• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan

1. Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra Bayar

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, pemerintah telah berupaya mengembangkan berbagai upaya kesehatan, salah satunya adalah dengan mengembangkan suatu upaya kesehatan melalui program jaminan kesehatan. Program ini dikembangkan dengan tujuan merubah pola pembayaran yang biasanya dibayar setelah pelayanan diberikan dan pelayanan kesehatan yang diterima secara komprehensif.

Namun disadari sampai saat ini perkembangan peserta jaminan kesehatan sedikit agak menggembirakan. Data terakhir di Provinsi Jawa Tengah menggambarkan perkembangan kepesertaan jaminan kesehatan saat ini mencapai 36,18% dari total penduduk bukan masyarakat miskin (non maskin), meningkat bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 (21,59%). Penduduk maskin yang belum terjamin dengan pelayanan kesehatan sebesar 63,82%.

Perkembangan kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi, sampai dengan tahun 2006 terjadi peningkatan dan pada tahun 2007 merupakan titik antiklimak kepesertaan jaminan kesehatan. Tiga tahun terakhir peserta jaminan kesehatan kembali mengalami peningkatan sedikit demi sedikit.

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) kemungkinan memberikan dampak negatif pada kepesertaan JPK Pra Bayar. Peserta JPK dengan Premi/Pra Bayar banyak yang mengundurkan diri dengan adanya program Jamkesmas yang membebaskan anggotanya dari segala beban iur biaya.

Penurunan jumlah penduduk yang masuk dalam katagori non maskin ditengarahi akibat dampak negatif Program Jamkesmas. Masyarakat yang dulunya merasa non miskin beramai-ramai mengaku miskin supaya dapat masuk dalam Program Jamkesmas.

0 10 20 30 40 Cakupan 19.01 18.09 19.37 21.59 36.18 2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.29 Cakupan Kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Penduduk Non Maskin Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011 Kepesertaan program jaminan kesehatan penduduk non maskin yang diperinci menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, menunjukkan angka yang bervariasi mulai dari cakupan 30,2% (Kabupaten Klaten) hingga 104,3% (Kota Salatiga). Selain jamkesmas, pada tahun 2011 sudah banyak kabupaten/kota yang menyelenggarakan jamkesda dengan tujuan agar masyarakat miskin yang belum tercakup jamkesmas bisa tercakup jamkesda. Kepesertaan jamkesda pada tahun 2011 sebesar 7,46% dari total penduduk di Jawa Tengah. Cakupan terbesar di Kota Surakarta 35,53% dan terendah di Kabupaten Brebes 0,24%.

Kepesertaan jaminan kesehatan terdiri dari: Askes (13,04%), Jamsostek (3,06%), Askeskin/Jamkesmas (66,57%), Jamkesda (13,73%) dan lain-lain (3,60%). 13.04 3.06 66.57 13.73 3.6 Askes Jamsostek Askeskin/Jamkesmas Jamkesda Lainnya

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan “Universal Coverage” kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan pada tahun 2014 yang berarti bahwa seluruh penduduk di Indonesia pada tahun 2014 harus memiliki Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Saat ini Kota Surakarta yang sudah mencapai cakupan 147,8%.

2. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Masyarakat Miskin

Pelayanan kesehatan yang diberikan bagi pasien masyarakat miskin dan tidak mampu meliputi pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan di Puskesmas meliputi rawat jalan tingkat pertama, rawat inap tingkat pertama, persalinan normal di Puskesmas dan jaringannya, pelayanan gawat darurat, dan pelayanan transport untuk rujukan bagi pasien. Sedangkan pelayanan di rumah sakit meliputi rawat jalan tingkat lanjut, rawat inap tingkat lanjut, pelayanan obat dan bahan habis pakai, pelayanan penunjang medik, serta pelayanan tindakan dan operasi.

Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin pada tahun 2011 sebanyak 13.033.805 orang. Masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan di sarana pelayanan strata 1 sebesar 7.433.687 (57,17%) sedangkan di sarana pelayanan strata 2 dan strata 3 sebesar 438.493 (3,37%).

3. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Masyarakat Miskin

Pelayanan kesehatan yang diberikan bagi pasien masyarakat miskin dan tidak mampu meliputi pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit. Selain mendapatkan pelayanan rawat jalan juga mendapatkan rawat inap.

Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin sebanyak 13.033.805, mendapatkan pelayanan kesehatan rawat inap di sarana kesehatan strata 1 sebanyak 1.205.011 (9,3%) sedangkan di sarana kesehatan 2 dan 3 sebanyak 431.544 (3,3%).

4. Jumlah Kunjungan Rawat Jalan, Rawat Inap di Sarana Pelayanan Kesehatan

Cakupan rawat jalan adalah cakupan kunjungan rawat jalan baru di sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta di satu wilayah kerja pada kurun

waktu tertentu. Cakupan kunjungan rawat jalan akumulasi sampai dengan tahun 2011 di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah sebesar 105,4%.

Penurunan cakupan kunjungan rawat jalan tersebut mengisyaratkan bahwa terjadi penurunan kunjungan rawat jalan di pelayanan kesehatan. Kunjungan rawat jalan tersebut, berdasarkan definisi operasional yang ada, merupakan kunjungan baru dimana seorang yang berkunjung ke sarana pelayanan kesehatan, dalam satu tahun hanya dihitung satu kali meskipun ia datang berkali kali dalam tahun tersebut.

Cakupan rawat inap adalah cakupan kunjungan rawat inap baru di sarana pelayanan kesehatan swasta dan pemerintah di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan rawat inap di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 secara akumulasi sebesar 5,1%.

5. Jumlah Kunjungan Gangguan Jiwa di Sarana Pelayanan Kesehatan

Pelayanan gangguan jiwa adalah pelayanan pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan, yang meliputi gangguan pada perasaan, proses pikir, dan perilaku yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya.

Data yang masuk untuk pelayanan kesehatan jiwa di RS berasal dari Rumah Sakit Jiwa dan Rumah Sakit Umum yang mempunyai klinik jiwa. Permasalahan yang ada saat ini adalah tidak semua Rumah Sakit Umum mempunyai pelayanan klinik jiwa karena belum tersedia tenaga medis jiwa dan tidak banyak kasus jiwa di masyarakat yang berobat di sarana pelayanan kesehatan. Dari permasalahan tersebut, upaya yang perlu dilakukan adalah peningkatan pembinaan program kesehatan jiwa di sarana kesehatan pemerintah dan swasta, pelatihan/refreshing bagi dokter dan paramedis Puskesmas terutama upaya promotif dan preventif, serta meningkatkan pelaksanaan sistem monitoring dan evaluasi pencatatan dan pelaporan program kesehatan jiwa.

Jumlah kunjungan gangguan jiwa tahun 2011 di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 198.387, terbanyak di rumah sakit yaitu 130.479 kali (65,77%).

6. Angka Kematian Pasien di Rumah Sakit

a. Angka Kematian Umum Penderita Yang Dirawat di RS / Gross Death Rate (GDR)

Rata-rata Mutu Pelayanan Rumah Sakit di Jawa Tengah menunjukkan masih dalam taraf baik, dapat dilihat dari Angka Kematian Umum Penderita Yang Dirawat di RS (GDR) pada tahun 2011 rata rata sebesar 34,01 sedangkan angka yang dapat ditolerir maksimum 45. Dari 181 RS yang melapor, sebanyak 28 rumah sakit mempunyai nilai GDR melebihi angka yang dapat ditolerir (kurang baik).

b. Angka Kematian Penderita Yang Dirawat < 48 Jam / Net Death Rate (NDR)

Angka Net Death Rate (NDR) adalah untuk mengetahui mutu pelayanan atau perawatan rumah sakit. Nilai NDR yang dapat ditolerir adalah 25 per 1.000 penderita keluar. Rata-rata NDR di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 17,07, berarti masih berada dalam kisaran yang bisa ditolerir.

