commit to user
i
SÊRAT PANITHIKAN
(Suatu Tinjauan Filologis)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh :
LAILI HAULA
C0108036
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
SẾRAT PANITHIKAN
(Suatu Tinjauan Filologis)
Disusun oleh :
LAILI HAULA
C0108036
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Imam Sutarjo, M.Hum Drs. Supardjo, M.Hum
NIP. 196001011987031004 NIP. 195609211986011001
Mengetahui
Ketua Jurusan Sastra Daerah
Drs. Supardjo, M.Hum
commit to user
iii
SẾRAT PANITHIKAN
(Suatu Tinjauan Filologis)
Disusun oleh :
LAILI HAULA
C0108036
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Pada tanggal ...
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum. ...
NIP. 195710231986012001
Sekretaris Dra. Endang Tri Winarni, M.Hum. ...
NIP. 195811011986012001
Penguji I Drs. Imam Sutarjo, M.Hum. ...
NIP. 196001011987031004
Penguji II Drs. Supardjo, M.Hum ...
NIP. 195609211986011001
Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Laili Haula
NIM : C0108036
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Sêrat
Panithikan (Suatu Tinjauan Filologis)” adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam
skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari pernyataan ini terbukti tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh
dari skripsi tersebut.
Surakarta, 25 Juli 2012
Yang Menyatakan
commit to user
v
MOTTO
“Niscaya Allah SWT meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang memiliki ilmu”.
(QS.Al-Mujadalah : 11)
Sebuah pilihan harus diperjuangkan.
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
Ibu dan Bapakku yang senantiasa mencurahkan
kasih sayangnya kepada penulis,
Kakak-kakakku tersayang,
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Sêrat
Panithikan (Suatu Tinjauan Filologis).
Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.
2. Drs. Supardjo, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah dan sebagai
Pembimbing Kedua yang memberi masukan dan segala kemudahan pada
penulisan skripsi ini.
3. Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra
Daerah.
4. Dra. Endang Tri Winarni, M. Hum., selaku Pembimbing Akademik yang
telah memberikan nasihatnya selama menjalani studi.
5. Dra. Imam Sutarjo, M. Hum., selaku Pembimbing Pertama yang telah
meluangkan waktu dan mencurahkan perhatiannya kepada penulis sejak
commit to user
viii
6. Dr. Hartini, M. Hum., selaku Koordinator bidang Filologi Jurusan Sastra
Daerah.
7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Sastra Daerah yang telah memberikan ilmu
yang berharga selama perkuliahan.
8. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Perpustakaan
Pusat Universitas Sebelas Maret yang telah menyediakan berbagai data
dan referensi yang diperlukan.
9. Seluruh staf Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang telah
menyediakan data yang diperlukan dalam penelitian ini.
10.Kedua orangtua yang senantiasa memberikan do’a, dan dukungan kepada
penulis.
11.Feri Supriyanto yang senantiasa memberikan semangat dan harapan untuk
berbagi suka dan duka selama ini.
12.Teman-teman Sastra Daerah ’08 terimakasih kebersamaannya.
13.Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak
kekurangan dan keterbatasan pengetahuan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk skripsi ini.
Surakarta, 25 Juli 2012 Penulis,
SÊRAT PANITHIKAN
bagaimanakah suntingan teks Sêrat Panithikan yang bersih dari
kesalahan dan mendekati asli ? (2) ajaran moral dalam berumah
tangga dan keagamaan apa saja yang terkandung dalam teks Sêrat
Panithikan ?.
Tujuan penelitian ini adalah (1) menyajikan suntingan teks Sêrat
Panithikan yang bersih dari kesalahan dan mendekati asli. (2)
mengungkap ajaran moral yaitu ajaran moral dalam
kerumahtanggaan dan keagamaan yang terkandung dalam teks
Sêrat Panithikan.
Bentuk penelitian ini adalah penelitian filologis yang bersifat deskriptif kualitatif. Jenis penelitiannya adalah penelitian pustaka
(library research). Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah
Sêrat Panithikan. Sedangkan data dalam penelitian adalah teks
Sêrat Panithikan. Sêrat Panithikan berbentuk tembang macapat
dan berhuruf Jawa carik berjumlah 49 halaman. Teknik
pengumpulan data melalui tahapan inventarisasi melalui katalog-katalog naskah yang tersimpan di perpustakaan atau instansi, judul didaftar, kemudian pengecekan kebenaran keberadaan naskah ke lokasi penyimpanan naskah dan diadakan pengamatan. Data
diambil dari microfilm naskah Sêrat Panithikan yang tersimpan di
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melalui teknik scanning
dari microreader kemudian di scanning dan ditransfer ke komputer
1
Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C 0108036 2
Dosen Pembimbing I 3
Dosen Pembimbing II
program adobe photoshop diubah ke format TIF sehingga
diperoleh grafikan wujud asli naskah. Tahap selanjutnya Sêrat
Panithikan ditransliterasi.
Teknik analisis data melalui deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks disertai dengan aparat kritik dan sinopsis. Metode edisi standar
digunakan dalam metode penyuntingan Sêrat Panithikan.
Dilanjutkan dengan analisis isi. Kajian isi untuk mengungkap ajaran moral yaitu ajaran moral dalam berumah tangga dan
keagamaan yang terkandung dalam teks Sêrat Panithikan.
Simpulan penelitian ini adalah (1) Sêrat Panithikan koleksi
Perpustakaan Museum Negeri Sanabudaya Yogyakarta bernomor
katalog MSB/L236 dan kode koleksi PB.A123 dan kode microfilm
Rol. 91 No.3 merupakan naskah tunggal. Melalui cara kerja filologi mulai dari deskripsi naskah, kritik teks, aparat kritik,
transliterasi, maka suntingan teks Sêrat Panithikan dalam
penelitian ini merupakan teks yang bersih dari kesalahan dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. (2) Sêrat Panithikan adalah
jenis Sêrat Sastra Dongeng. Ajaran-ajaran moral kerumahtanggaan
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam kebudayaan.
Kebudayaan merupakan hasil sintesa dari pengalaman-pengalaman masa lalu.
Kebudayaan masa lampau dari suatu bangsa, pada masa mendatang dapat
dijadikan sebagai suatu sejarah yang sangat bermanfaat. Peninggalan kebudayaan
masa lampau yang berupa fisik sangat banyak. Seperti candi, arca, prasasti,
naskah dll. Di antara warisan budaya tersebut adalah karya tulis yang tersimpan
pada bahan yang lama seperti batu, logam, kulit binatang, kulit kayu dan kertas
(Siti Baroroh Baried, 1983:1).
Sebagai peninggalan tertulis naskah-naskah masa lampau yang paling
banyak memberikan informasi di dalamnya kepada kita disegala aspek kehidupan
seperti, social, ekonomi, keagamaan, filsafat dan budaya. Naskah-naskah lama
tidak bisa terlepas dari kebudayaan bangsa yang melahirkannya. Haryati Soebadio
(1975: 1) menyatakan bahwa naskah-naskah lama merupakan dokumen bangsa
yang menarik bagi peneliti kebudayaan lama, karena memiliki kelebihan yaitu
dapat memberikan informasi yang lebih luas dibanding puing bangunan megah
seperti candi, istana raja dan pemandian suci yang tidak dapat berbicara dengan
sendirinya tetapi harus ditafsirkan.
Seiring berjalannya waktu naskah-naskah lama yang biasanya dari bahan
kulit kayu, lontar dan kertas tidak dapat bertahan lama akan mengalami
commit to user
minimnya pengetahuan untuk merawat naskah-naskah tersebut. Maka perlu
adanya upaya penanganan khusus naskah-naskah tersebut agar naskah tidak cepat
rusak dan dapat bertahan lama.
