• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akar Pesantren : Profil Kandidat Politisi Perempuan

Dalam dokumen Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah (Halaman 29-36)

A. Hasil Penelitian

1. Akar Pesantren : Profil Kandidat Politisi Perempuan

Penelitian ini menjadikan dua politisi perempuan berlatar belakang pesantren sebagai studi kasus yakni Eva Yuliana dan Luluk Nur Hamidah. Sebagai politisi perempuan berbasis pesantren, keduanya memiliki keberanian berkompetisi di daerah Solo raya yang terkenal sebagai basis pemilih partai nasionalis, utamanya

PDI-30

Perjuangan. Eva aktif di Partai Nasdem, sedangkan Luluk Nur Hamidah di Partai Kebangkitan Bangsa. Keduanya memiliki kesamaan organisasi kemasyarakatan yakni berlatar belakang Nahdlatul Ulama.

Lantas, bagaimana profilnya?

Diantara politisi perempuan di Indonesia yang menjadi wakil rakyat adalah Eva Yuliana. Perempuan yang lahir di Semarang ini melibatkan diri sekaligus berpartisipasi dalam kancah perpolitikan nasional. Setelah sempat gagal menjadi legislatif di Pemilihan Umum tahun 2014, ia Kembali untuk berjuang menjadi legislator di periode 2019-2024 dapil V meliputi (Sukoharjo, Klaten, Boyolali, dan Kota Surakarta) melalui partai Nasdem dan berhasil menjadi wakil perempuan di parlemen.

Istri dari Bowo Bayu Agung Martono ini juga seorang santriwati.

Ia dikenal oleh masyarakat sebagai figure representasi dari nahdliyin, yang besar dalam kultur Nahdlatul Ulama (NU). Diketahui pendidikannya sejak kecil tidak lepas dari kalngan pesantren. Ketika sekolah dasar (SD), ia tempuh di SD Ma‟had Islam Surakarta, kemudian berlanjut ke jenjang SMP di Al Muayyad Surakarta dan SMA-nya pun, ia tempuh di tempat yang sama. Sebagai seorang perempuan ia tergolong Wanita yang Tangguh dan peduli akan Pendidikan. Terbukti setelah SMA, ia melanjutkan studi S1 di IAIN Walisongo dan juga menjadi lulusan S2 di Universitas Nasional dan alumni International Academy For Leadership, Friedrich Nauman Stiftung Germany.

Sebagai seorang santri, kalimat yang selalu diingatnya adalah sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain. Sebuah kalimat sederhana yang begitu dalam nilai filosofisnnya. Sebuah keyakinan yang bersumber dari ajaran Rosulullah SAW yang telah tertanam sejak politisi perempuan ini masih anak-anak. Sebagaimana diketahui, Mbak Eva panggilan akrab (Eva Yuliana) bukanlah nama baru dalam panggung politik Indonesia.

31

Di Jawa Tengah, namanya mungkin tidak asing lagi karena pada periode 2009-2004 ia juga menjadi Wanita parlemen untuk DPRD Provinsi Jateng.

Menjadi santri sekaligus wakil rakyat tidak menjadi penghalang baginya untuk selalu berkontribusi dalam melestarikan budaya. Hal ini mungkin berangkat dari pemahaman terkait kaidah fiqih yang pernah ia peroleh di pesantren yakni „al muhafadzah alal Qadim al shalih wal akhdu bil Jadid al aslah‟. Melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan menerapkan nilai-nilai baru yang lebih baik. Hal ini tidak terlepas dari pemahaman keagamaan ahlus sunnah wal jamaah (Aswaja) yang dikenal dengan prinsip moderat dan wasathiyah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh budayawan sekaligus pemerhati keris Mpu Totok Brojodiningrat atas kekagumannya kepada Mbak Eva, menurutnya

“Eva melambangkan kesatuan dari seorang santri yang cinta agama, cerdas, namun tetap memiliki apresiasi tinggi terhadap budaya”.

Lanjutnya, sekarang jarang ditemukan sosok orang yang memiliki kepedulian dan mengapresiasi kebudayaan yang dimiliki bangsa sendiri. Apalagi ia berangkat dari kalangan pesantren. Ini menjadi satu kesatuan komplit yang hadir dengan paham keagamaan, ilmu pengetahuan, kecerdasan dan memiliki kedekatan dengan seni kebudayaan.

Aktifis dan Kepedulian Sosial

Bagi seorang aktifis slogan „agent social of change dan agent social of control’ sudah tidak asing lagi. Kita selalu didorong untuk lebih peduli dengan keadaan masyarakat di sekitar. Begitu juga dengan sosok Mba Eva, perempuan yang pernah menjadi aktifis ini dikenal mulai berkecimpung di organisasi sejak di lingkungan sekolah.

