... 24

4. Distribusi Luas Lahan dan Status Kepemilikan Lahan Sampel per Kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Barat ... 25 5. Distribusi Peubah Modal Manusia ... 26

6. Nilai Rataan Skor Peubah Modal Sosial ... 27

7. Nilai Rataan Skor Peubah Modal Fisikal ... 28

8. Nilai Rataan Skor Peubah Modal Finansial ... 29

9. Nilai Rataan Skor Peubah Modal Alami ... 31

10. Nilai Rataan Skor Peubah Pemberdayaan Melalui Program Pemerintah ... 31

11. Nilai Rataan Skor Peubah Kompetensi Peternak ... 33

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka Berpikir dan Hipotesis... 14 2. Saluran Pemasaran Ternak Sapi Potong

di Kabupaten Seram Bagian Barat ... 18 3. Nilai Pengaruh (t-value) Model Struktural

Peubah Laten Endogen Terhadap Peubah Laten Eksogen ... 37 4. Model K3M Peningkatan Kopetensi Peternak dalam

Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong

di Kabupaten Seram Bagian Barat ... 41 5. Model K3MP Peningkatan Keberdayaan Peternak

dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong

di Kabupaten Seram Bagian Barat ...

44 6. Model Alur Strategik Pemberdayaan Peternak dalam

Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong

di Kabupaten Seram Bagian Barat ...

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Peta Pulau Seram dan Ambon dan Peta Kabupaten

Seram Bagian Barat ………... 206 2. Hasil Analisis SEM Kovarians Matariks dan Hasil Analisis

Diagram Hasil SEM ... 207 3. Foto Sistem Pemeliharaan dan Kegiatan Peternak Sapi Potong

di Kabupaten Seram Bagian Barat ... 214 4. Foto Proses Pengangkutan Ternak Sapi Yang di Pasarkan

di Kota Ambon Provinsi Maluku ... 217 5. Foto Sarana Pra Sarana Pendukung

di Kabupaten Seram Bagain Barat ... 218

(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karuniaNya sehingga tersusunnya disertasi yang berjudul ”Kompetensi dan Keberdayaan Peternak dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong (Kasus Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku)” sesuai dengan waktu yang direncanakan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam dan terhormat kepada: Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen. MA. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. (Ris) Dr. Djoko Susanto, SKM. dan Prof. Dr. Pang S. Asngari selaku anggota Komisi Pembimbing atas kesabaran dan ketekunannya dalam membimbing dan mengarahkan penulis sejak penyusunan rencana penelitian sampai dengan penyusunan disertasi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir Khairil Anwar Notodiputro, MS, sebagai Dekan Sekolah Pascasarjana serta stafnya yang telah menerima penulis untuk melakukan studi di IPB ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS. selaku Ketua Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat FEMA dan Dr.Ir. Siti Amanah, MSc. selaku Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan beserta stafnya dalam memberikan pelayanan administrasi, serta terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh staf dosen pada Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan yang telah memberikan berbagai konstribusi dalam bentuk pelayanan kuliah selama penulis melakukan proses belajar. Terima kasih penulis sampai kepada Dr. Ir. Amirudin Saleh, MS. sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan kritik dan saran guna perbaikan disertasi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Kartiarso, MSc. dan Prof (Ris) Dr. Ir. Kusuma Diwiyanto, MS. sebagai penguji luar komisi dalam Ujian Sidang Terbuka disertasi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS. yang turut memotivasi penulis dengan memberikan rekomendasi sebagai salah satu syarat administrasi dalam seleksi masuk Program SPs (S3) IPB.

(16)

memberikan dorongan dan semangat serta senantiasa mendoakan penulis selama menginjak kaki di bumi IPB baik S2 maupun S3 untuk proses belajar sampai saat ini. Ucapan terima kasih yang sama juga penulis sampaikan kepada semua saudara-saudara dari Keluarga Tomatala dan Keluarga Matulessy serta Keluarga Bapak Stef. Siahaya yang turut mendoakan bahkan menunjang penulis dalam penyelesaian studi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Keluarga M. Tuhenay, SP., B. Pesulima, P.M. Puttileihalat, SP. MSi., Dr. Ir. J. Salamena, MSi., A.R. Far Far, SP., Ir. J. Masrikat, MSi., A. Tuhenay yang turut membantu penulis dalam proses penelitian. Terima kasih yang sama penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak Pdt. O.G. Tiven dan Bapak Pdt. J. Talarima, S.Th. serta Ibu Joice Kamerling yang turut mendoakan dan memberikan dorongan kepada penulis dalam studi ini.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dikti DEPDIKNAS RI yang telah memfasilitasi melalui dana beasiswa BPPS, juga terima kasih kepada PEMDA Maluku yang telah menunjang penulis untuk proses penelitian, terima kasih kepada PEMDA Kabupaten Seram Bagian Barat dan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Seram Bagian Barat yang turut menunjang penulis dalam proses penelitian. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada Rektor Unpatti dan Dekan Faperta Unpatti serta Jurusan Peternakan Faperta Unpatti yang telah mengizinkan dan memberikan kesempatan serta mendukung penulis dalam melakukan studi di IPB. Terima kasih pula kepada semua pihak yang tak penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu penulis dalam penyelesaian penulisan disertasi ini.

Akhirnya penulis perlu tuturkan ”berbuat baik untuk baik dan yang terbaiklah yang dibuat” dengan rasa keterbatasan, penulis paparkan disertasi ini, kiranya karya ini dapat membawa manfaat kepada semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Desember 2008

George S.J. Tomatala

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 5 Maret 1964 sebagai anak pertama dari enam bersaudara keluarga Bapak Lodewyk Tomatala dan Ibu Jacoba Noija. Penulis memasuki pendidikan Sarjana (S1) tahun 1982 pada Fakultas

Peternakan dan Perikanan Universitas Pattimura Ambon, yang kemudian di afiliasi menjadi Fakultas Pertanian Jurusan Peternakan Universitas Pattimura

Ambon, dan tamat pada tahun 1988. Selama mengkuti pendidikan S1, penulis pernah menjadi Sekretaris Senat Mahasiswa Faperta Unpatti.

Pada tahun 2002 penulis mendapatkan izin belajar untuk menempuh program Magister (S2) di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB dengan beasiswa Dikti, dan tamat tahun 2004. Selanjutnya penulis juga diberikan kesempatan (izin belajar) untuk melanjutkan pendidikan program Doktor (S3) di IPB dengan beasiswa Dikti pada tahun 2005.

Penulis bekerja sebagai Dosen tetap di Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon. Selain sebagai Dosen tetap penulis juga aktif sebagai Dosen Luar Biasa di Akademi Keperawatan, Akademi Gizi, Akademi Kesehatan Lingkungan dan Akademi Kebidanan (sekarang Politeknik Kesehatan – Ambon) sejak tahun 1995 sampai tahun 2002. Selain itu juga penulis melakukan berbagai aktivitas pada:

- Ketua Yayasan/LSM Neo Vita Maluku pada tahun 2000 sampai sekarang. - Dewan Pendiri Yayasan Ebenhaezer – Ambon, pada tahun 2001 sampai

sekarang.

(18)

Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku) yang merupakan bagian dari disertasi ini.

Selama penulis menuntut pendidikan sejak S1 sampai sekarang berbagai aktivitas pada organisasi Kemasyarakatan, organisasi Kemasyarakatan Pemuda dan organisasi Politik pernah dijalaninya, organisasi tersebut antara lain:

- Aktif pada organisasi Kemasyarakatan Pemuda, sebagai Ketua Angkatan Muda GPM Ranting tahun 1983-1992, Ketua Angkatan Muda GPM Cabang Ebenhaezer pada tahun 1992-1996, Ketua I Angkatan Muda GPM Daerah Kota Ambon pada tahun 1994–2002, Sekretaris I Pengurus Besar Angkatan Muda GPM sejak tahun 2000–2002.

- Pernah aktif sebagai Pengurus GEMA Kosgoro, sejak tahun 1982–1988. - Pengurus Partai Golkar DPD II Kodya Ambon, sejak tahun 1998–2000. - Wakil Ketua Partai Buruh Nasional DPD II Kodya Ambon, sejak tahun

1997–1999.