Mengingat isi atau kandungan isi naskah lama yang begitu penting,
bermanfaat dan bernilai juga bahan naskah yang digunakan maka hal tersebut
yang mendorong kita melakukan berbagai penanganan yang berupa penyelamatan,
pelestarian, penelitian, pendayagunaan dan penyebarluasan hasil penelitian
(Darusuprapta, 1985: 143). Bidang ilmu yang erat kaitannya dengan penanganan
naskah-naskah lama adalah filologi. Tugas filolog adalah adalah membuat teks
terbaca dan dimengerti (Robson, 1994: 12). Senada dengan itu Haryati Soebadio
menyatakan bahwa penelitian filologi untuk mendapatkan kembali naskah yang
bersih dari kesalahan, memberikan pengertian yang sebaik-baiknya dan mendekati
aslinya karena naskah itu sebelumnya mengalami penyalinan untuk kesekian
kalinya (dalam Edwar Djamaris, 2002 : 7)
Dari banyaknya naskah-naskah lama di Nusantara yang tidak lepas dari
adanya tradisi penyalinan. Penyalinan naskah terjadi karena orang yang menyalin
naskah itu ingin memiliki cerita dalam naskah tersebut atau karena naskah asli
dikhawatirkan rusak sehingga dibuat salinannya. Frekuensi tingginya penyalinan
menunjukkan bahwa naskah itu sangat digemari, sedangkan sebaliknya
menunjukkan kurang populernya suatu naskah (Siti Baroroh Barried, 1983:95).
Dalam tradisi penyalinan naskah ini terjadi kesalahan dalam menuliskan huruf
atau kata yang disengaja ataupun tidak disengaja yang dilakukan oleh penyalin
commit to user
Behrend (1990) mengklasifikasikan naskah Jawa menjadi 14 macam
menurut kategori atau jenisnya, yaitu :
1. Sejarah. Di dalamnya mencakup segala macam babad;
2. silsilah;
3. hukum. Di dalamnya termasuk hukum peraturan dan adat istiadat
Keraton Jawa;
4. bab wayang. Di dalamnya termasuk pakem, ruwat, pedalangan,
pembuatan wayang dan sebagainya;
5. sastra wayang;
6. sastra;
7. piwulang. Di dalamnya termasuk ajaran orang saleh, suci dan
bijaksana, ajaran Islam, kejawen dan suluk;
8. islam. Di dalamnya termasuk fiqih, sarat dan hukum Islam, dan
turunan teks kitab suci Al-Qur’an;
9. primbon. Di dalamnya termasuk buku petangan, pawukon, impen , dan
sebagainya;
10.bahasa. Di dalamnya termasuk Bausastra atau Dasanama Kawi Jarwa,
tembang, aksara Jawa, candrasengkala, daftar sinonim, wangsalan,
dan sebagainya;
11.musik. Di dalamnya termasuk notasi gendhing dan gamelan;
12.tari-tarian;
13.adat-istiadat. Di dalamnya termasuk kerajinan, cara berpakaian,
songsong, mainan, sopan santun dalam istana, sadranan, keris dan
commit to user
14.Lain-lain.
Berdasarkan klasifikasi di atas peneliti memilih untuk meneliti naskah
jenis sastra yang berjudul Sêrat Panithikan (selanjutnya disingkat SP). Naskah ini
telah mengalami penyalinan. Naskah jenis ini adalah naskah yang merupakan
dongeng yang ditulis dalam bentuk puisi atau tembang. Dalam naskah ini masih
banyak terdapat kesalahan penulisan sehingga menimbulkan perbedaan tafsir yang
berpengaruh pada keseluruhan isi cerita serta di dalam ceritanya terdapat ajaran
pendidikan moral yang dapat ditarik melalui ceritanya.
Langkah awal penelitian filologi yaitu dengan penulusuran melalui catalog
naskah di antaranya :
1. Deskriptive Catalogus of the Javanese manuscripts and Printed Book in
the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta ( Girardet – Sutanto,
1983 ).
2. Javanese Language Manuscrips of Surakarta Central Java A Pleriminary
Descriptive Catalogus Level I and II ( Nancy K. Florida, 1996 )
3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sana
Budaya Yogyakarta (Behrend, 1990)
4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3-B (Fakultas Sastra
Universitas Indonesia, 1998)
5. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan
commit to user
6. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2 Keraton
Yogyakarta (J.Lindsay, R.M Soetanto, Alan Feinstein, 1994)
7. Daftar Naskah Perpustakaan Museum Radya Pustaka Surakarta.
Dari hasil inventarisasi yang dilakukan melalui berbagai katalog
ditemukan naskah berjudul Serat Panithikan, yaitu naskah carik berbentuk
puisi atau tembang yang tersimpan di Perpustakaan Museum Sanabudaya
Yogyakarta dengan nomor MSB/L236 (Katalog. Behrend,1990) kode
koleksi perpustakaan PB.A 123 dan kode microfilm Rol 91 No.3. Dalam
katalog diinformasikan bahwa teks ini sama dengan kisah yang
dilaporkan Pigeaud (Lor.10.849) kecuali jumlah pupuhnya 19 yaitu,
Asmaradana, Dhandhanggula, Pangkur, Sinom, Kinanthi, Pocung, Mijil,
Megatruh, Gambuh, Sinom, Asmaradana, Mijil, Dhandhanggula,
Pangkur, Kinanthi, Asmaradana, Durma, Pocung, Sinom. Dikarenakan
jarak yang jauh, keterbatasan waktu, tenaga dan biaya oleh peneliti maka
naskah (Lor.10.849) tidak diikutsertakan dalam objek kajian penelitian
ini.
Naskah Sêrat Panithikan ini pernah dialihaksarakan oleh Yacobus
Mulyadi, BA. pada tahun 1984 dalam rangka proyek Pengembangan
Permuseuman Daerah Istimewa Yogyakarta.
Naskah ini disajikan dalam bentuk tembang macapat 21 pupuh,
yaitu Asmaradana 25 bait, Dhandhanggula 21 bait, Pangkur 20 bait,
Sinom 25 bait, Kinanthi 28 bait, Pocung 22 bait, Mijil 12 bait, Megatruh
commit to user
Dhandhanggula 25 bait, Pangkur 15 bait, Kinanthi 27 bait, Asmaradana
29 bait, Dhandhanggula 20 bait, Durma 26 bait, Megatruh 21 bait,
Pocung 35 bait, Sinom 23 bait, yang terdiri dari 49 halaman.
Ukuran naskah 21,5 cm x 35 cm, sedangkan ukuran teks 15,9 cm x
32,9 cm. Naskah SP merupakan naskah tulisan tangan (manuscript)
dengan huruf Jawa berbahasa Jawa Baru ragam krama dan ngoko. Dalam
naskah SP ini terdapat purwapada pada awal teks sebagai tanda awal
cerita dan pada setiap penanda bait dipisahkan oleh penanda bait
kemudian pada setiap pergantian pupuh ditandai dengan mandrawapada
sebagai penanda penggantinya. Terdapat wasanapada / iti sebagai penanda
bahwa cerita dalam teks tersebut telah selesai.
Gb 1.Purwapada Gb 2. Penanda pergantian
bait tembang
Gb.3 Mandrawapada Gb 4 Wasanapada / iti
Pengarang naskah adalah Raden Pujaharja, ditulis di Surakarta
pada tahun 1911 tetapi tanggal penulisan tidak disebutkan, hanya tahun
penulisan. Naskah tersebut tidak disebutkan disalin darimana oleh Raden
commit to user
pengarang, tempat penyalinan dan tahun penyalinan. Kolofon tersebut
terdapat pada cover dalam naskah pada halaman 1
Gb 5. Kolofon pada hal. 1
Sêrat Panithikan/ ikêtanipun/ Radèn Pujaharja/ Ing Surakarta/ Kala ing taun
Walandi/ 1911/ Kawêdalakên dening...
Terjemahan : Sêrat Panithikan karangan Radèn Pujaharja di Surakarta pada
tahun 1911. Diterbitkan oleh...
Dalam cover dalam naskah SP tertulis naskah terbitkan atau cetakan,
dimungkinkan naskah tersebut disalin dari naskah cetak. Setelah diadakan
penelusuran tidak dapat diketahui darimana asal terbitan atau cetakan
naskah SP. Sehingga dapat dimungkinkan pengarang menuliskan cerita
yang sumbernya dari buku cetakan, kemudian pengarang menuliskan
dalam bentuk puisi atau tembang macapat dengan aksara Jawa carik.
