• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akta Notaris Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris

Dalam dokumen TESIS. Oleh. AHMAD REZA ANDHIKA /M.Kn (Halaman 56-89)

2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014

B. Akta Notaris Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris

Suatu surat dapat dikatakan sebagai akta otentik adalah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 7 Undang- Undang Jabatan Notaris yang menyebutkan bahwa akta Notaris bentuk dan tata cara yang di tetapkan dalam Undang-Undang ini.Akta itu sendiri menurut A.Pitlo mengartikannya sebagai surat-surat yang di tandatangani, dibuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk

dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu dibuat.44Kemudian menurut Sudikno Mertokusumo, akta adalah surat yang di beri tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa, yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.45

Menurut Subekti, akta adalah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan sesuatu hal peristiwa, karenanya suatu akta harus ditandatangani.

44 H.R. Daeng Naja, Teknik pembuatan akta(Buku wajib kenotariatan), pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012.

45Ibid.

Ketentuan Pasal 1 ayat (7) dalam Undang-Undang Jabatan Notaris menyatakan bahwa akta notaris adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut

bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini.46

Dari pengertian akta diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan akta otentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, yang sebelumnya telah ditandatangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan tersebut. Tan Thong Kie memberikan beberapa catatan mengenai definisi akta dan akta otentik yaitu:

4. Perbedaan antara tulisan dan akta terletak pada tanda tangan yang tertera dibawah tulisan.

5. Pasal 1874 ayat 1 KUHPerdata menyebutkan bahwa yang termasuk sebagai tulisan di bawah tanda tangan adalah akta dibawah tangan, surat ,register atau daftar, surat rumah tangga, serta tulisan lain yang dibuat tanpa peraturan pejabat umum.

6. Pasal 1867 KUH Perdata selanjutnya menentukan bahwa akta otentik dan tulisan di bawah tangan dianggap sebagai bukti tertulis.47

Selanjutnya menurut G.H.S Lumban Tobing menyatakan apabila suatu akta otentik hendak memperoleh stempel autentisitas, hal sama akta notaris yang di buat

46Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (PT. Intermesa, Cetakan ke XVIII, Jakarta, 1984), hlm.178

47 Tan Thong Kie, Studi Notariat Beberapa pelajaran dan serba serbi praktek notaris Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2007,hal 484

oleh pejabat yang berwenang untuk itu, maka menurut ketentuan pasal 1868 KUH Perdata mensyaratkan akta itu adalah sebagai berikut :

3. Akta itu harus dibuat “ oleh” atau “ dihadapan “ seorang pejabat umum.Pejabat umum pembuat akta adalah pejabat yang diberi wewenang berdasarkan Undang-Undang dalam batas wewenang yang telah di tetapkan secara tegas, seperti notaris. Suatu akta adalahotentik, bukan karena penetapan Undang-Undang akan tetapi karena dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum.48

Dari uraian ini kemudian dapat disimpulkan bahwa akta otentik itu dapat dibedakan atas:

Akta relaas : yang termasuk jenis akta ini antara lain akta berita acara rapat pemegang saham perseroan terbatas, akta berita acara rapat direksi perseroan terbatas, akta pendaftaran atau inventarisasi harta peninggalan, akta berita acara penarikan undian, dan akta lainnya. Isi dari akta berita acara ini semuanya berupa keterangan atau kesaksian dari notaris yang membuat akta itu tentang apa yang dilihatnya terjadi dihadapannya atau yang di saksikannya dilakukan oleh orang lain, dengan kata lain tentang apa yang di alaminya.49

Akta party (akta yang dibuat dihadapan pejabat oleh para pihak yang memerlukannya).

48G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit hal 48

49M.U. Sembiring, Tehnik Pembuatan Akta, Program Pendidikan Spesialis Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 1997, hal 6