Di samping itu berbagai pelatihan dan seminar nasional juga diikuti selama mengikuti pendidikan S2 dan S3, yakni:

- Seminar Pemanfaatan Teknologi dalam upaya Memantapkan Pertanian Perkotaan, penyelenggara BPTP Jakarta, tahun 2002.

- Seminar Fotografi Publikasi, Program Studi Komunikasi Pembangunan Fakultas Peternakan IPB, tahun 2002.

- Seminar and Research Grant Presentation”The Role of Bioscience in Supporting the Sustainable Agriculture Development” Project IPB–JBOC Loan IP-433–Bogor, tahun 2002.

- Sosialisasi BCH Indonesia, penyelenggara Pusat Bioteknologi LIPI, Cibinong, tahun 2004.

- Seminar dalam Memperingati Hari Pangan Sedunia, penyelenggara Forum Pertanian Organis Bogor Raya, tahun 2004.

- Diskusi Publik Pertanian: Arah Pembangunan Pertanian Prospek Perbaikan Ekonomi Indonesia, UKM Aspect IPB, tahun 2004.

(19)

- Seminar Nasional Penyuluhan Pembangunan: Mengembangkan Sumber Daya Manusia Indonesia, penyelenggara PPN IPB, tahun 2005.

- Success Entrepreneur Seminar, BEM Faperta IPB, tahun 2005. - Pekerti oleh Unpatti – Ambon, tahun 2006.

- Sarasehan Nasional Pemberdayaan Manusia Pembangunan yang Bermartabat, penyelenggara PPN IPB, tahun 2008.

- Seminar Kesehatan; Manfaat Produk-Produk Perlebahan bagi Kesehatan Manusia dan Kajian Farmatologi, penyelenggara High Desert Maluku-Ambon, tahun 2008.

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mengacu dari Rencana Strategis Direktorat Jenderal Peternakan untuk kurun waktu 2007–2009 dengan dasar INPRES No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No.394/Kpts/RC.120/11/2005 tentang Rencana Strategis Departemen Pertanian 2005–2009, pembangunan subsektor peternakan diarahkan pada upaya revitalisasi peternakan sebagai bagian dari revitalisasi pertanian nasional. Subsektor peternakan memberikan konstribusi yang cukup nyata pada kinerja pembangunan pertanian, baik sumbangan langsung berupa PDB, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, perolehan devisa melalui ekspor dan penekanan inflasi, maupun sumbangan tidak langsung seperti penciptaan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan subsektor dan sektor lainnya.

Peran subsektor peternakan dalam pembangunan dapat diwujudkan melalui tujuan pembangunan peternakan, yakni: (1) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak, (2) memenuhi konsumsi pangan asal ternak, (3) bahan baku industri dan ekspor, (4) menyediakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, (5) meningkatnya kelembagaan peternak, dan (6) mencapai keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian SDA peternakan.

Pembangunan produksi peternakan menjadi penting sebagai bagian dari upaya-upaya untuk menciptakan suatu pembangunan yang baik dan perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai unsur yang ada. Peran pemerintah, swasta dan masyarakat secara bersama harus menjadi pemegang kendali. Peran pemerintah lebih banyak kepada peran-peran stimulasi, dinamisasi, regulasi dan fasilitasi bagi masyarakat dan pelaku usaha peternakan. Sedangkan partisipasi masyarakat perlu terus didorong dan diberi tempat sejak perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan untuk keberlanjutan pembangunan.

(21)

populasi sapi potong di Indonesia sebesar 10,7 juta ekor, produksi daging sebesar 335 ribu ton dan konsumsi daging sapi sebesar 1,71 kg/kapita/tahun.

Kebutuhan daging sapi di Indonesia terus meningkat guna mencukupi

kebutuhan protein hewani dan memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Oleh karena itu pengembangan usaha ternak sapi potong di daerah yang potensial

perlu ditingkatkan.

Provinsi Maluku merupakan Provinsi Kepulauan dengan luas 712.470,69 km2 yang terdiri dari 812 pulau yang bervariasi mulai dari yang pulau-pulau kecil sampai pulau-pulau besar. Sebagai Provinsi Kepulauan, Maluku memiliki daratan seluas 54.185 km2. Kabupaten Seram Bagian Barat adalah salah satu Kabupaten baru berdasarkan pemekaran wilayah pada tahun 2004, sesuai UU No 40 Tahun 2003. Luas Wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat kurang lebih 53.148 km2 dan terdapat 10 pulau, terbagi atas 4 Kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Barat, dengan jumlah Desa sebanyak 89 buah, jumlah Dusun sebanyak 129 buah, jumlah sungai sebanyak 29 buah, sehingga menyimpan potensi yang sangat berlimpah untuk di dayagunakan (BPS, 2006).

Populasi ternak sapi potong di Maluku tahun 2003 sebanyak 62.727 ekor dan tahun 2004 sebanyak 76.864 ekor. Sedangkan pemotongan sapi di Maluku di tahun tahun 2004 sebanyak 9.114 ekor, tahun 2005 sebanyak 9.714 ekor. Produksi daging sapi tahun 2003 sebanyak 1.450.600 kg, tahun 2004 sebanyak 1.458.500 kg, tahun 2005 sebanyak 1.526.392 kg, tahun 2006 sebanyak 1.543.270 kg diikuti dengan konsumsi daging sapi tahun 2003 sebanyak 1,82 kg/kapita/tahun, tahun 2004 sebanyak 1,90 kg/kapita/tahun, tahun 2005 sebanyak 2,55 kg/kapita/tahun, tahun 2006 sebanyak 2,59 kg/kapita/tahun. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan konsumsi daging sapi yang perlu diimbangi dengan peningkatan produksi. Sejalan dengan itu prioritas program Dinas Pertanian Provinsi Maluku tahun 2008–2009

akan bertumpuh pada; (1) pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat, dan (2) daya saing berkelanjutan yang salah satu targetnya adalah swasembada daging

tahun 2012.

(22)

di tahun 2004 dan 2005, di tahun 2005 terjadi perkembangan yang signifikan. Produksi daging sapi di Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2004 sebanyak 229.294 kg, tahun 2005 sebanyak 219.802 kg dan tahun 2006 sebanyak 224.458 kg. Konsumsi daging tahun 2005 sebanyak 1,47 kg/kapita/tahun, tahun 2006 sebanyak 1,43 kg/kapita/tahun. Konsumsi daging asal ternak sapi potong terus meningkat, namun tingkat produksi dibandingkan dengan konsumsi belum berimbang. Untuk meningkatkan hal ini perlu diimbangi dengan meningkatkan produksi agar menjawab kebutuhan konsumen di daerah maupun di luar daerah.

Sejarahnya perkembangan pemeliharaan ternak sapi di Kabupaten Seram

Bagian Barat sudah dilakukan sejak tahun 1960-an dan berkembang di tahun 1970-an dengan pemasukan bantuan bibit ternak dari Nusa Tenggara melalui

program bantuan Pemerintah, bahkan di tahun 1988–1990 ternak sapi potong ini dipasok dari Maluku ke Provinsi Papua, salah satu sumber pemasokan adalah wilayah Maluku Tengah yang juga termasuk wilayah Seram Bagian Barat.

Pengembangan usaha peternakan sapi potong di daerah ini perlu didukung oleh berbagai faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal adalah ketersediaan lahan, bibit, pakan serta manajemen dalam pengelolaan usahanya dan modal. Sedangkan faktor eksternal adalah sarana dan prasarana produksi usaha. Menurut Rahardi dan Hartono (2003), faktor internal dapat dipengaruhi oleh lokasi usaha, modal, peternak, dan ternak. Faktor eksternal meliputi pasar, teknologi, kondisi ekonomi nasional dan kebijakan pemerintah.

Potensi sumberdaya alam terkait dengan ketersediaan lahan dan potensi

hijauan sangatlah mendukung pengembangan usaha peternakan sapi potong di daerah ini mengingat sumberdaya lahan dan padang penggembalaan

(23)

sumberdaya manusia khususnya peternak. Peternak lebih mengandalkan kemampuannya secara tradisonal dalam proses pengelolaan usahanya.