Dalam memperjelas judul naskah, yang dimaksud panithikan
commit to user
keberuntungan bagi siapa saja yang memilikinya. Hal tersebut tertuang di
dalam teks pada Pupuh I Asmaradana bait 2 baris 2
Gb. 6 Hal 2 Pupuh II Asmaradana bait 2 baris 2
Carita ingkang ginurit/ sela aran panithikan/ kaluwih-luwih dayane/ bisa
anêkakkên bêgja/ samana kang winarna/ wontên sujalma lumaku/ mung pribadi
tanpa rowang//
Terjemahan : Cerita yang tertulis pada batu bernama panithikan, mempunyai
kekuatan yang bisa mendatangkan keberuntungan. Begitu terkenalnya., ada
seorang berjalan, hanya sendiri tanpa teman.
Panithikan dalam naskah ini adalah sebuah batu yang mempunyai
kekuatan dan bisa mendatangkan keberuntungan bagi yang memiliknya.
Dalam naskah ini diceritakan seorang prajurit yang memiliki batu itu
karena berhasil merebutnya dari Nyai Wêrdha dan menyalahgunakan
kekuatan batu itu. Dengan memukul batu itu maka akan keluar anjing yang
mematuhi perintahnya.
Peneliti memilih Serat Panithikan sebagai objek kajian penelitian
ini berdasarkan dua alasan, yaitu :
commit to user
Dalam Sêrat Panithikan ini ditemukan variant. Variant tersebut
antara lain, perubahan ejaan (hipercorect), kekurangan suku kata (lacuna),
kelebihan suku kata (adisi), kesalahan penulisan dan ketidakkonsistenan
penulis. Oleh karena itu perlu adanya kajian filologis guna mendapatkan
suntingan teks yang bersih dari kesalahan.
Di bawah ini contoh dari masing-masing wujud varian yang selanjutnya
akan dipaparkan pada Bab IV.
1. Hipercorect: Perubahan ejaan karena pergeseran lafal
Gb.7 Hal 6 Pupuh II Dhandhanggula bait 18 baris 8
Mèpèd pinggiring seharusnya mèpètpinggiring yang artinya menempel di
tepi.
Gb.8 Hal 20 Pupuh IX Gambuh bait 8 baris 4
ping têtu seharusnya ping têlu yang artinya tiga.
2. Adisi adalah bagian yang kelebihan/penambahan baik suku kata, kata,
kelompok kata maupun kalimat.
commit to user
Gb. 9 Hal 2 Pupuh I Asmaradana bait 4 baris 1
Tanpa sumênglang ing galih seharusnya tanpa sumêlang ing galih, ‘tidak
khawatirdalam hatinya’denganmenyesuaikan aturan bahasa yang benar.
Gb.10 Hal 20 Pupuh IX Gambuh bait 13 baris 2
Wusnya mangkana laju/ nithik sela kaping kanglih tan dangu/ sona ingkang
ping kalih…
Katakanglihseharusnyakalih menjadi wusnya mangkana laju/ nithik sela
kaping kalihtan dangu/…dengan menyesuaikan aturan bahasa yang benar.
Terjemahan : Sesudah demikian itu, memukul batu dua kali tidak lama,
anjing yang kedua…
3. Lacuna adalah bagian yang terlampaui / kelewatan, baik suku kata,
kata, kelompok kata ataupun kalimat.
Lacuna huruf
Gb. 11 Hal.5 tertulis salendha seharusnya salendhang (kurang tanda cecak)
yang mempunyai arti salendang dengan menyesuaikan aturan bahasa yang
benar.
commit to user
Gb.12 Hal 12 Pupuh IV Sinom bait 25 baris 2
Bojo mêsthi tan ngêrti 7 suku kata seharusnya 8 suku katamenjadi bojo
mêsthi tan mangêrti yang artinya istri pasti tidak mengetahuidengan
menyesuaikan konvensi tembang
4. Ketidakkonsistenan penulis / penyalin dalam menuliskan beberapa
kata,
Ketidakkonsistenan penulisan Nyi Wêrda dengan Nyi Wêrdha
Gb. 13 Hal 2 Pupuh I Asmaradana bait 9 baris 2 tertulis Nyi wêrda
Gb.14 Hal 2 Pupuh I Asmaradana bait 10 baris 2 tertulis Nyi wêrdha
Ketidakkonsistenan penulisan Ki Jagung Garing dengan aksara ga
kecil dan ga murda
Gb.15 Hal 38 Pupuh XVI Asmaradana bait 29 baris 1 tertulis Ki Jagung
commit to user
Gb.16 Hal 38 Pupuh XVII Dhandhanggula bait 1 baris 9 tertulis ki Jagung
Garing dengan aksara ga murda
5. Pembenaran kata yang salah oleh penyalin / penulis
Pembenaran dengan cara menyisipkan suku kata yang kurang yang
diletakkan ditepi halaman sebagai pembetulan
Gb. 17 Hal 17 Pupuh XVIII Megatruh bait 2 baris 1
Datan kendhat nênuwun marang Hyang Agung/ mugi pinarêngan gampil/
dènya darbe sedya mêngku/ marang kusumaning puri/ kang dadya raosing batos/
Terjemahan : Tidak pernah berhenti memohon kepada Tuhan, semoga diberi
kemudahan, agar dikabulkan untuk memiliki sang putri, yang menjadi
kesinginan hatinya.
Gb.18 Hal 20 Pupuh IX Gambuh bait 9 baris1
Mugi sampun kalimput / lamun karsa nimbali pukulun/ dhatêng dasih sona
commit to user
Terjemahan : Semoga tidak lupa, apa keinginan memanggil saya, kepada
anjing yang kedua,
Pembenaran dengan dicoret pada huruf yang salah
Gb. 19 Hal 38 Pupuh XVII Dhandhanggula bait 3 baris 3 tertulis Ki Jagung
Garing
6. Catatan orang ketiga menggunakan bolpoin menggunakan aksara latin
(ne) bukan aksara Jawa dikarenakan lembaran kertas terkelupas
pada bagian sisi.
Gb.20 Hal 14. Pupuh X Sinom bait 10 baris 2
Sakala asalin cipta / nêdya nyampurnaken kapti / samêngko sun kudu nekad/
Terjemahan : Seketika mendapat pikiran, untuk menyempurnakan
keinginan, kemudian saya harus nekat,
2. Segi Isi
Sêrat Panithikan ini merupakan dongeng yang bercerita tentang
seorang prajurit yang bernama Sura Tantaka yang berjalan di hutan
kemudian bertemu seorang juru tenung yang bernama Nyai Wêrdha agar
mencari sebuah batu yang berada di dalam pohon beringin yang akan
commit to user
oleh Nyai Wêrdha. Dan prajurit itu berhasil mendapatkan batu itu, namun
setelah prajurit itu mendapatkannya kemudian membunuh juru tenung itu.
Sang prajurit pergi ke sebuah Negara Garba Sonya. Di sana ia
hanya bersenang-senang dan berfoya-foya agar memperoleh banyak
teman. Hingga hartanya habis dan ia kemudian menjadi buruh. Tidak ada
seorangpun teman yang menolongnya. Kemudian ia teringat akan batu
yang ia miliki. Dengan menggunakan batu itu ia meminta tolong agar
mengambilkan uang untuk kebutuhan hidupnya. Kemudian ia kembali
menjadi orang kaya dan menyukai anak raja hingga ia berani menculik
anak raja tersebut. Perbuatan itu terdengar oleh raja dan kemudian oleh
raja prajurit tersebut dijatuhi hukuman mati, tetapi sang prajurit meminta
bantuan pada batu itu dengan mengeluarkan ketiga anjing yang sangat
besar hingga seluruh prajurit di negara itu berhasil dikalahkan dan sang
raja meninggal dunia. Prajurit kemudian diangkat menjadi raja dan
menikah dengan putri raja. Selama menjadi raja di negara tersebut prajurit
itu berbuat angkara murka dengan kekuatan batu yang dimilikinya.
Sang prajurit ternyata meninggalkan seorang istri dan anaknya di
Desa Suralaya anaknya bernama Suraya dan istrinya bernama Sari Murni.
