• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum bagi Perusahaan yang melangar UU NO 8 Tahun 1999 dan POJK NO 01/POJK 07/2013

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Akibat Hukum bagi Perusahaan yang melangar UU NO 8 Tahun 1999 dan POJK NO 01/POJK 07/2013

Adanya Perundang-undangan dan peraturan adalah agar setiap konsumen khususnya asuransi merasa dirinya terlindungi. Selai itu aga r tidak lagi ragu dan percaya untuk ikut membeli jasa asuransi. Namun terkadang Pelaku Usaha masih kurang mematuhi peraturan yang telah dibuat. Maka dari itu POJK menetapkan akibat hukum bagi Pelaku usaha yang melanggar POJK NO. 01/POJK 07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan yang berdasarkan atas UU No 8 Tahun 1999.

Menurut Pasal 53 ayat (1) POJK sanksi yang akan didapat oleh perusahaan adalah sanksi administrative yang dikenakan kepada perusahaan yaitu:

1. Peringatan tertulis. 2. Denda.

3. Pembatasan kegiatan usaha. 4. Pembekuan kegiatan usaha. 5. Pencabutan izin kegiatan usaha.

6. OJK dapat mengumumkan pengenaan sanksi administratif kepada masyarakat.

Pada kenyataannya dalam Polis Asransi Jiwa Mitra BP-Link Syariah Bumiputera menyebutkan bahwa polis tersebut telah sesuai dengan

perundang-undangan termasuk ketentuan peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang dituangkan dalam pasal 33 Syarat-syarat Umum Polis yang menyatakan bahwa:14

“Perjanjian ini telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan termasuk ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan”.

Namun dari analisis di atas ditemukan bahwa masih ada beberapa klausul yang tidak sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang berdasarkan atas UU NO 8 Tahun 1999. Ternyata pernyataan tersebutpun tidak menjamin bahwa perjanjian yang dibuat benar-benar telah melindungi konsumen.

Sedangkan dalam Polis Takafulink Individu Asuransi Takaful Keluarga tidak menyatakan bahwa polis/perjanjian yang dibuat telah sesuai dengan perundang-undangan termasuk ketentuan peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Namun dalam web Takaful Keluarga ada pernyataan mengenai perusahaan tersebut terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.15 Seharusnya agar lebih jelas perusahaan mencantumkan pernyataan mengenai kesesuaian Polis dengan POJK No 01/POJK. 07/2013. Jadi pembuatan Polis menjadi perhatian penting bagi Otoritas Jasa Keuangan agar tercipta Perusahaan Asuransi Syariah yang benar-benar melindungi konsumennya. Serta meningkatkan jumlah konsumen yang akan mengasuransikan dirinya.

14

Syarat-syarat Umum Polis Asuransi Jiwa Mitra BP-Link Syariah, Pasal 33, h. 9

61

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan bab-bab sebelumnya maka penulis dapat mengambil kesimpulan serta dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari rumusan masalah yang telah dipaparkan di awal bab.

Pertama, berdasarkan analisis dari polis Asuransi Jiwa Unitlink

Individu di Takaful dan Polis Asuransji Jiwa Mitra BP-Link Syariah Bumiputera. Sejauh ini UU No 8 Tahun 1999 dan POJK NO 01/POJK 07/2013 belum berpengaruh secara maksimal. Karena masih ditemukan Klausula-klausula yang mengarah kepada persengketaan. Masih ditemukan beberapa klausula yang tidak memihak kepada konsumen, klausula tersebut yang dapat menimbulkan persengketaan di kedepannya. Beberapa klausula yang dilarang dalam polis ditemukan oleh penulis, yaitu mengenai pelaku usaha yang melakukan penolakan pengembalian uang yang telah dibayarkan konsumen kepada perusahaan yang ditemukan di Asuransi Jiwa Unitlink Individu di Takaful dan tentang pernyataan bahwa konsumen tunduk pada peraturan baru yang dibuat oleh kedua perusahaan tersebut tidak mematuhi peraturan yang dibuat oleh OJK yang berdasarkan perundang-undangan tersebut. Serta hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip perlakuan yang adil yang disebutkan dalam POJK No 01/POJK 07/2013. Namun selebihnya pada kedua polis tersebut telah memenuhi

persyaratan kontrak baku menurut UU No 8 Tahun 1999 dan POJK No 01/POJK 07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen.

