• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pesantren dan Jejaring Politik

Dalam dokumen Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah (Halaman 43-49)

A. Hasil Penelitian

4. Pesantren dan Jejaring Politik

Dengan latar belakang pesantren, komunitas pesantren mulai dari keluarga pimpinan pesantren, para santri yang telah memenuhi syarat memilih hingga jejaring alumni pesantren menjadi target utama para kandidat. Silaturahmi dan ikatan dengan pesantren dan komunitas santri jauh sebelum maju sebagai kandidat wakil rakyat jelas memudahkan kandidat politisi untuk masuk ke dalam lingkaran pesantren dan jejaringnya. Kunjungan yang sudah sering dilakukan ke pesantren maupun pengajian yang diasuh para Kiai atau Nyai sebelum perhelatan Pemilu juga mengikis kecurigaan bahwa kedatangan kandidat hanya untuk mencari popularitas politik dan mencari dukungan suara.

Baik Eva Yuliana maupun Luluk Nur Hamidah sama-sama memiliki dan menonjolkan identitas santri dalam aktivisme politik keseharian dan politik elektoral. Mereka berdua mengklaim sebagai bagian dari santri meski bernaung dalam partai politik yang berbeda.

Eva Yuliana maju dengan kendaraan Partai Nasdem yang lebih dikenal sebagai partai nasionalis. Adapun Luluk Nur Hamidah maju melalui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dianggap sebagai bagian dari partai relijius.

44

Khoirul, Tenaga Ahli Eva Yuliana, mengatakan bahwa Mbak Eva, panggilan akrab Eva Yuliana, menggerakkan jejaring pesantren dari hulu ke hilir. Tentu saja pesantren yang telah merestui dan menyatakan dukungan.

“Bahkan di Kacangan sendiri dengan jaringan pesantrenya Gus Ulin yang masih saudara dengan Mbak Eva digerakkan dari hilir ke hulu untuk memenangkan Mak Eva. Bahkan tidak lupa dengan pesantren-pesantren besar seperti Muayyad, Az-Zayadi, Mojosongo, Windan, Al-Istiqomah semuanya mendukung mbak Eva.” (Wawancara dengan Khairul pada tanggal 24 Agustus 2021)

Ikatan menjadi santri dan pesantren yang begitu kuat memang melempangkan jalan Eva Yuliana dalam merangkul dan menyolidkan jejaring pesantren. Ibu Anna, aktivis Muslimat NU Sukoharjo, menerangkan bahwa status ke-santri-an Eva Yuliana tidak bisa dieksampingkan begitu saja. Basis yang kuat dalam ikatan majlis pengajian semacam Jamuro dan Jamuri juga sangat bermanfaat.

“Jamuro dan Jamuri menjadi basis yang kuat bagi Mbak Eva. Mbak Eva adalah alumni al-Muayyad dan para kiai dan Nyai yang ada di lingkar Jamuro dan Jamuri bisa dikatakan sebagai bapak dan ibunya Mbak Eva.

Jadi di lingkaran itu sudah mbak Eva seperti rumah sendiri. Bahkan Mbak Eva juga mengadakan pengajian Jamuri di rumah mbak Eva sendiri karena sudah dianggap sebagai keluarga.” (Wawancara dengan ibu Anna pada tanggal 14 Agustus 2021)

Meskipun secara kelembagaan, pesantren, majlis pengajian maupun organisasi alumni santri tidak berpolitik praktis, tetapi hak politik individu tetap tidak bisa dibatasi. Sosok Eva Yuliana sebagai santri dan alumni pesantren tidak bisa dipungkiri menjadi magnet yang kuat untuk menarik konstituen santri dan jejaring pesantren. Ahmad Alfi, Alumni Al-Muayyad dan Guru SMP Al-Muayyad mengatakan bahwa para alumni jelas mengetahui track record Eva Yuliana sebagai politisi yang ikut membuat nama pesantren Al-Muayyad dalam kancah politik nasional. Selain itu, adanya ikatan yang kuat antara Pesantren

45

Muayyad di Sukoharjo dan Kota Surakarta dengan Pesantren Al-Manshur Popongan-Klaten menjadikan jejaring kedua pesantren ini menjadi institusi penting yang ikut melambungkan Eva Yuliana dalam proses sosialisasi dan kampanye.