Tercatat Ketika masih di tingkat SMA/MA ia aktif di IPMA semacam OSIS. Sehingga tak heran jika Mba Eva, menjadi politisi seperti sekarang ini. Seperti yang diungkapkan oleh Gus Faishol, panggilan akrab dari Kyai Muhammad Faishol pengelola ponpes al Muayyad,

32

menurutnya “apa yang diraih mba Eva saat ini adalah berkat keuletan dalam berusaha dan kecintaannnya dalam berorganisasi”.

Kemampuannya semakin mahir dalam berorganisasi tatkala ia melanjutkan studinya di IAIN Walisongo. Di Kampus hijau ini, ia aktif sebagai bendahara senat fakultas, senat mahasiswa Institut, Ketua cabang PMII Kota Semarang, Wakil sekretaris PW Fatayat NU Jateng.

Hingga di tahun 2005-2006 mengantarkan ia sebagai pengurus di PP Fatayat NU. Selain aktif dibeberapa organisasi tersebut, ia juga aktif menjadi staff di beberapa kementrian. Tercatat dalam CV, beliau pernah menjadi staf khusus Menakertrans di Tahun 2007 – 2009 dan staf khusus Mentreri perdaganagan bidang hukum antar Lembaga dan peningkatan sarana perdagangan kemendag.

Di tengah kesibukannya dalam berorganisasi dan sebagai seorang legislator, ia tak lupa dengan jiwa aktifisnya yakni peduli terhdap masyarakat. Diketahui beberapa kali mengadakan pasar murah di Surakarta, klaten, boyolali dan sukoharjo. Keuntungan dari penjualan sembako tersebut tidak lantas dinikmati oleh panitia akan tetapi digunakan untuk pelaksanaan kegiatan yang sama ditempat lainnya (Solopos. Com; 2019).

Selain kegiatan di atas, mbak Eva yang juga anggota Komisi III DPR RI mengadakan kegiatan Vaksinasi dan Rapid tes bagi wartawan.

Menurut mba Eva “ wartawan atau pekerja mendia menjadi kelomok yang rentan terkena virus, karena pekerjaannya yang bersinggngan secara lagsung pasien yang terpapar corona”. (sukoharjonews.com;

2020). Dan yang paling penting keberadaannya saat berkunjung di dapil, ia pergunakan untuk silaturahim ke pesantren-pesantren, masyarakat dan komunitas-komunitas lainnya sebagai bagian dari upaya untuk menyerap aspirasi dari konstituen.

Seperti profil Eva Yuliana, Luluk Nur Hamidah juga menjadi representasi dari kalangan pesantren, jika dirunut dari jenjang pendidikan yang pernah Luluk tempuh. Tak ada lagi orang yang berani

33

menyangsikan kesantriannya. Luluk Nur Hamidah lahir di Jombang, sebuah kota santri sebagai julukan atas kontribusi kota tersebut akan Pendidikan Islam dalam hal ini Pesantren. Sebuah kota dimana terkenal dengan pondok pesantren besarnya, bahkan pencetus ulama-ulama di nusantara. Seperti diketahui di Jombang terdapat 4 Pesantren besar, diantaranya Pondok pesantren Tebu Ireng, Bahrul Ulum Tambak Beras, Mamba‟ul Maarif Denanyar, dan Darul Ulum Peterongan Jombang.

Mbak Luluk, begitu ia biasa dipanggil, merupakan alumni dari salah satu pondok pesantren tersebut di atas. Pendidikannya dimulai dari jenjang MI di Daarul Ma‟arif Brodot Bandar Kedung Mulyo Jombang. Kemudian dijenjang MTs melanjutkan Pendidikan di Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang. Hingga di Aliyah, ia masih setia dengan Darul Ulum dan lulus Tahun 1990.

Seakan masih merasa minim pengetahuan agama kemudian S1 beliau raih di jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Sunan Ampel dan lulus tahun 1996. Tak berhenti disitu, mbak luluk yang mungkin sedikit dari sekian banyak perempuan yang memiliki semangat belajar terus melanjutkan studinya di Master Degree (S2) Ilmu Sosiologi di Universitas Indonesia dan lulus tahun 2005 dan juga Master degree Administrasi Publik (S2) Lee Kuan Yew School of Public Policy – National University of Singapore – Singapore yang diraihnya pada tahun 2007. Sekarang beliau juga tercatat sebagai mahasiswa S3 Progam doktoral di Universitas Indonesia.

Berbagai jenjang Pendidikan seakan membentuk karakternya menjadi seorang yang Tangguh dan siap tampil dalam berbagai kegiatan local maupun nasional. Belum lagi ditambah pengalaman ia di berbagai organisasi. Ia pernah menjabat sebagai ketua umum PB KORPRI tahun 1997-2000, Pendiri dan ketua Ahimsa 2001 - 2010, Anggota Board P3M (Pusat pengembangan pesantren dan Masyarakat) tahun 2002, Wakil Sekjend RMI PBNU periode 2004-2009, Pendiri

34

JPPR (Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat) tahun 2001, Koordinator Litbang Fatayat NU PBNU periode 2010-2015, Direktur Kampannye Public CTPRC Indonesia (Center for Tropical Peat Swam Restoration and Conservation) periode 2012-2015, Ketua III Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI), Sekjend KPPRI (Kaukus perempuan parlemen republic Indonesia) periode 2019 -2024, Ketua Umum Puskopontren (Pusat Koperasi Pondok Pesantren) periode 2019-2024, dan masih banyak lagi yang lain. Keberadaan aktifitas yang dimiliki Mbak luluk, menunjukkan pribadinya sebagai seorang perempuan yang selalui siap berkontribusi bagi bangsa dan negara.

