• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ajaran Moral dalam Berumah Tangga

Dalam dokumen Sêrat Panithikan (Suatu Tinjauan Filologis) (Halaman 128-136)

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Kajian Filologis 1 Deskripsi Naskah

1. Ajaran Moral dalam Berumah Tangga

Rumah tangga adalah bentuk terkecil dari suatu masyarakat., yang awalnya beranggotakan suami dan istri. Langkah awal dalam berumah tangga ditandai dengan pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang saling mencintai. Pernikahan dilakukan atas dasar cinta kasih dan untuk mendapatkan keturunan. Dalam berumah

commit to user

122

tangga masing-masing anggota keluarga mempunyai peran yang harus dilakukan agar tercipta keharmonisan dalam berumah tangga.

1)Peran Istri sebagai Kepala Keluarga.

Istri mempunyai peran sebagai pendamping kepala keluarga dan mendidik anak, tetapi apabila dalam rumah tangga tidak ada seorang suami maka peran suami dapat digantikan oleh istrinya, misalnya dalam mencari nafkah. Peran istri sebagai kepala keluarga menggantikan suaminya tersirat dalam pupuh XV Kinanthi bait 9-10, sebagai berikut :

9. Suta ginawa bêburuh/ tanggêntang anggendhong sênik/ mring mancapat manca lima/ mangkana kongsi sawarsi/ dènya nyaranti ing priya/ tita têtela tan mulih//

10.Dangu-dangu dènya buruh/ mênthêl bisa simpên picis/ saking wêkêle mring karya/ samubarang dènlakoni/ talaten kanthi narima/ winantu pangati-ati//

Terjemahan :

9. Anak dibawa buruh, panas-panas menggendong bakul mengelilingi desa, demikian sampai setahun. Dilakukannya menggantikan lelakinya sudah lama tidak pulang.

10. Lama-lama bekerja buruh bisa menyimpan uang dari giatnya bekerja. Apa saja dilakukannya dengan sabar dan menerima disertai dengan berhati-hati.

Dari dua bait di atas dapat dijelaskan bahwa Ibunya Suraya bekerja sebagai buruh dengan membawa Suraya mengelilingi desa agar mendapatkan uang untuk menafkahi keluarga karena suaminya sudah lama tidak pulang.

commit to user

123

Dari kesabaran dan giatnya bekerja Ibunya Suraya bisa mengumpulkan uang untuk keperluannya. Hal di atas menyiratkan bahwa istri menggantikan peran suami untuk mencari nafkah karena suaminya tidak ada.

2)Kewajiban Suami sebagai Kepala Rumah Tangga.

Dalam rumah tangga suami mempunyai peran sebagai kepala keluarga untuk mengayomi seluruh anggota keluarga termasuk mencari nafkah untuk seluruh anggota keluarga. Sudah menjadi kewajiban seorang suami memikirkan dan menafkahi seluruh anggota keluarga. Dalam hukum agama, seorang suami diperbolehkan mempunyai istri lebih dari satu asalkan bisa berlaku adil dalam menafkahi lahir dan batin. Apabila mempunyai seorang istri tidak bisa menafkahi lahir batin maka dianjurkan untuk tidak menikah lagi karena dikhawatirkan akan menelantarkan istri dan anak-anaknya. Hal itu tertuang dalam pupuh XVI Asmaradana bait 5, sebagi berikut :

5. Bapakne Suraya iki/ sanadyan rabia sasra/ wong lanang awênang bae/ nanging lamun bisa nata/ marang wajibing krama/ balik bojo siji amung/ kapiran nora kadriya//

Terjemahan:

5. Ayah Suraya ini, walaupun menikahi seribu kali, seorang lelaki berkuasa tetapi jika bisa mengatur kepada kewajiban menikah, istri satu saja kelaparan tidak dipikirkan.

Dari kutipan bait di atas dapat dijelaskan bahwa ayah Suraya (Sang prajurit) walaupun menikah seribu kali seorang laki-laki mempunyai

commit to user

124

kekuasaan jika bisa mengatur rumah tangga. Kenyataannya mempunyai seorang istri saja ditinggalkan di rumah dan menikah lagi.

