• Tidak ada hasil yang ditemukan

c. Akhlak kepada Diri Sendiri

B. Hasil Analisis Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Haji 1. Akhlak Kepada Allah

3. Akhlak Kepada Diri Sendiri

a. Tidak Melaksanakan Rafats, Fusuq, dan Jidal

Rafats adalah melakukan jimak, pendahuluan jimak, dan kata-kata yang keji. Sedangkan jidal adalah perdebatan yang tidak perlu, tidak berlandaskan ilmu, dan mengandung unsur permusuhan.23

b. Menjaga Hawa Nafsu

Dalam melaksanakan ibadah haji, mengendalikan hawa nafsu ini merupakan hal yang sangat penting, karena syetan itu selalu menggoda hambanya setiap saat untuk mengikuti jejaknya yang membawa kesesatan.

Hal diatas tersebut bisa kita pahami ketika jama‟ah melaksanakan lempar jumrah. Dimana melempar jumrah itu merupakan perwujudan permusuhan dan kebencian hambanya terhadap syetan yang selalu berusaha menggoda untuk menyesatkan manusia dari jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Ini membuktikan bahwa ini sangat serius sampai-sampai Allah SWT mengingatkan kepada kita para hambanya agar senantiasa terus menjaga hawa nafsunya agar tidak terkena bujukan syetan.

Setelah kita melakukan lontar jumrah yang merupakan refleksi perjuangan kita sebagai hamba Allah SWT untuk melawan hawa nafsu, selanjutnya kita dianjurkan juga untuk menyembelih hewan qurban sebagai lambang menyembelih hawa nafsu kita. Secara lahir kita memang menyembelih binatang qurban, tetapi secara batin kita mempersiapkan diri kita untuk berqurban dalam rangka kembali dari

23 Abdul Halim dan Ikhwan, Ensiklopedi Haji&Umrah, Ed I, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), cet ke I, h 197

“jihad yang kecil ke jihad yang lebih besar”, yakni jihad memerangi hawa nafsu sampai akhir hayat kita nanti.24

Untuk itu, bagi jama‟ah haji khususnya kaum muslimin setelah pulangnya dari kota Makkah untuk terus menjaga dan berusaha selalu memerangi diri dari godaan setan. Karena godaan setan itu tidak mengenal waktu kapan saja dan dimana saja, oleh karena itu kita untuk selalu mendekatkan diri minta perlindungan kepada Allah SWT agar terjaga dari godaan setan. karena godaan yang sesungguhnya dan lebih banyak adalah ketika sudah berada dilingkungan masyarakat sekitarnya.

c. Tolong Menolong

Tolong menolong merupakan sikap senang untuk menolong orang lain baik itu dalam bentuk material maupun dalam bentuk moril tenaganya sendiri. Dalam ibadah haji, tolong menolong dapat kita lihat ketika jama‟ah melakukan melempar jumrah dan thawaf, ketika ada jama‟ah yang tidak bisa untuk melakukan lempar jumrah atau berjalan thawaf, maka jamaah yang lain wajib membantunya agar sampai kepada pelemparan jumrah karena itu perbuatan yang wajib dalam haji. Ada juga jama‟ah yang tersesat ketika wukuf maka kita jama‟ah lain membantu memberikan petunjuk jalan yang benar.

Dalam ibadah haji, kita disana memang bawaannya ingin selalu menolong sesama jama‟ah saja, mungkin karena semuanya sedang ibadah jadi sikap tolong menolong sangat tampak jelas, sampai-sampai ada juga oknum atau orang Arab yang memanfaatkannya untuk meminta-minta dengan jamaah.25

Dengan adanya sikap saling tolong menolong ini di antara para jama‟ah maka akan tercipta suasana yang damai dan indah antar jama‟ah, sehingga ukhuwah Islamiyah bisa terwujud antara kaum muslim sedunia.