Sebagian besar usaha peternakan sapi potong yang dikelola peternak di Kabupaten Seram Bagian Barat merupakan tipe cabang usaha. Sistem

pemeliharaan yang dilakukan umumnya tidak menggunakan kandang dan peternak saat menggembalakan ternaknya dilepaskan begitu saja untuk merumput. Setelah selesai penggembalaan, ternak itu diikat pada pohon-pohon dan dibiarkan

begitu saja. Bahkan dilepaskan begitu saja, pada sore hari ternak digiring ke rumah dan dilepaskan pada halaman rumah, ada yang membiarkan ternaknya

berada di lahan perkebunan, ada yang membuat areal khusus yang tidak berjauhan dari lokasi perumahan peternak, ada yang membiarkannya tertampung pada lapangan rumput yang luas dan dibiarkan begitu saja di lokasi tersebut. Bahkan

ada ternak yang tidak dikontrol oleh peternak sehingga ternaknya merumput di lokasi perkebunan orang yang dapat mengakibatkan ternak sapi memakan

tanaman perkebunan orang; ini perilaku yang tidak bertanggung jawab terhadap usahanya, tetapi ada juga peternak yang melakukan pemberian makan bagi ternak dengan memotong rumput setiap hari dan memberikan secara langsung bagi ternaknya.

Peternak yang menggunakan kandang, biasanya memotong rumput pada pagi dan sore hari kemudian diberikan secara langsung bagi ternaknya. Upaya penanggulangan terhadap berbagai perilaku yang muncul dalam pengelolaan usaha peternakan telah banyak dilakukan oleh dinas peternakan, yakni dengan mencetuskan program-program pemberdayaan masyarakat, tetapi pola dan strategi dalam pelaksanaan program masih belum berhasil, untuk itu perlu adanya pengkajian lanjutan terhadap berbagai program yang telah dilakukan, perubahan sistem pengelolaannya, terutama adalah bagaimana sistem kelembagaan yang ada dapat mengubah cara pandang peternak (mind set), diharapkan adanya kesediaan atau keterbukaan peternak untuk menerima sesuatu yang baru, menentukan efektifnya dia belajar serta adanya sikap mental yang secara terbuka menerima pengetahuan-pengetahuan baru dan menyesuaikan diri dengan perkembangan.

(24)

permintaan dan penyaluran ternak sapi potong belum berimbang dalam pemenuhan kebutuhan daging, hal ini harus menjadi perhatian yang serius dalam pengelolaan dan penanganannya oleh berbagai unsur terkait khusus peternak sebagai pengelola usahanya. Indikasi ini memperlihatkan bahwa harus ada penanganan baik dari segi teknis peternakan guna peningkatan produksi usahanya, maupun membuka wawasan peternak untuk mampu berusaha secara strategik dan profesional dengan jalan meningkatkan mutu peternak dalam berusaha, sehingga kelak peternak mampu mengkombinasikan pengalaman yang dimiliki dengan penyerapan inovasi terhadap teknologi yang ada sebagai upaya perubahan perilaku peternak melalui proses pendidikan (pendidikan non formal) dan pembelajaran.

Kajian secara teknis untuk perubahan perilaku peternak berorientasi pada peningkatan kompetensi, kenyataannya kompetensi yang dimiliki peternak sapi potong masih sangat rendah, buktinya masih terdapat pemahaman yang sempit atau dangkal pada peternak dalam pengelolaan usahanya, misalnya; bibit yang unggul peternak tahu, tetapi cara untuk mempertahankan dan memperbanyak bibit unggul masih sangat terbatas, pakan yang unggul berupa hijauan makanan ternak (rumput dan leguminosa) tersedia melimpah namun belum dimanfaatkan secara baik, konsentrat (ampas tahu, bungkil kelapa, dedak padi) ternyata tersedia melimpah, sistem pemeliharaan sangat bervariasi dan belum memenuhi syarat-syarat pemeliharaan yang baik bila disesuaikan dengan kondisi daerah yang ada, sistem penggemukan umumnya belum dilakukan peternak dan teknis lainnya yang harus menjadi prasyarat dalam pengelolaan usaha peternakan sapi potong belum dilakukan dengan baik. Hal Ini berarti tingkat kompetensi teknis perlu mendapat perhatian dalam implementasi pengembangan usaha.

(25)

untuk target keuntungan serta memenuhi kebutuhan jangka pendek saja. Ini berarti perlu adanya peningkatan kompetensi peternak dalam berwirausaha.

Hasil penelitian Tim Peneliti UNPATTI kerjasama dengan BAPEDA tahun 2006, di Kabupaten Seram Bagian Barat memperlihatkan bahwa sistem pemeliharaan yang bervariasi (umumnya sistem eksternal tradisional–secara lepas) dengan pola pemeliharaan ikat dan menggunakan kandang namun konstruksinya sangat sederhana, daya dukung fisik dijumpai ketersediaan air, hijauan dan leguminosa serta limbah pertanian sangat mendukung, karena tersedia melimpah, peternak memiliki pengetahuan tentang penyakit, namun sebagian besar peternak tidak pernah melakukan tindakan pencegahan penyakit tetapi melakukan pengobatan terhadap ternak yang sakit, penjualan ternak dilakukan langsung ke pedagang (pedagang membeli di lokasi peternak).

Peranan penyuluh sebagai agen pembaruan belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, penyebabnya adalah; (1) daerah kerja penyuluh sangat luas dan tersebar, tanpa ditunjang oleh ketersediaan sarana yang memadai, (2) rasio penyuluh dengan petani-peternak tidak seimbang, dan (3) kurangnya perhatian dari instansi terkait dalam pemantauan petugasnya, kelompok tani-peternak kurang efektif.

(26)

Dari seluruh kendala yang telah diungkapkan dapat dikelompokkan menjadi tiga komponen utama yang menjadi penyebab, yakni; (1) kompetensi peternak rendah (kompetensi teknis dan kompetensi wirausaha), (2) keberdayaan peternak rendah, dan (3) berbagai faktor internal maupun eksternal sebagai pendukung utama dan penunjang dalam pengembangan usaha perlu mendapat dukungan dari berbagai unsur terkait. Bila tingkat kompetensi peternak rendah lebih memperburuk usaha peternakan sapi potong di masa mendatang, dari segi teknis peternak tidak memiliki hasil produksi yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan kualitas ternak sapi potong rendah, misalnya bobot badan sapi kecil serta peternak tidak akan mampu mengembangkan usahanya yang mengakibatkan pendapatan peternak rendah. Selanjutnya peternak tidak mampu bersaing dalam dunia usaha-bisnis di masa-masa yang akan datang.

Pola pembaharuan dalam pengelolaan usaha peternakan sapi potong dengan cara meningkatkan kompetensi peternak berupa perbaikan sistem pemeliharaan yang lebih kreatif dan inovatif, serta memadukan pengalaman peternak dengan penggunaan teknologi tepat guna, misalnya; sistem pemeliharaan yang berpola integratif, sistem penggemukan dengan perpaduan teknologi yang tepat.

Peternak harus mampu melihat dan menilai peluang yang ada, mengembangkan sumberdaya serta mampu mengambil resiko buruk, bekerja dan berusaha keras, mampu mengambil keputusan yang tepat dan menguntungkan, salah satu pilihan adalah polanya harus berorientasi pasar (market oriented) bahkan mungkin ke orientasi masyarakat (societal oriented) agar menjadi wirausaha yang kompeten.

(27)

Kemampuan dan wewenang harus menjadi kekuatan dalam pengembangan usaha artinya wirausaha yang kompeten adalah wirausaha yang memiliki kemampuan dan wewenang sendiri dalam pengelolaan usahanya (kemandirian). Kompetensi dan komitmen, peternak harus memiliki pengetahuan yang tinggi disertai dengan komitmen yang kuat agar mempunyai ketegaran, tahan uji dalam pengelolaan usahanya (berhasil guna dan berdaya guna).