“Bahkan kalau kita lihat dalam jaringan pesantren sendiri di Solo Raya khususnya di Dapilnya ibu Eva, memang ada jaringannya sendiri misal antara Al-Muayyad dengan PP Al-Mansur Popongan itu sampai kapanpun akan terus terikat terutama dalam dunia politik pasti kita satu suara.” (Wawancara dengan Ahmad Alfi pada tanggal 26 Agustus 2021)

Eva Yuliana mengakui, sebagai santri, ia dibekali menjadi santri yang mampu melintas batas. Tidak hanya mampu berguna dalam komunitas pesantren tetapi juga masyarakat secara luas.

“Bahkan saya ingat betul pesan yang disampaikan oleh Kiai Dian Nafi kurang lebih seperti ini untuk saya “pada saatnya yang akan dilihat adalah orang yang bermanfaat untuk sesamanya, bukan seberapa besar kelompok itu namun kita tidak berbuat apa-apa, tapi seperti apa dirimu dalam lingkaran itu dalam mengambil sebuah kebijakan”. Hal ini yang saya pegang dalam mengarungi Dapil yang dianggap sebagai dapil nasionalis dan Merah Merona. Karena sekali lagi peran santri adalah khoirunnas anfauhum linnas.(Wawancara dengan Eva Yuliana pada tanggal 23 Agustus 2021)

Meskipun santri menjadi identitas kuat, tapi tipe santri yang mampu bergerak ke berbagai segmen masyarakat tampaknya menjadi kata kunci Eva Yuliana untuk bergerak tanpa sekat dan tidak hanya menjadikan pesantren dan konstituen santri sebagai target utama. Eva juga mengembangkan lini pendukung lain yang dikenal dengan bolone mbak Eva. Wadah ini untuk mewadahi kelompok pendukung di luar pesantren.

46

Suvenir tas yang bertuliskan bolone mbak Eva. (Sumber : Foto koleksi peneliti)

Tidak jauh berbeda dengan Eva Yuliana, Luluk Nur Hamidah juga punya jejaring pesantren yang terafiliasi atau memiliki ikatan dengan pesantren di Jombang. Tapi diakui bahwa tidak semua pesantren tersebut menyampaikan dukungan terhadap pencalonan atau proses kandidasi Luluk Nur Hamidah. Selain itu, menurut Saiful Bahri, tenaga ahli Luluk Nur Hamidah, proses sosialisasi dan kampanye di daerah Sragen, Karanganyar dan Wonogiri juga dibantu jaringan Gus Yusuf yang merupakan Ketua DPW PKB Jawa Tengah melalui jejaring pesantren Tegalrejo.

“Para kiai yang secara verbal mendukung ibu Luluk dengan jelas di dapil ada Kiai Aziz, Kiai Hasyim, Kiai Muhalim, Syaikh Maksum Tanon, Gus Asim, abah Ma‟ruf, abah Riyad, Kiai Abdullah Saad, Kiai Husnan, Kiai Husaini. Nama-nama deretan itu yang secara verbal mendukung ibu

47

ketika ada pertemuan atau pengajian di dalam lingkar NU. Bahkan kiai-kiai kampung yang lingkupnya kecil yang secara struktural tidak masuk di NU mereka kebanyakan mendukung ibu.” (Wawancara dengan Saiful Bahri pada tanggal 11 Agustus 2021)

Model jejaring pesantren Luluk ini sedikit berbeda dengan Eva Yuliana yang merupakan santri di pesantren yang terletak di Solo raya.

Luluk yang terafiliasi dengan pesantren di Jombang-Jawa Timur menjadikan jejaring pesantren lintas daerah dan dengan bantuan jaringan pesantren dimana Gus Yusuf yang notabene Ketua DPW PKB Jawa Tengah terlibat intensif dalam membantu proses sosialisasi dan kampanye Luluk Nur Hamidah.

Diakui oleh tim sukses Luluk Nur Hamidah, dukungan jejaring pesantren ini memang lebih banyak dari jejaring alumni pesantren karena Luluk memang tidak pernah nyantri di pesantren di Solo raya.

“Jadi misalkan kalau di Sragen itu ada jaringan alumni PP Tegalrejo, itu semua komunikasinya di satu komando di bawah Gus Yusuf sendiri. Jadi lewatnya melalui jaringan alumni pesantren yang pesantren itu letaknya bukan di Dapil tetapi alumni itu berada di wilayah Dapil seperti Sragen, Karanganyar, dan Wonogiri.” (Wawancara dengan Nawir pada tanggal 8 Agustus 2021)

Menurut Nawir, jaringan alumni ini terbentuk ketika Lulu menyakatan diri menjadi calon wakil rakyat. Terbentuknya jejaring gerakan alumni ini karena gerakan Luluk yang meinventalisir tokoh yang itu dilakukan secara intens selama hampir dua tahun. “Jaringan ini selama proses kampanye ibu Lulu selalu berkoordinasi dan bahkan sampai sekarang jaringan yang dibuat oleh Ibu Lulu masih ada,” kata Nawir.

