• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Kewajiban konsumen

3. Prinsip-prinsip Hukum Asuransi Syariah

Menurut Sri Rejeki Hartono16 perjanjian asuransi bisa saja diadakan antara tertanggung dengan pihak penanggung sebab dengan kata sepakat saja perjanjian asuransi telah terbentuk, karena kata sepakat para pihak merupakan dasar atau landasan bagi ada atau tidaknya perjanjian asuransi. Selain itu dalam perjanjian asuransi termasuk semua klausul-klausulnya secara material benar-benar ditentukan oleh pelaku usaha sepenuhnya. Berkaitan dnegan kebebasan untuk membentuk dan menentukan klausul-klausul dalam sebuah perjanjiaan dalam hukum islam dikenal dengan asas kebebasan berkontrak (al- mabda ‘ huriyyah

at-ta’aqud). Yang dimaksud dengan asas kebebasan berkontrak adalah suatu

prinsip hukum bahwa orang bebas untuk membuat perjanjiaan macam apapun sekalipun belum ada dalam undang-undang dan mengisikan kepentingan apasaja ke dalamnya sekalipun berlawanan dengan

15 Ibid., h.141. bandingkan dengan konsep profit and loss sharing dalam perbankan syariah. Lihat Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan

KEuangan,( Jakarta: RAjaGrafindo Persada, 2011), h.210.

16 Hartono, Sri Rejeki, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Cet.ke-2, (Malang: Bayu Media. 2007), h.123.

pasal hukum perjanjiaan, di dalam batas-batas kesusilaan dan ketertiban umum.17 Berikut ini adalah prinsip-prinsip asuransi, yaitu:

A. Principle of Insurable Interest

Principle Insurable of Interest ini dalam kancah hukum asuransi Indonesia disebut dengan prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan. Secara sederhana insurable interest dapat dipahami bahwa orang itu akan menderita apabila peristwa yang dipertanggungkan itu terjadi.18 Maksud prinsip ini adalah bahwa pihak tertanggung mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat dari suatu peristiwa yang belum pasti terjadinya dan yang bersangkutan menjadi menderita kerugian.19

Darmawi mendefinisikan insurable interest sebagai hak atau adanya hubungan dnegan persoalan pokok dari kontrak, seperti menderita kerugian finasnsial sebagai akibat terjadinya kerusakan, kerugian, atau kehancuran suatu harta.20 Tanpa insurable interest, suatu kontrak hanya kan menjadi kontrak perjudian, lagipula dapat menimbulkan niat jahat untuk meyebabkan terjadinya kerugian dengan memperoleh santunan. Jika insurable interest itu ada maka tidak mungkin mendapatkan kentungan dari peristiwa tersebut.21

B. Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna)

Utmost Good Faith, dari prinsip ini dapat dinyatakan bahwa

tertanggung wajib menginformasikan kepada penanggung mengenai suatu fakta dan hal pokok yang diketahuinya, serta hal-hal yang berkaitan dengan risiko terhadap pertanggungan yang dilakukan. Keterangan yang

17 Satrio, Hukum Perjanjian Yang Lahir dari Perjanjian, Buku I dan II, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), h.9.

18 Lihat Gene A. Morton, Op., cit., h.8.

19

Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi, h.100

20 Herman Darmawi, Op., cit., I, h. 68.

21 Hasan Ali, Asuransi DAlam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004),h.78.

tidak benar dan informasi yang tidak disampaikan dapat mengakibatkan batalnya perjanjiaan asuransi.22

Prinsip ini menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta telti. Kewajiban untuk memberikan fakta-fakta penting tersebut berlaku :

a. Sejak perjanjian mengenai perjanjian asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi selesai dibuat, yaitu pada saat kami meyetujui kontrak tersebut.

b. Pada saat perpanjangan kontrak asuransi.

c. Pada saat terjadi perubahan pada kontrak asuransi dan mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan perubahan-perubahan tersebut. C. Principles of Indemnity (Idemnitas)

Dari prinsip ini dapat dipahami bahwa pertanggungan bertujuan untuk memberikan penggantiaan atas kerugian. pergantian tersebut tidak boleh melebihi kerugian riil tertanggung sehingga ia diuntungkan.

Menurut Sri Rejeki Hartono23 bahwa asas indemnitas adalah satu asas utama dalam perjanjiaan asuransi, karena indemnitas merupakan asas yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah dan tujuan dari perjanjiaan asuransi. Namun demikian, asas ini hanya khusus ada pada asuransi kerugian, bukan pada asuransi jiwa. Perjanjiaan asuransi memiliki tujuan utama dan spesifik yaitu untuk memberikan suatu ganti kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak penanggung.24

22 Kuat Ismanto, Asuransi Syariah”Tinjauan Asas-asas Hukum Islam”, (Ungaran: Pustaka Pelajar, 2007), h.97.

23 Hartono, Sri Rejeki, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, ( Malang: Bayu Media), 2007,h.98.

24 Kuat Ismanto, Asuransi Syariah”Tinjauan Asas-asas Hukum Islam”, ( Ungaran: Pustaka Pelajar, 2007), h.109.

D. Principles of Subrogation (Subrogasi)

Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab Undang-udang Hukum Dagang, yang berbunyi: “Apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung.

Pada umumnya, seseorang yang menyebabkan suatu kerugian bertanggung jawab atas kerusakan/kerugian itu. Dalam hubungannya dengan asuransi, pihak penanggung mengambil alih hak menagih ganti kerugian pada pihak yang menyebabkan kerugian setelah penaggung melunasi kewajibannya pada tertanggung.25

Namun perlu diingat bahwa subrogasi dalam asuransi adalah subrogasi berdasarkan undang-undang. Artiya keberlakuan asas subrogasi dilaksanakan baik berdasarkan undang-undang .oleh karena itu menurut Eni Pangaribuan , hanya bisa ditegakan apabila memenuhi dua syarat:

pertama , apabila terttanggung di samping mempunyai hak terhadap

penanggung masih mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga. Kedua, hak tersebut timbul karena terjadinya suatu kerugian.26

E. Contribution (Kontribusi)

Tertanggung dapat saja mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas objek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi. Prinsip kontribusi berarti bahwa apabila penanggung telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak tertanggung , maka penanggung brhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan

25

Herman Darmawi, Op. Cit., h. 69.

26 Emy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertaggungan Kerugian Pada

Umumnya, Kerugian dan Jiwa ( Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum

untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya.27

F. Proximate Cause (Kausa Proksimal)

Apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertama-tama penanggung akan mencari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut. Melalui kausa proksimal akan dapat diketahui apakah penyebab terjadinya musibah atau kecelakaan tersebut dijamin dalam kondisi polis asuransi atau tidak.

Dokumen terkait