Upaya untuk mengubah perilaku manusia merupakan fokus kajian utama dalam mempelajari faktor-faktor perilaku yang mempengaruhi seseorang setelah melihat kejadian-kejadian yang menimpa diri orang itu serta tidak mengalami perubahan, selanjutnya bagaimana pola pembentukan perilaku baru agar dapat mengakibatkan kualitas kehidupan orang bersangkutan menjadi lebih baik. Isac dan Michel (Asngari, 2001) mengemukakan ada tiga kawasan yang membentuk perilaku seseorang, yaitu kawasan kognitif (pengetahuan) kawasan afektif (sikap) dan kawasan psikomotorik (keterampilan). Hal ini dapat diwujudkan melalui adanya pemberdayaan masyarakat yang strategik terkait dengan pengembangan usaha peternakan sapi potong dengan dititik beratkan pada kompetensi peternak (peningkatan kapasitas, pembinaan berupa penyuluhan dan pelatihan) agar peternak mampu membangun dirinya sendiri (memperbaiki kehidupannya sendiri).

Peternak harus mampu atau berdaya, tahu atau mengerti, paham, termotivasi, berkesempatan, melihat peluang, dapat memanfaatkan peluang, bersinergi, mampu bekerja sama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani menghadapi resiko, mampu mencari dan menangkap informasi, mampu bertindak sesuai situasi.

Peternak harus diarahkan untuk pengembangan dan peningkatan sumberdaya manusia guna meningkatkan kualitas hidupnya. Peternak harus diajak untuk melakukan berbagai perencanaan yang matang, tahu tentang berbagai program yang berdaya guna dan menguntungkan terhadap usahanya dari penyuluh, tahu tentang teknologi, peternak harus melihat peluang yang ada sebagai kesempatan berlatih agar peternak dapat keluar dari ketidak-berdayaan.

(28)

memilih alternatif yang terbaik bagi dirinya. Selanjutnya program-program penyuluhan sebagai program pendidikan luar sekolah bertujuan untuk memberdayakan sasaran, meningkatkan kesejahteraan sasaran secara mandiri. Menurutnya pendapat tersebut pemberdayaan itu akan menghasilkan masyarakat yang dinamis dan progresif secara berkelanjutan, sebab disadari oleh adanya motivasi intrinsik dan ekstrinsik sekaligus.

Kompetensi peternak dan keberdayaan peternak harus berorientasi bisnis guna meningkatkan produksi ternak sapi potong, dicari dan diteliti lebih mendalam berdasarkan faktor-faktor yang ada.

Dari seluruh uraian di atas, diteliti modal manusia, modal sosial, modal fisikal, modal finansial, modal alami, program pemberdayaan yang terkait pada kompetensi peternak (kompetensi teknik dan kompetensi wirausaha) dalam mengelola usaha peternakannya. Atas dasar itulah, kami mencoba untuk merancang penelitian guna mengungkap berbagai faktor terkait yang berhubungan dengan kompetensi dan keberdayaan peternak dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong sehingga diharapkan adanya perubahan perilaku menuju masa depan peternak yang lebih baik dan berkualitas.

Masalah Penelitian

Pertanyaan(research questions) penelitian ini adalah:

(1) Faktor-faktor determinan manakah yang mempengaruhi kompetensi dan keberdayaan peternak dalam pengembangan usaha peternakan?

(2) Bagaimana kompetensi peternak sapi potong dalam pengembangan usaha peternakan, dan apakah pengelolaan sumberdaya alam sudah dimanfaatkan dalam menunjang pengembangan usaha peternakan?

(3) Desain strategis apakah yang tepat bagi peningkatan keberdayaan peternak dalam pengembangan usaha peternakannya di Kabupaten Seram Bagian Barat ?

Tujuan Penelitian

(29)

(2) Mengungkap kompetensi peternak sapi potong dalam pengembangan usaha peternakan dan menjelaskan pengembangan usaha peternakan dengan kondisi sumberdaya alam setempat guna peningkatan produksi ternak sapi potong.

(3) Menghasilkan desain strategis pemberdayaan peternak yang relevan guna pengembangan usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Seram Bagian Barat.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai suatu proses belajar (learning process) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan praktis, antara lain:

(1) Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan dalam rangka mengukur keberdayaan peternak berdasarkan perubahan perilaku.

(2) Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan metode penelitian ilmu penyuluhan pembangunan dalam mengintegrasikan pendekatan deskriptif kuantitatif.

(3) Sebagai masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Seram Bagian Barat guna menyusun langkah-langkah strategi dalam meningkatkan pembangunan peternakan dengan program-program yang dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat khususnya para peternak.

(4) Sebagai bahan pertimbangan guna meningkatkan wawasan masyarakat khususnya para peternak, pelaku dunia usaha, penyuluh pembangunan atau agen pembangunan lainnya sehubungan dengan pengelolaan pengembangan usaha peternakan.

Definisi Istilah

Definisi istilah dimaksudkan sebagai batasan konsep dari lingkup variabel/peubah yang diteliti.

(30)

(2) Modal sosial (social capital) adalah sejumlah kemampuan yang dimiliki dan dibutuhkan oleh masyarakat melalui; kerjasama, kepercayaan antar sesama, kepedulian bagi sesama, keterlibatan dalam kelompok dan kepatuhan terhadap nilai, norma sosial budaya.

(3) Modal fisikal (physical capital) adalah suatu infrastruktur pokok yang dapat menunjang dan memperlancar usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat guna memenuhi kebutuhannya, seperti sarana dan prasarana usaha, sarana pendidikan, sarana kelembagaan, sarana kesehatan, sarana ekonomi, sarana transportasi maupun sarana komunikasi.

(4) Modal finansial (financial capital) adalah suatu pemenuhan material melalui kemampuan akses masyarakat dalam menunjang usaha-usaha sesuai kebutuhan, seperti pendapatan, sumber pendapatan dan akses dengen kelembagaan keuangan.

(5) Modal alami (natural capital) adalah suatu upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia.

(6) Program pemberdayaan pemerintah adalah program pemberdayan yang telah dilakukan oleh pemerintah guna pengembangan dan peningkatan suatu usaha masyarakat.

(7) Kompetensi teknis peternak adalah kemampuan teknis yang cerdas, yang dimiliki peternak berdasarkan pengetahuan, kreaksi, keterampilan, sikap mental dan citra diri serta penerapan inovasi dalam pengembangan dan peningkatan usahanya.

(8) Kompetensi wirausaha peternak adalah kemampuan cerdas peternak guna pengembangan usahanya dengan cara melihat dan menilai peluang bisnis serta mengelola sumberdaya guna memperoleh keuntungan.

(31)

dengan mengoptimalisasikan potensi sumberdaya yang dimiliki secara mandiri.

(10)Keberdayaan peternak adalah suatu hasil yang diharapkan berdasarkan upaya peningkatan sumberdaya potensi melalui penambahan daya beruapa kekuatan, kemampuan bagi peternak melalui pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap mental.

(11)Peternak sapi potong adalah orang atau badan hukum dan buruh ternak yang seluruh atau sebagian kegiatannya memanfaatkan ternak sapi potong demi kepentingan manusia.

(12)Akses dengan sumberdaya alam adalah suatu proses yang diupayakan oleh individu atau masyarakat dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada.

(13)Akses dengan lembaga keuangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau masyarakat dengan lembaga-lembaga keuangan. (14)Akses dengan sumber informasi adalah suatu proses yang dilakukan oleh

seseorang dalam mencari berbagai informasi melalui sumber-sumber informasi yang ada.

(15)Kekosmopolitan seseorang adalah seseorang yang mempunyai aktivitas dan kemampuan dalam mencari berbagai informasi pada berbagai sumber informasi baik di dalam maupun di luar daerah.

(16)Fasilitas penunjang usaha adalah berbagai fasilitas yang dapat dinikmati, dimanfaatkan di suatu daerah dalam menunjang kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh masyarakat.

(17)Ketersediaan SAPRONAK sapi potong adalah ketersediaan akan sarana produksi peternakan, misalnya; bibit, pakan, obat-obatan ternak sapi potong. (18)Perilaku peternak dalam pengelolaan usaha peternakan sapi potong adalah

(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Modal Manusia

Dari berbagai hasil penelitian terdahulu, maupun berangkat dari beberapa konsep bahwa baik modal manusia, modal sosial dan modal lainnya semakin diakui sebagai faktor penting yang menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Modal manusia ini meliputi potensi yakni keterampilan atau kemampuan yang dimiliki orang untuk melakukan tugas tertentu (Suharto, 2005).