Beberapa tahun sang prajurit tidak pulang untuk menjenguk keluarganya
hingga Suraya berumur 15 tahun dan Suraya berniat mencari ayahnya.
Dalam perjalanan ia bertemu dengan Kyai Jagung Garing di Gunung
Serang dan memberitahukan tentang keberadaan ayahnya. Dengan
informasi tersebut Suraya dibekali ilmu untuk mengambil batu itu barulah
commit to user
untuk mengambil batu itu. Setelah mendapatkan batu itu Suraya berperang
melawan ayahnya. Suraya perang melawan ayahnya hingga akhirnya
ayahnya tersadar bahwa Suraya adalah anaknya dan mereka bisa
berkumpul lagi dengan keluarganya.
Panithikan berasal dari kata titik kemudian menjadi nithik yang
artinya nuthuk lirih, menjadi panithikan yang berubah menjadi kata benda
(Poerwadarminta, 1939 : 608). Jadi, panithikan yang dimaksud dalam
cerita ini adalah sebuah batu yang yang menjadi tanda suatu tempat yang
mempunyai kekuatan (semacam jimat) dan akan mendatangkan
keberuntungan bagi siapa saja yang membawanya.
Pengkajian isi dari naskah SP dilakukan untuk mengungkap ajaran
moral yang terdapat di dalamnya agar dapat ditarik manfaatnya. Ajaran
moral menurut Frans Magnis Suseno (1987:14) ajaran moral adalah
ajaran-ajaran atau wejangan patokan tentang bagaimana harus hidup dan
bertindak agar menjadi manusia yang baik. Ajaran moral dijabarkan dalam
kaidah, perintah, keharusan, larangan dan ajaran.
Ajaran moral tidak hanya didapatkan dari bacaan yang bersifat
serius atau resmi tetapi juga didapatkan melalui bacaan atau cerita yang
ringan sehingga lebih mudah diterima oleh pembacanya. Ajaran moral
tidak hanya dijabarkan ajaran-ajaran agar menjadi manusia kearah yang
lebih baik tetapi didalamnya juga dijabarkan dalam larangan-larangan
yang tidak boleh dilakukan atau larangan agar manusia tidak
commit to user
Ajaran moral yang terdapat dalam naskah SP adalah :
a) Ajaran moral dalam kerumahtanggaan, seperti kewajiban suami
istri dalam sebuah keluarga. Dalam naskah SP ini tersirat ajaran
sebagai seorang istri menggantikan suaminya. Tertuang dalam
pupuh XV Kinanthi bait 9-10, sebagai berikut :
9. Suta ginawa bêburuh/ tanggêntang anggendhong sênik/ mring mancapat manca lima/ mangkana kongsi sawarsi/ dènya nyaranti ing priya/ tita têtela tan mulih//
10.Dangu-dangu dènya buruh/ mênthêl bisa simpên picis/ saking wêkêle mring karya/ samubarang dènlakoni/ talaten kanthi narima/ winantu pangati-ati//
Terjemahan :
9. Anak dibawa buruh, panas-panas menggendong bakul mengelilingi
desa, demikian sampai setahun. Dilakukannya menggantikan
lelakinya sudah lama tidak pulang.
10. Lama-lama bekerja buruh bisa menyimpan uang dari giatnya
bekerja. Apa saja dilakukannya dengan sabar dan menerima
disertai dengan berhati-hati.
Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa istri sang prajurit bekerja
keras untuk menghidupi anaknya karena suaminya yang lama tidak
pulang. Menjadi seorang istri harus sabar, giat bekerja dan
berhati-hati karena suatu saat akan memetik hasil jerih payahnya.
b) Kewajiban anak berbakti kepada kedua orangtua.
Dalam naskah SP ini tersirat ajaran untuk seorang anak berbakti kepada
orangtuanya walaupun perbuatan orang tuanya tidak baik, tetapi kewajiban
seorang anak harus berbakti kepada orang tua. Hal tersebut tersirat dalam SP
commit to user
9. Suraya matur wotsari/ lah inggih dhatêng sandika/ sagêda nglampahi pangrèh/ punapa dhawuh paduka/ sayêkti linampahan/ nadyan sakit praptèng lampus/ kawula botên suminggah//
Terjemahan :
9. Suraya berkata dengan menyembah. Patuh terhadap perintah semoga
bisa menjalani apa yang menjadi perintah beliau, dijalani meskipun
sakit sampai meninggal saya tidak akan pergi.
Dari bait di atas dapat diambil suatu ajaran bahwa begitu kuatnya
keinginan Suraya umtuk mencari ayahnya walaupun telah menelantarkannya
selama bertahun-tahun tidak membuat Suraya membenci ayahnya. Semakin
besar keinginan untuk mencari ayahnya karena ia ingin menyadarkan ayahnya
yang telah melupakan keluarganya.
c) Ajaran dalam keagamaan, yaitu manusia menyakini takdir Allah
SWT sebelum manusia dilahirkan. Pupuh VIII Dhandhanggula
bait 6
6. Dènya nandhang prihatin ing batin/ sru nalangsa munggèng jro kunjara/ èngêting guru wulange/ bêgja cilaka iku/ wus pinasthi dening Hyang Widi/ sakèhing makluking Hyang/ kang urip sadarum/ wus pinanci pancènira/ sadurunge manusa lair nèng bumi/ pêpêsthèn wus tumiba//
Terjemahan:
6. Merasa sengsara dihatinya, semakin sengsara ada di dalam penjara.
Teringat ajaran gurunya, beruntung celaka itu sudah pasti atas kuasa
Allah SWT atas semua makhluk-Nya. Semua makhlukNya yang hidup,
commit to user
Dari kutipan bait di atas dapat di ambil suatu ajaran bahwa sebagai
manusia di dunia ini apapun yang terjadi semua atas kekuasaan Allah SWT. Nasib
manusia sudah dituliskan dalam takdir sebelum manusia lahir di dunia. Manusia
hidup di dunia ini hanya menjalani takdir yang sudah ditetapkan Allah SWT.
Sebagai makhluk ciptaanNya manusia wajib menyakini takdir Allah SWT.
Berdasar uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada
naskah SP baik secara filologis maupun isi. Kajian filologis digunakan untuk
mendapatkan naskah yang mendekati aslinya sesuai dengan cara kerja filologi dan
kajian isi digunakan untuk mengetahui ajaran moral pada teks SP.
B. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam naskah SP ini lebih ditekankan pada dua kajian
utama, yakni kajian filologis dan kajian isi. Kajian filologis digunakan untuk
mengupas permasalahan filologis berdasarkan cara kerja filologis sehingga
diperoleh suntingan teks yang bersih dari kesalahan. Kajian isi berfungsi
untuk mengungkap ajaran moral yang terkandung dalam SP.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian teks SP adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana suntingan teks dari SP yang bersih dari kesalahan atau yang
mendekati asli sesuai dengan cara kerja filologi?
commit to user
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menyajikan suntingan teks SP yang bersih dari kesalahan atau mendekati
asli sesuai dengan cara kerja filologi.
2. Mengungkapkan ajaran moral yang terkandung di dalam SP.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua,
yakni manfaat teoretis dan praktis, sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
b. Memperkaya teori filologi.
c. Memberikan kontribusi dan membantu peneliti lain dalam penelitian
naskah Jawa.
2 Manfaat Praktis
a. Menyelamatkan data naskah SP dari kerusakan dan hilangnya data
dalam naskah tersebut.
b. Mempermudah pemahaman isi teks SP sekaligus memberikan informasi
kepada masyarakat tentang ajaran moral yang terkandung didalamnya.
F. Sistematika Penulisan
commit to user
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah,
batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Kajian Teoretis.
Bab ini menguraikan pengertian filologis, objek penelitian
filologis, cara kerja filologis, dan teori-teori yang
berhubungan dengan isi teks,yaitu teori tentang dongeng
dan ajaran moral.
BAB III Metodologi Penelitian.
Bab ini menguraikan bentuk dan jenis penelitian, sumber
data dan data, teknik pengumpulan data serta teknik analisis
data.
BAB IV Pembahasan.
