• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kehidupan Awal Kiai Musta‘in

4. Akhlak dan Kepribadian Kiai Musta‘in

Walaupun Kiai Musta‘in sebagai politikus yang tergabung dalam

partai yang berlambang pohon beringin (golkar), dia tetap konsisten memiliki akhlak dan kepribadian yang sangat mulya. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa dia juga sebagai Pimpinan Majlis Pondok pesantren Darul ‘Ulum, sebagai murshid TQN, dan sebagai Rektor Undar. Akhlak dan kepribadian tersebut diantaranya adalah:

a. Zuhud, menurut Ibrahim bin Adham adalah kosongnya hati dari dunia

dan bukan kosongnya tangan, yang demikian ini tergolong zuhudnya

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

103

‘a>rifi>n (para ahli ma‘rifat).14 Sebagaimana dikisahkan oleh Kiai Muhammad Ibnu Taufiq bahwa diantara kezuhudan Kiai Musta‘in adalah di rumahnya tidak ada televisi, kalau makan tidak pernah tambah (imbuh), yang ada itulah yang dimakan dengan tidak mencari dan memita sesuatu yang tidak ada.15 Menurut kesaksian salah seorang santri yang sowan kepada Kiai Musta‘in, mengatakan:

“maaf pak Kiai, saya baru datang dari rumah tapi tidak membawa oleh-oleh (jajan atau sesuatu yang lain), karena di rumah dalam keadaan paceklik (krisis ekonomi), selanjutnya Kiai Musta‘in mengatakan, “Joso itu (tingkat keilmuan yang diajarkan di pondok Rejoso) paceklik atau tidak sama saja (tidak ada bedanya)”.16

Dari ucapan tersebut dapat diartikan bahwa, pada hakekatnya dia

tidak merasa susah jika tidak membawa sesuatu dan tidak merasa senang jika membawanya, terhindar dari sifat tamak atu rakus terhadap materi (zuhud).

b. Sabar dan pemaaf, sebagaimana telah diketahui oleh masyarakat,

bahwa setelah Kiai Musta‘in secara resmi dinyatakan bergabung dengan partai Golkar, dia super sabar menghadapi banyak tantangan dan hujatan pedas baik dari keluarga maupun lawan politiknya, terutama para kiai

14 Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, 248.

15 Kiai Muhammad Ibnu Taufiq, Wawancara, Jombang, 12-04-2018.

16 Ibid,. Ditambahkan oleh KiaiMuhammad Ibnu Taufiq, bahwa kebiasaan santri tersebut setiap datang dari rumah selalu membawa sesuatu kesukaan Kiai Musta‘in, seperti rokok wismilak, degan (kelapa muda), dan yang lainnya, hal ini merupakan tradisi para santri setiap pulang dari rumahnya, dengan tujuan nglap berkahnya pak kiai (mengabil berkah dari sang kiai).

yang ada di PPP.17 Bahkan langkah politik Kiai Musta‘in ini, menggemparkan masyarakat, khususnya kaum nahdliyyin (kalangan warga NU), baik di tingkat kabupaten, propensi, bahkan di tingkat nasional. Tidak ketinggalan pula, sebagian kiai senior yang sebelumnya selalu mendampingi Kiai Musta‘in dalam kegiatan tarekat, mereka juga

mufa>ra>qah (memutus hubungan) dan berpindah kepada murshid

lain.18 Terkait dengan itu, ada statement Kiai Musta‘in yang disampaikan oleh gus Muhib, menurutnya beberapa bulan menjelang wafatnya Kiai Musta‘in, dia mengatakan dihadapan beberapa kiai, “orang-orang yang selama ini menghujat, mengkafirkan, dan menuduh saya murtad, serta tuduhan-tuduhan jelek yang lain, mereka meminta maaf atau tidak, sudah saya maafkan kecuali dua orang”.19

c. Istiqamah, Kiai Musta‘in dalam menjalankan aktifitas sehari-hari

termasuk orang yang istiqamah, terutama dalam mejalankan shalat berjamaah lima waktu. Dia selalu mengajak santrinya atau supirnya untuk shalat berjamaah pada waktu bepergian, dan terutama ketika melaksanakan tugasnya menjadi imam shalat Shubuh di Masjid pondok Rejoso.20 Ke-istiqamah-annya juga dibuktikan dalam mengisi jadwal

17 Mahmud Sujuthi, Politik Tarekat, 80. Hal demikian dihadapinya dengan sabar dengan mengatakan, mereka suatu saat akan mengerti dengan apa yang saya lakukan, saya tidak punya waktu untuk membalasnya dengan balasan yang sama, atau untuk membela dirinya.