Harbison dan Myers (Rucbini, 2001) menyebutkan bahwa pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, keahlian dan keterampilan, serta kemampuan orang-orang dalam suatu masyarakat. Secara politis pengembangan sumberdaya manusia dimaksudkan untuk mempersiapkan partisipasi masyarakat dalam proses kehidupan politik, khususnya dalam kehidupan demokrasi. Sementara itu, ditinjau dari sudut budaya dan sosial pengembangan sumberdaya manusia akan membantu kehidupan yang tenteram, kaya tradisi dan kehidupan yang penuh arti bagi masyarakat. Pendek kata, pembangunan sumberdaya manusia akan membuka pintu dan kunci bagi modernisasi.

Selanjutnya dikatakan bahwa ada beberapa jalan untuk mengembangkan kemampuan sumberdaya manusia dalam pembangunan. Pertama, yang sangat jelas dan konvensional adalah dengan pendidikan formal baik di sekolah umum maupun sekolah kejuruan. Kedua, pembangunan kualitas manusia bisa dibangun di lingkungan kerja (on the job training) yang dilakukan secara formal maupun informal, serta melalui berbagai organisasi profesi. Ketiga, ini bisa dilakukan dengan pembangunan diri sendiri melalui pencaharian pengetahuan dan keahlian, kursus dan lainnya.

(33)

Dari beberapa definisi dan pemikiran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa modal manusia adalah aset yang berhubungan dengan intelektualitas dan pengalaman yang dimiliki seseorang melalui pendidikan formal, informal

sehingga dapat melahirkan kemampuan untuk bertindak secara tepat dapat efektif dalam berbagai situasi dan kondisi menguntungkan serta berkelanjutan.

Modal Sosial

Konsep modal sosial muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan adanya kebersamaan dan kerjasama yang baik dari segenap anggota masyarakat yang berkepentingan untuk mengatasi masalah tersebut. Pemikiran seperti inilah yang pada awal abad 20 mengilhami seorang pendidik di Amerika Serikat yang bernama Lyda Judson Hanifan untuk memperkenalkan konsep modal sosial petama kalinya dengan sebuah tulisan yang berjudul The Rural School Community Centre tahun 1916 (Syahra, 2003).

Syahra (2003) menyebutkan teori Hanifan bahwa modal sosial bukanlah modal dalam arti biasa seperti harta kekayaan atau uang, tetapi lebih mengandung arti kiasan, namun merupakan aset atau modal nyata yang penting dalam hidup bermasyarakat. Menurut Hanifan, dalam modal sosial termasuk kemauan baik, rasa bersahabat, saling simpati, serta hubungan sosial dan kerjasama yang erat antara individu dan keluarga yang membentuk suatu kelompok sosial. Kemudian teori Hanifan ini dikembangkan oleh di dunia akademis sejak akhir 1980-an oleh Pierre Bourdieu, dalam tulisan yang berjudul ”The Forns of Capital”, tahun 1986. Disusul oleh penelitian yang dilakukan Coleman dan tulisan-tulisan yang dikembangkan oleh Putnam dan Fukuyama.

(34)

yang memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. Sebagai contoh bahwa kalau di antara anggota kelompok itu mengharapkan bahwa anggota-anggota yang lain akan berperilaku jujur dan terpercaya, maka mereka akan saling mempercayai. Kepercayaan itu ibarat pelumas yang membuat jalannya kelompok atau organisasi menjadi lebih efisien (Fukuyama, 2000). Modal sosial dapat juga diartikan sebagai sumber (resource) yang timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam suatu komunitas.

Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi cenderung bekerja secara gotong-royong, merasa aman untuk berbicara dan mampu mengatasi perbedaan-perbedaan. Modal sosial ini mirip dengan modal-modal lainnya, dalam arti bersifat produktif. Sehingga modal sosial dapat dijelaskan pula sebagai produk relasi manusia satu sama lain, khususnya relasi yang intim dan konsisten. Modal sosial menunjukan pada jaringan, norma dan kepercayaan yang berpotensi pada produktivitas masyarakat. Modal sosial dapat melalui perubahan-perubahan dan interaksi antar anggota masyarakat atau pelaku-pelaku sosial.

Menurut Prusak (2001), modal sosial adalah kumpulan dari hubungan yang aktif di antara manusia, seperti; rasa percaya, saling pengertian dan kesamaan nilai dan perilaku yang mengikat anggota dalam suatu jaringan kerja dan komunitas yang memungkin adanya kerjasama.

Nilai merupakan unsur pokok dan fundamental dalam masyarakat, serta menjadi tonggok bangunan struktur sosial. Nilai berada lebih tinggi dibandingkan norma, karena norma diturunkan dari nilai-nilai. Norma merupakan aturan sosial, patokan berprilaku yang pantas atau tingkah laku rata-rata yang diabstraksikan.

Kekuatan mengikat sistem norma terbagi menjadi empat tingkatan, yakni: (1) cara, (2) kebiasan, (3) tata kelakuan, dan (4) adat istiadat (Syahyuti, 2003).

Norma bersumber dari nilai, serta berwujud konkrit dari nilai. Dalam norma termuat hal-hal tentang keharusan, dianjurkan, dibolehkan atau larangan. Norma mengontrol perilaku masyarakat. Nilai dan norma pada akhirnya melahirkan kepribadian, yaitu organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku, sehingga melahirkan kebiasaan.

(35)

Coleman (1999) menyatakan bahwa alat-alat atau mesin-mesin dan alat-alat produksi, modal ini dapat digunakan untuk melakukan perubahan-perubahan pada material untuk membangun atau membentuk fasilitas produksi.

Modal Finansial

Modal finansial ini terdiri dari tingkat pendapatan keluarga, sumber modal usaha dan akses dengan lembaga keuangan.

Modal Alami

Modal Alami ini merupakan potensi-potensi sumberdaya alam, flora, fauna, tanah, air dan udara yang dapat didayagunakan dengan menerapkan ilmu dan teknologi yang tidak mengganggu kelestarian alam dan keseimbangan ekosistem namun berhasil dan berdaya guna bagi kesejahteraan masyarakat (Coleman, 1999).

Karakteristik Individu

Rakhmat (2007) menyatakan bahwa karakteristik manusia terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan faktor-faktor sosiopsikologis. Faktor biologis mencakup genetik, sistem syaraf dan sistem hormonal. Faktor sosiopsikologis terdiri dari komponen-komponen konatif (intelektual) yang berhubungan dengan kebiasaan dan afektif (faktor emosional).

Tanggapan peternak dalam memanfaatkan media sebagai sumber informasi, maka dilihat dari karakteristik peternak merupakan salah satu faktor yang paling penting. Karakteristik ini dibangun berdasarkan unsur-unsur demografis, perilaku, psikografis dan geografis. Unsur demografis merupakan salah satu peubah yang sering digunakan untuk melihat kemampuan berkomunikasi seseorang dan juga kemampuan untuk memilih media. Hasil penelitian Wardhani (1994) menunjukkan bahwa karakteristik demografis berhubungan dengan sumber-sumber informasi tentang usaha peternakan. Faktor-faktor tersebut merupakan perilaku internal dan merupakan ciri input untuk dapat dikembangkan dalam proses sebagai upaya untuk pengembangan usaha.

(36)

pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Secara psikologis seluruh pemikiran manusia, kepribadian dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indera. Pikiran dan perasaan, bukan penyebab perilaku tetapi disebabkan oleh penyebab masa lalu (Rakhmat, 2007). Seseorang yang bekerja dalam bidang tertentu pada waktu relatif lama akan semakin banyak memperoleh pengalaman. Pengalaman berupa keahlian yang dibarengi dengan lebih banyak belajar (membaca), maka pengetahuan yang diperoleh akan semakin tinggi dan hal ini akan meningkatkan kepekaan dalam menyerap sumber-sumber informasi yang dibutuhkan.