24 Halim dan Ikhwan, Op. Cit., h 11 25 H. Ahmad Rifqon, Hasil Wawancara.

d. Persaudaraan dan Persatuan

Haji merupakan manifestasi praktis dari persaudaraaan seiman dan persatuan bagi umat muslimin. Perbedaan ras, warna kulit, bahasa, tanah air, dan tingkatan mencair dalam ibadah haji. Hakikat penghambaan dan persaudaraan tercipta jelas disana, semuanya mengenakan satu jenis pakaian, menghadap pada satu qiblat, dan menyembah Allah SWT yang Maha Esa tiada Sekutu bagi-Nya.26 Perbedaan yang ada diatas tersebut dapat membawa kita sebagai pemakai pakaiannya kepada perbedaan status sosial, ekonomi, atau profesi. Oleh karena itu dalam pelaksanaan ibadah haji kita diwajibkan semuanya memakai pakaian yang berwarna putih baik yang kaya maupun miskin untuk meninggalkan pakaian kebesaran kita.

Allah SWT telah mensyariatkan ibadah haji, sehingga umat Islam berkumpul di suatu tempat dengan berbagai jenis bangsa, suku, atau ras yang berjauhan asal negara dan daerahnya. Mereka datang dari delapan penjuru mata angin, berjuta-juta manusia membanjiri tanah haram.27 Dalam pelaksanaan ihram memberikan makna bahwa hati yang suci akan siap menerima kehadiran orang lain di sampingnya. Seseorang yang memiliki jiwa yang suci dan mulia tidak ingin untuk hidup sendirian. Dengan Pakaian ihram putih, satu warna, satu model, satu cara memakai, maka akan menanamkan jiwa kebersamaan dan menghapus adanya perbedaan.28 Sebagaimana Firman Allah SWT:

“Sesungguhnya (agama tauhid) ini umat kamu adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku”. (al-Anbiya: 92).

26 Sami‟ bin Abdullah al-Maghloty, Atlas dalam Haji dan Umrah, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2010), cet ke I, h 4

27 Ishak Farid, Op. Cit., h 77 28 Nasution, Loc. Cit.

e. Tanggung Jawab Terhadap Keluarga

Dalam amaliah sa‟i menggambar arti bahwa tanggung jawab terhadap keluarga itu sangatlah penting dalam menjaga kesuksesan hidup, sebagai yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS dalam do‟anya kepada Allah SWT ketika ia meninggalkan istrinya yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail AS disamping Baitullah. Ia berkata:

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan keturunanku dilembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan sholat maka jadilah hati sebagian manusia cendrung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Ibrahim: 37).

Dalam ayat di atas, paling kurang terdapat tiga konsep usaha mendasar yang ditanamkan oleh Nabi Ibrahim AS kepada keluarganya, yaitu:

Pertama, keluarga yang shalat (hubungan dengan Allah yang benar)

Kedua, keluarga yang berhubungan dengan sesama manusia yang baik. .

Ketiga, keluaga yang memperoleh rizeki yang diridhai Allah SWT dan bisa mempergunakan rizeki itu sebagai tanda syukur kepada Allah SWT.29

62

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisa yang sudah peneliti lakukan, dapat ditarik menjadi sebuah kesimpulan bahwa terdapat nilai-nilai pendidikan akhlak dalam ibadah haji antara lain:

1. Syukur

Pada hal ini dapat dipahami ketika jamaah haji mengucapkan kalimat talbiyah, dimana kalimat tersebut menjelaskan bahwa segala kenikmatan yang Allah berikan kepada kita adalah hanya milik Allah, kita hanya cukup untuk mensyukurinya saja. Begitu juga termasuk yang menjadi syarat haji yaitu sanggup (Istitho’ah) berupa sanggup sehat badan dan juga bekal yang cukup. Ini semua merupakan hasil dari rasa syukur kita atas nikmat Allah.

2. Ikhlas

Dalam ibadah haji rangkaian perjalanan yang suci ini semuanya merupakan suatu perbuatan ibadah, dimana kita harus meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dalam haji guna mencapai tingkatan haji yang mabrur. Semua kegiatan haji juga kita harus jalani dengan hati yang penuh ikhlas, keimanan dan taqwa. Kegiatan ini tanpa adanya keimanan dan ketaqwaan maka semua amal ibadah kita sia-sia.

