• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Kewajiban konsumen

2. Akad pada Asuransi Syariah

Asuransi sebagai suatu bentuk kontrak modern tidak dapat terhindar dari akad yang membentuknya. Hal ini disebabkan karena dalam praktiknya asuransi melibatkan dua orang yang terikat oleh perjanjian

5 Ahmad Chairul Hadi, Hukum ASuransi Syariah (Ciputat: UIN PRESS, 2015), h. 2.

6 Ibid., h. 5.

7

untuk saling melaksanakan kewajiban, yaitu antara peserta asuransi dengan perusahaan asuransi. Sedangakan pengertian akad menurut as-Syanhuri pengarang kitab Nadzariyyah al-Aqd adalah kesepakatan antara dua kehendak untuk memangun kewajiban atau memindahkan kewajiban atau megakhiri kewajiban.8 Dalam hal ini as-Syanhuri memberikan tinjauan terhadap pengertian akad di atas dari sudut perundang-undangan.

Dalam muammalah kejelasan bentuk akad sangat menentukan apakah transaksi yang dilakukan sudah sah atau tidak menurut kaidah

syar’I. demikian pula dalam berasuransi, ketidakjelasan bentuk akad

berpotensi menimbulkan permasalahan dari segi legalitas hukum islam. Bentuk akad dapat berupa surat permintaan (SP) asuransi yang disampaikan oleh calon peserta dan surat penerimaan peserta dalam bentuk lembaran polis yang dikeluarkan oleh perusahaan yang berisi tentang perjanjian kedua belah pihak.9

Akad dalam perjanjian asuransipun terbagi menjadi dua yaitu, akad

tabarru dan tijarri. Dimana akad tijaripun terbagi lagi menajdi mudharabah musytarakah dan wakallah bil ujrah.

A. Akad tabarru

Tabarru’ berasal dari kata tabara’a yang artinya derma. Orang yang

berderma disebut mutabarri (dermawan). Tabarru’ berarti memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan membantu satu sama lain sesame peserta asuransi syariah apabila salah satu diantaranya mendapat musibah. Dana klaim yang diberikan diambil dari dana tabarru’ yang sudah diniatkan oleh semua peserta ketika akan menjadi peserta asuransi syariah, untuk kepentingan dana kebajikan. Akad tabarru’ merupakan bentuk transaksi atau perjanjian kontrak yang bersifat nirlaba (social) sehingga tidak boleh digunakan untuk

8 As-Syanhuri, Nadzariyyah al-Aqd, h. 77-80.

9 Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah, (Jakarta: PT. Elex Media Kompetindo, 2011), hal. 103

tujuan komersial atau bisnis tapi semata-mata untuk tujuan tolong-menolong dalam rangka kebajikan. Pihak yang meniatkan tabarru tidak boleh mensyaratkan imbalan apapun. 10 Selain itu akad dana tabarru’ hanya boleh digunakan untuk hal-hal yang secara langsung berhubungan dengan nasabah seperti, klaim, cadangan dana tabarru’ dan reasuransi syariah.11

Sesuai fatwa MUI, kedudukan para peserta dalam akad tabarru yaitu: a. peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk

menolong peserta lain yang terkena musibah,

b. peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabaarru’ (muabarru’ lahu) dan secara kolektif sebagai mutabarri’.

c. perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad wakalah dari peserta diluar pengelolan investasi.

Kata tabarru’ merujuk pada kata al-birr (kebajikan) sebagaimana firman Allah SWT :

                                                   

10 Kuat Ismanto, Asuransi Syariah”Tinjauan Asas-asas Hukum Islam”, Ungaran: Pustaka Pelajar, 2007, h.69.

11

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah 177). B. Akad Tijarah

Menurut peraturan Meneteri Keuangan No. 18/PMK.010/2010 pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat ( 8) dijelaskan akad tijarah adalah akad antara peserta secara kolektif atau secara individu dan perusahaan dengan tujuan komersial.12

Akad Tijarah dibagi lagi mejadi dua, yaitu: a. Akad Wakalah bil Ujrah

Dalam PMK No.18/PMK.010/2010 Pasal 1 ayat (9) dijelaskan bahwa13

“ Akad wakalah bil ujrah adalah akad tijarah yang memberikan kuasa kepada perusahaan sebagai wakil peserta untuk mengelola Dana Tabarru’ dan/atau dana investasi peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa ujrah (fee)”

12 Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.010/2010 “Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah. Pasal 8

13

Wakalah bil ujrah adalah pemberian kuasa dari pesera kepada perusahaan asuransi atau reasuransi untuk mengelola dana peserta dan/atau melakukan kegiatan lain. Wakalah bil ujrah dapat diterapkan pada produk asuransi syariah yang mengandung unsur saving ataupun non saving.

Kedudukan para pihak dalam akad wakalah bil ujrah :

a. dalam akad ini perusahaan bertindak sebaga wakil( yang mendapat kuasa) untuk melakukan kegiatan sebagaimana disebutkan.

b. peserta bertindak sebagai muwakil (pemberi kuasa)

c. wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang diterimanya, kecuali atas izin muwakkil.

d. akad wakalah bersifat amanah bukan tanggungan. Sehingga wakil tidak menanggung risiko terhadap kerugian investasi dengan mengurangi fee yang telah diterimanya, kecuali karena kecerobohan.

Perusahaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian dari hasil investasi karena akad yang digunakan adalah akad wakalah.

b. Akad Mudharabah

Yaitu suatu bentuk akad yang didasarkan pada prinsip profit and

loss sharing (berbagi atas untung dan rugi) di mana dan yang

terkumpul dalam total rekening tabungan dapat diinvestasikan oleh perusahaan asuransi yang risiko investasi ditanggung bersama antara perusahaan dan nasabah.14

14AM. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004) , h.141.

Akad ini terwujud apabila dana yang terkumpul dalam perusahaan asuransi itu diinvestasikan dalam wujud usaha yang diproyeksikan menghasilkan keuntungan ( profit ). Karena landasan dasar awal dari akad mudharabah ini adalah prinsip profit and loss sharing jika dalam investasinya mendapat keuntungan, maka keuntungan tersebut dibagi bersama sesuai dengan porsi ( nisbah ) yang disepakati. Sebaliknya jika dalam investasinya mengalami kerugian , maka kerugian tersebut juga ditanggung bersama antara peserta asuransi dengan perusahaan.15

Dokumen terkait