Menurut Gagne (Wardhani, 1994), pengalaman adalah akumulasi dari proses belajar mengajar yang dialami oleh seseorang. Kecenderungan seseorang untuk berbuat tergantung dari pengalamannya, karena menentukan minat dan kebutuhan yang dirasakan.

Hasil penelitian Murtiyeni (2002) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengalaman dan status usaha peternak sapi perah, semakin tinggi pula respon responden pada saluran interpersonal.

Soehadji (Saragih, 2003) mengatakan bahwa status usaha atau tipologi

usaha dari bidang peternakan rakyat ke industri peternakan dibagi menjadi empat tipe usaha, yakni: (1) usaha sambilan (pendapatan kurang dari 30 %), (2) cabang usaha (pendapatan berkisar 30–70 %), (3) usaha pokok (pendapatan berkisar 70 – 100 %), dan (4) industri peternakan (pendapatan 100 % dari usaha peternakan).

(37)

usaha pokok, usaha ternak ini sudah menjadi sumber pendapatan. Tingkat Pendapatan yang bisa diperoleh dari usaha ternak sebagai usaha pokok berkisar 70–100 %.

Kompetensi Peternak Kompetensi

Kompetensi ialah suatu karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinnya memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan, peran atau situasi tetentu (Boulter, et al. 2003). Kompetensi dapat meliputi keterampilan, pengetahuan, potensi sosial, citra diri. Keterampilan dan pengetahuan merupakan puncak, tengahnya pengendalian perilaku, bawahnya adalah peran sosial dan citra diri pada tingkat sadar. Pengetahuan adalah apa yang diketahui seseorang tentang sesuatu. Keterampilan adalah hal-hal yang orang bisa lakukan dengan baik.

Potensi sosial adalah cara yang ditunjukan oleh seseorang di masyarakat. Peran sosial mewakili apa yang dianggap orang itu penting.

Citra diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri. Citra diri mencerminkan identitas orang itu; misalnya: memandang diri sendiri sebagai seorang pakar atau seorang yang mempunyai kemampuan.

Watak adalah karakteristik yang mengakar pada diri seseorang. Watak mencerminkan bagaimana kita cenderung menggambarkan orang-orang. Atau dapat mengenali orang-oarang.

Motif adalah pikiran-pikiran dan preferensi-preferensi tak sadar yang mendorong perilaku karena perilaku-perilaku adalah sumber kepuasan (dorongan berprestasi, ingin bekerja lebih baik).

Kompetensi, menurut Spencer dan Signe (1993), adalah merupakan karakteristik dasar seseorang yang menyebabkan orang masuk dalam kriteria kinerja efektif dan superior atau unggul dibandingkan dengan lainnya dalam suatu pekerjaan atau situasi. Karakteristik dasar tersebut meliputi; motif, sifat, konsep diri, pengetahuan dan keterampilan.

(38)

yang diisyaratkan. Sehingga kompetensi dipandang sebagai perbuatan (performance) yang rasional dan memuaskan memenuhi tujuan dalam kondisi yang diinginkan. Untuk melakukan kompetensi, maka seseorang memerlukan pengetahuan khusus, keterampilan proses dan sikap.

Konsep yang dapat dipergunakan dalam menelaah kompetensi sehingga relevan, yakni; konsep kemampuan (ability) dan keterampilan (skill). Konsep kemampuan menggambarkan suatu sifat (bawaan atau dipelajari) yang memungkinkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang bersifat mental dan fisik. Konsep keterampilan yang berkaitan dengan tugas dan merupakan kemampuan untuk melaksanakan suatu sistem dengan perilaku guna mencapai tujuan (Boyatzis, 1982).

Menurut Susanto dan Amri Jahi (2006), unsur penting dari revitalisasi penyuluhan pertanian yang masih kurang mendapat tekanan adalah unsur kompetensi penyuluh dan kompetensi petani, serta bagaimana kompetensi baru itu dapat dimiliki oleh subyek-subyek bersangkutan. Proses pencapaian kompetensi para petani pada gilirannya dapat memberikan pemahaman dan kemampuan mengidentifikasi.

Kewirausahaan

Kewirausahaan merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Inggris entrepreneurship. Menurut Robbins dan Coulter (Daryanto, 2007) mendefinisikan kewirausahaan sebagai proses yang dialami seseorang atau sekelompok orang yang berani mengambil resiko waktu dan finansial secara berorganisasi dalam mengejar peluang untuk menciptakan nilai dan pertumbuhan melalui inovasi dan keunikan, tanpa memandang sumberdaya yang sekarang dikendalikannya. Tiga tema penting dalam definisi ini adalah (1) pengejaran peluang, (2) inovasi dan (3) pertumbuhan. Sedangkan istilah wirausaha (entrepreneur) didefinisikan sebagai seseorang yang berani mengambil resiko bisnis secara terorganisasi untuk mengejar keuntungan bisnis.

(39)

dan berbeda (creatif new and different) melalui berpikir kreaktif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang.

Hakikat dari kewirausahaan pada umumnya merujuk pada sifat, watak dan ciri-ciri yang melekat pada seseorang dengan mempunyai kemauan keras untuk mewujudkan gagasan yang inovatif ke dalam dunia usaha nyata dan tepat mengembangkannya dengan tangguh (Drucker, 1994). Selanjutnya dikemukakan bahwa kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different thing).

Menurut Soemanto (1984) dan Meredith (1996), ciri-ciri dari kewirausahaan adalah sebagai berikut: (1) keinginan yang kuat untuk berdiri

sendiri, (2) kemauan untuk mengambil resiko, (3) memotivasi diri sendiri (4) kemampuan untuk belajar dari pengalaman, (5) semangat untuk bersaing, (6) orientasi pada kerja keras, (7) percaya pada diri sendiri, (8) dorongan untuk

berprestasi, (9) tingkat energi yang tinggi, (10) tegas, (11) yakin pada kemampuan sendiri, (12) tidak suka uluran tangan dari pemerintah/pihak lain di masyarakat,

(13) tidak bergantung pada alam dan berusaha tidak menyerah pada alam, (14) kepemimpinan, (15) keorisinilan, dan (16) berorientasi ke masa depan dan

penuh gagasan.

Jiwa dan sikap kewirausahaan, proses kreaktif dan inovatif hanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jiwa dan sikap kewirausahaan, yaitu orang percaya diri (yakni: optimis, penuh komitmen), berinisiatif (energik dan percaya diri), memiliki motif berprestasi (berorientasi hasil dan berwawasan ke depan), memiliki jiwa kepemimpinan (berani tampil berbeda) dan berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan (karena itu suka akan tantangan).

Proses kewirausahaan: kewirausahaan diawali dengan proses imitasi dan duplikasi, kemudian berkembang menjadi proses pengembangan, berakhir pada proses penciptaan sesuatu yang baru dan berbeda (inovasi). Faktor-faktor pribadi yang memicu kewirausahaan adalah motif berprestasi, nilai-nilai pribadi, pendidikan, pengalaman.

Kompetensi Kewirausahaan

(40)

yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan kualitas meliputi sikap, motivasi, nilai serta tingkah laku yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjan atau kegiatan (are underlying bodies of knowledge, abilities, experiences, and other requirement necessary to get successful performance perform of the job). Keterampilan-keterampilan tersebut adalah keterampilan manajerial, keterampilan konseptual, keterampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan berelasi, keterampilan merumuskan masalah dan mengambil keputusan.

Intellectual Capital = competence x commitment, artinya meskipun ia memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi apabila tidak disertai dengan komitmen yang tinggi, maka wirausaha tersebut tidak akan dapat menggunakan modal intelektualnya. Demikian pula, Competence = Capability x Authority, artinya bahwa wirausaha yang kompeten adalah wirausaha yang memiliki kemampuan dan wewenang sendiri dalam pengelolaan usahanya (kemandirian). Wirausaha selalu bebas menentukan usahanya, tidak tergantung pada orang lain. Selanjutnya Capability = Skill x Knowledge, artinya bahwa kapabilitas wirausaha sangat ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan atau kecakapan. Pengetahuan, keterampilan atau kecakapan yang dilengkapi dengan sikap motivasi untuk selalu berprestasi membentuk kepribadian wirausaha.

