• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I

Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, studi terdahulu, kerangka berpikir, kerangka teori dan sistematika penulisan.

BAB II

Bab ini membahas lebih dalam mengenai teori perlindungan konsumen, seperti sejarah perlindungan konsumen, pengertian perlindungan konsumen menurut UU No.8 Tahun 1999 dan POJK No.1/POJK.07/2013, hak dan kewajiban konsumen serta hal-hal yang dilarang dalam penulisan klausula baku.

BAB III

Bab ini membahas mengenai asuransi syariah dan segala aspeknya. Seperti Pengertian asuransi syariah, prinsip-prinsip asuransi syariah dan akad dalam asuransi syariah, serta perjanjian kontrak baku dalam asuransi syariah.

BAB IV

Bab ini membahas mengenai analisis perjanjian asuransi syariah menurut UU No.8 Tahun 1999 dan POJK No.1/POJK.07/2013 dan mengenai langkah-langkah yang harus ditempuh konsumen ketika haknya tidak terpenuhi selama berlangsungnya akad perjanjian asuransi syariah.

BAB V

Bab ini membahas mengenai kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, serta kritik dan saran-saran yang dapat penulis sampaikan pada penelitian skripsi ini.

17

DAN POJK NO.1/POJK 07/2013 1. Sejarah Perlindungan Konsumen

a. Munculnya UU No.8 tahun 1999

Dalam sebuah pasar perekonomian. Konsumen adalah objek utama agar produk suatu perusahaan tersebut terjual. Oleh sebab itu perlindungan konsumen menjadi suatu hal utama yang perlu dilakukan perusahaan begitupun dengan pemerintah. Konsumen pada akhirnya dihadapkan pada berbagai jenis barang dan jasa yang ditawarkan secara variatif, baik yang berasal dari produksi domestik maupun yang berasal dari luar negeri. Kondisi yang demikian disatu sisi sangat bermanfaat bagi konsumen, karena kebutuhan yang diinginkan dapat dipenuhi dengan disertai kebebasan untuk memilih variasi barng atau jasa tersebut. Tetapi di sisi yang lain dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen tidak seimbang dimana konsumen pada posisi yang lemah. Konsumen hanya dijadikan objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.

Keresahan di ataspun menggerakan sebuah organisasi gerakan perlindungan konsumen di seluruh dunia. Dan lahirlah senuah gerakan perlindungan konsumen yang merupakan bukti bahwa hak-hak masyarakat(konsumen) dijunjug tinggi dan dihargai. Adapun gerakan perlindungan konsumen secara terorganisisr diawali pada tahun 1898, yaitu dengan terbentukya Liga Konsumen yang untuk pertama kali di New York, pada tahun 1898 di tingkat Nasional Amerka Serikat terbentuk Liga

Konsumen nasional (The National Consumer’s League). Organisasi ini tumbuh dan berkembang dengan pesat sehingga pada tahun 1903 berkembang menjadi 64 cabang yang meliputi 20 negara bagian.1

Pada tahun 1962 Presiden AS John F. Kennedy menyampaikan Consummer Massage kepada konggres, dan ini dianggap sebagai era baru gejolak konsumen. Setelah itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi nomor 39/248 Tahun 1985 tentang perlindungan konsumen (guidlenis for

consumer protection), juga merumuskan hak-hak konsumen yang

perlu dilindungi, yang meliputi:2

1. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya.

2. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi social konsumen.

3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kepentingan pribadi.

4. Pendidikan konsumen.

5. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif.

6. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen.

Sampai dengan tahun 1995, CI telah mempunai 203 anggota yang berasal dari 80 negara termasuk Indonesia. Di Indonesia ditandai dengan terbentukya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia(YLKI) pada tanggal 11 mei 1973. Dalam perkembagannya di Indonesia telah terbentuk kurang lebih 19 organisasi konsumen termasuk Lembaga Pembinaan dan Perlindungan konsumen (LP2K) semarang.

