• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akhlak Kepada Diri Sendiri dan Orang Lain

c. Akhlak kepada Diri Sendiri

A. Hasil Penelitian Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Haji 1. Akhlak Kepada Allah

3. Akhlak Kepada Diri Sendiri dan Orang Lain

a. Tidak Melaakukan Rafats, Fusuq, dan Jidal

Dalam memenuhi kebutuhan bagi diri jamaah masing-masing, Agama Islam mengingatkan manusia seluruhnya agar tidak merugikan hak-hak orang lain, yaitu dalam Islam dilarang manusia untuk mengucapkan dengan berkata kotor dan melakukan maksiat.

Pada ibadah haji, ketika jamaah melakukan ihram maka ada beberapa larangan yang harus ditinggalkan oleh para jamaah haji yaitu diantaranya tidak melakukan rafats, fusuq, dan jidal. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 196 yang berbunyi:

“Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh berkata kotor (jorok), berbuat fasik dalam

berbentah-bentahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjaan berupa kebaikan, niscaya Allah SWT mengetahuinya, berbekallah dan sesungguhnnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”. (QS. Al-Baqarah: 197) Rafats adalah melakukan jimak, pendahuluan jimak, dan kata-kata yang keji. Sedangkan jidal adalah perdebatan yang tidak perlu, tidak berlandaskan ilmu, dan mengandung unsur permusuhan.12

Hal ini sangatlah penting dan bagus sekali apabila setiap Muslim diseluruh dunia ini bisa mengaplikasikan segala pekerjaan yang ada pada pelaksanaan ibadah haji di dalam kehidupannya sehari-harinya.

b. Mengendalikan Hawa Nafsu

Allah SWT menganjurkan kepada manusia agar kita senantiasa melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan juga menjauhi perintah hawa nafsu yang dilarang oleh Allah SWT yang akan merugikan dan menghancurkan kehidupan kita. Karena nanti ketika ihram banyak sekali larangan-larangan yang harus dipatuhi agar mampu mengendalikan hawa nafsunya untuk mendapatkan kerdihoan dari Allah SWT atas ibadah kita, jangan sekali-kali tergoda oleh syetan yang menyesatkan kita ketika ibadah. Sebagaimana Allah SWT berfirman yang berbunyi:

“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. (QS. Shad: 26).

Salah satu potensi yang diciptakan Tuhan di dalam diri manusia hingga ia dapat hidup lebih maju, penuh kreatif dan bersemangat yaitu nafsu. Menurut tabia‟atnya, nafsu itu kecendrungannya adalah kepada kesenangan, lupa diri, bermalas-malasan yang membawa kepada

12 Abdul Halim dan Ikhwan, Ensiklopedi Haji&Umrah, Ed I, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), cet ke I, h 197

kesesatan. Dan nafsu juga tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.13

Mengendalikan hawa nafsu syahwat adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah. Ketamakan terhadap dunia, keserakahan, tidak mempedulikan hak orang lain dan larangan Allah SWT demi mendapatkan sesuatu adalah sikap yang berbahaya bagi kehidupan.14 Dalam amaliah haji, ketika melaksanakan melontar jumrah kita digambarkan dengan nilai ibadah yang menunjukkan bahwa seseorang harus selalu berusaha memerangi setan (iblis) yang selalu berusaha menggoda dan menjerumuskan dirinya ke lembah kemunkaran dan kemaksiatan, tidak hanya pada waktu tertentu tetapi juga harus dilakukan setiap saat dan di manapun.15 Ini merupakan bagian dari perintah agama untu kita agar senantiasa menjaga diri dan juga menjauhkan diri dari godaan dan bisikan setan yang terkutuk.

c. Tolong Menolong

Tolong menolong adalah sikap yang senang menolong orang lain, baik dalam bentuk material maupun tenaga moril.16

Dalam pekerjaan ibadah haji, sikap tolong meolong ini dapat kita lihat ketika jama‟ah melakukan melempar jumrah. Ketika ada seorang jama‟ah lain yang tidak mampu untuk melaksanakan pelemparan jumrah, maka jama‟ah lain wajib membantunya. Dan terkadang juga kita melihat ada jama‟ah yang tersesat, maka kita jama‟ah yang lain wajib untuk menunjukkan jalan yang benar.