Mempunyai istri lebih dari satu (poligami) dalam agama diperbolehkan. Dengan syarat bisa berlaku adil terhadap semua istrinya. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang bisa berlaku adil, sehingga alangkah baiknya apabila mempunyai seorang istri dan bisa menafkahi lahir batin. Sifat manusia selalu ingin menuruti hawa nafsu, karena manusia diberi perasaan dan akal maka digunakan untuk berfikir yang terbaik.

3). Kewajiban Anak Berbakti pada Orangtua.

Kewajiban seorang anak yang tidak akan putus bahkan sampai orangtuanya meninggal adalah mendoakan orangtuanya. Mendoakan orangtua merupakan salah satu cara untuk berbakti kepada orangtua setelah meninggal. Kewajiban anak kepada kedua orangtuanya selama di dunia adalah berbakti, karena kedua orangtua yang melahirkan dan merawat sampai dewasa sehingga sudah sepantasnya kita berbakti kepada kedua orangtua. Apapun perbuatan orangtua kepada kita, kita wajib berbuat baik kepada mereka meskipun harus mempertaruhkan nyawa. Salah satu cara berbakti kepada orangtua adalah mencarinya walaupun mempertaruhkan nyawa. Dalam naskah ini pesan tersebut tersirat pada pupuh XVI Asmaradana bait 9, sebagai berikut :

commit to user

125

9. Suraya matur wotsari/ lah inggih dhatêng sandika/ sagêda nglampahi pangrèh/ punapa dhawuh paduka/ sayêkti linampahan/ nadyan sakit praptèng lampus/ kawula botên suminggah//

Terjemahan :

9. Suraya berkata dengan menyembah. Patuh terhadap perintah semoga bisa menjalani apa yang menjadi perintah beliau, dijalani meskipun sakit sampai meninggal saya tidak akan pergi.

Dari bait di atas menyiratkan sebuah pesan bahwa keinginan Suraya mencari ayahnya sangat kuat meskipun dia dan ibunya ditelantarkan. Sebagai anak Suraya merasa wajib berbakti kepada orangtuanya dengan mencari ayahnya walaupun harus mempertaruhkan nyawanya. Tingkah laku Suraya dapat dijadikan contoh kepada kita semua bahwa apapun perbuatan orangtua kepada anaknya, sebagai anak wajib berbakti kepada orangtua.

4). Keutamaan Menikah.

Pernikahan sebagai tanda awal dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Sepasang suami istri mendapatkan kebaikan setelah menikah dibandingkan saat mereka hidup sendiri. Manusia satu sama lain saling membutuhkan dan melengkapi. Dalam kehidupan rumah tangga suami istri harus bisa menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing agar saling melengkapi. Keutamaan atau kebaikan menikah dapat dirasakan bagi mereka

commit to user

126

yang sudah menjalaninya. Pernyataan di atas tertuang dalam naskah pada pupuh X Sinom bait 2-3, sebagai berikut :

2. Sumêdya ngupaya krama/ sampun kamanah prayogi/ kathah [22] pakantuk ing krama/ sapisan têntrêming ati/ kaping kalih nuntuni/ jênak anèng wisma tutut/ dene kang kaping tiga/ sayêkti bisa sumingkir/ anyingkiri mring awon pasuning karsa//

3. Lamun andarbèni garwa/ wontên ingkang anggondhèli/ tan kenging sakarsa-karsa/ nadyan panjênêngan aji/ sayêkti darbe ering/ dhatêng garwa kangjèng ratu/ anggên gunaning garwa/ saya yèn pinuju sakit/ garwanira kang wajib amulasara//

Terjemahan :

2. Keinginan menikah sudah terbukti baik, banyak kebaikan yang diperoleh dari menikah. Pertama, membuat hati tentram, kedua, ada teman membuat betah tinggal di rumah, yang ketiga bisa menghindarkan diri dari hal yang tidak baik.

3. Apabila mempunyai istri ada yang mengikuti tidak boleh seenaknya walaupun kamu seorang raja. Mempunyai rasa agak takut kepada istri, seorang raja terhadap istrinya. Apabila suami sakit, istrinya yang wajib merawat.