1 Wijaya, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, h.13

2

Sejak YLKI di dirikan muncul panca hak konsumen yang terdiri atas:3

1. Hak atas keamanan dan keselamatan. 2. Hak informasi.

3. Hak untuk memilih. 4. Hak untuk didengar.

5. Hak atas lingkungan hidup yang baik.

Secara konseptual hak-hak konsumen tersebut dalam bentuk konsep rancangan UUPK hukum yang disampaikan pada pemerintah dan semua pihak yang bertanggung jawab agar dimasukan dalam jaringan hukum Indonesia sehingga dapat menjadi salah satu instrument hukum.4

Pada tahun 1981 untuk pertama kalinya YLKI mengusulkan kepada pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan Undang-undang perlindungan konsumen, karena banyaknya keluhan konsumen yang disampaikan kepada lembaga ini. Tetapi usulan ini ditolak dengan alasan di Indonesia telah ada aturan yang membahas tentang konsumen. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan masalah konsumen itu termuat dalam lingkungan hukum perdata (KUH Perdata, KUHD dan lain-lain) maupun hukum publik (Hukum Pidana, hukum adaministrasi, hukum internasional, hukum acara perdata, hukum acara pidana dan lain-lain). Di samping itu bentuk lain dari hubungan dan masalah konsumen terdapat pula penanggulangannya dalam etika bisnis yang lazim disebut regulasi sendiri self regulation dari kalangan pengusaha atau profesi ( antara lain: kode etik, kode pemasaran,

3 Nasution, Konsumen dan Hukum, h.30

4

kode praktek pengusaha atau profesi)5. Oleh karena itu pemerintah berangapan belum perlu adanya perundnag-undangan yang baru.

Tetapi pada kenyataanya “Hukum Konsumen” yang dimaksud oleh pemerintah Indonesia, menurut Az Nasution, SH, banyak yang mengalami kendala dalam pemanfaatannya, yaitu6 :

1. Peraturan perundang-undangan tersebut diterbitkan bukan untuk tujuan khusus untuk mengatur dana atau melindungi. 2. Dalam peraturan tersebut tidak menyebutkan dengan jelas

apa yang dimaksud dengan kepentingan konsumen, hal ini membuktikan bahwa perundang-undangan tersebut sudah tidak memadai lagi.

3. Hukum acara yang berlaku tidak mudah dimanfaatkan oleh konsumen yang dirugikan.

4. Berbagai kepentingan konsumen sebagaimana yang telah disepakati oleh berbagai kepentingan konsumen sebagaimana yang telah disepakati oleh PBB dalam resolusi tentang pedoman perlindungan konsumen memerlukan sarana dan prasarana hukum untuk dapat diwujudkan bagi kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu masyarakat Indonesia melalui organisasi konsumen terus berusaha agar Undang-undang Perlindungan Konsumen di Indonesia dapat segera terbentuk. Akhirnya perjuangan selama bertahun-tahun itu membuahkan hasil, yaitu pada tanggal 20 April 1999 pemerintah telah bersedia mengeluarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang disahkan oleh presiden B.J Habibie Presiden Indonesia pada waktu itu.

5 Ibid., hal.62

6

Dengan munculnya UUPK ini diharapkan akan dapat mendidik mayarakat Indonesia untuk lebih meyadari akan hak dan kewajiban yang dimiliki konsumen dan pelaku usaha.

b. Terbitnya POJK No.01/POJK.07/20137

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ( POJK ) tentang perlindungan konsumen sektor jasa keuangan. POJK No.01/POJK.07/2013 yang ditanda tangani 26 Juli 2013 ini merupakan POJK pertama yang dikeluarkan. Penerbitan peraturan ini bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen industri jasa keuangan dan masyarakat.

Selain itu yang mendasari adanya POJK perlindungan konsumen karena adanya 5 masalah utama dalam mayarakat, yaitu:

1. Informasi yang asimetris; 2. Perlakuan yang tidak adil;

3. Kualitas layanan yang tidak memadai; 4. Penggunaan data pribadi konsumen;

5. Penanganan pengaduan yang kurang efektif.

POJK sebagai payung hukum bagi Pengaturan Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan di Indonesia. Oleh karena itu POJK ini mengandung tiga aspek utama, yaitu pertama, peningkatan transparasi dan pengungkapan manfaat, risiko serta biaya atas produk dan/atau jasa Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK). Kedua, tanggung jawab PUJK untuk melakukan penilaan kesesuaian produk dan/atau jasa dengan risiko yang dihadapi oleh konsumen keuangan. Ketiga, prosedur yang lebih sederhana dan kemudahan konsumen keuangan untuk menyampaikan pengaduan dan penyelesaian sengketa atas produk dan/atau jasa PUJK.

7

http://finance.detik.com/moneter/d-2318894/ojk-terbitkan-aturan-untuk-pertama-kalinya-apa-isinya

Ketentuan dalam POJK ini menggunakan prinsip pokok yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pengawasan terhadap perilaku hubungan antara PUJK dengan konsumennnya yang terdiri atas transparasi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan, dan keamanan data atau informasi konsumen, dan penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat dan biaya tejangkau.

Dokumen terkait