Pembahasan diawali dengan pembahasan kajian filologi
yang meliputi deskripsi naskah, transliterasi naskah, kritik
teks, suntingan teks, aparat kritik dan sinopsis. Kemudian
dilanjutkan kajian isi untuk mengungkapkan isi yang
terkandung dalam naskah.
BAB V Penutup.
Berisi simpulan dan saran.
Daftar Pustaka
commit to user
23
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Pengertian Filologi
Filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani philologia
yang berasal dari dua kata yaitu philos yang berarti cinta dan logos yang
berarti kata. Sehingga filologi dapat diartikan sebagai cinta kata atau
senang bertutur. yang kemudian berkembang menjadi senang belajar,
senang ilmu, dan senang kesastraan atau senang kebudayaan (Siti Baroroh
Baried, 1983 :1).
Dalam sejarah perkembangannya, istilah filologi mengalami
perubahan dan perkembangan. Menurut Edwar Djamaris filologi adalah
suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama (2002:3).
Sedangkan menurut Achadiati Ikram, filologi dalam arti luas adalah ilmu
yang mempelajari segala segi kehidupan di masa lalu seperti yang
ditemukan dalam tulisan. Di dalamnya tercakup bahasa, sastra, adat
istiadat, hukum, dan lain sebagainya (1980:1).
Filologi adalah ilmu yang mempelajari dan mengungkap
peninggalan kebudayaan masa lampau khususnya naskah-naskah lama
yang didalamnya mengandung berbagai aspek kehidupan seperti sosial,
ekonomi, hukum, agama dan kemasyarakatan. Untuk mengungkap isi atau
kandungan dari naskah-naskah masa lampau seorang peneliti harus
menguasai ilmu lain yang berkaitan, seperti ilmu sastra, linguistik,
tekstologi dan interteks agar dalam mengungkap isi atau kandungan
commit to user
B. Objek Kajian Filologi
Siti Baroroh Baried, dkk (1983) mengemukakan bahwa filologi
mempunyai objek penelitian yaitu naskah dan teks. Naskah merupakan
teks tulisan yang berupa tulisan tangan (handschrift atau manuschrift),
sedangkan teks adalah kandungan atau muatan naskah berupa abstrak yang
hanya dapat dibayangkan saja dan memuat berbagai ungkapan pikiran
serta perasaan penulis yang disampaikan kepada pembacanya. Dalam
filologi istilah teks menunjukkan sesuatu yang abstrak, sedangkan naskah
merupakan sesuatu yang konkret.
C. Langkah Kerja Penelitian Filologi
Langkah kerja penelitian filologi menurut Edwar Djamaris,
meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, pertimbangan dan
pengguguran naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang asli atau naskah
yang berwibawa, transliterasi naskah, dan suntingan teks (2002:10).
Adapun menurut Edi S Ekadjati dalam kumpulan makalah filologi,
langkah kerja dalam penelitian filologi terdiri dari inventarisasi naskah,
deskripsi naskah, perbandingan naskah, pemilihan teks yang akan
diterbitkan, ringkasan isi naskah, alih aksara dan penyajian teks
(1992:1-8). Sedangkan langkah kerja menurut Masyarakat Pernaskahan Nusantara
(Manassa), terdiri atas penentuan sasaran penelitian, inventarisasi naskah
commit to user
dan penerjemahan teks. Teori tersebut tidak wajib diterapkan pada semua
naskah yang akan diteliti, karena tiap-tiap naskah memiliki kondisi yang
berbeda-beda
Penanganan Sêrat Panithikan ini menggunakan tahapan atau
langkah kerja penelitian filologi menurut Edwar Djamaris yang
dimodifikasi dengan langkah kerja Manassa. Mengingat bahwa naskah ini
merupakan naskah tunggal, sehingga tidak menggunakan perbandingan
naskah di dalam penggarapannya.
Secara terperinci, langkah kerja penelitian filologi Sêrat Panithikan
adalah sebagai berikut :
a. Penentuan Sasaran Penelitian
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan
sasaran penelitian, mengingat banyaknyaak ragam yang perlu dipilih,
baik dari segi tulisan, bahan, bentuk, maupun isinya. Ada naskah yang
bertuliskan huruf Arab, Jawa, Bali, Sasak dan Batak. Adapula naskah
yang ditulis pada kertas, daun lontar, kulit kayu, atau rotan. Dari segi
bentuk terdapat naskah yang berbentuk puisi dan ada pula yang
berbentuk prosa. Naskah juga memiliki isi yang beragam, diantaranya
sejarah atau babad, kesusastraan, cerita wayang, cerita dongeng,
primbon, adat istiadat, ajaran atau piwulang, agama, dan sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut, sasaran yang ingin diteliti telah
commit to user
kertas, berbentuk puisi atau tembang dan jenis sastra. Keseluruhan
bentuk tersebut telah terangkum di dalam SP.
b. Inventarisasi Naskah
Inventarisasi naskah dilakukan dengan cara mendata dan
mengumpulkan naskah yang berjudul sama dan sejenis untuk
kemudian dijadikan sebagai objek penelitan. Menurut Edwar Djamaris
(2002:10), apabila kita ingin meneliti suatu cerita berdasarkan nasakah
menurut cara kerja filologi, pertama-tama hendaklah didaftarkan
semua naskah yang terdapat di berbagai perpustakaan universitas atau
museum yang biasa menyimpan naskah melalui katalogus naskah yang
tersedia. Langkah tersebut dilakukan untuk mengetahui jumlah naskah,
tempat penyimpanan, maupun penjelasan lain mengenai keadaan
naskah yang akan dijadikan objek penelitian.
c. Observasi Pendahuluan dan Deskripsi Naskah
Observasi pendahuluan dilakukan dengan cara mengecek data
secara langsung ke tempat koleksi naskah sesuai dengan informasi
yang diungkapkan oleh katalog. Setelah mendapatkan data yang
dimaksud yakni SP maka kemudian dilanjutkan dengan deskripsi atau
identifikasi naskah.
Deskripsi naskah ialah uraian ringkasan naskah secara
terperinci. Deskripsi naskah penting untuk mengetahui kondisi naskah
dan sejauh mana isi mengenai naskah yang diteliti. Emuch Herman
Sumantri menguraikan bahwa deskripsi naskah merupakan sarana
commit to user
naskah, tempat penyimpanan naskah, asal naskah, keadaan naskah,
ukuran naskah, tebal naskah, jumlah baris setiap halaman, huruf,
aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk
teks, umur naskah, pengarang atau penyalin, asal-usul naskah, fungsi
sosial naskah, serta ikhtisar teks atau cerita (1986: 2).
d. Transliterasi
Translitersi adalah penggantian atau pengalihan huruf demi
huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Dalam proses
transliterasi ini sebaiknya peneliti tetap menjaga kemurnian bahasa
dalam naskah, khususnya penulisan kata (Edwar Djamaris, 2002:19).
Penyajian bahan transliterasi harus selengkap-lengkapnya dan
sebaik-baiknya, agar mudah dibaca dan dipahami. Transliterasi
dilakukan dengan menyusun kalimat yang jelas disertai tanda-tanda
baca yang teliti, pembagian alinea dan bab untuk memudahkan
konsentrasi pikiran, serta disesuaikan dengan ejaan bahasa yang
bersangkutan.
e. Kritik Teks
Kritik teks menurut Siti Baroroh Baried adalah memberikan
evaluasi terhadap teks, meneliti dan menempatkan teks pada
tempatnya yang tepat. Kegiatan kritik teks bertujuan untuk
mengembalikan teks ke bentuk aslinya sebagaimana diciptakan oleh
penciptanya (1983:97).
Menurut Sutrisno tujuan kritik teks adalah membersihkan teks
commit to user
merekonstruksi isi naskah, sehingga isi naskah telah tersusun kembali
seperti semula, dan menjelaskan bagian-bagian cerita yang kurang
jelas sehingga seluruh teks dapat dipahami sebaik-baiknya (dalam
Edwar Djamaris, 2002:9).
f. Suntingan Teks dan Aparat Kritik
Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya,
yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat
dalam naskah yang dikritisi.