Dalam dunia bisnis, yang disebut kompetensi inti (core competency) adalah kreativitas dan inovasi guna menciptakan nilai tambah untuk meraih keunggulan, yang tercipta melalui pengembangan pengetahuan, keteramplan dan kemampuan. Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan merupakan kompetensi inti wirausaha untuk menciptakan dayasaing khusus agar memiliki posisi tawar-menawar yang kuat dalam persaingan.

Seperti yang telah diuraikan di atas, kewirausahaan mempelajari tentang nilai, kemampuan dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan berinovasi. Oleh sebab itu objek studi kewirausahaan adalah nilai-nilai dan kemampuan (ability) seseorang yang diwujudkan dalam bentuk perilaku. Menurut Soeparman Soemahamidjaja (Suryana, 2003), kemampuan dari seseorang yang menjadi objek kewirausahaan meluputi:

(41)

berulang-ulang dibaca dan diamati sampai memahami apa yang menjadi kemauannya.

(2) Kemampuan memotivasi diri untuk melahirkan suatu tekad kemauan yang menyala-nyala.

(3) Kemampuan untuk berinisiatif, yaitumengerjakan sesuatu yang baik tanpa menunggu perintah orang lain, yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan berinisiatif.

(4) Kemampuan berinovasi, yang melahirkan kreativitas (dayacipta) setelah dibiasakan berulang-ulang akan melahirkan motivasi. Kebiasaan inovatif adalah desakan dalam diri untuk selalu mencari berbagai kemungkinan baru atau kombinasi baru apa saja yang dapat dijadikan peranti dalam menyajikan barang dan jasa bagi kemakmuran masyarakat.

(5) Kemampuan untuk membentuk modal uang atau barang modal (capital goods).

(6) Kemampuan untuk mengatur waktu dan membiasakan diri untuk selalu tepat waktu dalam segala tindakan melalui kebiasaan yang selalu tidak menunda pekerjaan.

(7) Kemampuan mental yang dilandasi dengan agama.

(8) Kemampuan untuk membiasakan diri dalam mengambil hikmah dari pengalaman yang baik maupun yang menyakitkan.

Menurut Nangoi (1996), karakteristik penting yang melekat pada diri seorang wirausahawan yang menunjukkan kemampuan dasar yang diperlukan dalam manajemen untuk melakukan kegiatan, yakni:

(1) Semangat dan wawasan untuk menciptakan hal-hal baru (2) Kemampuan untuk merealisir potensi ekonomi

(3) Naluri bisnis yang tajam

(4) Keberanian untuk mengambil rseiko (5) Kemandirian yang kuat

(42)

Sistem sosial budaya merupakan suatu ciri dari daya cipta, aset dan karya yang merupakan wujud dari unsur budaya suatu masyarakat. Wujud budaya yaitu wujud idiil, wujud aktivitas dan wujud fisik. Unsur budaya itu sendiri yaitu bahasa, sistem pengetahuan, sistem teknologi, organisasi sosial, sistem ekonomi, sistem religius, dan kesenian (Koentjaraningrat, 1987). Selanjutnya dikatakan sistem nilai budaya dapat dijelaskan dalam kerangka Kluckhohn yang

menyebutkan bahwa semua sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia menyangkut lima masalah pokok dalam kehidupan manusia, yaitu (a) hakekat hidup, (b) hakekat karya manusia, (c) kedudukan manusia dalam

ruang waktu, (d) hakekat manusia dengan alam sekitarnya, dan (e) hakekat hubungan manusia dengan sesamanya.

Mardikanto (1993) menyebutkan bahwa perubahan alami terjadi tanpa adanya campur tangan manusia dan bersifat lamban. SeBaliknya perubahan terencana bersifat aktif, disengaja keberadaannya oleh perilaku manusia.

Terjadinya perubahan terencana tersebut, disebabkan oleh dua alasan pokok yaitu:

(5) Adanya keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dirasakan, dengan memodifikasi sumberdaya dan lingkungan hidupnya melalui penerapan ilmu pengetahuan atau teknologi yang dikuasainya.

(6) Ditemukannya inovasi-inovasi yang memberikan peluang bagi setiap manusia untuk memenuhi kebutuhannya atau memperbaiki kesejahteraan hidupnya, tanpa harus menganggu lingkungan aslinya.

Menurut Mardikanto (1993), kedua alasan tersebut dapat menumbuhkan motivasi pada seseorang untuk melakukan upaya-upaya tertentu yang mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan. Tanpa melakukan upaya apapun akan menyebabkan seseorang menjadi terbelakang.

(43)

individu yang akan diubah. Sementara itu perilaku perubahan adalah orang-orang dari dalam maupun dari luar sistem sosial.

Pendidik atau penyuluh merupakan orang dari luar sistem sosial yang melakukan perubahan. Warga belajar adalah pelaku perubahan dari dalam sistem sosial. Berkaitan dengan warga belajar, maka adanya upaya individu untuk mengubah perilaku diri sendiri secara aktif merupakan tujuan dari penyuluhan. Upaya mengubah perilaku diri sendiri secara aktif ini disebut pula sebagai pengembangan individual. Dalam konteks perubahan sosial disebut sebagai perubahan yang terjadi pada tingkat individual.

Ada dua tingkat terjadinya perubahan, yaitu perubahan yang terjadi pada tingkat individual dan perubahan yang terjadi di tingkat sistem sosial. Perubahan pada tingkat individu artinya individu merupakan penerima atau penolak inovasi. Perubahan pada tingkat ini sering disebut dengan berbagai istilah, misalnya adopsi modernisasi, akulturasi, atau sosialisasi. Pendekatan seperti ini dapat disebut pendekatan mikroanalisis dalam arti fokus perhatian dalam menganalisis perubahan adalah pada perubahan perilaku individual. Sementara itu perubahan di tingkat sistem sosial terfokus pada proses perubahan yang ada di tingkat sistem sosial. Dengan demikian pendekatannya adalah makroanalisis. Sebagaimana perubahan di tingkat individual, perubahan di tingkat sistem sosial memiliki berbagai istilah pula seperti: difusi, pembangunan, spesialisasi, integrasi atau adaptasi (Rogers dan Shoemaker, 1995).

Sehubungan dengan perkembangan individual yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kompetensi guna meningkatkan perilaku, Gilley dan Eggland, 1989 mengemukakan tujuh prinsip dalam pengembangan tersebut, yakni:

(1) Seorang learning specialist (ahli pendidikan) perlu mengetahui program, mata ajaran, subyek, keterampilan atau kebenaran yang akan diajarkan.

(2) Seorang warga belajar harus memiliki kecenderungan untuk memperhatikan program, mata ajaran atau subyek.

(44)

(4) Informasi, kebenaran atau keterampilan yang akan dikuasai harus telah dikenal oleh warga belajar. Informasi, kebenaran atau keterampilan yang belum dikenal harus dijelaskan melalui hal-hal yang telah diketahuinya. (5) Proses mengajar harus merangsang pikiran warga belajar agar berkeinginan

untuk berpikir dan menguasai keterampilan.

(6) Proses mendidik harus mengarahkan pemahaman seseorang atas ide atau kebenaran baru ke arah kebiasaan nyata yang menunjukkan adanya kesadaran baru.

(7) Fakta-fakta pengembangan individual harus terefleksi melalui suatu peninjauan ulang, berpikir kemBali, reproduksi dan penerapan bahan informasi, kebenaran atau keterampilan yang telah dikomunikasikan.

Dalam peranan tersebut terkandung harapan-harapan yang berhubungan dengan perilaku individu pemilik status yang pada akhirnya mempengaruhi perilaku nyata dari individu tersebut. Perilaku nyata merupakan fungsi dari status. Oleh karena fungsi dan struktur sosial saling berkaitan dan berhubungan secara timbal Balik dalam suatu proses perubahan sosial, maka bila terjadi perubahan dalam salah satu elemen mengakibatkan terjadinya perubahan pada elemen lainnya.

