• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN

D. Akibat Terjadinya Wanprestasi

Pelaksanaan pemborongan pekerjaan yang dilakukan oleh para pihak dalam hal terjadinya wanprestasi, maka berlakulah ketentuan-ketentuan yang wajib dipenuhi yang timbul akibat wanprestasi yaitu kemungkinan pemutusan perjanjian, penggantian kerugian atau pemenuhan.

Akibat wanprestasi yang di lakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur. Sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi, yaitu :

a. Debitur di haruskan membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).

87

Wawancara dengan Bapak Zulkifli Dahlan, Direktur CV. Dina Utama Medan, pada tanggal 22 Agustus 2011

b. Pembatalan perjanjian di sertai dengan pembayaran kerugian (Pasal 1267 KUH Perdata).

c. Peralihan resiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUH Perdata).

d. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan dimuka Hakim (Pasal 181 ayat (1) HIR).88

Akibat terjadi kelambatan pelaksanan pekerjaan, maka salah satunya kontraktor dapat diberi perpanjangan waktu pelaksanaan dalam hal-hal sebagai berikut :89

a. Telah terbukti terjadiforce majuere

b. Terdapat penundaan pekerjaan atau bagian pekerjaan oleh pemberi tugas atau konsultan pengawas.

c. Terdapat pekerjaan tambah/kurang yang pelaksanaannya mempengaruhi penyelesaian pekerjaan.

d. Alasan-alasan lain yang masuk akal dan dapat disetujui oleh pemberi tugas atau konsultan pengawas.

Perpanjangan waktu pelaksanaan tidak akan disetujui, apabila terjadi hal- hal sebagai berikut :90

88

P.N.H Simanjuntak,Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Djambata, Jakarta, 1999, hal 341.

89

Soedibyo,Berbagai Jenis Kontrak Pekerjaan, PT. Pradnya Paramita, Cet. I, Jakarta, 1983., hal 67.

90

Wawancara dengan Zulkifli Siregar, sebagai Pengawas pada Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Prov.SU, tanggal 24 Agustus 2011

a. Cuaca buruk, tetapi masih memungkinkan pemborong melaksanakan pekerjaan.

b. Kelambatan pemborong memulai pekerjaan dari waktu yang telah ditentukan. c. Kegagalan pemborong menyediakan tenaga kerja, bahan bangunan (material

pekerjaan) dan atau peralatan kerja pada waktu diperlukan.

Kecuali apabila pemborong telah berusaha sungguh-sungguh pada waktu yang telah ditentukan tetapi tidak berhasil, karena bahan bangunan atau peralatan kerjanya tidak diproduksi lagi.

d. Hal-hal lain sebagai akibat dari kecerobohan/kealpaan pemborong.

Pemutusan kontrak kontruksi oleh salah satu pihak merupakan akibat tidak terlaksananya suatu prestasi. Kontrak konstruksi dapat diputuskan oleh pihak bouwheer maupun oleh pihak kontraktor. Jika dalam kontrak konstruksi pihakbouwheer yang memutuskan kontrak, maka seringkali yang menjadi dasar hukum untuk dapat memutuskan kotrak tersebut adalah sebagai berikut :91

1. Kegagalan kontraktor untuk mengerjakan tugasnya

Sudah barang tentu apabila kontraktor gagal dalam melaksanakan tugasnya, secara hukum pihak bouwheer berhak untuk memutuskan kontrak tersebut. Bergantung ketentuan dalam kontrak bagaimana cara pemutusan konstruksi tersebut. Biasanya ditempuh salah satu di antara dua cara sebagai berikut : a. Kontrak dapat langsung diputuskan oleh pihak bouwheer jika ada alasan

untuk itu (biasanya dipersyaratkan untuk dilakukan secara tertulis).

b. Kontrak setelah ada dua kali peringatan (notice) dan biasanya juga disyaratkan bahwa pemutusan tersebut dilakukan secara tertulis. Jika kontrak memilih sistem dua kali peringatan, hukum tidak memberi kegagalan atau keterlambatan dari pihak kontraktor tersebut.

2. Pelanggaran pembatasan pengalihan kontrak/subkontraktor

Sebagaimana diketahui, bahwa biasanya ada ketentuan dalam kontrak konstruksi yang mengatur mengenai pengalihan kontrak atau melakukan subkontrak. Dapat ditentukan, bahwa jika pihak kontraktor mengalihkan atau mensubkontraktorkan pekerjan secara tidak sesuai dengan kontrak, maka biasanya kepada pihak bouwheer diberi hak (bukan kewajiban) untuk melakukan terminasi (memutuskan) kontak yang bersangkutan. Akan tetapi jika pada pengangakatan subkontraktor pihak bouwheer dapat merestuinya, maka biasanya pihak bouwheer sudah tidak lagi berhak untuk memutuskan kontrak yang bersangkutan.

Selain dari pihak bouwheer, maka pihak kontraktor juga dapat memutuskan suatu kontrak konstruksi, yang lazimnya dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut :

1. Pihak Bouwheer ikut campur yang terlalu jauh atau menghalang-halangi pekerjaan kontraktor.

Jika pihakbouwheer terus menurus ikut campur ke dalam kontrak yang dapat mengganggu pekerjaan kontraktor, maka dalam hal ini kepada pihak kontraktor dapat diberikan hak untuk memutuskan kontrak tersebut.