18 Ibid., 85.

19 Gus Muhib, Wawancara, Kediri, 10-04-2018. Hanya saja dua orang tersebut tidak disebutkan namanya, dan tidak ada yang tahu kecuali Kiai Musta‘in.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

105

pengajian santri di pondok, serta jamaah tarekat setiap hari kamis yang hampir tidak pernah absen kecuali memang betul-betul ada udzur.21 d. Tinggi cita-citanya, Kiai Musta‘in pernah mengatakan “saya tidak rela

jika pemerintah ini hanya dipimpin oleh orang-orang Islam abangan, maka kiai harus punya wadah atau sarana untuk mencetak generasi yang akan menjadi pemimpin di masa mendatang. Sarana tersebut direalisasikan dengan mendirikan sebuah perguruan tinggi Universitas Darul ‘Ulum Jombang pada tahun 1965, dengan motonya yang terkenal yaitu “mecetak generasi yang ber-Otak London dan ber-Hati

Masjidil Haram”,22 yang artinya menyiapkan generasi yang punya wawasan luas, maju, dan mengikuti perkembangan zaman, dengan tetap berpegang teguh terhadap keimanan yang prima dan akhlakul karimah. Sangat berbeda ketika ber-Otak London dan ber-Hati London, akan menjadi rusak moral bangsa, begitu pula jika Hati Masjid dan ber-Otak Masjid, akan tertinggal oleh zaman (berjalan di tempat)..

e. Toleransi, Kiai Musta‘in dalam meniti kehidupan, baik sebagai murshid

tarekat, Rektor Undar, Majlis Pimpinan Pondok Pesantren, dan politikus, sering terlibat dalam pergaulan yang beragam, tidak melihat agama, politik, dan golongan tertentu, namun dia tetap saling menghargai dan menghormati. Mengapa demikian?, Kiai Musta‘in

21 Kiai Mahmud Mukafi, Wawancara, Jombang, 12-05-2018. Diceritakan setiap kiai Musta ‘in akan pergi dan bermalam, selalu berbesan kepada santri terdekatnya untuk mengingatkan Kiai Rifa’i agan menggantikannya sebagai Imam Shalat Shubuh danistighathah. Dijelaskan pula setiap hari Kamis hampir dapat dipastikan ada di Rumah (walaupun di Jakarta masih banyak agenda kegiatan penting), mengingat ada rutinitas Kemisan dan pengajian terhadap santri.

sebagai keluraga pendiri NU, dalam pergaulan tentunya dilandasi dengan apa yang disebut dengan ukhuwah islamiyah (persadaraan umat islam), ukhuwah basyariyah (persaudaraan umat manusia), dan ukhuwah

wathoniyah (persaudaraan kebangsaan), sehingga dengan leluasa mudah

bergaul dengan siapapun.

Kiai Musta‘in sering mengtakan jargon “Konco sewu kurang,

musuh siji kakean”, artinya mempunyai teman seribu masih kurang, tapi

punya musuh satu sudah kebanyakan”, dengan menegaskan ada teman khusus di dunia (banyak teman dari suku cina, teman dalam dunia bisnis), dan mayoritas mempunyai teman dunia dan akherat. Senada dengan itu, dia sering menyampaikan jargonnya Kiai Romli, sebagai berikut “koncomu kancanono, koncone koncomu kancanono”, artinya bergaulah dengan temanmu, dan temannya temanmu juga”.23

f. Humoris, hampir setiap pertemuan baik resmi maupun tidak resmi

(seperti pengajian umum atau pertemuan keluarga), Kiai Musta‘in sering menyampaikan sesuatu yang penuh canda dan tawa. Ini merupakan ciri khas Kiai Musta‘in dalam beberapa pertemuan sehingga banyak orang yang betah mendengarkan pengajiannya, dan dirindukan oleh banyak orang. Misalnya ketika banyak murid tarekat yang pindah ke guru lain, Kiai Musta‘in mengatakan “murid tarekat wis tuwek tuwek, digawe royo’an wae, pe’ pe’en di dol yo ora payu”, artinya orang tarekat sudah tua-tua kok dibuat rebutan, silahkan kamu ambil, di jual juga tidak laku.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

107

Selanjutnya dia mengatakan saya tidak butuh murid yang banyak, saya butuh murid dua saja cukup, yang satu jadi presiden, dan yang kedua jadi ulama besar.