Akta ini dinamakan akta pihak-pihak. Isi akta ini ialah catatan notaris yang bersifat otentik mengenai keterangan- keterangan dari para penghadap yang bertindak sebagai pihak-pihak dalam akta bersangkutan. Hal ini di tambah pula dengan keterangan notaris dalam akta itu tentang telah dipenuhinya segala formalitas yang diperintahkan oleh Undang-Undang agar akta itu memenuhi persyaratan sebagai akta otentik antara lain keterangan notaris bahwa akta itu telah dibacakan olehnya kepada para penghadap, dan bahwa kemudian akta itu lantas ditandatangani oleh para penghadap, saksi-saksi dan notaris serta keterangan lainnya. Termasuk dalam golongan akta ini antara lain, akta jual beli, akta sewa menyewa, akta perjanjian pinjam pakai, akta persetujuan kredit dan akta

lainnya.50

Pembuatan akta notaris baik akta yang dibuat oleh maupun akta yang dibuat di hadapan Notaris yang menjadi dasar utama atau inti dalam pembuatan akta notaris, yaitu harus ada keinginan atau kehendak dan permintaan dari para pihak. Jika keinginan dan permintaan para pihak tidak ada, maka Notaris tidak akan membuat akta yang dimaksud.

1) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang bentuk akta yang ditentukan oleh Undang-Undang-Undang-Undang Jabatan Notaris terutama dalam Pasal 38.

50 Ibid.hlm.7

2) Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.

Mengenai kewenangan sebagai pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, dapat ditemukan pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya.51

Kewenangan Notaris tersebut menyangkut 4 hal yaitu:

a. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuatnya itu

b. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut orang-orang, untuk kepentingan siapa akta itu dibuat.

c. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut tempat, dimana akta itu dibuat.

d. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut waktu pembuatan akta itu.52

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris sebagaimana disebutkan diatas tugas ataupun kewenangan utama dari para notaris adalah membuat akta otentik tentang semua perbuatan, perjanjian dan

penetapan-51Ibid

52 G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit Hal 49.

penetapan yang oleh peraturan perundang-undangan atau oleh para pihak yang berkepentingan dikehendaki agar dinyatakan dengan akta otentik, menjamin tanggalnya, menyimpan akta-akta itu dan mengeluarkan grossenya, salinannnya dan kutipannya. Grosse akta yang kemudian dikeluarkan oleh notaris dapat bernilai eksekutorial karena dapat dilakukan eksekusi sehingga grosse akta disamakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.53

Dari ketentuan pasal itu dapat diketahui bahwa akta otentik diperbuat mengenai perbuatan, perjanjian dan penetapan, sehingga akta notaris tersebut dapat berupa karena diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yaitu sebagai alat bukti tertulis dan merupakan syarat untuk terjadinya suatu perbuatan hukum dengan segala akibatnya apabila perbuatan itu dinyatakan dengan akta Notaris dan akta Notaris tersebut dapat berupa akta yang bukan karena di perintahkan oleh peraturan perundang-undangan melainkan karena dikehendaki atau diminta oleh pihak- pihak yang berkepentingan untuk dipergunakan sebagai alat bukti yang kuat.54

Sebagai akta otentik, akta yang dibuat oleh Notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat sepanjang tidak dibantah kebenarannya oleh siapa pun, kecuali bantahan terhadap akta tersebut dapat dibuktikan sebaliknya. Dalam artian bahwa akta yang dibuat oleh notaris tersebut mengalami kebohongan atau cacat, sehingga akta tersebut dapat dinyatakan oleh hakim sebagai akta yang cacat secara hukum.

53 Salim Hs, Peekembangan hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 189.

54Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Seri Hukum Harta Kekayaan Kebendaan Pada Umumnya, Prenada Media Jakarta, 2003, hal 74.

Begitu pentingnya keterangan yang termuat dalam akta tersebut sehingga setiap penulisannya harus jelas dan tegas. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 42 Undang- Undang jabatan Notaris dinyatakan bahwa akta Notaris dituliskan dengan jelas dalam hubungan satu sama lain yang tidak terputus-putus dan tidak mempergunakan singkatan. Oleh karena itu ruang dan sela kosong dalam akta digaris dengan jelas sebelum ditandatangani, kecuali untuk akta yang dicetak dalam bentuk formulir berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, semua bilangan untuk menentukan banyaknya dan jumlahnya sesuatu yang disebut dalam akta, seperti penyebutan tanggal, bulan dan tahun dinyatakan dengan huruf dan harus didahului dengan angka.55

Dalam sebuah perjanjian ataupun kontrak harus dipenuhi unsur essensialia karena tanpa adanya kesepakatan unsur tersebut maka sebuah perjanjian dapat batal demi hukum.56Menurut M.U. Sembiring dalam bukunya Tehnik Pembuatan Akta, menyebutkan bahwa bentuk essensialia dari sebuah akta dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu:

1. Essensialia Umum

Essensialia umum akta adalah hal essensial yang harus dimasukkan dalam setiap akta Notaris, artinya setiap akta Notaris tanpa mengindahkan nama dan jenisnya harus dimuat hal-hal tertentu yang diperitahkan oleh peraturan

55Supriadi, Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, Hal 39.