Aparat kritik merupakan suatu pertanggungjawaban dalam
penelitian naskah yang menyertai suntingan teks dan merupakan
kelengkapan kritik teks. Dalam aparat kritik juga ditampilkan kelainan
bacaan yang merupakan kata-kata atau bacaan salah di dalam naskah.
g. Sinopsis
Dalam penelitian filologi jika tanpa menyajikan terjemahan
setidak-tidaknya ada sinopsis atau ikhtisar yaitu penuturan yang
ringkas tapi merangkum keseluruhan isi (Darusuprapta, 1984: 91)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa sinopsis
adalah karangan ilmiah yang biasanya diterbitkan bersama-sama
dengan karangan asli yang menjadi dasar, sinopsis itu ringkasan
abstraksi (1994: 946). Sinopsis berguna untuk mengetahui isi naskah
tanpa harus membaca semua isi naskah. Sinopsis disertakan juga
dengan keterangan pupuh dan baitnya untuk memudahkan pembaca
commit to user
D. Pengertian Dongeng
Dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap
benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun
banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral)
atau bahkan sindiran ( James Danandjaya, 1997: 83).
Di dalam buku The Types of the Folktale, Anti Aarne
dan Stith Thompson (1964 : 19-20) telah membagi jenis-jenis
dongeng ke dalam empat golongan besar, yaitu :
1) Dongeng binatang (animal tales) adalah dongeng yang ditokohi
binatang peliharaan dan binatang liar. Binatang-binatang dalam
dongeng ini dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia.
2) Dongeng biasa (ordinary folktales) adalah jenis dongeng yang
ditokohi manusia biasa dan biasanya adalah kisah suka duka
seseorang.
3) Lelucon dan anekdot (jokes and anecdotes) adalah
dongeng-dongeng yang dapat menimbulkan rasa menggelikan hati,
sehingga menimbulkan ketawa bagi yang mendengarnya
maupun yang menceritakannya.
4) Dongeng berumus (formula tales) yaitu dongeng berumus.
(dalam Danandjaya, 1986: 86)
Dalam SP ini termasuk dalam jenis dongeng nomor 2 yaitu
commit to user
perjalanan hidup sang prajurit dari yang awalnya miskin kemudian
menemukan sebuah batu menjadi kaya raya hingga lupa dengan
keluarganya.Pergi ke negeri Garba Sonya dan memperistri anak raja
kemudian menjadi raja angkara murka namun, dengan usaha anaknya yang
bernama Suraya sang prajurit dapat dikalahkan dan kembali hidup di desa
Suralaya.
E. Pengertian Etika, Moral dan Moralitas
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam
bentuk tunggal mempunyai banyak arti : tempat tinggal yang biasa;
padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasan, sikap,
cara berfikir. Dalam bentuk jamak ta etha yang artinya adat kebiasaan.
Arti terakhir inilah yang kemudian menjadi latar belakang terbentuknya
istilah etika oleh filsuf Yunani Aristoletes (384-322 s.M) yang sudah
dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Etika berarti ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (dalam Bertends
2007 : 4).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan
Kebudayaan, 1988 : 68 ), etika dibedakan menjadi 3 arti, yaitu: 1) ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak); 2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak; 3) nilai mngenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat. Secara etimologi etika mempelajari kebiasaan manusia yang
commit to user
krama dan semacamnya (Poespaprojo, 1986 : 2). Sedangkan Franz Magnis
Suseno (1984: 6) memaparkan bahwa kata etika dalam arti yang
sebenarnya berarti filsafat mengenai bidang moral. Etika mempunyai arti
nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjdai pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (dalam Bertends
2007: 6)
Kata yang cukup dekat dengan etika adalah moral. Moral berasal
dari bahasa Latin mos (jamak: mores), yang juga berarti kebiasaan, adat.
Secara etimologi etika dan moral berasal dari kata yang berarti kebiasaan,
adat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi lama (Poerwadarminta,
1953 : 47) etika dijelaskan sebagai: ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak (moral).
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang
berkenaan dengan baik dan buruk (Bertens, 2007: 7). Kata moralitas
sendiri berasal dari kata sifat latin yaitu moralis yang pada dasarnya
memiliki arti yang sama dengan moral. Moralitas adalah perbuatan
manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau
salah, baik atau buruk (Poespoprodjo, 1988: 102).
Ajaran moral menurut Frans Magnis (1993:15) adalah ajaran-
ajaran, wejangan / khotbah sebagai kumpulan ketetapan baik secara lisan
maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak
agar menjadi manusia yang lebih baik. Dalam pelaksanaan moral
dijabarkan dalam kaidah, perintah, keharusan, larangan dan anjuran.
commit to user
ajaran moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila.
Moral mempunyai keterkaitan dengan agama dan hukum. Dalam
perilaku moral motivasi terbesar berasal dari agama. Hal yang tidak boleh
dilakukan dikarenakan agama melarang. Setiap agama mengandung suatu
unsur ajaran moral yang menjadi pegangan bagi pemeluknya untuk hal
yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ajaran moral dalam suatu agama
dianggap penting karena ajaran itu berasal dari Tuhan dan
mengungkapkan kehendak Tuhan. Dalam agama kesalahan moral
dianggap dosa karena merasa melanggar perintahNya.
Sebagaimana terdapat hubungan moral dengan agama, dari segi
hukum memandang, hukum membutuhkan moral. Dalam kekaisaran
Roma terdapat pepatah Quid leges sine moribus?. Yang artinya, apa
artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas?. Hukum tidak
berarti banyak kalau tidak dijiwai oleh moralitas (dalam Bertends 2007 :
41). Kualitas hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moralnya. Di
sisi lain moral juga membutuhkan hukum. Moral akan mengambang kalau
tidak dilembagakan dalam masyarakat atau tidak dibuat peraturan
perundang-undangan. Hukum membatasi tingkah laku manusia lahiriah
dan sanksinya berupa hukuman sedangkan moral menyangkut sikap batin
seseorang yang sanksinya perasaan tidak tenang dalam diri pelakunya,
celaan dan hinaan dari masyarakat.
Moral juga berarti kondisi mental yang membuat orang tetap
commit to user
sebagaimana terungkap dalam perbuatan atau ajaran kesusilaan yang dapat
ditarik dari suatu cerita. Ajaran moral tidak hanya di dapatkan dari
buku-buku, kitab-kitab atau ketetapan-ketetapan lain yang bersifat serius atau
resmi. Ajaran moral juga dapat diperoleh dari sesuatu yang
penyampaiannya lebih bersifat santai dan ringan seperti dalam bentuk
commit to user
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Bentuk dan Jenis Penelitian
Bentuk penelitian SP adalah penelitian filologi. Penelitian ini
bersifat deskriptif kualitatif, artinya data yang ditemukan, dikumpulkan,
diteliti, digambarkan, ditulis, dilaporkan, dianalisis, ditelaah sesuai dengan
apa yang telah diperoleh / sesuai dengan bentuk data asli ( Lexy J.
Moleong, 2010:11 ). Penelitian kualitatif mempunyai karakter yaitu secara
menyeluruh merupakan kesatuan yang utuh sehingga penelitian tidak
dibenarkan untuk memisah-misahkan, misalnya hanya mengikuti sebagian
dengan meninggalkan lainnya (Ulcoln & Guba dalam Heribertus Sutopo,
1998:12).
Pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif ini berpandangan
bahwa semua hal yang berupa sistem tanda tidak ada yang patut
diremehkan, semuanya penting dan semuanya mempunyai pengaruh dan
berkaitan dengan yang lain. Dengan mendeskripsikan segala sistem tanda
(semiotic) mungkin akan membentuk dan memberikan suatu pemahaman
yang lebih komprehensif mengenai apa yang dikaji (Atar Semi, 1990: 25).
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian perpustakaan
atau library research yaitu penelitian yang dilakukan di kamar kerja
peneliti atau di ruang perpustakaan. Dimana peneliti memperoleh data dan
informasi tentang objek telitiannya lewat buku-buku atau alat-alat
commit to user
B.