Penghargaan dari Lembaga lain tak luput diberikan kepadanya, sebagai sosok yang menginspirasi bagi perempuan-perempuan Indonesia. Dalam Salinan CV milik partai kebangkitan bangsa, ia pernah mendapatkan bintang mahaputri pergerakan 2013 oleh PB KORPRI PMII, Beasiswa Lee Kwan Yew Grand Award Singapore Tahun 2006, Beasiswa The Tanoto Foundation Tahun 2006-2007, Perempuan Inspirasi politik tahun 2015. Sebelum berkarir di dunia politik, ia juga pernah menjadi pengajar di Universitas Nahdlatul Ulama dan FISIP UNAS Jakarta pada tahun 2005.

Di perpolitikan nasional, mbak luluk pernah mencoba menjadi calon legislatif di tahun 2014 dapil Jatim VIII namun gagal.

Selanjutnya sebagai seorang perempuan yang tidak kenal menyerah dan siap menerima tantangan. Ia kembali meramaikan daftar caleg perempuan dengan dapil yang berbeda yakni Jateng IV meliputi (Wonogiri, karanganyar dan Sragen). Keberadaannya sebagai orang baru dengan dapil berbeda dengan kulturnya selama ini, tidak lantas menyurutkan semangatnya sebaliknya ini bagiakan pembuktian diri sebagai seorang aktifis. Walhasil, di periode 2019 -2024 ia berhasil menjadi legislator dari partai kebangkitan bangsa. Identitas yang mungkin mudah untuk diingat sosok perempuan enerjik ini yaitu selalu berkerudung dengan gaya Turban

35

Seorang santri identik dengan “sami’na wa ato’na” terhadap sang kyai. Secara politik pesantren dengan kyai menjadi basis kekuatan yang cukup potensial, dalam artian jika seorang kyai sudah berfatwa maka siapapun dia jika merasa santri pasti tidak akan berani melanggar anjuran sang kyai. Hal ini juga dialami oleh seorang Luluk Nur Hamidah, tatkala abah syarif seorang ulama kharismatik dari sragen yang ia anggap sebagai guru, kyai sekaligus orang tua menyatakan merestuinya untuk menjadi calon legislative, seketika menjadi pemicu semangatnya untuk berproses dalam pemilihan legislatif di dapil Jateng IV. Menariknya mbak Luluk seakan hadir di tengah poros, dimana wilayah konstituennya berada di kandeng banteng, yakni hampir seluruh daerah di solo raya kepala daerah berafiliasi dengan PDIP yang identik dengan lambing banteng.

Namun, Perempuan yang berparas manis dan cantik (macan) ini memiliki kemampuan orasi yang di atas rata-rata perempuan Indonesia. Suaranya yang lantang dan penuh energi seakan membawa optimisme di Petani, Buruh dan kalangan warga Nahdliyin di Karanganyar, Sragen dan Wonogiri. (Jatengpos.co.id ; 2018). Sebagai sosok yang memiliki beragam pengalaman menjadikannya sebagai Wanita pejuang, aktifis dan wakil rakyat yang mampu menyuarakan aspirasi rakyat di Senayan. Terbukti dari sekian banyak caleg DPR RI dapil Jateng IV, mbak luluk menjadi salah satu wakil rakyat dari PKB yang mampu tampil di Senayan. Dan sekaligus memecahkan persepsi public bahwa daerah tersebut tidak ramah partai selain PDIP.

Dalam beberapa kesempatan ia sering menyampaikan bahwa politik itu ibadah, jika kerja kita tak bener dampaknya bukan saja di dunia tapi juga di akhirat. Maka gotong royong, saling mengingatkan sangat dibutuhkan dalam upaya menjadi pelayan rakyat. Kebersamaan ini telah dibuktikan saat kampanye, silaturahim antar desa ke desa, seakan tidak pernah berhenti dilakukan oleh sosok perempuan inspiratif ini. Silaturahim dilakukannya tidak terbatas pada kaum

36

nahdliyin, tetapi juga dikalangan buruh, petani, nelayan dan komunitas masyarakat lainnya. Wanita penuh enerjik ini juga sering bersuara lantang terhadap terkait kebijakan-kebijakan pemerintah dan isu-isu kemasyarakatan seperti pesantren (Joglosemarnews.com: 2021), RUU PKS (voaindonesia.com:2020), Kesehatan (Kesehatan.rmol.id : 2021) dan sebagianya

2. Menantang “Kandang Banteng” : Sekilas Geopolitik Solo Raya

Dalam dokumen Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah (Halaman 29-36)