56Ahmadi Miru, Hukum kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal 31

perundangan. Dan apabila perintah tersebut tidak dilaksanakan maka akta itu menjadi tidak sempurna sifatnya atau ada cacatnya bahkan dapat mengakibatkan akta itu kehilangan sifat otentiknya, satu dan lain tergantung dari jenis pelanggarannya.Adapun essensialia umum yang harus dimuat dalam akta notaris antara lain sebagai berikut:

b) Tanggal dan tempat akta dibuat harus dicantumkan dalam akta.

Berdasarkan Pasal 38 ayat 2 dan 3 Undang- Undang Jabatan Notaris bahwa menyebutkan bahwa setiap akta harus memuat tempat dimana akta tersebut dilangsungkan, begitu pula hari, tanggal, bulan, dan tahun akta itu di perbuat.

c) Nama dan tempat kedudukan notaris harus dicantumkan dalam akta. Pasal 38 ayat 2 huruf d Undang- Undang jabatan Notaris menyebutkan bahwa setiap akta harus memuat nama lengkap dan tempat kedudukan notaris.

Pencantuman tempat kedudukan notaris adalah mutlak karena hal ini erat kaitannya dengan pengawasan apakah notaris bersangkutan memang berwenang membuat akta di tempat dimana akta tersebut dibuat ataupun dengan kata lain apakah tempat dimana akta tersebut di buat masih termasuk dalam wilayah kerja notaris bersangkutan.

d) Nama, pekerjaan, kedudukan penghadap dan saksi-saksi harus dicantumkan dalam akta. Dalam pasal 38 ayat 3 huruf a, b, c dan d Undang- Undang Jabatan Notaris menyatakan bahwa setiap akta harus

memuat nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal dan para penghadap dan dari tiap-tiap saksi pengenal.

d) Pembuatan akta harus dihadiri oleh para saksi.

Dalam pasal 38 ayat 4 huruf b Undang- Undang Jabatan Notaris menyatakan bahwa setiap akhir atau di bagian penutup akta harus di uraikan tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta jika ada, selanjutnya dalam pasal 38 ayat 4 huruf c menyebutkan bahwa pada bagian penutup akta juga diharuskan mencantumkan nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap- tiap saksi.

Hal diatas menunjukkan bahwa atas perintah Pasal 38 ayat 4 Undang-Undang Jabatan Notaris bahwa setiap akta yang dibuat oleh seorang Notaris harus dihadiri dan ditandatangani oleh saksi- saksi yang sebelumnya telah dibacakan dihadapan penghadap dan saksi – saksi dengan membuat keterangan di bagian penutupnya berupa “segera setelah saya, Notaris bacakan kepada para penghadap dan saksi-saksi, maka ditandatanganilah akta ini oleh para penghadap, saksi-saksi dan saya notaris.57

57 Herlina Suyati Bachtiar, Contoh Akta Notaris dan Akta Di Bawah Tangan ( buku II Bagian I Mengenal Akta-Akta Notaris Untuk Perbankan dan Perusahaan Multi Finance), Mandar Maju, Bandung, 2001, hal 8.

e) Para penghadap harus dikenal atau di perkenalkan kepada Notaris, juga merupakan bagian essensialia umum dari setiap akta ialah hal-hal yang sebagaimana diatur dalam pasal 39 ayat 2 Undang- Undang Jabatan Notaris yang menyatakan penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau di perkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.

f) Larangan bagi notaris membuat akta tertentu.