Sumber Data dan Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang secara langsung mampu
menghasilkan atau memberikan data. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah naskah berjudul Sêrat Panithikan yang tercantum
dalam Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sana
Budaya Yogyakarta (Behrend,1990) dengan nomor katalog MSB/L236
dengan kode koleksi PBA.123 dan kode microfilm Rol.91 no.3
Data adalah sesuatu yang dihasilkan dari sumber data. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah naskah dan teks Sêrat Panithikan
pupuh I -XXI.
C.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam delapan
tahap, yaitu :
a. Studi pustaka (library research) yaitu dengan membaca katalog naskah
yang tersimpan diberbagai perpustakaan, museum atau instansi lain
yang menaruh perhatian terhadap naskah dan buku-buku yang
mendukung data penelitian,
b. Mendata judul naskah yang akan dijadikan sebagai objek penelitian,
c. Mengecek dan memastikan kebenaran naskah ketempat penyimpanan
naskah yaitu Perpustakaan Museum Negeri Sanabudaya Yogyakarta,
d. Mengecek dan memastikan kebenaran microfilm naskah yang tersimpan
commit to user
e. Membaca microfilm dengan menggunakan mesin microreader dengan
teknik scan kemudian ditransfer ke computer program Adobe Photoshop,
f. Mengubah program Adobe Photoshop ke format TIF,
g. Dari format TIF dilakukan program pengeditan dengan program
Microsoft Office Picture Manager. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan
grafikan wujud asli naskah dan untuk memudahkan proses analisis data,
h. Naskah dan teks SP sebagai data utama kemudian ditransliterasi dan
dideskripsikan.
D.
Teknik Analisis Data
Penelitian terhadap naskah SP ini merupakan penelitian naskah
tunggal, maka metode yang digunakan adalah metode edisi naskah
tunggal. Robson (1994 : 25) mengungkapkan bahwa yang dimaksud
dengan metode edisi kritik atau metode standar adalah bahwa penyunting
mengidentifikasikan sendiri bagian dalam teks yang mungkin terdapat
masalah dan menawarkan jalan keluar. Jalan keluar tersebut adalah (1)
apabila penyunting merasa bahwa ada kesalahan dalam teks, peneliti dapat
memberikan tanda yang mengacu pada aparatus kritik dan menyarankan
bacaan yang lebih baik, (2) jika terdapat teks yang salah, penyunting dapat
memasukkan koreksi ke dalam teks tersebut dengan tanda yang jelas yang
mengacu pada apparatus kritik dan bacaan asli akan didaftar dan ditandai
commit to user
Bani Sudardi (2003 : 60) mengungkapkan metode edisi naskah
tunggal dengan menggunakan edisi standar ialah penyuntingan dengan
disertai dengan pembetulan kesalahan-kesalahan kecil dan
ketidakkonsistenan serta ejaan yang digunakan ialah ejaan yang baku
(standar). Kesalahan-kesalahan diberi komentar yang dicatat dalam aparat
kritik. Aparat kritik langsung ditulis dibagian bawah halaman.
Metode standar digunakan apabila isi naskah dianggap cerita biasa,
bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama atau
bahasa, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus atau istimewa
(Edwar Djamaris,1991:15). Sajian data (suntingan teks) juga didasarkan
pada metode edisi standar antara lain mentransliterasikan teks,
membetulkan kesalahan teks, membuat catatan perbaikan / perubahan,
memberi komentar, tafsiran, menyusun daftar kata sukar / glosari. Daftar
kata sukar / glosari tidak disertai dalam penelitian ini karena bahasa dalam
naskah ini termasuk dalam bahasa Jawa baru yang mudah dimengerti.
Suntingan naskah tersebut dijadikan dasar untuk mengungkap
kandungan isi. Untuk mengungkap kandungan isi SP menggunakan
metode deskriptif. Winarno Surachmad (1975 : 113) mengungkapkan
bahwa penelitian deskriptif adalah menjabarkan apa yang menjadi
masalah, menganalisis dan menafsirkan data yang ada dengan tidak
mengabaikan data-data pembantu. Metode deskriptif diterapkan dalam
data ini karena data berbentuk puisi atau tembang macapat, sehingga perlu
commit to user
Dalam metode deskriptif ini dikembangkan dengan memberikan
interpretasi dengan fakta-fakta yang dikemukakan tersebut. Dengan kata
lain, tidak hanya terbatas pada pengumpulan data, tetapi juga menganalisis
dan memberikan interpretasi terhadap data yang ada, terutama yang
berkaitan dengan ajaran moral.
Penarikan simpulan dalam penelitian ini didasarkan pada analisis
data dengan menyajikan hasil suntingan teks yang bersih dari kesalahan
dan kekeliruan yang ada pembetulan dan perubahan-perubahan dilakukan
ditempatkan pada tempat khusus (catatan kaki) atau dicatat dalam aparat
commit to user 39
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai kajian filologi dan kajian isi
terhadap SP. Kajian filologi digunakan untuk membahas permasalahan yang
ada di dalam naskah, yaitu varian-varian yang ditemukan dalam SP sehingga
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kajian ini berdasarkan cara kerja
filologi sehingga diperoleh suntingan teks yang bersih dari kesalahan. Kajian
isi digunakan untuk mengungkapkan ajaran moral yang terkandung dalam SP.
A. Kajian Filologis
1. Deskripsi Naskah
Deskripsi naskah ialah pendahuluan tentang naskah atau uraian ringkas
tentang naskah. Deskripsi naskah merupakan cara untuk menggambarkan
secara ringkas informasi mengenai naskah melalui uraian-uraian ringkas
dengan apa adanya. Emuch Herman Soemantri (1986 : 2) mengungkapkan
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan atau
mengidentifikasi naskah antara lain menyangkut informasi atau data
mengenai : judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal
naskah, keadaan naskah, ukuran naskah, tebal naskah, jumlah baris per
halaman, huruf, aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah, bahasa
naskah, bentuk teks, umur naskah, pengarang atau penyalin, asal usul
commit to user
40
Berikut ini adalah deskripsi naskah SP yang dijadikan objek dalam
penelitian :
a) Judul Naskah
Judul naskah Sêrat Panithikan, tertulis pada halaman 1 sebagai cover
dalam naskah
Gb.1 Serat Panithikan iketanipun Raden Pujaharja Ing Surakarta
Kala ing taun Walandi 1911
Kawedalaken dening...
b) Nomor Naskah
Naskah tersebut hanya tercantum dalam katalog lokal Museum
Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog MSB/ L236 dan kode
commit to user
41
c) Tempat Penyimpanan Naskah
Naskah SP tersimpan di Perpustakaan Museum Sanabudaya Yogyakarta.
d) Asal naskah
Yogyakarta
e) Pengarang / penyalin
Radèn Pujaharja
f) Keadaan Naskah
Naskah masih cukup bagus, ada penambahan sampul naskah dengan
karton hitam tebal untuk menjaga keutuhan naskah, jilidan masih baik dan
tidak ada halaman yang terlepas, pada halaman 23 bagian tepi bawah
halaman terkelupas.
g) Ukuran naskah : 21,5 cm x 35 cm
ukuran teks : 15,9 cm x 31,9 cm
margin kanan : 3 cm
margin kiri : 2,6 cm
margin atas : 2,2 cm
commit to user
42
h) Jumlah Halaman
Jumlah halaman naskah 51 dengan kosong bagian depan 1 halaman dan 1
halaman di belakang halaman, 49 halaman teks naskah ditulis pada
halaman recto (muka).
i) Jumlah baris per halaman
41 baris per halaman kecuali halaman 1 terdapat 10 baris dan halaman 49
terdapat 5 baris.
j) Huruf, aksara, tulisan
Huruf : Jawa
Aksara : Jawa Carik
Tulisan : Jarak baris dan jarak huruf rapat, ukuran huruf kecil,
bentuk huruf ngetumbar. Jarak antarhuruf rapat tetapi dapat dibaca dengan
mudah, jarak antarbaris relatif rapat , tulisan bagus dan rapi.
k) Cara penulisan
Naskah ditulis pada bagian recto, yaitu lembaran naskah ditulisi pada
bagian muka saja. Penulisan dari kiri kekanan dengan menggunakan garis
bantu tepi halaman menggunakan pensil ditulis menggunakan tinta hitam
tipis, jarak antarhuruf dan antarbaris rapat, tetapi masih dapat terbaca
dengan jelas. Penomoran halaman menggunakan Angka Jawa di tengah
atas halaman naskah.
commit to user
43
Naskah ditulis pada kertas folio bergaris, berwarna kekuningan dengan
tambahan garis tepi kanan dan kiri menggunakan pensil.
m) Bahasa Naskah
Menggunakan bahasa Jawa Baru dengan menggunakan ragam krama dan
ngoko. Bahasa dalam Sêrat Panithikan ini juga disisipi serapan bahasa
Indonesia.
n) Bentuk Teks
Naskah ini berbentuk puisi atau tembang macapat sebanyak 21 pupuh
yang terdiri dari :
Di bawah ini tabel urutan pupuh dan jumlah baitnya.