Dari bait-bait di atas dapat diambil ajaran tentang kebaikan menikah. Pertama, membuat hati tentram, kedua, bisa betah tinggal dirumah dan ketiga bisa menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Dalam rumah tangga seorang suami tidak boleh bertindak sewenang-wenang terhadap istrinya meskipun seorang raja harus mempunyai rasa takut pada istrinya karena pada saat sakit istrinya yang merawatnya. Hal tersebut mengajarkan pada kita agar

commit to user

127

dalam kehidupan berumah tangga saling menyayangi dan meghormati satu sama lain agar anggota keluarga tidak ada yang berbuat sewenang-wenang terhadap anggota keluarga lain.

5). Ajaran dalam mencari pasangan / Jodoh.

Dalam kehidupan manusia ada 4 hal yang sudah ditetapkan oleh Tuhan, yaitu : hidup, mati, jodoh dan rizki. Salah satunya jodoh sudah ditentukan oleh Tuhan. Sebagai manusia wajib menyakini dan berusaha mencarinya. Dalam mencari pasangan istri atau suami harus berhati-hati agar tidak menyesal kemudian hari. Dalam mencari pasangan selain rasa cinta orang jawa memperhatikan bibit (keturunan), bebet (kekayaan), bobot (kedudukan sosial). Dalam mencari pasangan harus menyesuaikan dengan keadaan dan kemampuan diri masing-masing agar tidak menyesal kelak. Dalam naskah ini terdapat gambaran beratnya menikah seorang anak raja karenan tidak sederajat. Tertuang dalam pupuh X Sinom 7-9, sebagai berikut :

7. Lah mungguh pêrlune apa/ awak ingsun rabi putri/ apan wus akèh tuladhan/ abote wong rabi putri/ marga dudu sêsami/ tan lamak darajatipun/ akèh prakaranira/ rèwèle maneka warni/ kang sapisan sok ngadi-adi ing karsa//

8. Kapindho sok gêlêm ngina/ mring wong lanang dupèh cilik/ ping têlu kudu wibawa/ ing karya mung anggêdhingkring/ yèn mangkono wak mami/ kalêbu bêbasanipun/ nyêngka pangawak braja/ amêngku dudu sêsami/ kang mangkono têmahane tan kapenak//

9. Luwih bêcik sun ngupaya/ rabi kang padha wong cilik/ supaya sênêng tyasingwang/ ora kagêdhèn pamikir/ kang sarta ora kongsi/

commit to user

128

dadi pocapan lènipun/ yata wusnya mangkana/ Sang prajurit èngêt malih/ ing nalika kasmaran mring Sang kusuma//

Terjemahan :

7. Perlunya apa aku menikahi seorang putri. Sudah banyak contoh beratnya orang menikah dengan seorang putri. Keluarga tidak sama tidak sama derajatnya, banyak perkara, berbagai macam kesusahan, yang pertama kadang bagus dalam keinginan.

8. Kedua kadang menghina kepada lelakinya karena orang biasa, ketiga harus berwibawa, dalam pekerjaan hanya bermalas-malasan. Jika demikian aku ini termasuk peribahasa memaksa diri memiliki bukan sesama, yang demikian tdak akan baik.

9. Lebih baik berusaha menikahi orang yang sesama supaya senang hatiku, tidak banyak pikiran, serta tidak sampai menjadi omongan tetanga. Jika sudah demikian Sang prajurit ingat kembai ketika jatuh cinta pada Sang putri.

Dari ketiga bait di atas dapat dijelaskan bahwa Sang prajurit merasa berat menikahi seorang putri (anak raja). Sudah banyak contoh susahnya menikah dengan anak raja karena tidak sederajat status sosialnya. Banyak masalah yang timbul dari pernikahan yang tidak sama status sosialnya, antara lain; pertama, bagus dalam setiap keinginan, kedua, kadang istri menghina suami karena bukan dari status sosial yang sama, ketiga, dalam pekerjaan bermalas-malasan. Lebih baik menikah dengan seseorang yang sama status

commit to user

129

sosialnya agar senang dalam hati, tidak banyak pikiran, dan tidak menjadi omongan tetangga.

Dalam dokumen Sêrat Panithikan (Suatu Tinjauan Filologis) (Halaman 128-136)

Dokumen terkait