3. Taqwa

Ibadah haji merupakan lambang ketaatan kita terhadap Allah dengan menyerahkan diri secara total baik itu harta benda maupun jiwa raga kita. Disana kita menghadap Allah dengan memohon ampunan dosa,

berdzikir, mensyukuri nikmat Allah, menghindari hawa nafsu dan godaan setan.

4. Bersholawat dan mengikuti ajaran Rosulullah

Hal ini bisa kita pahami ketika para jamaah berada di Roudhoh mereka banyak membaca bersholawat kepada Nabi. Selain itu juga kita bisa pahami ketika semua jamaah melakukan segala rangkaian ibadah haji seperti thowaf, sa’i, wukuf dan tahalul, itu semua merupakan ketaatan kita mengikuti ajaran Rosulullah yang dulu pernah dilakukan.

5. Tidak melakukan Rafats, fusuq, dan Jidal

Ibadah haji merupakan pekerjaan yang sangat mulia dan terpuji, tentu harus menjauhi perkara yang dilarang oleh Allah. Sebagaimana yang tertera dalam al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 197 yang menjelaskan larangan bagi jamaah haji ketika ihram untuk tidak melakukan rafats, fusuq, dan juga jidal.

6. Menjaga Hawa Nafsu

Hal ini bisa kita pahami ketika para jamaah melakukan melontar jumrah, karena dalam melontar jumrah ini merupakan suatu perwujudan permusuhan dan kebencian kita terhadap godaan setan yang selalu berusaha untuk menggoda dan menyesatkan manusia dari jalan yang diridhoi Allah.

7. Tolong Menolong

Dalam ibadah haji merupakan sudah menjadi keharusan untuk saling menolong dengan dibutuhkannya pengertian sesama jamaah dan juga toleransi, karena kita semua sama-sama sedang ada dijalan Allah yang sangat mulia.

8. Persatuan Umat Islam

Ibadah haji merupakan perwujudan bersatunya umat muslim. Jika kita semua telah bersatu maka agama Islam pun akan menjadi lebih kokoh dan peribadatan berjalan dengan lancer tanpa adanya anarkis.

9. Persaudaraan

Ibadah haji adalah wujud yang nyata dari adanya persaudaraan antara sesama muslim sedunia. Dengan adanya perkumpulan tahunan ini yang berasal dari berbagai negara, suku bangsa diharapkan agar terjalin hubungan ukhuwah Islamiyah yang baik dan menjadikan agama Islam menjadi lebih kuat lagi.

B. Implikasi

Seseorang yang sudah pernah melaksanakan ibadah haji harus ada peningkatan ibadah ataupun perubahan akhlak dari sebelum berangkat haji menjadi lebih baik lagi setelah pulang dari ibadah haji, karena itu adalah salah satu tujuan yang utama dari adanya rukun Islam yang kelima yaitu ibadah haji. Dengan adanya perubahan akhlak yang lebih baik maka masyarakat pun bisa menjadikan kita sebagai tauladan yang baik dan dicontoh oleh orang lain.

C. Saran

1. Bagi orang Islam yang sudah mampu untuk melaksanakan ibadah haji, hendaknya segera untuk melaksanakannya. Hal ini sebagai manifestasi rasa syukur kita sebagai hambanya atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah.

2. Kepada seluruh umat Islam, untuk selalu memperbaiki akhlaknya masing-masing, apalagi bagi orang yang telah menunaikan ibadah haji, yang mana di dalam haji itu terdapat banyak sekali nilai-nilai pendidikan akhlak yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya sehingga menjadikan masyarakat yang tentram, damai, dan sejahtera dan dicontoh oleh masyarakat lain.

65

Ahmad, Abu dan Salami, Nor. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi, Aksara, 2004

Agama, Kementrian. Dinamika dan Perspektif Haji Indonesia. Jakarta, 2012. Alwi, Hasan dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Dapartemen

Pendidikan Nasional Balai Pustaka, 2007.

Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.

Anis, Ibrahim. Al-Mu’jam al-Wasit. Mesir: Darul Ma’arif, 1972.