Menurut Nawir, jaringan ini sangat efektif untuk merekrut atau mendulang massa bagi Luluk. Dengan menggunakan metode tersebut yakni sowan ke para ulama dan membentuk jaringan-jaringan, ini begitu efektif bagi kemenangan ibu Lulu. “Bahkan Ibu Luluk sowan itu bukan dalam rangka meminta dukungan kepada para ulama tapi

48

malah menyampaikan visi misinya sebagai kader NU dan khususnya PKB,” ujar Nawir.

Nawir melanjutkan, kinerja jaringan pesantren yang dibentuk oleh Luluk mampu mengakomodir alumni dan langsung terjun ke masyarakat menyuarakan untuk memenangkan ibu Luluk. Hal ini seperti yang dilakukan Kiai Sutrisno Yusuf dari PP Gunung Jati Kismantoro.

“Karena Nyainya ketua Muslimat jadi langsung kiai dan Nyai langsung terjun ke masyarakat kampanyekan untuk memilih Ibu Lulu, dan para alumni dengan jaringannya tadi juga melakukan kampanye di majelis-majelis ta‟lim dan jam‟ah tahlil yang ada di wilayahnya masing-masing”

(Wawancara dengan Nawir pada tanggal 8 Agustus 2021).

Menurut Nawir, jaringan yang ada di dapil empat ini bahkan belum pernah bertemu dan berkoordinasi untuk memenangkan Ibu Luluk. “Jaringan ini bekerja sesuai dengan wilayah teritorialnya masing-masing, misalkan Wonogiri ya berkumpul di Wonogiri bukan lintas kabupaten. Pesantren-pesantren ini khususnya di Wonogiri, bersifat terbuka kepada siapa saja calon yang berkunjung. Tetapi urusan memilih kandidat merupakan urusan pengasuh pesantren,“ ujar Nawir.

Hal senada dikuatkan Handoko, pengurus DPC PKB Wonogiri, yang mengatakan bahwa mayoritas yang bekerja adalah alumni pesantren terutama dibawah komando Gus Yusuf dengan jaringan alumni Tegalrejo.

“Gus Yusuf Tegalrejo memerintahkan para alumni yang ada di Sragen untuk memenangkan ibu Luluk. Di bawah komando Gus Yusuf langsung dan alumni-alumni yang dulu ada ikatan dengan Jombang dan pesantren yang notabene mendukung ibu Luluk di Sragen.” (Wawancara dengan Handoko pada tanggal 10 Agustus 2021)

Dalam kasus Luluk Nur Hamidah, peran alumni pesantren dan pesantren yang memiliki ikatan dengan pesantren di Jombang tampaknya cukup kuat. Dalam wawancara riset ini, Luluk sendiri

49

mengakui bahwa menjelang hari pemilihan, Luluk mendatangkan Gus Zaki dari Jombang yang masih keluarga Gus Dur untuk meyakinkan kalangan pesantren di daerah Sragen, Karanganyar dan Wonogiri.

“Untuk meyakinkan kalangan pesantren, saya mendatangkan Gus Zaki yang masih dzurriyah Gus Dur. Pesantren yang sudah yakin dengan tambah yakin kalau saya ada pertalian dengan keluarga Gus Dur.

Sementara yang sebelumnya bimbang akhirnya menjadi yakin.(Wawancara dengan Luluk Nur Hamidah pada tanggal 15 September 2021)

Jejaring pesantren mulai dari pengasuh pesantren hingga jejaring alumni merupakan modal sosial yang kemudian mampu ditransformasi menjadi modal politik oleh kedua kandidat politisi yakni Eva Yuliana dan Luluk Nur Hamidah. Keduanya mampu membaca potensi dan mendayagunakan potensi tersebut secara maksimal dan optimal sejak proses kandidasi hingga pemilihan.

Apakah jejaring pesantren tersebut menjadi satu-satunya faktor dalam proses kandidasi? Berikut ini akan diungkap aspek lain yang tidak kalah penting yakni performa individu politisi sebagai orang yang dipercaya dan dianggap mampu menjadi saluran aspirasi politik.

Dalam dokumen Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah (Halaman 43-49)