Pada dasarnya semua jenis akta yang terletak dalam bidang perdata boleh dibuat oleh notaris, namun dalam hal tertentu ada larangan khusus bagi notaris untuk membuat akta bagi orang-orang tertentu. Larangan tersebut diatur dalam Pasal 52 ayat 1 Undang- Undang Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa notaris tidak di perkenankan membuat akta untuk diri sendiri, isteri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan atau tanpa pembatasan derajat,serta dalam garis kesamping sampai derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.

g) Larangan membuat akta yang memberi keuntungan kepada Notaris pembuat akta, saksi dan sebagainya. Dalam Pasal 53 Undang- Undang Jabatan Notaris menyatakan bahwa akta notaris tidak boleh memuat

penetapan atau ketentuan yang memberikan sesuatu hak dan keuntungan bagi :

a. Notaris, istri atau suami notaris b. Saksi, istri atau suami saksi

c. Orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris atau saksi, baik hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat maupun hubungan perkawinan sampai derajat ketiga.

a. Essensialia khusus

Essensialia khusus adalah hal- hal utama yang bersifat essensial yang mana harus dicantumkan khusus untuk akta –akta tertentu sedangkan untuk akta lainnya hal tersebut tidak perlu atau bahkan sama sekali tidak boleh dicantumkan.

Misalnya sebagaimana yang terdapat dalam akta jual beli dan akta pendirian perseroan terbatas. Essensialia umum dari kedua jenis akta tersebut adalah sama dan serupa antara lain hal-hal yang telah dijelaskan diatas, namun essensialia khusus dari kedua jenis akta tersebut sangat berbeda yaitu :

Essensialia khusus dari akta jual-beli ialah bahwa dalam akta tersebut harus di uraikan secara khusus benda yang di jual dan harga jual-beli artinya dalam akta jual-beli bersangkutan harus di uraikan secara terperinci barang-barang yang dijual dengan akta tersebut. Jika yang di perjualbelikan itu misalnya kendaraan bermotor maka harus di uraikan

jelas jenis kendaraan tersebut apakah berupa kendaraan, truck, minibus, otobis atau lainnya. Juga harus diuraikan nomor mesin, nomor landasan, dan tahun pembuatannya, dan nomor polisinya.

Demikian pula harga jual beli adalah essensial dan mutlak harus dicantumkan. Jika harga tersebut tidak disebutkan maka akibatnya ialah tidak terjadi jual beli, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1465 KUHPerdata. Sifat essensial dari dicantumkannya benda yang dijual dan harga jual beli dapat dipahami sebenuhnya karena keharusan pencantuman ini adalah merupakan akibat logis dari makna jual-beli seperti yang dicantumkan dalam pasal 1457 KUH Perdata. Tanpa menyebutkan benda dan harga dalam akta jual-beli berarti akta itu tidak dapat dijalankan.

Kemutlakan pencantuman jenis benda yang dijual dan harga jual memang hanya berlaku khusus untuk akta jual beli dan karena itu tidak perlu dicantumkan dalam akta-akta lainnya.

b. Essensialia akta pendirian PT (Perseroan Terbatas) antara lain adalah nama perseroan terbatas yang didirikan, jumlah modal dasar perseroan, formasi susunan dan personalia dewan direksi dan dewan komisaris dan

lain-lainya.58

Kemudian dalam membuat sebuah perjanjian pada umumnya haruslah memuat mengenai badan, isi perjanjian, dan penutup perjanjian yang kemudian

58 M.U Sembiring, Op.Cit hal 86

ditandatangani oleh para pihak,59selanjutnya mengenai akta yang dibuat oleh Notaris haruslah dalam bentuk dan tata cara yang di tetapkan dalam Undang- Undang Jabatan Notaris yaitu sebagaimana yang di tetapkan dalam pasal 38 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5 dari Undang- Undang Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa setiap akta terdiri atas : awal akta, badan akta, akhir akta atau penutup akta, dimana dari setiap bentuk akta tersebut dapat dijelaskan di bawah ini :

2. Awal akta/ Kepala Akta

Berdasarkan pasal 38 ayat 2 Undang-Undang Jabatan Notaris awal akta terdiri judul akta, nomor akta, jam, hari, tanggal, bulan, tahun dan nama lengkap dan tempat kedudukan notaris.

a) Judul akta walaupun judul tidak merupakan syarat sahnya suatu akta atau dengan kata lain tidak mempengaruhi keabsahan suatu kontrak, judul adalah mutlak adanya. Dengan adanya judul maka setiap orang akan dengan mudah mengetahui jenis akta apa yang sedang mereka baca/lihat.

Judul akta harus dapat mengakomodasi seluruh akta. Artinya, antara judul dengan isi akta harus ada korelasi dan relevansinya, karena judul akta akan menentukan ketentuan peraturan hukum mana yang mengatur isi atau apa yang di perjanjikan dalam akta tersebut.60

b) Nomor akta

60Gamal Komandoko, kumpulan contoh surat kontrak dan perjanjian resmi, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2007, hal 7

61H.R Daeng Naja, Op.Cit, hal 75

Setiap akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris haruslah diberi nomor.