Dari 181 rumah sakit yang melapor, sebanyak 13 rumah sakit mempunyai nilai NDR melebihi angka yang dapat ditolerir. Data NDR dan GDR tersebut masih diperlukan tindak lanjut dengan diupayakan seluruh RS mempunyai NDR dan GDR di bawah angka yang dapat ditolerir.

7. Indikator Kinerja Pelayanan di Rumah Sakit

Dalam menentukan peningkatan sarana rumah sakit, indikator yang digunakan antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan, diukur dengan jumlah rumah sakit dan tempat tidur serta rasio terhadap jumlah penduduk. Pada tahun 2011 jumlah rumah sakit di Provinsi Jawa Tengah menurut jenis dan kepemilikannya adalah sebagai berikut :

Tabel 5.1 Jumlah Rumah Sakit di Provinsi Jawa Tengah menurut jenis dan pemilikan Tahun 2011

Jenis

Pemilikan/Pengelola Pem

Pusat Pem Prov Kab/Kota TNI/Polri Pem BUMN Swasta Jml

RSU 2 7 41 10 1 118 179

RSJ 1 3 0 0 0 0 4

RSB 0 0 0 0 0 10 10

RSK lainnya 3 0 0 0 0 51 54

JML : 6 10 41 10 1 179 247

a. Pemakaian Tempat Tidur/Bed Occupancy Rate (BOR)

BOR merupakan prosentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini dipergunakan untuk menilai kinerja rumah sakit dengan melihat persentase pemanfaatan tempat tidur rumah sakit atau Bed Occupation Rate (BOR). Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (>85%) menunjukan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi, sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. BOR yang ideal untuk suatu rumah sakit adalah antara 60% sampai dengan 80%.

Pada tahun 2011 jumlah rumah sakit sebanyak 247 Rumah Sakit di Jawa Tengah terdiri dari 13 RS (6,13%) mempunyai tingkat pemanfaatan sangat tinggi diatas maksimal occupancy rate, 61 RS (28,77%) mempunyai BOR yang dianggap cukup ideal. Tetapi masih terdapat 120 RS (56,60%) tingkat pemanfaatannya masih kurang dan 53 RS (21,46%) tidak mengirimkan laporan.

b. Rata-rata Lama Rawat Seorang Pasien/Average Length of Stay

(ALOS)

Rata-rata lama rawat seorang pasien yang secara umum/Average Length of Stay (ALOS) yang ideal adalah antara 6–9 hari. Rata-rata lama rawat seorang pasien di RS se Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 3,91 mengalami peningkatan bila dibandingkan nilai ALOS tahun 2010 sebesar 3,85. Angka tersebut masih berada dibawah nilai ALOS yang ideal.

Dari 194 RS yang melapor, 10 rumah sakit yang mempunyai nilai ALOS ideal yaitu RSJ Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang, RSUP Dr. Kariadi Semarang, RS Sejahtera Bakti Salatiga, RSKJ Puri Waluyo Surakarta, RSJD Surakarta, RSJD Dr. RM Soedjarwadi Klaten, RSU Jati Husada Karanganyar, RSUD Kudus, RSU Purbowangi Kebumen dan RS Nurussyifa Kudus. Sedangkan 131 rumah sakit lainnya masih mempunyai nilai ALOS di bawah 6.

c. Rata-rata Hari Tempat Tidur Tidak Ditempati / Turn Of Interval

(TOI)

TOI dan ALOS merupakan indikator tentang efisiensi penggunaan tempat tidur. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat tidur semakin jelek. Angka ideal untuk TOI adalah 1 – 3 hari. Rata-rata TOI di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 3,54 dari jumlah RS yang lapor, menurun bila dibandingkan dengan rata-rata pada tahun 2010 sebesar 3,77. Hal ini menggambarkan penurunan terhadap penggunaan tempat tidur dan TOI Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 mendekati angka ideal. Dari 194 RS yang melapor, ada 99 rumah sakit yang mempunyai nilai TOI di atas 3. Yang sudah mempunyai nilai TOI ideal sebanyak 84 RS.

Dokumen terkait