• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sinopsis Sêrat Panithikan

Dalam dokumen Sêrat Panithikan (Suatu Tinjauan Filologis) (Halaman 123-128)

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Kajian Filologis 1 Deskripsi Naskah

2. Sinopsis Sêrat Panithikan

Ada seorang prajurit yang berjalan sendirian di tengah hutan. Bertemu dengan seorang juru tenung bernama Nyai Wêrdha, memberitahu kepada Sang prajurit bahwa dalam sebuah pohon ada uangnya. Berapapun uang yang akan Sang prajurit ambil Nyai Wêrdha tidak akan memintanya, hanya berpesan supaya mengambilkan miliknya batu panithikan yang tertinggal di dalamnya. Sang prajurit dibekali selendang untuk masuk kedalamnya (Pupuh I Asmaradana Pupuh II Dhandhanggula).

Sang prajurit dapat memasuki lubang dalam pohon itu dengan mudah. Di dalamnya terdapat tiga tempat yang masing-masing dijaga oleh seekor anjing. Dengan selendang Sang prajurit bisa menyingkirkan anjing itu dan mengambil uangnya. Sesampainya diluar Sang prajurit lupa mengambil batu panithikan dan selendang milik Nyai Wêrdha sehingga ia harus masuk lagi mengambil batu dan selendang.Sang prajurit berfikir apa kekuatan batu itu. Sang prajurit bertanya kepada Nyai Wêrdha tentang batu itu tetapi Nyai Wêrdha berbohong. Sang prajurit tidak mempercayainya dan membunuh Nyai Wêrdha (Pupuh III Pangkur Pupuh IV Sinom).

Batu panithikan itu telah dimiliki oleh Sang prajurit. Sang prajurit yang membawa banyak uang dalam perjalanannya berfikir untuk pergi ke luar negeri. Akhirnya sang prajurit pergi ke negeri Garba Sonya. Di sana ia berfikir akan bahagia

commit to user

117

dengan uang yang dibawanya, banyak yang menjadi temannya karena hanya menginginkan uangnya. Sang prajurit bertanya-tanya kepada temannya tentang seorang gadis yang pantas ia nikahi, dengan saran teman-temannya untuk menikahi Sang putri (Pupuh V Kinanthi Pupuh VI Pocung).

Sang prajurit hanya menghambur-hamburkan uang hingga akhirnya Sang prajurit jatuh miskin, tidak ada seorang temannya yang menolongnya. Sang prajurit bekerja sebagai buruh dan akhirnya ia sakit. Kesengsaraan yang ia rasakan, kemudian ia teringat dengan batu panithikan yang ada dalam kantong bajunya. segera ia mengambil batu dan nithik sekali, keluarlah anjing yang pertama. Anjing pertama mengambilkan uang yang ada dalam pohon. Nithik dua kali batu itu, dan tiga kali. Begitu hingga anjing yang ketiga mengambilkan uang dan ketiga anjing itu kembali hilang dalam batu itu (Pupuh VII Mijil – Pupuh VIII Megatruh).

Sang prajurit kembali menjadi orang kaya, membeli rumah, kereta dan mempunyai pembantu bagaikan seorang raja. Kini ia berteman dengan orang yang tua karena menurutnya berteman dengan anak muda hanya mencari kesenangan saja. Dengan kehidupannya yang berkecukupan Sang prajurit kembali teringat untuk menikahi Sang putri. Meminta tolong kepada anjing siluman itu Sang prajurit memerintahkan untuk membawa Sang putri kerumahnya. Tidak lama kemudian anjing sudah datang dengan menggendong Sang putri yang tertidur lelap. Melihat kecantikan Sang putri, Sang prajurit hanya terdiam. Sang putri dikembalikan ke dalam istana agar tidak membuat curiga Sang raja (Pupuh IX Gambuh).

commit to user

118

Pagi hari Sang putri bercerita pada ayanhya (raja) bahwa semalam ia dibawa oleh seekor anjing dan diberikan pada seorang prajurit. Sang raja kaget mendengar mimpi anaknya dan segera memerintahkan abdinya untuk menjaga Sang putri di malam hari. Malam hari, sang putri yang sudah tidur dijaga oleh seorang abdi, tidak lama kemudian datang seekor anjing yang sangat besar dan membuat takut abdinya. Sang putri di bawa ke rumah Sang prajurit (Pupuh X Sinom).

Abdi raja itu melaporkan apa yang dilihatnya semalam. Sang raja kemudian memanggil Sang putri. Sang putri diberi kalung biji sawi agar apabila dipakainya bisa mengetahui siapa yang menculiknya. Malam hari anjing tersebut datang kembali dan menculik sang putri. Pagi hari Sang raja dan para pengawalnya mengikuti biji sawi yang jatuh dijalan. Hingga akhirnya sampai di rumah Sang prajurit (Pupuh XI Asmaradana).

Sang prajurit dibawa untuk menjalani hukuman. Dalam penjara Sang prajurit tidak bisa tidur dan makan, berfikir bagaimana caranya agar bisa keluar dari tempat tersebut. Akhirnya ia meminta tolong pada penjaga penjara untuk mengambilkan batu panithikan yang tertinggal di rumahnya. Penjaga penjara mengambilkan batu panithikan dan diberi upah sebuah intan (Pupuh XII Mijil ).