Ardani, Moh. Akhlak-Tasawuf Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti dalam Ibadah dan Tasawuf, Jakarta: CV Karya Mulia, 2005.

Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Prees, 2002.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998.

Ashofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Asmaran. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994. Faried, Ahmad. Menyucikan Jiwa, Konsep Ulama Salaf. Surabaya: Risalah Gusti,

1993

Farid, Ishak. Ibadah Haji dengan Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.

Al-Ghazali, Imam. Ihya ‘Ulumu al-Dhin. Juz III. Cairo: Al-Masyhad al-Husain. Hajjaj, Muhammad Fauqi. Tasawuf Islam dan Akhlak. Jakarta: Amzah, 2013. Halim, Abdul dan Ikhwan. Ensiklopedi Haji dan Umrah. Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2002.

Harahap, Sumuran. Kamus Istilah Haji dan Umrah. Jakarta: Mitra Abadi Press, 2008.

Hasbi, Tengku Muhammad Ash-Shiddieqy, Pedoman Haji. Jakarta: NV. Bulan Bintang, 1983.

Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013.

Hidayat, Heny Narendrany. Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa, Jakarta: UIN Prees dan LPJm, 2009.

Iskandar, Amat. Ketika Haji Kami Laksanakan. Semarang: Dahara Press, 1994. Ismail, Ilyas. Pilar-pilar Takwa Doktrin, Pemikiran, Hikmat, dan Pencerahan

spiritual. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009.

Khaled, Amr. Buku Pintar Akhlak “Memandu Anda Berkepribadian Muslim Dengan Lebih asyik, lebih Otentik. Jakarta: zaman, 2010

Kriyanto, Rahmat. Tehnik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Pranada Group, 2007.

Al-Maliki, Sayyid Muhammad bin Alwi. Labbaik Allahumma Labbaik, Bandung: Pustaka Hidayah, 2006.

Al-Maghloty , Sami’ bin Abdullah. Atlas dalam Haji dan Umrah. Surabaya: Mutiara Ilmu, 2010.

Maman, U. dkk. metodologi Penelitian agama teori dan praktek, Jakarta: RajaGrafindo Persada press, 2006.

Majid, Abdul, dan Andrayani, Dian. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.

Majid, Ahmad Abdul. Seluk Beluk Ibadah Haji dan Umrah. Surabaya: Mutiara Ilmu, 1993.

Minarti, Sri. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah, 2013.

Mukhtar, Heri Jauhari. Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.

Mudyahardjo, Redja. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.

Muhammad Azzam, Abdul Aziz dan Sayyed Hawwas, Abdul Wahhab. Fiqh Ibadah. Jakarta: Amzah, 2013.

Moleong, Lexy, J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008.

Nasution, Muslim. Haji dan Umrah Keagungan dan Nilai Amaliyahnya, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

---. Pilar Islam Meniti Kebahagian Jiwa. Ciputat: Istiqomah Mulia Foundation, 2001.

Nasution, Lahmuddin. Fiqh 1, Bandung: Al-Maarif, 1989

Nizar, samsul. Membincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008.

Raya, Ahmad Thib dan Mulia, Siti Musdah. Menyelami Seluk-Beluk Ibadah dalam Islam. Jakarta: Kecana, 2003.

Ramayulis. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2015 Rifqon, Ahmad. Wawancara. Jakarta, 16 Juni 2016.

Rosyadi, Khoiron. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Sabri, M. Alisuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005. Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah, juz 5. Bandung: Al-Maarif, 1981.

Supiana dan Karman, M. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009

Syam, Mohammad Noor. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1986.

Syar’i, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011.

Syarifuddin, Amir. Garis-garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.

Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam (IPI). Bandung: CV Pustaka Setia, 1997. Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: Uin Press, 2008

Ya’qub, Hamzah. Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah, Bandung: CV. Diponegoro, 1983.

Z, Zurinal dan Aminuddin. fiqh Ibadah. Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negri, 2008.

Z, Zurinal dan Sayuti, Wahyudi. Ilmu Pendidikan dan nilaii amaliyahnya, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006

Dokumen terkait