No Pupuh bait
1. Asmaradana 25 bait
2. Dhandhanggula 21 bait
3. Pangkur 20 bait
4. Sinom 25 bait
5. Kinanthi 28 bait
6. Pocung 22 bait
7. Mijil 12 bait
8. Megatruh 29 bait
9. Gambuh 27 bait
commit to user
44
11. Asmaradana 26 bait
12. Mijil 26 bait
13. Dhandhanggula 25 bait
14. Pangkur 15 bait
15. Kinanthi 27 bait
16. Asmaradana 29 bait
17. Dhandhanggula 20 bait
18. Durma 26 bait
19. Megatruh 21 bait
20. Pocung 35 bait
21. Sinom 23 bait
Jumlah bait 505 bait
Dalam naskah SP terdapat sasmita tembang ‘isyarat nama tembang’ pada
tiap pupuh yang biasanya terdapat pada setiap akhir pupuh, kecuali pupuh
pertama sasmita tembang terletak pada awal pupuh, yaitu:
1. Pupuh I Asmaradana
Sasmita tembang Asmaradana terdapat pada awal Pupuh I Asmaradana
commit to user
45
Sasmita tembang Dhandhanggula terdapat pada akhir Pupuh I
Asmaradana bait 25 baris 7 yang berbunyi … andhadhang nêdya met brana//
3. Pupuh III Pangkur
Sasmita tembang Pangkur terdapat pada Pupuh II Dhandhanggula bait
21 baris 10yang berbunyi … tan pisan angungkurna// 4. Pupuh IV Sinom
Sasmita tembang Sinom terdapat pada Pupuh III Pangkur bait 20 baris
10 yang berbunyi … prajurit anoma prihatin// 5. Pupuh V Kinanthi
Sasmita tembang Kinanthi terdapat pada Pupuh IV Sinom bait 25 baris
9 yang berbunyi … kang rinasa kanthi sumêlanging driya// 6. Pupuh VI Pocung
Sasmita tembang Pocung terdapat pada Pupuh V Kinanthi bait 28 baris
6 yang berbunyi …pinucung rinêksèng puri// 7. Pupuh VII Mijil
Sasmita tembang Mijil terdapat pada Pupuh VI Pocung bait 22 baris 4
yang berbunyi … sêkar mijil kawahya ngandhap punika// 8. Pupuh VIII Megatruh
Sasmita tembang Megatruh terdapat pada Pupuh VII Mijil bait 12 baris
commit to user
46
9. Pupuh IX Gambuh
Sasmita tembang Gambuh terdapat pada Pupuh VIII Megatruh bait 29
baris 5 yang berbunyi … mring sona ingkang ginamboh// 10. Pupuh X Sinom
Sasmita tembang Sinom terdapat pada Pupuh IX Gambuh bait 27 baris
5 yang berbunyi …mêmitran lawan wong anom// 11. Pupuh XI Asmaradana
Sasmita tembang Asmaradana terdapat pada Pupuh X Sinom bait 23
baris 7 yang berbunyi … sabdanira karya kingkining wardaya// 12. Pupuh XII Mijil
Sasmita tembang Mijil terdapat pada Pupuh XI Asmaradana bait 26
baris 7 yang berbunyi …Sang Nata angraras driya// 13. Pupuh XIII Dhandhanggula
Sasmita tembang Dhandhanggula terdapat pada Pupuh XII Mijil bait
26 baris 6 yang berbunyi …andhandhang kumlungkung// 14. Pupuh XIV Pangkur
Sasmita tembang Pangkur terdapat pada Pupuh XIII Dhandhanggula
bait 25 baris10 yang berbunyi … mungkur nrajang barisan// 15. Pupuh XV Kinanthi
Sasmita tembang Kinanthi terdapat pada Pupuh XIV Pangkur bait 15
commit to user
47
16. Pupuh XVI Asmaradana
Sasmita tembang Asmaradana terdapat pada Pupuh XV Kinanthi bait
27 baris 6 yang berbunyi …wus lamis mring karya kingkin// 17. Pupuh XVII Dhandhanggula
Sasmita tembang Dhandhanggula terdapat pada Pupuh XVI
Asmaradana bait 29 baris 7 yang berbunyi … sarwi manis sabdanira// 18. Pupuh XVIII Durma
Sasmita tembang Durma terdapat pada Pupuh XVII Dhandhanggula
bait 20 baris 10 yang berbunyi : …tan nêdya mundur ing prang// 19. Pupuh XIX Megatruh
Sasmita tembang Megatruh terdapat pada Pupuh XVIII Durma bait 26
baris 7 yang berbunyi … kalilan mangkat/ datan pêgat mangèsthi// 20. Pupuh XX Pocung
Sasmita tembang Pocung terdapat pada Pupuh XIX Megatruh bait 21
baris 5 yang berbunyi …sandika pocung ginantos// 21. Pupuh XXI Sinom
Sasmita tembang Sinom terdapat pada Pupuh XX Pocung bait 35 baris
4 yang berbunyi : … datan nêdya mangkrak pindha wong taruna// o) Fungsi Naskah
Fungi naskah SP sebagai hiburan berupa cerita dongeng (sastra lisan)
commit to user
48
ajaran moral bagi pembacanya melalui cerita dongeng agar lebih mudah
diterima oleh pembacanya.
p) Ikhtisar Naskah
Menceritakan tentang seorang prajurit yang diberitahu oleh seorang
juru tenung bernama Nyai Wêrdha bahwa dalam pohon terdapat hartanya.
Nyai Wêrdha meminta tolong pada Sang prajurit untuk mengambilkan
miliknya batu panithikan. Sang prajurit membunuh Nyai Wêrdha karena
ingin memiliki batu itu. Dengan kekuatan batu itu Sang prajurit menjadi
raja di negeri Garba Sonya dan menikahi anak raja. Sang prajurit berbuat
angkara murka hingga akhirnya disadarkan oleh anaknya, Suraya.
2. Kritik teks
Kritik teks menurut Siti Baroroh Barried adalah memberikan evaluasi
terhadap teks, meneliti dan menempatkan teks pada tempatnya yang tepat.
Kegiatan kritik teks bertujuan untuk menghasilkan teks yang
sedekat-dekatnya dengan teks aslinya. (1994 : 61). Menurut Darusurapta dan
Hartini (1989 : 20) tujuan utama kritik teks adalah untuk mendapatkan
bentuk teks yang asli (otentik) untuk mendapatkan otografi, karena hampir
commit to user
49
Dalam kritik teks peneliti menemukan varian yang meliputi :
a. Lacuna : bagian yang terlewati/ kekurangan suku kata, kata atau
kalimat dalam sebuah baris tembang.
b. Adisi : bagian yang kelebihan/ penambahan suku kata, kata atau
kalimat dalam sebuah baris tembang.
c. Hiperkorek : kesalahan ejaan karena pergeseran lafal.
Dalam kritik teks ini peneliti memiliki alasan ilmiah, sehingga
hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Hasil dari kritik ini disebut
suntingan teks yang semua kelainan bacaan yang terdapat dalam
naskah, diteliti dan diadakan pembetulan. Kritik teks dalam penelitian
ini akan dibuat dalam bentuk tabel. Untuk mempermudah memahami
maka dibuat singkatan :
No : Nomor urut
P : Pupuh
B/b : Bait/ baris
Hlm : Halaman pada naskah
@ : edisi teks berdasarkan konvensi tembang