Tiba saatnya Sang prajurit dihukum gantung. Di alun-alun sudah banyak orang berkumpul untuk menyaksikannya. Sebelum digantung Sang prajurit mempunyai satu permintaan,untuk merokok satu batang. Akhirnya Sang prajurit

commit to user

119

diperbolehkan dan dikeluarkan batu dari kantongnya. Nithik sekali, dua kali, tiga kali. Keluarlah ketiga anjing dari batu itu dan membuat kaget semua yang menyaksikannya. Ketiga anjing itu mengamuk di alun-alun dan membuat banyak orang meninggal tak terkecuali Sang raja. Sang patih memohon kepada Sang prajurit agar menghentikan ketiga anjing itu agar tidak menghancurkan seluruh negeri (Pupuh XIII Dhandhanggula).

Seluruh raja dari berbagai kerajaan diundang untuk menyaksikan penobatan Sang prajurit menjadi seorang raja yang berjuluk Sang Prabu Purba Angkara. Sang raja menikah dengan Sang putri. Selama menjadi raja banyak rakyatnya yang kelaparan, karena Sang raja hanya bersenang-senang memikirkan diri sendiri (Pupuh XIV Pangkur).

Di desa Saralaya Sang prajurit meninggalkan seorang istri dan anaknya yang bernama Suraya. Suraya dan ibunya hidup dengan bekerja sebagai buruh untuk mencukupi kebutuhannya. Suraya dan ibunya meminta tolong seorang guru yang bernama Kyai Jagung Garing di gunung Serang. Di sana Kyai Jagung Garing menceritakan semua tentang Sang prajurit. Kyai Jagung Garing memberitahukan apabila nanti Suraya berumur 15 tahun baru ia bisa mencari ayahnya (Pupuh XV Kinanthi).

Suraya sudah berumur 15 tahun dan kembali ke gunung Serang menemui Kyai Jagung Garing. Suraya diberi bekal ilmu jin palimunan agar ia bisa menghilang

commit to user

120

dan mengambil batu panithikan yang disimpan ayahnya di dalam istana. Setelah cukup ilmunya Suraya berangkat ke negeri Garba Sonya. Sesampainya disana Suraya berhasil mengambil peti berisi batu panithikan dan selendang. ketiga anjing itu diperintah Suraya untuk menghancurkan negeri Garba Sonya dan membawa pulang ayahnya (Pupuh XVI Asmaradana - Pupuh XVIII Durma).

Sang prajurit yang masih tertidur berhasil dibawa pulang oleh anjing itu tanpa terbangun. Sang prajurit di lepas baju kebesarannya sebagai raja dan dikembalikan ke negeri Garba Sonya. Ibu Suraya yang melihat suaminya yang masih tertidur hanya terdiam. Sementara itu, Suraya kembali ke gunung Serang memberitahukan kepada Kyai Jagung Garing tentang apa yang terjadi. Batu panithikan dan selendang di kembalikan pada Kyai Jagung Garing, tetapi menolaknya. Kyai Jagung Garing mempercayai Suraya untuk membawanya. Akhirnya, Suraya kembali kerumah. Sudah seminggu ayahnya tertidur tanpa terbangun, Suraya membangunkan ayahnya dengan membacakan mantra. Seketika ayahnya kaget karena melihat Suraya dan ibunya. Istrinya memberitahukan keada Sang prajurit apa yang telah terjadi (Pupuh XIX Megatruh - Pupuh XX Pocung)

Di negeri Garba Sonya para pengawal dan seluruh rakyatnya mencari keberadaan Sang raja yang menghilang. Sudah lama tidak ada kabarnya hingga akhirnya Sang patih dinobatkan menjadi raja dan menikah dengan Sang putri, Dewi Sarimurni. Semua rakyat bersuka cita dan akhirnya negeri Garba Sonya berkembang menjadi negeri yang besar. (Pupuh XXI Sinom)

commit to user

121

B. Kajian Isi

Naskah SP ini merupakan jenis naskah sastra dongeng, di dalamnya mengandung ajaran moral seperti ajaran dalam kerumahtanggan dan keagamaan. Ajaran moral dalam berumah tangga yang berhubungan dengan kehidupan manusia di dunia dan ajaran keagamaan yang berhubungan dengan manusia sebagai makhluk ciptaanNya. Ajaran dalam berumah tangga antara lain, peran istri sebagai ibu rumah tangga, kewajiban suami sebagi kepala rumah tangga, kewajiban anak berbakti kepada kedua orangtua, keutamaan menikah dan ajaran dalam mencari pasangan. Ajaran keagamaan adalah, mempercayai kekuasaan Allah SWT, ajaran untuk bersedekah, mempercayai takdir, tidak sombong, dan ajaran untuk mengingat kematian.

Ajaran dalam SP ini berupa anjuran dan larangan. Ajaran ini digambarkan melalui perwatakan dalam tokoh-tokohnya. Seperti ajaran yang berupa anjuran untuk berbakti kepada anaknya, yang dicontohkan Suraya dalam mencari ayahnya.ajaran yang berupa larangan yang dicontohkan oleh Sang prajurit yang sombong dengan kekayaannnya. Berikut ini dikemukakan lebih rinci mengenai ajaran-ajaran yang terkandung dalam Sêrat Panithikan.

Dalam dokumen Sêrat Panithikan (Suatu Tinjauan Filologis) (Halaman 123-128)

Dokumen terkait