Peranan Penyuluhan dalam Pembangunan Pengertian Penyuluhan

Istilah “penyuluhan” pertama kali digagas oleh James Stuart dari Trinity College (Cambridge) pada tahun 1967, sehingga kemudian Stuart dikenal sebagai Bapak Penyuluhan (van den Ban dan Hawkins, 1999)

Berbagai istilah digunakan di berbagai negara menggambarkan proses-proses belajar penyuluhan (extension), seperti’ (1) voorlichting (Bahasa Belanda) yang berarti memberi penerangan untuk menolong seseorang menemukan jalannya, (2) beratung (Bahasa Inggris dan Jerman) yang mengandung makna sebagai seorang pakar memberikan petunjuk kepada seseorang tetapi seseorang tersebut yang berhak untuk menentukan pilihannya, (3) erziehung (mirip artinya dengan pendidikan di Amerika Serikat) yang menekankan tujuan penyuluhan

(45)

(4) forderung (Bahasa Austria) yang diartikan sebagai menggiring seseorang ke arah yang diinginkan (van den Ban dan Hawkins, 1999).

Secara harfiah penyuluhan berasal dari kata suluh yang berarti obor ataupun alat untuk menerangi keadaan yang gelap. Dari asal perkataan tersebut dapat diartikan bahwa penyuluhan dimaksudkan untuk memberi penerangan ataupun penjelasan kepada mereka yang disukai, agar tidak lagi berada dalam kegelapan mengenai suatu masalah tertentu (Rejeki dan Herawati, 1998). van den Ban dan Hawkins (1999) mengartikan penyuluhan sebagai keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar.

Secara sistematis pengertian penyuluhan tersebut adalah proses yang; (1) membantu petani menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melakukan

perkiraan ke depan, (2) membantu petani menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya masalah dari analisis tersebut, (3) meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu masalah, serta membantu menyusun kerangka berdasarkan pengetahuan yang dimikili petani, (4) membantu petani memperoleh pengetahuan yang khusus berkaitan dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi serta akibat yang ditimbulkannya sehingga mereka mempunyai berbagai alternatif tindakan, (5) membantu petani memutuskan pilihan yang tepat yang menurut pendapat mereka sudah optimal, (6) meningkatkan motivasi petani untuk dapat menerapkan pilihannya, dan (7) membantu petani untuk mengevaluasi dan meningkatkan keterampilan mereka dalam membentuk pendapat dan mengambil keputusan.

Menurut Mardikanto (1993), penyuluhan dapat dipahami sebagai sebuah proses, yakni; (a) proses penyebaran informasi, (b) sebagai proses penerangan,

(c) proses perubahan perilaku, dan (d) proses pendidikan. Sementara Slamet (2003) mengatakan bahwa penyuluhan adalah program pendidikan luar

(46)

Secara singkat penyuluhan dapat diartikan sebagai suatu pendidikan yang bersifat non formal yang bertujuan untuk membantu masyarakat/petani merubah perilakunya dalam hal pengetahuan, keterampilan dan sikap agar mereka dapat memecahkan masalah yang dihadapinya guna mencapai kehidupan yang lebih baik.

Di Indonesia pengertian penyuluhan mengalami pergeseran, pada jaman bimbingan masyarakat (BIMAS), istilah penyuluhan merupakan transfer iinformasi kepada petani. Petani kehilangan jiwa kemandiriannya di dalam berusaha tani, walaupun ada bunyinya menjadi petani dipaksa menerapkan suatu inovasi oleh pemerintah, sehingga petani terpaksa menerapkannya di dalam usaha taninya dan akhirnya lama-lama menjadi biasa.

Peran Baru Penyuluhan

Pemberdayaan dapat menjadi peranan baru penyuluhan dengan jalan;

• Personil penyuluh memerlukan filsafat baru sebagai landasan untuk membantu para petani dan warga pedesaan mengorganisasikan diri dan bertangung jawab dalam (pemberdayaan) pertumbuhan dan perkembangan mereka sendiri.

• Memerintah orang dewasa untuk melakukan sesuatu akan membangkitkan reaksi, menunjukkan sesuatu akan membangkitkan imaginasi mereka, melibatkan mereka akan menimbulkan pemahaman, dan memberdayakan mereka akan menumbuhkan komitmen dan tindakan (Chamala, et al. 1977).

• Memberdayakan berarti membuat mereka menjadi mampu, memperkenankan, atau mengizinkan dan dapat dilihat sebagai inisiasi sendiri atau oleh orang lain.

• Bagi Penyuluh, memberdayakan ialah membantu komunitas membangun, mengembangkan, dan meningkatkan daya mereka melalui koperasi, berbagi dan kerja bersama.

(47)

• Organisasi Petani dapat menyalurkan energi ini untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anggota-angotanya.

• Organisasi Petani yang berdaya dapat menjadi titik temu atau panggung bagi pemecahan masalah lokal dan mobilisasi manusia dan sumberdaya keuangan bagi pembangunan yang berkelanjutan.

Tiga Peran Baru Penyuluhan

Tiga peran baru penyuluhan dalam pemberdayaan petani dan warga pedesaan adalah:

(1) Mengorganisasikan warga masyarakat desa. Para penyuluh harus memiliki kemampuan untuk mengorganisasikan warga pedesaan dan mengelola kelompok.

(2) Mengembangkan sumberdaya manusia. Pengembangan sumberdaya manusia akan memberdayakan rakyat dan memberi makna baru pada peranan-peranan lain. Pengembangan kecakapan teknis haruslah dipadukan dengan kecakapan manajemen.

(3) Memecahkan masalah dan mendidik. Peran penyuluh bukan lagi sekedar memberikan solusi teknis, melainkan memberdayakan organisasi petani untuk memecahkan masalah mereka sendiri, dengan jalan membantu mereka menentukan masalah dan mencari solusi yang benar, dengan memadukan pengetahuan asli mereka dengan pengetahuan modern dan menggunakan sumberdaya mereka secara tepat.

Dasar filosofi kegiatan penyuluhan adalah: (1) penyadaran akan

kebutuhan; (2) transformasi perilaku individu, perubahan pada individu lain; (3) membantu subyek menolong diri sendiri (self help); dan (4) menerapkan

empat pilat dalam proses pembelajaran (learning process) menurut UNISCO, adalah sebagai berikut:

(1) Learning to know, makna proses pembelajarannya untuk menjadi tahu. Pengisian pengetahuan/kognitif secara intelektual

(2) Learning to be, maknanya adalah dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki didayagunakan untuk menemukan sesuatu yang baru (inovasi). (3) Learning to live together, maknanya adalah gabungan ketiganya untuk

Gambar

Tabel 1. Rincian Sampel Penelitian di Wilayah Penelitian
Tabel 2. Matriks Kerangka Konsep Penjabaran Peubah
Gambar 2. Kerangka Konsep Konstruksi Model Rekursif dari Peubah
Gambar 3. Pengembangan Konsep Model Hipotetik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi faktor lingkungan sosial seperti tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan dan kuantil indeks kepemilikan merupakan determinan variabel yang dapat dimodifikasi

(SiLPA) berpengaruh positif terhadap Belannja Modal, artinya apabila Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) mengalami kenaikan sebesar Rp 1, maka Belanja Modal akan

Puji Lestari, S.Pd, selaku guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kelas X SMK Negeri 1 Bawang yang telah membantu peneliti dalam melakukan penelitian..

Berdasarkan hasil analisis data terhadap penerapan metode eksperimen berpengaruh terhadap hasil belajar dan aktivitas siswa pada materi elastisitas bahan di kelas

Bahan bakar yang digunakan bisa diperoleh dari pabrik sendiri yaitu produk biodiesel, kemudian untuk kebutuhan listrik dapat menggunakan generator yang menggunakan biodiesel,

Citra merek dan promosi berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap keputusan pembelian mobil Suzuki APV sehingga semakin baik citra merek Suzuki APV dan semakin

‘They’re looking for us, then,’ Father Kreiner said, peering at the immobile Type 102, poking her as if to see what a walking TARDIS felt like, ‘the Doctor’s friends.’..

MajIis Majlis Mesyuarat Kerajaan dibahagikan kepada dua, Majlis Negeri.. yang mempunyai kuasa perundangan dan Jemaah Menteri yang mempunyai kuasa pe1aksanaan. MB Majlis