Kedua, Yang disebutkan di dalam polis Asuransi Jiwa Unitlink

Individu dan Asuransi Jiwa Mitra BP-Link Syariah mengenai persengketaan, keduanya telah sesuai dengan peraturan OJK yang memang mengarah kepada perundang-undangan. Yaitu kedua polis tersebut memiliki fasilitas penyelesaian sengketa secara internal. Tetapi jika sengketa tersebut tidak selesai, perusahaan menyarankan konsumen untuk melanjutkannya ke OJK dan LPAS.

Ketiga, bagi perusahaan asuransi yang melanggar ketentuan UU

No 8 Tahun 1999 dan POJK No 01/POJK 07/2013 akan dikenakan sanksi administratif oleh OJK sebagai lembaga payung hukum atas Lembaga Jasa Keuangan. Sanksi yang akan di dapat oleh perushaan yaitu peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin kegiatan usaha serta OJK dapat mengumumkan pengenaan sanksi administrative kepada masyarakat. Hal tersebutlah yang akan menurunkan citra perusahaan asuransi yang bersangkutan.

B. Saran-saran

Pertama, untuk calon konsumen tidak perlu khawatir untuk

menjadi peserta asuransi syariah. Karena banyak keuntungan yang didapat ketika kita berasuransi. Terlebih sekarang ini OJK sedang menggembor-gemborkan masalah perlindungan konsumen sektor jasa keuangan.

Asuransipun termasuk di dalamnya, jadi konsumen asuransi akan terlindungi. Tidak perlu lagi takut klaimnya tidak akan dibayarkan. Ketika ditemukan hal-hal yang mengarah kepada sengketa, maka segeralah melakukan pengaduan ke bagian internal perushaan. Perusahaan akan menerima dan menyelesaikan pengaduan tersebut melalui upaya permintaan maaf dan ganti rugi. Tetapi di sini konsumenpun memiliki hak untuk melanjutkan proses pengaduan ke lembaga alternatif penyelesaian sengketa LAPS dengan tahapan mediasi, ajudikasi dan arbitrase. Untuk konsumen asuransi syariah dapat melanjutkan ke LAPS sektor perasuransian yaitu BMAI ( Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi

Indonesia) yang beralamat di Gedung Menara Duta lt.7 Wing A Jl. HR

Rasuna Said Kav. B-9 Jakarta 12910. Jadilah konsumen cerdas yang kritis dan teliti.

Kedua, untuk perusahaan asuransi syariah. Sebaiknya lebih teliti

lagi mengenai kontrak baku yang dibuat. Karena hal tersebut mungkin akan merugikan di kedepannya. Selain itu dalam hal pembayaran klaim, perusahaan asuransi syariah seharusnya tidak punya alasan untuk menunda pembayara klaim. Penundaan klaim tidak boleh dilakukan karena klaim merupakan suatu proses yang telah diantisipasi sejak awal oleh perusahaan dan klaim merupakan hak peserta. Luruskan niat untuk membangun usaha asuransi syariah yang berdasarkan asas tolong-menolong.

Ketiga, Perusahaan seharusnya mengklasifikasikan antara peserta

peserta sudah sakit parah, peserta lansia yang memang mebutuhkan agent sebagai wakilnya dan lain sebagainya.

Keempat, dalam pengajuan klaim, jangan dibuat dengan prosedur

yang sulit . contohnya penyediaan surat dan persyaratan lain yang ditentukan oleh perusahaan. Yang kemungkinan dapat berubah-ubah sesuai keinginan perusahaan.

Kelima, Untuk masyarakat, jangan berharap terlalu banyak dari

asuransi, asuransi hanyalah sebuah media untuk kita yang ingin saling membantu dalam kebaikan. Media untuk menolong dikala kita dalam keadaan sulit.

Keenam, Mengenai perusahaan yang sudah pasti ingin mendapatkan untung, itu memang wajar. Karena kita membutuhkan tenaga mereka untuk mengelola uang yang kita titipkan. Dan mengenai manfaat yang didapat akan diperhitungkan secara matang oleh perusahan karea itu adalah hak dari setiap peserta asuransi. Hanya saja disini dibutuhkan itikad baik, baik dari pihak perusahaan dan peserta asuransi itu sendiri. jika mentaati prosedur yang ditetapkan maka klaimpun akan dapat dengan mudah dibayarkan

Keenam, untuk OJK, pengawasan terhadap polis yang diterbitkan

Daftar Pustaka

Ali M. Hasan, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Prenada. 2004.