Esensi dari ketentuan ini sebenarnya lebih pada keteraturan atau tertib administrasi protokoler notaris. Setiap minuta (juga salinannya) diberi nomor dari nomor 1 (satu) pada permulaan bulan demikian seterusnya sampai akhir bulan. Minuta-minuta tersebut dikumpulkan dan dijilid menjadi satu buku yang berjumlah paling banyak 50 ( lima puluh) minuta setiap bukunya. Apabila seorang Notaris membuat tidak sampai 50 (lima puluh) akta, maka ia hanya membukukan minutanya tersebut dalam satu buku. Sebaliknya apabila seorang Notaris dapat membuat lebih dari 50 (lima puluh) akta, maka ia membukukan lebih dari satu buku minuta.

Biasanya, setiap buku minuta tersebut diberi sampul dan pada sampul tersebut diberi catatan berapa jumlah minuta dan nomor masing-masing minuta yang ada dalam buku tersebut. Sedangkan untuk jam, hari, tanggal, bulan, tahun dan nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris telah dijelaskan dalam penjelasan esensialia umum dari suatu akta

diatas.61 2. Badan Akta

Dalam pasal 38 ayat (3) Undang- Undang Jabatan Notaris menyatakan bahwa badan akta itu terdiri atas :

61 Ibid,hal 78

a) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili.

b) Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap.

c) Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan.

d) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

3. Akhir akta/ penutup akta

Dalam pasal 38 ayat 4 Undang-Undang Jabatan Notaris dikatakan bahwa yang harus dimuat pada setiap akhir akta adalah sebagai berikut:

a. Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7)

Tentang pembacaan akta oleh Notaris, di dalam pasal 16 Ayat (1) huruf m Undang-Undang Jabatan Notaris di tegaskan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat dibawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris.

Dari ketentuan tersebut jelaslah bahwa setiap akta Notaris, sebelum ditandatangani, harus dibacakan terlebih dahulu kepada para

penghadap dan saksi-saksi. Pembacaan akta tersebut merupakan bagian dari pembuatan atau peresmian suatu akta. Dan oleh karena akta tersebut dibuat oleh (yang berwenang) Notaris, maka

membacakannya pun harus oleh Notaris yang bersangkutan.62

Esensi dari ketentuan ini adalah bahwa hanya apabila Notaris sendiri yang membacakan akta tersebut, maka para penghadap yang memang berniat untuk membuat akta otentik akan mempunyai jaminan bahwa, akta tersebut dibuat oleh pejabat yang berwenang, memenuhi syarat formal akta, meyakini isi akta sesuai dengan yang diharapkan oleh para penghadap dan mengeliminasi adanya kesalahan-kesalahan yang tidak perlu, baik yang akan mempengaruhi otensitas akta, maupun kesalahan pengetikan, yang bisa jadi akan menimbulkan masalah di kemudian hari.63

Namun dalam Pasal 16 ayat (7) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 selanjutnya disebutkan bahwa pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta

62Ibid, hal 113 63Ibid

pada setiap halaman Minuta akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.

Berdasarkan pejelasan pasal 16 ayat (1) huruf m dan ayat (7) Undang-Undang Jabatan Notaris dapat kita simpulkan bahwa pelaksanaan pembacaan akta yang dibuat oleh Notaris mutlak diperlukan kecuali para penghadap telah membaca sendiri atau telah mengetahui dan memahami dari isi akta tersebut, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta dan dalam setiap halaman Minuta akta diparaf oleh para penghadap, saksi dan Notaris.

b. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatangan atau penerjemahan akta jika ada, Dari uraian ketentuan diatas terdapat tiga hal yang di perhatikan pada uraian ini, yaitu mengenai uraian tentang penandatanganan, uraian tempat penandatangan, dan uraian tentang penerjemahan akta jika ada.

A. Uraian tentang penandatanganan

Ketentuan mengenai penandatanganan akta disebutkan pada Pasal 44 Undang-Undang Jabatan Notaris yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut:

1. Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan

1. Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan

Dalam dokumen TESIS. Oleh. AHMAD REZA ANDHIKA /M.Kn (Halaman 56-89)