Sikap tolong menolong ini dikemukakan dalam QS. Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi:

13 Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, ed 1, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), cet ke 2, h 140

14 Nasution, Op. Cit., h 33

15 Ahmad Thib Raya, dan Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk-Beluk Ibadah dalam Islam, (Jakarta: Kecana, 2003), h 288

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (QS. Al-Maidah: 2).

Dengan adanya sikap tolong menolong ini sesama diantara jama‟ah, maka akan tercipta suasana yang damai dan tentram sehingga terwujudlah perjalinan ukhuwah Islamiyah yang semakin semakin kuat.

d. Persaudaraan

Allah SWT telah mensyari‟atkan ibadah haji dalam agama Islam sehingga ummat Islam berkumpul di suatu tempat dengan berbagai jenis bangsa, suku, dan ras yang berjauhan asal negara dan daerahnya. Mereka datang dari delapan penjuru mata angin, berjuta-juta manusia membanjiri tanah haram.17 Dengan adanya perkumpulan yang berasal dari berbagai negara dan bangsa yang jauh itulah tentu kita para jama‟ah akan terjadi suatu perkenalan dan persahabatan satu dengan lainnya.

Menurut Ismail Muhammad Syah dalam bukunya filsafat hukum Islam mengutarakan bahwa ibadah haji merupakan perkumpulan yang sangat indah dari lambang-lambang kerohanian yang dapat menghantarkan ummat Islam dari penjuru dunia dengan berbagai ras, suku bangsa, dan bahasa merupakan suatu momentum untuk mempererat tali persaudaraan.18

Untuk menumbuhkan kesadaran agar persaudaraan tetep terjaga dan menjauhkan diri dari perpecahan terhadap persaudaraan bahwa pada hakikatnya kita ini semuanya sama kedudukannya sebagai hamba Allah SWT dan khalifah dibumi ini tidak ada yang membedakannya kecuali

17 Ishak Farid, Op. Cit., h 77

ketaqwaannya kepada Allah SWT.19 Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Hujarat ayat 13 yang berbunyi:

“Hai Manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujarat: 13).

Maksud dari ayat di atas adalah kita sebagai khalifah di muka bumi ini yang tersebar luas di seluruh dunia dari berbagai negara, dan suku kata yang menjadikan persaudaran yaitu persamaan dari keturunan yaitu Nabi Adam AS dan Siti Hawa. Dengan adanya persamaan ini maka kita di anjurkan untuk saling mengenal satu sama lain yang menjadikan persaudaraan dan saling tolong menolong, walaupun kita semua berbeda dari segi warna kulit, ras, ataupun bahasa.

Menurut Syeikh Ali Ahmad al-Jurjani, bahwa dengan pertemuan dan perkenalan ini, mereka menjalin persaudaraan seagama tanpa adanya perbedaan ras atau suku.20 Karena dalam pertemuan ini Allah sangat melarang kita untuk saling berdebat yang membawa akan mengakibatkan terjadinya permusuhan dan pertumpahan darah ketika dalam berhaji. Karena dengan adanya menjalin hubungan ukhuwah Islamiyah kita akan saling tolong menolong dengan jama‟ah haji yang lain.

19 Muhammad Al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, (Semarang, Wicaksanaa, 1993), cet ke 4, h 339

e. Persatuan Ummat Islam

Dalam pelaksanaan ibadah haji banyak sekali mengandung ajaran moral yang amat tinggi dan luhur. Menurut Ilyas Ismail mengutip dari tulisan Sa‟id Hawwa dalam kitabnya al-Islam, dengan ibadah haji seseorang dapat belajar tentang banyak hal, terutama tentang persatuan umat Islam, persaudaraan Islam (ukhuwwah Islamiyah), persamaan manusia (al-musawah). Dan juga tentang perjuangan, kesabaran, kesediaan untuk berkorban tanpa pamrih, toleransi, dan kepedulian terhadap sesama.21

Dengan adanya pertemuan dan kebersamaan bagi para jama‟ah haji, mereka akan menjadi bersatu dalam menjalin ukhuwah Islamiyah dengan tanpa membedakan suku bangsa dan ras.

B. Hasil Analisis Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Haji

Dokumen terkait