Ali, Zainuddin. Hukum Asuransi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika. 2007.

Al-Qur’an

As-Syanhuri, Nadzariyyah al-Aqd, First Edition, Tehran, Khorsandi Publication.

Barkatullah, Abdul Hakim. Hak-Hak Konsumen, Bandung: Nusa. 2010.

Chairul Hadi, Ahmad. Hukum Asuransi Syariah. Ciputat: UIN PRESS, 2015.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996. Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif “Teori dan

Praktik”. Jakarta: Bumi Aksara. 2013.

H.S, Salim. Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika. 2013.

Hartono, Sri Rejeki. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Cet.ke-2. Malang: Bayu Media. 2007.

Herman Darmawi, Manajemen Risiko, Jakarta:Bumi Aksara. 2010. Ihsan, Sofia. Fikih Perlindungan Konsumen. Ciputat: Pustaka Cendikiamuda. 2011

Ismanto, Kuat. Asuransi Syariah ”Tinjauan Asas-Asas Hukum

Islam”, Ungaran: Jakarta. 2007.

John M. Echols dan Hassan Sadilly. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia,1990.

Kusumaniangtuti S. Soetiono. Modul Workshop Perlindungan

konsumen di Sektor Jasa Keuangan ,Jakarta. 2005

Media.Edmon Makarim, Kompilasi hukum Telematika, Jakarta: Rajawali Pers. 2003

Miru Ahmad dan Yodo, Sutarman. Hukum Perlindungan

Konsumen. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004.

Morton, Gene R., Principles of Life and Health Insurance, Penerj. Penerj. oleh Yayasan Dharma Bumiputera, Dasar-dasar Asuransi Jiwa

dan Asuransi Kesehatan. Jakarta: Yayasan Dharma Putera. 1995.

Cet.Ke-1.

Muslehuddin, Muhammad, Insurance and Islamic Law, Penerj: Burhan Wirasubrata, Menggugat Asuransi Modern Menggunakan Suatu Alternatif Baru dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Lentera, 1999 cet. Ke-1.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Memacu Pertumbuhan Ekonomi

Melalui Sektor Jasa Keuangan yang Kontributif, Stabil dan Inklusif.

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum ,Jakarta: Kencana. 2005.

Polis Asuransi Unitlink Individu Takaful Keluarga.

Polis Asuras Jiwa Unit Link mitra BP-LINK Syariah Bumiputera.

Projodikoro, Wirjono. Hukum Asuransi di Indonesia. Jakarta: PT. Intermasa. 1981

Satrio, Hukum Perjanjian Yang Lahir dari Perjanjian, Buku I dan II, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995)

Simanjuntak, Emy Pangaribuan. Hukum Pertaggungan Kerugian

Pada Umumnya, Kerugian dan Jiwa( Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang

Fakultas Hukum UGM.

Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Alvabeta. 1999.

Perundang-Undangan

Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Pasal 246

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen

UU OJK. UU No 21 Tahun 2001 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07 /2013 Tentang Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Dewan Syariah Nasional (DSN). Himpunan Fatwa Dewan Syariah

Nasional.2013

OJK “Tingkat Pengaduan Konsumen dan Tingkat Kesadaran Masyarakat Meningkat”, di akses pada 15 November 2016 dari :

http://www.ojk.go.id/id/kanal/edukasi-dan-perlindungan-konsumen/berita- dan-kegiatan/info-terkini/Pages/ojk-tingkat-pengaduan-konsumen-dan-tingkat-kesadaran-masyarakat-meningkat.aspx#sthash.FXrfedpN.dpuf

Detik Finance “ OJK Terbitkan Aturan Untuk Pertama Kalinya, Apa Isinnya? “, di akses pada 15 November 2016 dari :

http://finance.detik.com/moneter/d-2318894/ojk-terbitkan-aturan-untuk-pertama-kalinya-apa-isinya

OJK “ Modul Perlindungan Konsumen Pelaku Usaha Jasa Keuangan:”, di akses pada 15 November 2016 dari:

http://www.ojk.go.id/id/kanal/edukasi-dan-perlindungan-konsumen/berita- dan-kegiatan/publikasi/Documents/Pages/Materi-Pelatihan-Perlindungan-

Dokumen terkait