2. PihakBouwheergagal melaksanakan kewajibannya

Pihak Bouwheermempunyai kewajiban pokok untuk melakukan pembayaran kepada pihak kontraktor. Tetapi di samping kewajiban pokok tersebut, pihak bouwheer mempunyai pula kewajibannya lain seperti kewajiban melakukan

taking over dan kadang-kadang juga bouwheer di beri tugas untuk mensuply

equipmentdan materials. Kegagalan dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut dapat memberikan hak kepada kontraktor untuk memutuskan kontrak yang sedang berlangsung.

3. Kepailitan dan/atau likuidasi dari PihakBouwheer

Seperti halnya pihak bouwheer untuk memutuskan kontrak karena kepailitan pihak kontraktor, sebaliknya pihak kontraktor dapat juga diberi hak untuk memutuskan kontrak jika pihak bouwheer dalam keadaan kepailitan, likuidasi, reorganisasi dan sebagainya.

Dalam hal adanya wanprestasi dari pihak kontraktor, maka setelah waktu 14 hari sejak pemberitahuan, pihak employer dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Masuk ke lokasi proyek.

b. Memutuskan hubungan kerja tanpa membebaskan pihak kontraktor dari kewajibannya berdasarkan kontrak.

c. Dapat menuntaskannya sendiri pekerjaan yang bersangkutan. d. Mengangkat kontraktor lain untuk meneruskan pekerjaan.

f. Employer atau kontraktor pengganti dapat menggunakan peralatan, material dan pekerjaan temporer dari pihak kontraktor untuk menyelesaikan tugas tersebut.

Klausula yang mengatur mengenai pemutusan kontrak pada kontrak perjanjian antara CV. Dina Utama dengan Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Propinsi Sumatera Utara dalam hal terjadinya wanprestasi oleh pihak pemborong adalah:92

1. Apabila pihak pemborong tidak bertindak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam kontrak atau perintah direksi atau mengundurkan diri setelah menandatangani kontrak, atau pihak pemborong dalam waktu yang telah ditetapkan tidak memulai pelaksanaan pekerjaan, maka direksi dapat menentukan waktu yang wajar dalam mana pihak pemborong masih diberi kesempatan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban.

2. Apabila pihak pemborong tidak menaati peringatan yang dimaksud pada pasal 14 ayat (1), yaitu kalau dalam pelaksanaan selanjutnya ia masih saja melakukan hal atau kelalaian yang sama, setelah diberi peringatan tertulis tiga kali berturut-turut, maka dengan sendirinya ia dianggap dalam keadaan lalai, dan pihak pemilik pekerjaan berhak memutuskan kontrak secara sepihak.

92

Pasal 14 Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak) Nomor 600/696/KPA.UPT.BPW-I.II/2010 antara CV. Dina Utama dengan Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Propinsi Sumatera Utara

3. Apabila pihak pemborong terlambat menyelesaikan pekerjaan sedemikian rupa sehingga denda-denda yang dikenakan akibat keterlambatan tersebut mencapai maksimum, maka pihak pemilik pekerjaan dapat menentukan waktu yang wajar untuk memenuhi kewajiban-kewajiban. apabila pihak pemborong gagal menyelesaikan pekerjaan dalam batas waktu yang telah ditetapkan tersebut pada ayat ini maka pihak pemilik pekerjaan berhak untuk memutuskan kontrak secara sepihak.

4. apabila terjadi pemutusan kontrak berdasarkan pasal ini, tanpa mengurangi hak pihak pemborong untuk memperoleh pembayaran bagi pekerjaan yang telah dikerjakan dan pihak pemborong wajib selain untuk membayar denda- denda yang saat pemutusan kontrak terhutang dan karenanya berdasarkan kontrak dikenakan padanya, juga wajib untuk membayar semua biaya yang sebagai akibat pemutusan kontrak diderita oleh pihak pemilik pekerjaan terhitung sejak mulai terjadinya keterlambatan sampai dengan saat pemutusan kontrak.

5. Dalam hal terjadinya pemutusan kontrak bedasarkan pasal ini, pihak pemilik pekerjaan sebelum memutuskan kontrak berwenang untuk :

a. Sisa uang muka harus dilunasi sekaligus kepada proyek b. Pengenaan denda yang diatur sebagai berikut :

- Apabila kontrak putus sebelum jangka waktu pelaksanaan berakhir, pihak pemilik pekerjaan tidak dikenakan denda apapun.

- Apabila kontrak diputus setelah jangka waktu pelaksanaan berakhir, akan tetapi belum melampaui masa untuk denda maksimum, maka dendanya hanya dikenakan sampai waktu pemutusan kontrak. - Apabila kontrak diputus setelah masa pengenaan denda maksimum

maka denda dikenakan maksimum

6. Kepada pihak pemborong yang diputus kontraknya dikenakan sanksi tambahan berupa pengenaan daftar hitam rekanan (tidak diundang lelang). 7. Untuk pelaksanaan pemutusan kontrak tersebut pasal ini pihak pemilik

pekerjaan dan pihak pemborong sepakat untuk mengesampingkan ketentuan pasal 1266 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia.

8. Untuk semua perintah, surata-surat yang disampingkan dengan perantaraan juru sita, gugatan dan tuntutan dimuka pengadilan setelah diputuskan kontrak, pihak pemilik pekerjaan dan pihak pemborong tetap berdomisili di tempat yang telah dipilih dalam kontrak ini.

Pemutusan kontrak secara sepihak merupakan penghentian atau pemutusan perjanjian yang dilakukan secara sepihak oleh pengguna jasa atau kontraktor. Pemutusan ini terjadi karena denda keterlambatan dalam pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan penyedia barang/jasa atau kontraktor sudah melampaui besarnya jaminan pelaksanaan.

Dokumen terkait